Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN MENJELANG AJAl DAN PALIATIF

TENTANG
“ASUHAN KEPERAWATAN MENJELANG AKHIR HAYAT”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1. BENI SUBIANTO (172426006 SP)


2. DEVI RATNA SARI. A (172426008 SP)
3. DEVO SUSANTO (172426011 SP)
4. M. GIBRAN (172426019 SP)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU
T. A 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul “asuhan
keperawatan menjelang akhir hayat”.
Dalam proses penulisan tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan doa
dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ns. Ravika Ramlis, S.Kep. M.Kes, selaku dosen pengajar mata kulia
keperawatan menjelang ajal dan paliatif program studi ilmu keperawatan
fakultas ilmu kesehatan universitas dehasen bengkulu.
3. Informan yang telah sangat membantu penulis dengan memberikan informasi
yang sangat dibutuhkan
4. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan fakultas ilmu kesehatan
universitas dehasen bengkulu.
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga semua bermanfaat bagi kita, Amin.

Bengkulu, 13 November 2019

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Kematian Dan Menjelang Ajal..................................................3
B. End Of Life Care (EOL Care).................................................................4
1. Perawatan Hospice..............................................................................4
2. Perawatan paliatif................................................................................7
C. Proses Pada Klien Menjelang Ajal..........................................................12
1. Perawatan Klien Menjelang Ajal.........................................................12
2. Pengkajian Tanda Kematian................................................................15
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian...............................................................................................18
B. Diagnosis Keperawatan...........................................................................20
C. Intervensi Keperawatan...........................................................................21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................27
B. Saran........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu,
keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan,
atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai
mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang
menghadapi proses penyakit terminal ?
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien karena
peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian
integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan
biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya
setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs,
Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi
ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan
salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984).
Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk
memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang
komprehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas
mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah
yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan, sehingga
perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap
melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual
ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

1
2

B. Tujuan
1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang yang berada pada tahap
terminal
2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan terminal atau menjelang ajal dan
kematian
3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa
4. Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Kematian Dan Menjelang Ajal


Definisi kematian adalah kematian otak yang terjadi jika pusat otak
tertinggi yaitu korteks serebral mengalami kerusakan permanen. Dalam kasus
ini, ada aktivitas jantung, kehilangan fungsi otak permanen, dimanifestasikan
secara klinis dengan tidak ada respon terarah terhadap stimulus eksternal, tidak
ada refleks sefalik, apnea, dan elektrogram isoelektrik minimal selama 30
menit tanpa hipotermia dan keracunan oleh depresan sistem saraf pusat
(Stedman, 2000).
Secara etimologi death berasal dari kata death atau deth yang berarti
keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara definitive, kematian adalah
terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya kerja
otak secara permanen. Ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang tentang definisi
kematian, yakni:
1. Kematian
2. Kematian otak,yakni kerusakan otak yang tidak dapat pulih
3. Kematian klinik, yakni kematian orang tersebut ( Roper,2002 ).
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang
vital, akhir dari kehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal, dan kematian
bersifat universal. Meskipun unik bagi setiap individu, kejadian-kejadian
tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup yang diperlukan (Kozier,
2010).
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses
menuju akhir. Konsep menjelang ajal dibentuk seiring dengan waktu, saat
seseorang tumbuh, mengalami berbagai kehilangan, dan berpikir mengenai
konsep yang konkret dan abstrak (Kozier, 2010).

3
4

B. End Of Life Care (EOL Care)


1. Perawatan Hospice
Perawatan hospice berfokus pada pemberian dukungan dan perawatan
bagi orang yang menjelang ajal dan keluarganya, dengan tujuan
memfasilitasi kematian yang tenang dan terhormat. Perawatan hospice
berdasarkan pada konsep holistik, menekankan perawatan untuk lebih
meningkatkan kualitas hidup daripada pengobatan, mendukung klien dan
keluarga melalui proses menjelang ajal, dan mendukung keluarga melalui
proses berkabung. Mengkaji kebutuhan keluarga klien sama pentingnya
dengan merawat klien yang mendapatkan perawatan hospice. Kondisi klien
biasanya memburuk dan perhatian harus difokuskan pada pemberi
perawatan untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan dan
sumber-sumber jika hal ini terjadi. Apabila tim hospice bertemu secara
teratur, kebutuhan ini dapat didiskusikan dan intervensi dimulai. Kebutuhan
fisik biasanya tampak jelas, tetapi tanda emosional dan perilaku sering kali
tidak terlihat jelas. Pengkajian yang baik dan evaluasi berkelanjutan dapat
membantu menunjukkan kapan waktu dibutuhkannya modifikasi atau
perubahan.
Prinsip perawatan hospice dapat dilaksanakan di berbagai lingkungan,
yang tersering adalah di rumah dan di unit berbasis rumah sakit (atau panti
werda). Layanan berfokus pada pengontrolan gejala dan penatalaksanaan
nyeri. Umumnya klien memenuhi syarat untuk perawatan hospice atau
mendapat manfaat asuransi hospice jika disertifikasi oleh seorang dokter
untuk meninggal dalam 6 bulan. Perawatan hospice selalu diberikan oleh
sebuah tim yang terdiri atas professional kesehatan untuk memastikan
layanan perawatan yang lengkap.
Perawatan hospice berfokus pada hal-hal berikut ini:
a. Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.
b. Perawatan rumah yang terkoordinasi dengan tetap tersedianya tempat
tidur rumah sakit.
c. Mengontrol gejala (fisik, sosiologis, psikologis, dan spiritual).
d. Pelayanan langsung oleh dokter.
5

