Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH ATRESIA ANI PADA ANAK

“BLOK KEPERAWATAN ANAK 1”

DISUSUN OLEH :

MARIYATI KIPTIAH
G1B117011

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Fadliyana Ekawaty S.Kep, M.Kep., Sp.Kep. An.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Atresia ani” disusun dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah “Keperawatan
anak 2”. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
saya mohon maaf yang setulus-tulusnya dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangannya. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca.
Akhir kata saya berharap agar makalah ini berguna bagi semua pihak, dan
juga makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi semua pembaca, semoga
tercapai segala tujuan yang hendak dicapai.

Jambi, 5 November 2019

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar.................................................................................................. i

Daftar Isi........................................................................................................... ii

Bab I. Pendahuluan........................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 2

1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

1.4. Manfaat Penulisan ............................................................................. 3

Bab II. Tinjauan Pustaka............................................................................... 4

2.1 Anatomi fisiologi system digestive....................................................... 4

2.2 Definisi atresia ani................................................................................ 4

2.3 Epidemiologi atresia ani....................................................................... 5

2.4 Embriologi atresia ani........................................................................... 9

2.5 Klasifikasi atresia ani............................................................................ 10

2.7 Etiologi atresia ani................................................................................ 14

2.8 Patofisiologi atresia ani......................................................................... 14

2.9 Manifestasi klinis atresia ani................................................................. 14

2.10 Diagnosis atresia ani............................................................................. 14

2.11 Penatalaksanaan atresia ani................................................................... 14

2.12 Prognosis atresia ani............................................................................. 14

ii
2.13 Anestesi pada anak dengan malformasi anorektal................................ 14

2.14 Komplikasi atresia ani........................................................................... 14

2.15 Asuhan keperawatan teoritis atresia ani................................................ 14

Bab III . PENUTUP........................................................................................ 27

4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 27

4.2 Saran.................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 32

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana


rectumtidak mempunyai lubang ke luar (Wong,2004). Sebagian besar
prognosis atresiaani biasanya baik bila didukung perawatan yang tepat dan
juga tergantungkelainaan letak anatomi saat lahir. Atresia ani bila tidak segera
ditangani makadapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi
dan inkontinensiafeses.
Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya dengan kepadatan
penduduk, dan polusi udara. Sulitnya mencari pekerjaan untuk kaum urban
berpendidikan rendah, membuat banyak kaum urban berada pada tingkat
ekonomi menengah ke bawah. Tinggal di pemukiman padat dan kumuh
dengan polusi udara dan pola konsumsi nutrisi yang mungkin kurang baik.
Rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi sangat memungkinkan
terbatasnya keluarga dengan ibu hamil terpapar dengan informasi kesehatan
tentang nutrisi kehamilan. Nutrisi yang dikonsumsi ibu selama kehamilan
dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan janin. Polusi udara dari asap
rokok/nikotin dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan janin dan peningkatan
mortalitas dan morbiditas bayi dan perinatal (Bobak, 2005). Atresia ani
merupakan salah kelainan kongenital yang dapat dipengaruhi oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan atau keduanya.
Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000 kelainan hidup. Secara
umum atresia ani lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.
Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemuai pada
bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan
jenis atresia ani yang paling banyak ditemukan adalah atresia ani diikuti fistula
rektovestibular dan fistula perineal (Oldham K,2005).
Angka kejadian kasus atresia ani di RSUP fatmawati selama kurun waktu
3 bulan dari Januari sampai Maret 2013 ada sekitar 14 kasus dari 100 klien

4
yang dirawat di gedung Teratai lantai III Utara. Dari 14 kasus atresia ani
tersebut sekitar 7 kasus dirawat untuk tutup kolostomi.
Atresia ani letak tinggi memerlukan penatalaksanaan operasi bertahap
yaitu pembuatan kolostomi, pembuatan saluran anus/PSARP (posterior
sagital anorectoplasty), dan yang terakhir tutup kolostomi. Perawatan pada
klien tutup kolostomi memerlukan perhatian yang serius terutama pada
penatalaksanaan cairan intravena dan perawatan luka. Nyeri, puasa lama, dan
hari perawatan yang lama menimbulkan trauma bagi anak. Perawat memegang
peranan penting dalam mengurangi efek hospitalisasi pada anak, terutama
nyeri.
Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya bagi anak yang berusia 1- 3
tahun. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut harus dijaga
kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dpat dilakukan, sekalipun anak
dalam perawatan dirumah sakit. Bermain pada anak di rumah sakit sebagai
media bagi anak untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi, dan distraksi
perasaan yang tidak nyaman (Supartini, 2004). Terapi musik dapat di jadikan
alternatif dalam meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan pada anak yang
mengalami hospitalisasi sebagai bagian dari program bermain pada anak.
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh
seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan
kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual. Terapi musik disebut juga
sebagai terapi pelengkap Penggunaan terapi musik bisa diterapkan kepada
setiap anak dalam berbagai kondisi. Terapi musik bisa dilakukan untuk
mengurangi ketidaknyamanan anak yang menjalani serangkaian tindakan.
Prosedur keperawatan selama di rawat di rumah sakit.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu


bagaimana anatomi fisiologi system digestive, konsep atresia ani dan asuhan
keperawatan teoritis atresia ani.

