Anda di halaman 1dari 6

1.

Bahan Baku Triacetin


1.1 Gliserol sebagai bahan baku
Gliserol dikenal sebagai 1,2,3-propanetriol. Gliserol memiliki sifat fisik
tidak berwarna, tidak berbau, higroskopis, dan merupakan cairan viskos yang
memiliki rasa manis. Gliserol merupakan gula alkohol dan mempunyai tiga grup
hidroksil hidrophilik alkoholik (-OH) yang bertanggung jawab terhadap
kelarutannya terhadap air. Gliserol memiliki sifat higroskopis sehingga dapat
menyerap air dari udara, dari sifat ini gliserol banyak digunakan sebagai pelembab
kosmetik. Gliserol hadir dalam bentuk ester (gliserida) dalam semua lemak dan
minyak hewan dan tumbuhan.
Gliserol merupakan hasil samping dari proses pembuatan biodiesel, gliserol
belum banyak diolah sehingga nilai jualnya masih rendah. Oleh karena itu perlu
pengolahan terhadap gliserol agar dapat menjadi produk yang memiliki nilai jual
tinggi dan banyak manfaatnya. Diantaranya adalah pembuatan turunan gliserol
melalui proses esterifikasi.
Dan salah satu produk turunan gliserol adalah esterifikasi. Gliserol
mencapai nilai komersialnya sebagai produk samping ketika lemak dan minyak
dihidrolisa menjadi asam lemak atau garam metalnya (sabun). Gliserol digunakan
secara luas sebagai solven, sebagai pemanis, kosmetik, dan sabun cair, sebagai
kultur fermentasi dalam produksi antibiotik, dan dalam obat-obatan. Berikut
merupakan karakteristik dari Gliserol.
 Sifat Fisis
Rumus Molekul : C3H8O
Berat Molekul : 92.09 kg/kgmol
Fase Penyimpanan : Cair
Titik Didih (1 atm) : 290 oC
Titik Lebur (1atm) : 17.9 oC
Densitas pada 0 oC : 0.815 g/cm3
Panas Pembentukan (25 oC) : -582.8 kJ/mol
Energi Bebas Pembentukan (25oC) : -448.49 kJ/mol
 Sifat Kimia
o Jika direaksikan dengan sodium acetate akan menghasilkan
Triacetin dan Acetic Anhydrid.
o Jika direaksikan dengan K2Cr2O dengan bantuan H2SO4 akan
teroksidasi sempurna menghasilkan CO2 dan H2O.
o Jika direaksikan dengan HNO3 dengan bantuan H2SO4 akan
menghasilkan Nitrogliserin dan air
1.2 Asam Asetat Sebagai Bahan Baku
Asam asetat adalah cairan tak berwarna dengan rumus kimia C2H4O2.
Memiliki titik leleh 62,06°F (16.7°C) dan mendidih pada 244,4°F (118°C),
kerapatan 1,049 g/mL pada 25oC dan flash point 39°C. Dalam konsentrasi
tinggi,asam asetat bersifat korosif, memiliki bau tajam dan dapat menyebabkan luka
bakar pada kulit. Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam
karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga
memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai
pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam
asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar
2.4
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi,
magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut
logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan
suatu basa. Contohnya adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka.
Hampir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi
pembentukan garam asetat:
o Mg(s) + 2CH3COOH(aq)  (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)
o NaHCO3(s) + CH3COOH(aq)  CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O (l)
Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan
garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi
dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila
bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling
terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan
turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui
substitusi nukleofilik. Karakteristik dari Asam Asetat disajikan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Karakteristik Asam Asetat
Nama Sistematis Asam Etanoat, Asam Asetat
Nama Alternatif Asam Metanakarboksilat
Asetil Hidroksida (AcOH)

Hidrogen Asetat (HAc) Asam Cuka


Rumus Molekul CH3COOH
Massa Molar 60.05 g/mol
Densitas dan Fase 1.049 g/cm3, cairan 1.266 g/cm3, padatan

Titik Lebur 16.5oC (289.6±0.5 K) (61.6oF)


Titik Didih 118.1oC (391.2±0.6 K) (244.5oF)