e. Fasilitas medis dan keperawatan tersedia setiap saat.


f. Tindak lanjut proses kehilangan setelah kematian.
Dalam hospice, perawatan yang diberikan juga lebih berfokus pada
perawatan orang yang sedang menghadapi kematian daripada berfokus pada
upaya memenuhi kebutuhan fisiologis mereka. Beberapa peranan perawat,
antara lain:
a. Perawat Menyelenggarakan Pelayanan Psikososial
Klien pada akhir kehidupan mengalami suatu variasi gejala psikologis,
misalnya:kecemasan, depresi, perubahan bentuk tubuh, penyangkalan,
ketidakberdayaan, ketidakyakinan, dan isolasi ( Caroll-Johnson, Gorman,
dan Bush, 2006)
Klien mengalami kesedihan yang mendalam karena tidak mengetahui
atau tidak menyadari aspek dari status kesehatan atau pengobatan
mereka. Sediakan Informasi yang dapat membantu klien memahami
kondisi mereka, perjalanan penyakit mereka, keuntungan dan kerugian
dari pilihan pengobatan, serta nilai-nilai dan tujuan mereka untuk
menjaga otonomi klien yang diganggu oleh ketidaktahuan akan
penanganan masa depan atau ketidakyakinan tentang tujuan pengobatan
(Weiner dan Roth, 2006)
b. Meningkatkan Martabat dan Harga Diri Klien
Perihal martabat melibatkan penghormatan diri positif seseorang,
kemampuan untuk menanamkan dan mendapatkan kekuatan dari arti
hidup individu itu sendiri, dan bagaimana individu diobati oleh pemberi
layanan.
Perawat meningkatkan harga diri dan martabat klien dengan
menghormatinya sebagai individu seutuhnya dengan perasaan, prestasi,
dan keinginan untuk bebas dari penyakit (Chochinov, 2002). Sangat
penting bagi perawat untuk memberikan sesuatu yang klien hormati
kewenangannya, pada saat yang sama memperkuat komunikasi antar-
klien, anggota keluarga, dan perawat. Berikan keleluasan selama
6

prosuder keperawatan, dan sensitif ketika klien dan keluarga


membutuhkan waktu sendiri bersama.
c. Menjaga Lingkungan yang Tenang dan Nyaman
Lingkungan yang nyaman, bersih, menyenangkan membantu klien untuk
beristirahat, mempromosikan pola tidur yang baik dan mengurangi
keparahan gejala.
d. Mempromosikan Kenyaman Spiritual dan Harapan
Bantu klien membuat hubungan dengan praktik spiritual atau komunikasi
budaya mereka. Klien merasa nyaman ketika mereka memiliki asuransi
bahwa beberapa aspek kehidupan mereka akan melampaui kematian.
Dengarkan secara teratur harapan-harapan klien dan temukan cara untuk
membantu mereka mencapai tujuan yang mereka inginkan.
e. Melindungi Terhadap Keterbelakangan dan Isolasi
Banyak klien dengan penyakit terminal takut untuk mati seorang diri.
Kesendirian membuat mereka jadi ketakutan dan merasa putus asa.
Perawat dalam suatu institusi harus menjawab panggilan klien dengan
cepat dan memeriksa klien sesering mungkin untuk meyakinkan mereka
bahwa seseorang berada didekatnya (Stanley,2002).
f. Mendukung Keluarga
Anggota keluarga dari klien yang menerima pelayanan paliatif
dipengaruhi oleh tantangan pemberian layanan dan berduka. Kurangnya
informasi merupakan masalah yang banyak dilaporkan anggota keluarga
klien yang sekarat (Kristjanson dan Aoun, 2004). Mereka membutuhkan
dukungan perawat, petunjuk, dan edukasi selama mereka merawat orang
yang mereka cintai.
g. Membantu Membuat Keputusan Akhir Kehidupan
Klien dan anggota keluarga sering menghadapi keputusan pengobatan
yang kompleks dengan pengetahuan yang terbatas, perasaan takut atau
bersalah yang tidak terselesaikan. Anjurkan klien untuk
mengkomunikasikan dengan jelas keinginannya terhadap perawatan
akhir kehidupan sehingga anggota keluarga dapat bertindak sebagai
7