5
1. 3 Tujuan penulisan

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui dan memahami bagaimana anatomi fisiologi
system digestive, konsep atresia ani dan asuhan keperawatan
teoritis atresia ani.
1.3.2 Tujuan Khusus:
1. Mengidentifikasi Anatomi Fisiologi System Digestive
2. Mengidentifikasi Definisi Dari Atresia Ani.
3. Mengidentifikasi Epidemiologi Dari Atresia Ani.
4. Mengidentifikasi Embriologi Dari Atresia Ani.
5. Mengidentifikasi Klasifikasi Dari Atresia Ani.
6. Mengidentifikasi Etiologi Dari Atresia Ani.
7. Mengidentifikasi Patofisiologi Dari Atresia Ani.
8. Mengidentifikasi Manifestasi Klinik Dari Atresia Ani.
9. Mengidentifikasi Diagnosis Dari Atresia Ani .
10. Mengidentifikasi Penatalaksanaan Dari Atresia Ani.
11. Mengidentifikasi prognosis Dari Atresia Ani.
12. Mengidentifikasi Anestesi Pada Anak Dengan Malformasi
Anorektal.
13. Mengidentifikasi komplikasi Dari Atresia Ani.
14. Mengidentifikasi Asuhan Keperawatan Teoritis Atresia Ani.

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan khususnya mengenai asuhan keperawatan berduka.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi institusi Pendidikan khususnya prodi
keperawatan universitas jambi

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi fisiolofi system digestive


Susunan saluran pencernaan terdiri dari :
1. Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu :
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara

gusi, gigi, bibir dan pipi.

b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang

di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis,

di sebelah belakang bersambung dengan faring.

Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di

bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan

7
lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat

banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi

oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir

(mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris

mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut.

Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu :

a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk

palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke

belakang terdiri dari 2 tulang palatum.

b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak)

terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung

atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.

2. Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja
otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.

Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum
lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal
lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan
nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk
ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting
pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput
lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah
digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di
sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput
lendir. Pada pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula
parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis.

8
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat
pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.

3. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung
limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang
rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas
bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara
lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari
bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media
disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah,
sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring.

Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi
penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian
depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di
depan dari ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral
melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan
udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan masuk ke jalan
udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara.

4. Esophagus
Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan
lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk
kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan
selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar
sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.

9
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung.
Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung.

5. Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita,
warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas
2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah
diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan
fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri
hepatika dan vena porta.

Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati,
masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan
kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang
terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5
darahnya ke hati.

Fungsi hati :

a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan
di suatu tempat dalam tubuh.

b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam


empedu dan urine.

c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.

d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem


retikuloendotelium.

e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.

6. Lambung

10
Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri
dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui
orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa,
menempel di sebelah kiri fundus uteri.

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan
terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf
menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding lambung
melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung di
halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan
emosi seperti marah dan rasa takut.

Fungsi lambung :

a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan


oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

b. Getah cerna lambung yang dihasilkan :

1) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino


(albumin dan pepton).

2) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai


antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjaddi pepsin.

3) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan


membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).

4) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi


asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.

7. Pancreas
Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke
limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan

11
rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya.
Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya
dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor
pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.

8. Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan
makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum
panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus
halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar
(M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa
(sebelah luar)).

Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam


usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan
seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi
lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama
oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh
epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan
makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian
berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah
di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa
perubahan.

Fungsi usus halus :

a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap


melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

9. Duodenum

12
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.
Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit
disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).

Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus


koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang
menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi
asam amino atau albumin dan polipeptida.

Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak


mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner,
berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.

10. Jejunum dan ileum


Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian
atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5
m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal
sebagai mesenterium.

Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang


tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan
lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh
sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis
valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon
asenden tidak masuk kembali ke ileum.

11. Usus besar


Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5- 6
cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan

13
otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar
adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.

12. Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti
cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya
ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai
mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang
masih hidup.