Bentuk Cairan tidak berwarna atau kristal


Keasaman (pKa) 4.76 pada 25oC

2. Kegunaan dan Keunggulan Triacetin


Produk Triacetin ini berpotensi diaplikasikan dalam industri pangan
maupun non pangan, salah satunya sebagai zat aditif pada bahan bakar. Pada
umumnya zat aditif yang digunakan pada bahan bakar adalah MTBE (Metil Tertier
Buthyl Eter) dan TEL (Tetra Ethyl Lead) akan tetapi zat aditif ini memiliki sifat
karsinogenik sehingga kegunaannya sebagai aditif berkurang dan membutuhkan
alternatif lain sebagai pengganti.
Triacetin merupakan produk yang dihasilkan dari hasil samping pembuatan
biodiesel. Triacetin dihasilkan dari reaksi gliserol dan asam asetat. Triacetin banyak
digunakan dalam industri makanan maupun non-makanan. Gliserol merupakan
hasil samping dari proses pembuatan biodiesel yang memiliki harga jual rendah.
Dengan membuat produk dari gliserol dan asam asetat akan meningkatkan nilai jual
dari gliserol, sehingga dapat meningkatkan nilai guna dari gliserol dan juga dapat
memenuhi kebutuhan dari dalam negeri akan Triacetin. Pada proses pembuatan
Triacetin juga didapatkan produk samping yaitu Diacetin dimana Diacetin ini pada
umumnya digunakan untuk tambahan pada industri semen, cat, dan jugakosmetik.
Berdasarkan percobaan terdahulu pembuatan Triacetin menggunakan
katalis zeolit beta, K-10 dan amberlyst-15 memberikan hasil yang berbeda-beda
yaitu dengan zeolit beta diperoleh konversi sebesar 94% dengan selektivitas 4%,
katalis K10 diperoleh konversi sebesar 100% dengan selektivitas 6%, sedangkan
dengan katalis amberlyst-15 diperoleh konversi 100% dengan selektifitas 24%.
3. Bahan Bio-aditif (Triasetin) untuk biodiesel
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan sumber energi
minyak dari bahan bakar fosil semakin lama semakin meningkat namun
persediaannya semakin menipis. Pengembangan dan penggunaan bahan bakar
alternatif dari sumber daya alam terbaharukan menjadi salah satu pilihan yang
diharapkan untuk mengatasi kebutuhan bahan bakar yang semakin meningkat
tersebut. Salah satu bahan bakar alternatif yang saat ini digunakan ialah biodiesel
yang diproduksi dari berbagai tanaman seperti kelapa sawit (Jomtib, 2011), minyak
kedelai dan mikroalga. Produk biodiesel dari minyak nabati menghasilkan gliserol
sebagai produk samping dengan jumlah 10 wt% dari produk biodiesel yang
dihasilkan. Karena masih mengandung komponen air dan bahan pengotor lainnya
sehingga menyebabkan nilai ekonominya rendah. Sehingga jumlah glieserol yang
berlebih ini perlu diubah menjadi produk yang bernilai tinggi.
Beberapa alternatif sintesis industri untuk pemanfaatan gliserol, salah
satunya adalah proses asetilasi gliserol dan asam asetat. Produk dari proses ini
memiliki aplikasi industri besar, seperti triasetin telah digunakan untuk industri
kosmetik dan farmasi, sementara monoasetin dan diasetin telah diterapkan di
industri kriogenik dan digunakan sebagai bahan baku biodegradable pembuatan
poliester. Selain itu, triasetin adalah bahan kimia alternatif yang menjanjikan untuk
diubah menjadi bahan bakar aditif. Pencampuran 10% (b/b) dari triasetin untuk
biodiesel dapat memberikan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan biodiesel
murni (Chici Wardiani Prasongko, 2018).
Penggunaan triasetin sebagai bioaditif ini dapat mengurangi asap knalpot
mesin karena pengurangan molekul karbon dalam campuran bahan bakar. Triasetin
(C9H14O6) adalah zat aditif anti-knocking yang baik dan mudah larut dalam
biodiesel. Triasetin juga memiliki manfaat untuk menekan ketukan pada mesin,
meningkatkan kinerja mesin dan mengurangi emisi. Kombinasi biodiesel dengan
10% triasetin mengarah ke peningkatan performa mesin dalam semua aspek (Chici
Wardiani Prasongko, 2018). Melihat manfaat dari triasetin diperlukan metode yang
tepat untuk dapat mengelola dan memanfaatkan gliserol sebagai sumber bahan baku
pembuatan bioaditif sehingga dapat mengurangi limbah gliserol secara signifikan.
4. Pekembangan produk bio-aditif untuk biodiesel
Industri Biodiesel merupakan industri biofuel (BBN) terbesar yang kini
berkembang di dalam negeri. Industri ini memberikan hasil samping yang cukup
besar dari proses produksinya yaitu gliserol. Hampir 10% crude gliserol (gliserin
kasar) dihasilkan pada setiap proses pembuatan biodiesel. Menurut blueprint
pengelolaan energi nasional 2005-2025 dijelaskan bahwa mulai tahun 2011 hingga
sekranag pemerintah akan mendirikan pabrik biodiesel kapasitas 30 ribu sampai
100 ribu ton/tahun. Hal itu berarti gliserol yang dihasilkan akan mencapai 15 ribu
ton/tahun. Meningkatnya permintaan biodiesel akan berpengaruh terhadap
ketersediaan gliserol di pasaran dan apabila tidak dikendalikan dapat
mempengaruhi harga gliserol di pasaran. Pengembangan gliserol menjadi produk-
produk turunannya dapat meningkatnya nilai tambah gliserol dan meningkatkan
efisiensi proses produksi biodiesel.