pengganti yang tepat ketika klien tidak dapat lagi berbicara untuk dirinya
sendiri.
2. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif berfokus pada perawatan gejala klien, yang
penyakitnya tidak lagi berespons terhadap penanganan yang berfokus pada
pengobatan. Perawatan ini dapat berbeda dari perawatan hospice, dalam hal
klien tidak yakin tengah menjelang ajal. Perawatan hospice dan paliatif
dapat mencakup perawatan menjelang kematian yaitu perawatan yang
diberikan dalam beberapa minggu terakhir sebelum kematian.
Perawatan paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai dari
medis, perawatan, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual, sehingga secara
praktis, prinsip dasar perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan prinsip
pada praktek medis yang baik.
Prinsip dasar perawatan paliatif (Rasjidi, 2010) :
a. Sikap Peduli Terhadap Klien
Termasuk sensitivitas dan empati. Perlu dipertimbangkan segala aspek
dari penderitaan klien, bukan hanya masalah kesehatan.
Pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi. Faktor
karakteristik, kepandaian, suku, agama, atau faktor individual lainnya
tidak boleh mempengaruhi perawatan.
b. Menganggap Klien Sebagai Seorang Individu
Setiap kliien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-
gejala yang sama, namun tidak ada satu klien pun yang sama persis
dengan klien lainnya. Keunikan inilah yang harus dipertimbangkan
dalam merencanakan perawatan paliatif untuk tiap individu.
c. Pertimbangan Kebudayaan
Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi
mempengaruhi penderitaan klien. Perbedaan-perbedaan ini harus
diperhatikan dalam perencanaan perawatan.
8

d. Persetujuan
Persetujuan dari klien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan
dimulai atau diakhiri. Mayoritas klien ingin dilibatkan dalam
pengambilan keputusan, namun dokter cenderung untuk meremehkan hal
ini. Klien yang telah diberi informasi memadai dan setuju dengan
perawatan yang akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha
perawatan.
e. Memilih Tempat Dilakukannya Perawatan
Untuk menentukan tempat perawatan, baik klien dan keluarganya harus
ikut serta dalam diskusi ini. Klien dengan penyakit terminal sebisa
mungkin diberi perawatan di rumah.
f. Komunikasi
Komunikasi yang baik antara dokter dan klien maupun dengan keluarga
adalah hal yang sangat penting dan mendasar dalam pelaksanaan
perawatan paliatif.
g. Aspek Klinis: Perawatan yang Sesuai
Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan prognosis dari
penyakit yang diderita klien. Hal ini penting karena pemberian perawatan
yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan menambah
penderitaan klien. Pemberian perawatan yang berlebihan berisiko untuk
memberikan harapan palsu kepada klien. Demikian jugs perawatan yang
dibawah standar akan mengakibatkan kondisi klien memburuk.
Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian.
Perawatan yang diberikan hanya karena dokter merasa harus melakukan
sesuatu meskipun itu sia-sia adalah tidak etis.
h. Perawatan Komprehensif dan Terkoordinasi Dari Berbagai Bidang
Profesi
Perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik dan
integratif, sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan
aspek hidup klien serta koordinasi yang baik dari masing-masing anggota
9

tim tersebut untuk memberikan hasil yang maksimal kepada klien dan
keluarga.
i. Kualitas Perawatan yang Sebaik Mungkin
Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi, dan berkelanjutan.
Perawatan medis yang konsisten akan mengurangi kemungkinan
terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan
sangat mengganggu baik klien maupun keluarga.
j. Perawatan yang Berkelanjutan
Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir
merupakan dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah yang sering
terjadi adalah klien dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga
sulit untuk mempertahankan kontinuitas perawatan.
k. Mencegah Terjadinya Kegawatan
Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk
mencegah terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin
terjadi dalam perjalanan penyakit. Klien dan keluarga harus
diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-masalah yang sering
terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stres fisik dan
emosional.
l. Bantuan Kepada Sang Perawat
Keluarga klien dengan penyakit lanjut seringkali rentan terhadap stres
fisik dan emosional, terutama apabila pasien dirawat di rumah, sehingga
perlu diberikan perhatian khusus kepada mereka mengingat keberhasilan
dari perawatan paliatif juga tergantung dari sang pemberi perawatan itu
sendiri.
m. Pemeriksaan ulang
Perlu terus dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien, mengingat
pasien dengan penyakit lanjut kondisinya akan cenderung menurun dari
waktu ke waktu.
10

Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif (Kep. Menkes No:


812/Menkes/SK/VII/2007)
a. Persetujuan Tindakan Medis/Informed Consent Untuk Klien Paliatif
Klien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan
paliatif. Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan
kedokteran pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Meskipun pada umumnya hanya
tindakan kedokteran (medis) yang membutuhkan informed consent,
tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya setiap tindakan yang berisiko
dilakukan informed consent. Baik penerima informasi maupun pemberi
persetujuan diutamakan klien sendiriapabila ia masih kompeten, dengan
saksi anggota keluarga terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan
kepada klien untuk berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam
hal klien telah tidak kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya
atas nama pasien.
b. Tim Perawatan Paliatif
Sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau pernyataan klien
pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau bolehvatau
tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian
menurun(advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit
tindakan apa yang bolehatau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya
menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat
keputusan pada saat ia tidak kompeten.Pernyataan tersebut dibuat tertulis
dan akan dijadikan panduan utama bagi timperawatan paliatif. Pada
keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik klien, tim perawatan paliatif
dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi
dapatdiberikan pada kesempatan pertama.
c. Resusitasi/Tidak Resusitasi Pada Klien Paliatif
Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat
dibuat oleh klien yang kompeten atau oleh tim perawatan paliatif.
Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat klien
11

memasukiatau memulai perawatan paliatif. Klien yang kompeten


memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi, sepanjang informasi
adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah
dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan
(advanced directive) atau dalam bentuk informed consent menjelang ia
kehilangan kompetensinya. Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak
boleh membuat keputusan tidak resusitasi, kecuali telah dipesankan
dalam advanced directive tertulis. Namun demikian, dalamkeadaan
tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan patut,
permintaantertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat
dimintakan penetapanpengadilan untuk pengesahannya.
Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila klien
berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti
ilmiah pada saat tersebut.
d. Perawatan Klien Paliatif Di ICU
Pada dasarnya perawatan paliatif klien di ICU mengikuti ketentuan-
ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas.Dalam
menghadapi tahap terminal, tim perawatan paliatif harus mengikuti
pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-
supporting.
e. Masalah Medikolegal Lainnya Pada Perawatan Klien Paliatif
Tim perawatan paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh pimpinan rumah sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah klien.Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus
dikerjakan oleh tenagamedis, tetapi dengan pertimbangan yang
memperhatikan keselamatan klien tindakan-tindakan tertentu dapat
didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medisyang terlatih.
Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus
dipelihara.
12

C. Proses Pada Klien Menjelang Ajal


1. Perawatan Klien Menjelang Ajal
Tujuan utama untuk klien yang menjelang ajal adalah
mempertahankan kenyamanan fisiologis dan psikologis, dan mencapai
kematian yang damai dan bermartabat, yang mencakup mempertahankan
kontrol personal dan menerima penurunan status kesehatan. Beberapa
tindakan perawatan terhadap klien menjelang ajal, yang dapat dilakukan
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan Untuk Perawatan Di Rumah
Individu yang menghadapi kematian mungkin memerlukan bantuan
untuk menerima bahwa mereka harus bergantung pada orang lain.
Beberapa klien yang menjelang ajal hanya memerlukan sedikit
perawatan; sementara yang lain memerlukan perhatian dan layanan
berkelanjutan. Individu memerlukan bantuan, agar menghadapi kematian
dengan baik, dalam merencanakan periode ketergantungan. Mereka perlu
memikirkan apa yang akan terjadi dan bagaimana serta di mana mereka
ingin meninggal.
Sebuah faktor utama dalam menentukan apakah seseorang ingin
meninggal di fasilitas perawatan kesehatan atau di rumah adalah
ketersediaan pemberi perawatan yang mau dan mampu merawat. Apabila
orang yang menjelang ajal ingin meninggal di rumah dan keluarga atau
orang lain dapat memberikan perawatan untuk mempertahankan
pengendalian gejala, perawat harus memfasilitasi rujukan ke layanan
hospice. Staf hospice dan perawat kemudian akan melaksanakan
pengkajian menyeluruh pada rumah dan keterampilan pemberi
perawatan.
b. Memenuhi Kebutuhan Fisiologi Klien Yang Menjelang Ajal
Kebutuhan fisiologis orang yang menjelang ajal berkaitan dengan
perlambatan proses tubuh dan ketidakseimbangan homeostatik.
Intervensi terdiri atas tindakan kebersihan diri; pengendalian nyeri;
meredakan kesulitan pernapasan; membantu pergerakan, nutrisi, hidrasi,
dan eliminasi; dan memberikan tindakan yang terkait dengan perubahan
sensori.
13