13. Kolon asendens


Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur
ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri,
lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon
transversum.

14. Apendiks
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea
terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal
dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang
apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan
perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.

15. Kolon transversum


Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah
abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat
fleksura lienalis.
16. Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur
dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri,
bersambung dengan kolon sigmoid.

14
17. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S,
ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

18. Rectum
Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan
feses sementara.

19. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya
diperkuat oleh sfingter :

a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.

b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.

Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam


rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan
rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi.
M. Levator ani relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-
otot abdomen.

2.2. Definisi atresia ani

15
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak
ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang
normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz,
2002).Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna, 2003).Atresia ani adalah tidak lengkapnya
perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara
abnormal (Suradi, 2001).Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak
terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.Anus tampak
rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata
anus.Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi perkembangan
abnormalpada anorektal di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau
anusimperporata adalah malformasi congenital dimana rectum
tidakmempunyai lubang ke luar (Wong,2004).
Atresia ani / Atresia rektiadalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara
kongenital (Dorland,1998).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai
anusimperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz.Ed 3 tahun2002).

16
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidakadanya lubang
atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital
dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.

2.3. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1
dalam 5000 kelahiran.2 Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi lakilaki, diikuti oleh fistula
perineal.Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang
paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular
dan fistula perineal.
Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa
malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan
malformasi anorektal letak tinggi.
2.4. Embriologi
Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang
ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra (Sadler T.W,
1997).
Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang
dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm
permukaan.Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk
membran kloaka (Sadler T.W, 1997).
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum
urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang.Sekat ini tumbuh
kearah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus
uroginetalis primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika
mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan
di daeraah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran kloakalis kemudian
terbagi menjadi membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di
depan (Sadler T.W, 1997).

17
Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim,
yang dikenal sebagai celah anus atau proktodeum.Pada minggu ke-9,
membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia
luar.Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh
pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri mesentrika inferior.Akan tetapi,
sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan ektoderm
dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna
analis.Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis
gepeng (Sadler T.W, 1997).
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum.Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm atau analpit.Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitif gut.Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra
levator.Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek
perkembangan proktoderm dan lipatan genital.Pada anomali letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal.Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter (Faradilla, 2009).

2.5. Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasiWingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi,
intermedia dan letakrendah.Akan tetapi, untuk tujuan terapi dan prognosis
digunakan klasifikasi yang dibuatberdasarkan jenis.
Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus dan garis yang
melewati ischii kelainandisebut :
1. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas muskulus levator ani
(muskuluspubokoksigeus).Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan
Supralevator). Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-

18
laki ada anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak
ada hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum
berakhir diatas muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada
sfingter internal. Perempuan ada anorektal agenesis dengan fistula vaginal
tinggi, yaitu fistula antara rectum dan vagina posterior. Pada laki
danperempuan biasanya rectal atresia.
2. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak di muskulus levator ani.
Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly), ciri – cirinya
adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak
menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal sampai 1 cm atau
tepat di otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe
kelainan intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa
rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong rektal ke
bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula.Sedangkan untuk perempuan bisa
rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, danrektovestibular fistula.
3. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah muskulus levator ani.
Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator), ciri - cirinya
adalah rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal dan
internal berkembang sempurna dengan fungsi yang normal, rektum
menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit dan rektum paling
jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah anal stenosis,
imperforata membrane anal, dan fistula ( untuk laki-laki fistula ke
perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk perempuan anterior
ektopik anus atau anocutaneus fistulamerupakan fistula ke perineal,
vestibular atau vaginal).

Klasifikasi Berdasarkan Wingspread


Kelompok Kelainan Tindakan

I Laki-laki : Fistel urin, Kolostomi neonatus;


atresia rektum, operasi definitif pada usia
perineum datar, fistel 4-6 bulan.
tidak ada,
invertogram : udara >1

19
cm dari kulit.

Perempuan : Kloaka,
fistel vagina, fistel
Kolostomi neonatus
anovestibular/
rektovestibular, atresia
rektum, fistel tidak ada,
invertogram : udara >1
cm dari kulit

II Laki-laki :Fistel Operasi langsung pada


perineum, membrane neonates
anal, stenosis anus,
fistel tidak ada,
invertogram:udara <1
Operasi langsung pada
cm dari kulit
neonatus
Perempuan : Fistel
perineum, stenosis
anus, fistel tidak ada,
invertogram : udara

<1 cm dari kulit

2.6. Etiologi
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena :
1. faktor genetik
Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada
minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan

20
pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena
gangguan perkembangan septum urogenital.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol
selama masa kehamilan) namun hal ini masih belum jelas(Bobak, 2005).
2.7. Patofisiologi
Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang menjadi
saluranurinari, genital dan rektum. Usia gestasi minggu ke-6, septum
urorektalmembagi kloaka menjadi sinus urogenital anterior dan
intestinalposterior. Usia gestasi minggu ke-7, terjadi pemisahan segmen
rectaldan urinari secara sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9,
bagianurogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan bagian anus
tertutupoleh membrane. Atresia ani muncul ketika terdapat gangguan
padaproses tersebut.
Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus besar ke rektum dan
kemudian menuju anus.Persarafan di anal kanal membantu sensasi keinginan
untuk buang air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas otot.Otot
tersebut membantu mengontrol pengeluaran feses saat buang air. Pada bayi
dengan malformasi anorektal (atresia ani) terjadi beberapa kondisi abnormal
sebagai berikut: lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat
semestinya, terdapat membrane pada saat pembukaan anal, rectum tidak
terhubung dengan anus, rectum terhubung dengan saluran kemih atau sistem
reproduksi melalui fistula, dan tidak terdapat pembukaan anus.
2.8. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani antara lain mekoniumtidak
keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran atau keluarmelalui saluran urin,
vagina atau fistula. Pada bayi baru lahir tidakdapat dilakukan pengukuran suhu
secara fekal.Distensi abdomen dapatterjadi bertahap dalam 8-24 jam
pertama.Pemeriksaan fisik ditemukanadanya tanda-tanda obstruksi usus dan
adanya konstipasi.Muntah padabayi umur 24-48 jam atau bila bayi diberi makan
juga perludiperhatikan. Pembukaan anal terbatas atau adanya

21
misplacedpembukaan anal. Lebih dari 50% klien dengan atresia ani
mempunyaikelainan congenital lain.
2.9. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada
anamnesis dapat ditemukan :
1. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
2. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
3. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan kemungkinan
kelainan adalah letak rendah

Pena menggunakan cara sebagai berikut:


1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran
berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal Postero Sagital
Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan kolostomi
terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan tindakan
definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram.Bila
akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut letak rendah.Akhiran
rektum > 1 cm disebut letak tinggi.Pada laki-laki fistel dapat berupa
rektovesikalis, rektouretralis dan rektoperinealis.
2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel.
Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal PSARP tanpa
kolostomi.Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi
terlebih dahulu.Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila
akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila
akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomiterlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,


vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak rendah .Bila Pada
pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau rendah.
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisis
udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan
vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) dengan

22
bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula
lakukan fistulografi.
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak selalu
menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna.Untuk itu, diagnosis harus
ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan inspeksi
daerah perianal dan dengan memasukkan termometer melalui anus.
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi dengan fistula
rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama
beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium harus dipaksa keluar
melalui fistula rektoperineal atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian
distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang
menjaga rektum tetap kolaps dan kosong.Tekanan intrabdominal harus cukup
tinggi untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena itu,
harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi
anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan dilakukan colostomy atau
anoplasty.
Inspeksi perianal sangat penting.Flat "bottom" atau flat perineum, ditandai
dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa
pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat sedikit.Tanda ini berhubungan
dengan malformasi anorektal letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan malformasi
anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada perineum, "bucket-
handle" (skin tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya membran pada
anus (tempat keluarnya mekonium).
2.10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya.Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu.Pada beberapa waktu lalu
penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough,
tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa
usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan
metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu
dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani
untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.

23
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk.Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula.

Leape (1987) menganjurkan pada :


1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP).
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
3. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi.Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling
banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited
atau full postero sagital anorektoplasti.
Teknik Operasi
1. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan
posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan.
2. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi
anal dimple.
3. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan
berhenti 2 cmdidepannya.
4. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.

24
5. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus
levator dibelahtampak dinding belakang rektum.
6. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
7. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
8. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Penatalaksanaan malformasi anorektal (pada gambar 1)

Gambar 1.Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus


laki-laki.
Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal
pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip
penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama
dengan bayi laki-laki.

Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan (gambar 2)

25
Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus
perempuan

Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan
pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon.Pada
kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian
juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.

Penatalaksanaan Post-operatif
Perawatan Pasca Operasi PSARP
1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan
selama 8- 10 hari.
2. minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2
kali sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator
yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya.
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk.

26
Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan
serta tidak ada rasa nyeri bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu
merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.
Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7
hari.Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-
14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka
dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari,
dan antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi.Untuk pertama kali
dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh
petugas kesehatan ataupun keluarga.Setiap minggu lebar dilator ditambah 1
mm tercapai ukuran yang diinginkan.Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari
sampai dilator dapat lewat dengan mudah.Kemudian dilatasi dilakukan sekali
sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan
berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali
sebulan selama tiga bulan.Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan
penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi
karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses
sebelumnya.Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan
desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.