Gambar 1. Kapasitas dan Realisasi Biodiesel di Indonesia 2011-2016


(Sumber: gapki.id)
Kapasitas biodiesel Indonesia berkembang hampir dua kali lipat dari 5,85
juta kl pada tahun 2011 menjadi 11,36 juta kl pada tahun 2016. Namun kapasitas
terpasang masih sangat jauh dari yang diharapkan, dimana pada tahun 2011,
realisasi produksi biodiesel Indonesia baru mencapai 0,4 juta kl. Setiap tahun
cenderung meningkat (kecuali 2015), dan pada tahun 2016, realisasi mencapai 2,8
juta kl.
Namun, bila dibandingkan kapsitas produksi dan realisasi, maka terlihat
tingkat utilitasnya masih rendah saat ini. Pada tahun 2011, tingkat utilitasnya adalah
6,84% (masih dibawah 10%), pada tahun 2015 menurun tajam, dan tahun 2016
meningkat menjadi 24,66%. Hal ini menunjukan potensi yang belum berhasil
dicapai masih sangat tinggi, hingga mencapai 75,34%. (GAPKI, 2016)

KESIMPULAN
 Gliserol merupakan hasil samping dari proses pembuatan biodiesel, gliserol
belum banyak diolah sehingga nilai jualnya masih rendah.
 Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat
 Produk Triacetin ini berpotensi diaplikasikan dalam industri pangan
maupun non pangan, salah satunya sebagai zat aditif pada bahan bakar.
 Pada proses pembuatan Triacetin juga didapatkan produk samping yaitu
Diacetin dimana Diacetin ini pada umumnya digunakan untuk tambahan
pada industri semen, cat, dan jugakosmetik.
 Pengembangan Biodiesel di Indonesia masih sangat rendah yang dapat diliat
dari potensi yang belum berhasil dicapai masih sangat tinggi, hingga
mencapai 75,34%.

References
Chici Wardiani Prasongko, F. R. d. Z. M., 2018. Simulasi Optimasi Reactive Distillation
untuk Membuat Bioaditif (Triasetin) dari Gliserol dan Asam Asetat dengan Katalis Asam
Sulfat Menggunakan Software Aspen Plus. CHEMICA, 5(2), pp. 57-65.

Jomtib, N. P. C. G. M. S. M. a. S. A., 2011. Effect of co-solvents on transesterification of


refined palm oil in supercritical methanol. Engineering Journal, 15(3), 2011, pp.49- 58.,
3(15), pp. 49-58.

GAPKI. 2017. Perkembangan Mandatori Biodiesel dan Prospek Indonesia dalam Pasar
Biodiedel Dunia. Diakses di: https://gapki.id/news/3024/perkembangan-mandatori-
biodiesel-dan-prospek-indonesia-dalam-pasar-biodiesel-dunia. Pada tanggal: 6
November 2019

Anda mungkin juga menyukai