Pengendalian nyeri sangat penting guna memungkinkan klien


mempertahankan sebagian kualitas hidup dan aktivitas mereka sehari-
hari, seperti makan, bergerak, dan tidur. Banyak obat telah digunakan
untuk mengontrol nyeri pada penyakit terminal: morfin, heroin, metadon,
dan alkohol. Biasanya dokter menentukan dosis, tetapi opini klien harus
dipertimbangkan; klien adalah satu-satunya orang yang paling menyadari
toleransi nyeri personalnya dan fluktuasi keadaan internal. Karena
biasanya dokter meresepkan kisaran dosis untuk obat nyeri, perawat
menggunakan penilaian mereka untuk menentukan jumlah dan frekuensi
pemberian obat nyeriguna meredakan nyeri klien. Karena penurunan
sirkulasi darah, analgesik diberikan melalui infus intravena, sublingual,
rektal, atau transdermal dan bukan subkutan atau intramuskular. Klien
yang mendapat obat nyeri narkotik juga memerlukan implementasi suatu
protocol untuk mengatasi konstipasi yang diinduksi opioid.
c. Menyediakan Dukungan Spiritual
Dukungan spiritual memiliki makna penting dalam menghadapi
kematian. Walaupun tidak semua klien menganut keyakinan atau
kepercayaan agama tertentu, sebagian besar memiliki kebutuhan untuk
memaknai kehidupan mereka, terutama saat mereka mengalami penyakit
terminal.
Perawat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan
spiritual klien diberikan, baik melalui intervensi langsung ataupun
dengan mengatur akses ke individu yang dapat memberikan perawatan
spiritual. Perawat perlu menyadari kenyamanan diri mereka sendiri
dengan isu-isu spiritual dan meyakinkan kemampuan mereka untuk
berinteraksi secara suportif dengan klien. Perawat memiliki tanggung
jawab untuk tidak memaksakan agama atau keyakinan spiritual mereka
pada klien, tetapi berespon terhadap klien sesuai dengan latar belakang
klien dan kebutuhannya. Keterampilan komunikasi adalah keterampilan
yang paling penting dalam membantu klien menyampaikan kebutuhan
dan dalam membentuk rasa peduli dan percaya.
14

Intervensi spesifik dapat mencakup memfasilitasi ekspresi perasaan,


berdoa, meditasi, membaca, dan berdiskusi dengan rohaniawan yang
tepat atau penasihatspiritual. Sangat penting bagi perawat untuk membina
hubungan interdisiplin yang efektif dengan spesialis pendukung spiritual.
d. Mendukung Keluarga
Aspek terpenting dalam menyediakan dukungan untuk anggota keluarga
dari klien yang menjelang ajal melibatkan penggunaan komunikasi
terapeutik untuk memfasilitasi ekspresi perasaan mereka. Saat tidak ada
apapun yang dapat membalikan proses menjelang ajal yang tidak dapat
dihindari, perawat dapat memberi perawatan yang empati dan penuh
perhatian. Perawat juga berperan sebagai seorang guru, dengan
menjelaskan apa yang sedang terjadi dan apa yang dapat diharapkan oleh
keluarga. Karena efek stres saat melalui proses berduka, anggota
keluarga mungkin tidak menyerap apa yang dikatakan dan perlu
mendapatkan informasi secara berulang. Perawat perlu memiliki perilaku
yang tenang dan sabar.
Anggota keluarga harus didorong untuk berpartisipasi dalam perawatan
fisik orang yang menjelang ajal sebanyak yang mereka inginkan dan
yang mereka mampu lakukan. Perawat dapat menyarankan mereka
membantu saat memandikan, berbicara atau membacakan cerita bagi
klien, dan memegang tangan klien. Namun perawat tidak boleh memiliki
harapan spesifik untuk partisipasi anggota keluarga. Mereka yang merasa
tidak mampu berada bersama dengan orang menjelang ajal juga
memerlukan dukungan dari perawat dan dari anggota keluarga lain.
Mereka harus ditunjukkan tempat menunggu yang tepat jika mereka
berharap untuk tetap dekat dengan klien.
Setelah klien meninggal, keluarga harus didorong untuk melihat jenazah,
karena itu telah terbukti memfasilitasi proses berduka. Mereka dapat
mengambil sejumput rambut sebagai kenang-kenangan. Anak-anak harus
dilibatkan dalam peristiwa seputar kematian jika mereka ingin
melakukannya.
e. Membantu Klien Meninggal Dengan Terhormat
15