2.11.Prognosis
Prognosis bergantung dari fungsi klinis.Dengan khusus dinilai
pengendalian defekasi, pencemaran pakaian dalam.Sensibilitas rektum dan
kekuatan kontraksi otot sfingter pada colok dubur (Hamami A.H, 2004).
Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada kekuatan sfingter atau
ensibilitasnya, tetapi juga bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan
mental penderita (Hamami A.H, 2004).
Hasil operasi atresia ani meningkat dengan signifikan sejak ditemukannya
metode PSARP (Levitt M, 2007).
2.12. Anestesi pada anak dengan malformasi anorektal

27
Anestesi pada bayi dan anak berbeda dengan anestesi pada orang dewasa.
Permasalahan yangperlu diperhatikan pada anestesi pediatrik antara lain:
1. Pre operatif
a. Respirasi
Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih cepat dibandingkan
dengan orang dewasa.Tipe pernafasan pada pada bayi adalah
abdominal, lewat hidung, sehingga gangguanpada kedua bagian ini
memudahkan timbulnya kegawatan pernafasan.
Gangguan respirasi (contoh: dispnea, batuk, stridor, wheezing)
bermanfaat sebagai studitambahan. Kemampuan posisi terlentang
tanpa gangguan respirasi harus dijelaskan.Kompresi trakea dan brokus
dari tumor mungkin disebabkan oleh posisi.
Tes: foto toraks, supine-duduk/ volume loops (berguna untuk
evaluasi lokasi dan tandatandaobstruksi jalan nafas). AGD, pulse
oxymetri, jika simptomatis, CT/MRI dada.
b. Kardiovaskuler
Frekuensi jantung/ nadi bayi dan anak berkisar antara 100-120 kali
per menit.Hipoksiamenimbulkan bradikardi, karena parasimpatis yang
lebih dominan.
Gangguan massa mediastinum mungkin termasuk sindroma vena
kava superior. Gejalalain mungkin termasuk sinkop dan sakit kepala
(TTIK) menjadi lebih buruk pada posisiterlentang.
Tes: ekokardiografi, EKG, jika simptomatis.
c. Premedikasi
Manfaat dan kegunaan premedikasi masih menjadi perdebatan di
antara para ahli.Ada yang mengatakan bahwa premedikasi pada anak
tidak diperlukan karenamenimbulkan trauma yang akan dibawa sampai
dewasa. Terlepas perlu atau tidaknyapremedikasi pada anak, maksud
dan tujuan premedikasi yang terpenting adalah :
1. untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut, cemas, dan
gelisah, sehingga anakmenjadi tenang ketika masuk kamar operasi.
2. memudahkan dan melancarkan induksi anestesi.
3. mencegah terjadinya perubahan psikologis atau perilaku pasca
anestesi/bedah.
4. mengurang sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.

28
5. sebagai vagolitik. Mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat
anestesi, rangsanganfisik, atau manipulasi pembedahan.
d. Jenis Obat Premedikasi
Golongan antikolinergik
a) Sulfas Atropin dan Skopolamin
Atropin lebih unggul dibanding skopolamin untuk
mengendalikan bradikardi dan aritmia lainnya terutama pada bayi
usia kurang dari enam bulan. Biasanya bradikardi timbul karena
manipulasi pembedahan atau karena obat anestesi seperti halotan
dosis tinggi.
Dengan ditinggalkannya pemakaian eter, maka tidak
diperlukan lagi obat premedikasi untuk mengurangi sekresi air
liur.Atropin dan skopolamin sebaiknyatidak diberikan kepada
pasien dengan suhu tinggi dan takikardi.
b) Glikopirolat
Merupakan senyawa garam amonium kuartener dengan
khasiatantikolinergik yang kuat.Panjang efek sampingnya tidak
begitu kuat disbandingsulfas atropin.Dosis 5-10 gr/kgBB intra
vena.
Golongan hipnotik sedative
a) Diazepam
Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan
sebagaipremedikasi untuk anak karena berkhasiat
menenangkan.Pada sekitar 80% kasus,tanpa mendepresi nafas dan
sedikit sekali menimbulkan muntah.
Dosis :Intravena (IV) atau intramuskular (IM) : 0,20
mg/kgBB
Per oral : 0,25-0,50 mg/kgBB
Per rektal : 0,40-0,50 mg/kgBB
b) Midazolam
Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam
air.Waktukerja sangat cepat, lama kerja tidak terlalu lama.Dapat
diberikan secaraparenteral dan oral.
Dosis : IM : 0,05 mg/kgBB
Per oral : 7,5-15 mg/kgBB
Per rektal : 0,35-0,45 mg/kgBB
c) Prometazin (phenergan)

29
Termasuk golongan antihistamin yang mempunyai efek
sedasi cukup baik.Dapat diberikan per oral dengan dosis 1
mg/kgBB.Dosis maksimal 30 mg.
d) Barbiturat
Terdapat 2 sediaan yang sering digunakan untuk
premedikasi, yaitu pentobarbitone (nembutal) dan quinalbarbitone
(seconal). Diberikan per oral 1,5 jam pra bedah dengan dosis 2-5
mg/kgBB. Obat ini tidak pernah diberikan pada bayi usia< 6 bulan,
karena metabolismenya lama. Tidak dianjurkan untuk diberikan
secara IM karena akan menimbulkan rasa sakit, nekrosis, dan
abses.
e) Golongan narkotik analgetik
Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada
bayi/anak kecil karena sering menimbulkan pusing, mual, muntah,
sampai depresi nafas. Pemberian morfin biasanya atas indikasi
adanya cacat jantung bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05-0,2
mg/kgBB intramuskuler, 1 jam prabedah. Meperidin (pethidin)
merupakan obat golongan narkotik dengan sedasi ringan.Sering
menimbulkan muntah sehingga jarang digunakan untuk narkotik
analgetik.
e. Cara Pemberian Premedikasi
Sampai saat ini belum ditemukan cara pemberian premedikasi pada
bayi/anak yang dianggap ideal, yaitu sederhana, efektif, dan tidak
menimbulkan trauma psikis. Metode yang lazim dipakai adalah:
1) Parenteral (IM/IV)
Masih sering digunakan, walaupun sering ditolak anak karena takut
akan jarum dan sakit.
2) Per oral
Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal diberikan pada
bayi/anak yg masih kecil karena tidak akan menimbulkan trauma
atau rasa sakit. Agar pemberian oral lebih efektif, biasanya
waktunya lebih lama. Agar anak/bayi suka, biasanya dicampur
dengan aroma obat lain agar terasa manis dan disukai.
3) Per rectal

30
Pemberian premedikasi secara rektal sering disebut sebagai
anestesi basal.
4) Per nasal
Metode pemberian secara nasal masih dalam penelitian
dengan cara-cara yg paling baru.Obat diberikan secara
tetesan/semprotan (nose spray) ke dalam mukosa hidung.
Selanjutnya obat akan diserap lewat mukosa hidung dan masuk
dengan cepat ke dalam sirkulasi darah karena mukosa hidung kaya
akan pembuluh darah.
Pemberian obat cara ini cepat memberikan efek, sehingga
kadang-kadang disebut sebagai pra induksi.
Jenis obat : Midazolam 0,2 mg/kgBB (untuk anak 1-5 tahun)
Sulfentanil 1,5-3 U gr/kgBB

2. Intra operatif
a. Teknik Anestesi
Dilakukan anestesi umum dengan pipa endotrakea, dengan gas
hangat.Kamar operasi dengan suhu 20-25ºC. Pad hangat pada meja
operasi.
b. Induksi
Pasang jalur IV sebelum induksi.Jika ada sindroma vena kava
superior, penting jika akses intravena pada ekstremitas bawah. Atropin
(0,02 mg/kg IV) diberikan untuk mengurangi sekresi kelenjar dan
mencegah bradikardi dari efek induksi halotan yang dalam dari
laringoskopi. Intubasi bangun pada posisi duduk mungkin perlu.Suatu
induksi memakai sungkup dengan halotan/ O2 pada posisi semifowler
mungkin tepat.Intubasi seharusnya dilakukan dengan ventilasi
spontan.Gunakan pipa endotrakeal dan evaluasi dari
trakea/bronkus.Hindari penggunaan pelemas otot sampai pipa
endotrakeal terpasang.Dokter bedah segera hadir dengan persiapan
bronkoskopi yang rigid saat dilakukan induksi yang berakibat
obstruksi jalan nafas akut. Perubahan posisi sederhana (misalnya: dari

31
posisi supine ke lateral atau duduk) mungkin mengakibatkan kolaps
kardiorespirasi.
c. Induksi anestesi parenteral
1) Intramuskuler
Metode ini dipilih jika ada kesulitan mencari pembuluh
darah vena atau cara induksi lain tidak memungkinkan. Sebenarnya
induksi anestesi cara ini lebih pasti dan praktis dibanding cara
induksi per rektal, dan dapat dilakukan pada saat bayi/anak sudah
ada di meja operasi. Kerugian metode ini adalah suntikan, yg
sangat ditakuti bayi/anak dan volume yg diberikan cukup banyak.
Obat yg digunakan biasanya ketamin dosis 6-10 mg/kgBB.
Biasanya anak/bayi akan tidur setelah 3-5 menit.