Perawat perlu memastikan bahwa klien diperlakukan dengan terhormat,


yaitu dengan rasa hormat dan penghargaan. Klien menjelang ajal sering
kali merasa bahwa mereka telah kehilangan kontrol atas kehidupan
mereka sendiri dan atas kehidupan itu sendiri. Membantu klien
meninggal dengan terhormat mencakup mempertahankan rasa
kemanusiaan mereka, sesuai dengan nilai, keyakinan dan budaya mereka.
Dengan memberi tahu pilihan yang tersedia untuk klien dan orang
terdekatnya, perawat dapat mengembalikan dan mendukung perasaan
kontrol. Beberapa pilihan yang dapat di buat klien adalah lokasi
perawatan (mis., rumah sakit, rumah, atau hospice), waktu perjanjian
dengan professional kesehatan, jadwal aktivitas, penggunaan sumber-
sumber kesehatan, dan waktu kunjungan dari kerabat dan teman.
Klien ingin dapat mengatur kejadian-kejadian sebelum meninggal
sehingga mereka dapat meninggal dengan damai. Perawat dapat
membantu klien menentukan prioritas fisik, psikologis, dan prioritas
sosial mereka. Individu yang menjelang ajal sering kali berjuang lebih
untuk mendapat pencapaian diri dibandingkan perlindungan diri, dan
mungkin perlu menemukan makna sembari melanjutkan kehidupan saat
menderita. Sebagian dari tantangan perawat kemudian adalah
mendukung harapan dan keinginan klien.
2. Pengkajian Tanda Kematian
Pengkajian tanda kematian dibagi menjadi tiga tahapan yaitu sebagai
berikut :
a. Tanda-Tanda Klinis Menjelang Kematian
1) Kehilangan Tonus Otot
a) Relaksasi otot wajah (mis., rahang dapat turun).
b) Sulit berbicara.
c) Sulit menelan dan secara bertahap kehilangan refleks muntah.
d) Aktivitas saluran gastrointestinal menurun, yang pada akhirnya
disertai dengan mual, akumulasi flatus, distensi abdomen, dan
retensi feses, terutama jika narkotik atau penenang diberikan.
e) Kemungkinan inkontinensia kemih dan rektal akibat penurunan
kontrol spinkter.
f) Penurunan pergerakan tubuh.
2) Perlambatan Sirkulasi
16

a) Sensasi berkurang.
b) Bercak dan sianosis pada ekstremitas.
c) Kulit dingin, pertama di kaki dan kemudian di tangan, telinga, dan
hidung (namun klien dapat merasa hangat jika terdapat peningkatan
suhu tubuh).
d) Perlambatan dan perlemahan denyut nadi.
e) Penurunan tekanan darah.
3) Perubahan Respirasi
Pernapasan cepat, dangkal, tidak teratur, atau lambat tidak normal;
napas berisik, disebut sebagai lonceng kematian, karena
berkumpulnya lender di kerongkongan; pernapasan melalui mulut;
membran mukosa oral kering.
4) Kerusakan Sensori
a) Pandangan kabur.
b) Kerusakan sensasi atau indera perasa dan pencium.
b. Tanda-Tanda Klinis Saat Meninggal
1) Pupil mata melebar.
2) Tidak mampu untuk bergerak.
3) Kehilangan reflek.
4) Nadi cepat dan kecil.
5) Pernapasan chyene-stoke dan ngorok.
6) Tekanan darah sangat rendah.
7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

c. Tanda-Tanda Klinis Meninggal


1) Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
2) Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
3) Tidak ada reflek.
4) Gambaran mendatar pada EKG.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit
dengan penyakit yang sama.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan
klien.
2. Head To Toe
Perubahan fisik saat kematian mendekat:
a. Pasien kurang rensponsif.
b. Fungsi tubuh melambat.
c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.
d. Rahang cendrung jatuh.
e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal.
f. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah.
g. Kulit pucat.
h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi
klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka (1993)
menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam
empat fase, yaitu:
a. Fase Prediagnostik: terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko
penyaki

17
18

b. Fase Akut: berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada


serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,
maupun psikologis.
c. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. pasti
terjadi.
d. Klien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik
fisik, psikologis, maupun social-spiritual.

Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain:


a. Problem Oksigenisasi: Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan
cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental: Agitasi-
gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi
ireguler.
b. Problem Eliminasi: Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat
peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi
konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau
kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi
akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya: Trauma
medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau
kondisi penyakit mis gagal ginjal.
c. Problem Nutrisi dan Cairan: Asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan
pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan,
dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
d. Problem Suhu: Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai
selimut.
e. Problem Sensori: Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,
pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun,
pendengaran berkurang, sensasi menurun.
f. Problem Nyeri: Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan
secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
19

g. Problem Kulit dan Mobilitas: Seringkali tirah baring lama menimbulkan


masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan
posisi yang sering.
h. Problem Psikologis: Klien terminal dan orang terdekat biasanya
mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa
seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien
terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi atau barrier komunikasi.
i. Perubahan Sosial-Spiritual: Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi
akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat
memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan,
ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.

B. Diagnosis Keperawatan
a. Ansietas kematian berhubungan dengan mengalami proses menjelang
ajal. (Nanda, Domain 9, 00147, hal. 355)
b. Duka cita berhubungan dengan antisipasi kehilangan hal yang bermakna
(mis., kepemilikan, pekerjaan, status). (Nanda, Domain 9, 00136, hal.
360)
c. Ketidakberdayaan berhubungan dengan regimen pengobatan yang rumit
(Nanda, Domain 9, 00125, hal. 365)
d. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiologis (Nanda,
Domain 6, 00124, hal. 284)

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Ansietas kematian Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan
berhubungan keperawatan 3x24 jam, pendekatan yang
20

dengan mengalami diharapkan ansietas klien tenang dan


proses menjelang berkurang, dengan meyakinkan.
2. Nyatakan dengan
ajal. kriteria hasil (NOC, hal.
jelas harapan
126)
terhadap perilaku
 Afek tenang menjadi
klien.
skala 4 (sedikit 3. Pahami situasi
terganggu). krisis yang terjadi
 Lingkungan fisik
dari perspektif
menjadi skala 5 (tidak
klien.
terganggu). 4. Berikan informasi
 Posisi yang nyaman
faktual terkait
menjadi skala 4
diagnosis,
(sedikit terganggu).
 Relaksasi otot menjadi perawatan, dan

skala 4 (sedikit prognosis.


5. Berada di sisi
terganggu).
 Dukungan dari klien untuk

keluarga menjadi skala meningkatkan

5 (tidak terganggu). rasa aman dan


 Kehidupan spiritual mengurangi
menjadi skala 4 ketakutan.
(sedikit terganggu). 6. Dorong keluarga
klien untuk
mendampingi
klien dengan cara
yang tepat.
7. Berikan objek
yang
menunjukkan
perasaan aman.
8. Dengarkan klien.
9. Puji atau kuatkan
perilaku yang
baik secara tepat.
21

10. Dorong
verbalisasi
perasaan,
persepsi, dan
ketakutan.
2 Duka cita Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi
berhubungan keperawatan 3x24 jam, kehilangan.
2. Bantu klien untuk
dengan antisipasi diharapkan duka cita
mengidentifikasi
kehilangan hal klien berkurang, dengan
reaksi awal
yang bermakna kriteria hasil (NOC, hal.
terhadap
(mis., kepemilikan, 316)
kehilangan.
pekerjaan, status).  Mengidentifikasi 3. Dukung klien
kapan merasa marah untuk
menjadi skala 4 mengekspresikan
(sering dilakukan). perasaan
 Mengidentifikasi
mengenai
kapan merasa frustasi
kehilangan.
menjadi skala 4 4. Dengarkan
(sering dilakukan). ekspresi berduka.
 Mengidentifikasi 5. Dukung klien
tanda-tanda awal untuk
marah menjadi skala 5 mendiskusikan
(dilakukan secara pengalaman
konsisten). kehilangan
 Mengidentifikasi
sebelumnya.
situasi yang dapat 6. Buat pernyataan
memicu marah empatik
menjadi skala 4 mengenai duka
(sering dilakukan). cita.
 Mengidentifikasi 7. Berikan instruksi
alasan perasaan marah dalam proses fase
menjadi skala 4 berduka, dengan
22

(sering dilakukan). tepat.