2) Intravena
Keuntungan cara ini adalah selain cepat, juga
menyenangkan karena dapat berjalan mulus dan cepat, terutama
apabila telah terpasang infus. Kerugiannya biasanya sangat sukar
memasang infus, anak/bayi sering berontak, dan kesukaran
mencari pembuluh vena.
Obat yang digunakan:
(1) Penthotal
Dapat diberikan pada bayi/anak. Perlu diingat bahwa neonates
sangat peka terhadap obat ini, danmetabolisme berlangsung
lama. Dosis induksi bayi/anak 4-5 mg/kgBB.
(2) Methohexital (brevital)
Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan dosis 1,5
mg/kgBB. Sebagai pilihan alternatif penthotal, biasanya
pemulihan lebih cepat dibanding penthotal.Pada anak sering
menimbulkan twitching otot dan singultus apabila dosisnya
tinggi.
(3) Diazepam
Masa pemulihan lebih lama dari penthotal. Dosis 0,4 mg/kgBB.
(4) Ketamin
Dosis 2 mg/kgBB.Dalam waktu 1-2 menit anak sudah tidur.
(5) Propofol

32
Cukup efektif untuk anak, tapi sering menimbulkan rasa sakit
dan terbakar sehingga cara pemberiannya memerlukan teknik
khusus. Dosis 2,5-3,5 mg/kgBB.
(6) Midazolam
Tergolong benzodiazepin yang larut air, tidak menyebabkan
rasasakit pada pembuluh darah. Dosis 0,15 mg/kgBB.
d. Induksi anestesi inhalasi
Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan (uptake) gas
anestesi pada paru anak/bayi lebih cepat dibanding orang dewasa,
karena proporsi jaringan pembuluh darahnya lebih banyak.Karena itu,
induksi inhalasi pada anak/bayi lebih cepat disbanding orang dewasa,
dan ekskresinya pun lebih cepat.
Oleh sebab itu, banyak ahli anestesi sering memakai teknik ini, tapi
kerugian teknik ini adalah dapat menimbulkan trauma psikis dan
pengalaman yang buruk.
Untuk mengatasi kendala tersebut, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Persiapan pre operatif harus lebih baik.
2. Masker diberi rasa dan warna yg menarik.
3. Pemasangan masker jangan langsung menutupi muka.
4. Bisa memakai teknik single breath.

Obat anestesi untuk inhalasi:


1. N2O/O2
Induksi dengan gas ini karena tidak berbau, tidak merangsang.
2. Eter
Karena baunya sangat merangsang dan tidak enak, sering
menimbulkan sekresi yg berlebihan dan saat ini sudah tidak
dipergunakan lagi.
3. Halotan
Merupakan gas anestesi inhalasi yg sering digunakan untuk
bayi/anak karena baunya tidak merangsang, sehingga induksi bisa
berjalan lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian drug induced
hepatitis pada pemakaian berulang, terutama pada anak usia> 14
tahun.
4. Isofluran
Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah disbanding
halotan, sehingga secara teoritis induksi anestesi dan pemulihan

33
berlangsung sangat cepat.Gas ini hampir tidak mengalami
metabolism dalam tubuh.Dikeluarkan lewat paru secara utuh dan
sempurna. Induksi nanestesi dengan isofluran perlu pengalaman
cukup dan penuh perhatian, karena baunya yg tidak sedap dan
merangsang jalan nafas dimana kadang-kadang bayi/anak akan
menahan nafas.
e. Induksi anestesi per nasal
Merupakan cara induksi anestesi yg paling baru. Dikenal dengan
istilah pra induksi karena perubahan kesadaran yg timbul berbeda
dengan akibat pemberian premedikasi secara oral atau intramuskuler.
Pemberian sufentanil lewat nasal dengan dosis 1,5-3 U gr/kgBB
ternyata cukup efektif sebagai pra induksi pada anak yg lebih besar.
Cara ini tidak begitu menimbulkan efek yg traumatis.
Rumatan
Ventilasi spontan/ ventilasi bantu dengan volatile dan O2 100%
mungkin tepat.
Pengakhiran
Penderita harus sadar penuh sebelum dilakukan ekstubasi.
Kebutuhan cairan dan darah
Biasanya kehilangan darah minimal.Jika ada mediatinoskopi
kehilangan darah dapat diketahui segera.Kebutuhan cairan 10-20
ml/kgBB IV.
Posisi
Jika obstruksi bertambah secara mendadak, ubah posisi ke dekubitus
lateral yangmemungkinkan trakea terelevasi.
Komplikasi
Gagal nafas, gangguan jalan nafas, bronkospasme, laringospasme,
hipotensi.Oleh karena itu perlu memperhatikan ABC. Gunakan obat
resusitasi (misalnya: efedrin 10μg/Kg).
Pengelolaan nyeri post op
Dapat diberikan ketorolac 0,9 mg/Kg IV, 6 kali 24 jam.
2.13. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada klien atresia ani adalah :
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
Komplikasi jangka panjang :
1. Eversi mukosa anal.

34
2. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
3. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
4. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
5. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
6. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
2.14. Asuhan keperawatan teoritis

A. Pengkajian
a. Biodata klien

b. Riwayat keperawatan

1. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

2. Riwayat kesehatan masa lalu

c. Riwayat psikologis.
Koping keluarga dalam menghadapi masalah.
d. Riwayat tumbuh kembang anak.
1. BB lahir abnormal.
2. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang pernah mengalami trauma saat sakit.
3. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.
4. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.
e. Riwayat sosial.
f. Pemeriksaan fisik.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
b. Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
2. Ketidakseimbanagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
C. Rencana Keperawatan

35
1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.
Kriteria Hasil :
- Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek
- Terbentuknya tinja
- Tidak ada nyeri saat defekasi
- Tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
1) Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
2) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
3) Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.
4) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi
usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.


Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan.
2) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung,
TD dan nadi turun.
3) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada
jaringan.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan


tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau berkurang.

36
Kriteria Hasil :
- Ansietas berkurang
- Klien tidak gelisah
Intervensi :
1) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi
tersebut diterima.
2) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum
dilakukan operasi.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan
operasi tersebut dilakukan.
3) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa
takut dapat ditujukan.
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
1) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan
dalam pengkajian.
2) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan
distraksi.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi
atau respon nyeri.
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk
istirahat.
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat
istirahat.
4) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.

37
Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan
usus.
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi penurunan BB.
- Klien tidak mual dan muntah
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga
mencegah terjadinya aspirasi.
2) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.
3) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala sedikit
fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi
rasa nyeri pada saat menelan.
4) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress
gaster.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.


Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan
leukosit.
- Luka post operasi bersih
Interversi :
1) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
2) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan
menggunakan sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk
mencegah infeksi di rumah sakit.
3) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
5) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.

38
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
- Kelurga menunjukkan kemampuan untuk memberikan
perawatan untuk bayi di rumah.
- Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan
pada klien.
Intervensi :
1) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
2) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu
dilaporkan perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.
3) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga
4) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
5) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.

39
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus


imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz,
2002).Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Donna, 2003).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi
membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna
Penyebab dari atresia ani adalah faktor genetic,Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi , lahir tanpa lubang
dubur, Gangguan organogenesis dalam kandungan, berkaitan dengan sindrom
down, faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi
alkohol selama masa kehamilan) namun hal ini masih belum jelas(Bobak,
2005).
4.2. Saran

1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini sebagai salah satu sumber informasi mengenai
konsep atresia ani dan dapat diterapkan dikehidupan sehari hari.
2. Bagi Institusi Pendidikan

40
Diharapkan agar program studi keperawatan universitas jambi
menjadikan makalah ini menjadi arsip prodi agar mahasiswa dapat
membaca dan menjadikan literature dalam mencari informasi
mengenai konsep atresia ani.

DAFTAR PUSTAKA

Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 1 April


2009].
Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia:Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric
SurgeryVol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-
1434
Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and
AssociatedAnomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-
579.http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?
artid=1778456&blobtype=pdf [diakses 1April 2009]
FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 1April 2009]
Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare Diseases
2007, 2:33.http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 1 April 2009]
Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric
SurgeryVol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-
1434Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of
Paediatric SurgeryStarship Hospital Auckland,
2006.http://www.starship.org.nz/General%20Surgery
%20PDFs/anorect.pdf [diakses 1 April2009]
University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery University of
Michiganhttp://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/ano
rectalmalformation[diakses 1 April 2009]
Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with
AnorectalMalformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1

41
(2) 2006; 151-154http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 1
April 2009]
Latief SA, Suntoro A. Anestesi Peditrik dalam: Anestesiologi. Muhiman M, Thaib
M,Sunatrio S, Dahlan M (eds). Jakarta: Bagian Anestesi dan Terapi
Intensif FKUI. 1989, 115-119.
Soerasdi E, Husaeni H, Kadarsah RK. Petunjuk Teknis Prosedur Tetap Anestesia.
Bandung:Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNPAD. 2004. 498-
501.
Obat-obat anestesi. EGC

42

Anda mungkin juga menyukai