 Mengekspresikan 8. Dukung
kebutuhan dengan cara kemajuan untuk
yang konstruktif melalui tahap
menjadi skala 4 berduka pribadi.
9. Bantu
(sering dilakukan).
 Mencurahkan perasaan mengidentifikasi
negatif dengan cara strategi-strategi
yang tidak mengancam koping pribadi.
10. Libatkan
menjadi skala 5
orang yang
(dilakukan secara
penting bagi klien
konsisten).
untuk
mendiskusikan
dan membuat
keputusan dengan
tepat.
3 Ketidakberdayaan Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan apakah
berhubungan keperawatan 3x24 jam, terdapat
dengan regimen diharapkan perbedaan antara
pengobatan yang ketidakberdayaan klien pandangan klien
rumit (Nanda, dapat teratasi, dengan dan pandangan
Domain 9, 00125, kriteria hasil (NOC, hal. penyedia
hal. 365) 349): perawatan
 Menghilangkan kesehatan
konsep kesehatan mengenai kondisi
personal sebelumnya klien.
2. Informasikan
menjadi skala 4
pada klien
(sering dilakukan).
 Mengenali realita mengenai
situasi kesehatan pandangan-
menjadi skala 5 pandangan atau
solusi alternatif
23

(dilakukan secara dengan cara yang


konsisten). jelas dan
 Melaporkan harga diri mendukung.
yang positif menjadi 3. Bantu klien
skala 4 (sering mengidentifikasi
dilakukan). keuntungan dan
 Mempertahankan kerugian dari
hubungan menjadi setiap alternative
skala 5 (dilakukan pilihan.
secara konsisten). 4. Bangun
 Menyesuaikan komunikasi
perubahan dalam dengan klien
status kesehatan sedini mungkin
menjadi skala 4 sejak klien masuk
(sering dilakukan). ke unit
 Mengekspresikan
perawatan.
kedamaian dari dalam 5. Fasilitasi
diri menjadi skala 5 percakapan klien
(dilakukan secara mengenai tujuan
konsisten). perawatan.
 Menunjukkan 6. Fasilitasi
kegembiraan menjadi pengambilan
skala 5 (dilakukan keputusan
secara konsisten). kolaboratif.
7. Hormati hak-hak
klien untuk
menerima atau
tidak menerima
informasi.
8. Berikan informasi
sesuai permintaan
klien.
4 Keputusasaan Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu klien dan
24

berhubungan keperawatan 3x24 jam, keluarga untuk


dengan penurunan diharapkan keputusasaan mengidentifikasi
kondisi fisiologis klien dapat teratasi, area dari harapan
(Nanda, Domain 6, dengan kriteria hasil dalam hidup.
2. Informasikan
00124, hal. 284) (NOC, hal. 327):
pada klien
 Mencari informasi
mengenai apakah
yang terpercaya
situasi yang
menjadi skala 5
terjadi sekarang
(secara konsisten
bersifat
menunjukkan).
 Mendefinisikan sementara.
3. Kembangkan
pilihan yang tersedia
daftar mekanisme
menjadi skala 4
koping klien.
(sering menunjukkan). 4. Ajarkan
 Menentukan pilihan
pengenalan
yang diharapkan
realitas dengan
terkait dengan
mensurvei situasi
outcome kesehatan
dan membuat
menjadi skala 4
rencana ke depan.
(sering menunjukkan). 5. Bantu klien
 Identifikasi prioritas
mengembangkan
outcome kesehatan
spiritualitas diri.
menjadi skala 5 6. Jangan
(secara konsisten memalsukan hak
menunjukkan). yang sebenarnya.
 Negosiasi perawatan 7. Fasilitasi kaitan
yang diinginkan antara kehilangan
menjadi skala 5 personel klien
(secara konsisten dengan gambaran
menunjukkan). dirinya.
 Monitor hambatan untuk 8. Libatkan klien
mencapai outcome secara aktif pada
25

menjadi skala 4 perawatannya


(sering menunjukkan). sendiri.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penyakit atau sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga
sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung
kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang
ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat
kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal
dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai
kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya
dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut
akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami
penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan
menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya
sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada
kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh,
pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan
ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.

B. Saran
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat
meninggal dengan tenang dan damai
.

26
27

Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab


perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang
unik.
Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak
dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka
citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien
DAFTAR PUSTAKA

Kozier,B.(2004). Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and practice


(ed.7). Prentice Hall, New Jersey.
Kubler-Ross.E.(1998).On Death and Dying: Kematian Sebagai Bagian
Kehidupan. (W. Anugrahani, Penerj. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
( Karya asli diterbitkan tahun 1969)
Roper,N.(2002). Prinsip-prinsip keperawatan. Yayasan Essentia Madica,
Yogyakarta
Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). New Jersey:
Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). New
Jersey: Upper Saddle River
Herdman, T. Heather.et all. 2015. Panduan Diagnosis Keperawatan NANDA
2015-20017. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai