PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di
luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka
kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur
satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke
adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi
tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial
dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung,
sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu.
Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun
dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih
kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah dan Askep ini mahasiswa dapat memahami apa
neonatorum.
neonatorum.
neonatorum.
3. Rumusan Masalah
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan
melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya disertai dengan
keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena kurangnya
Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun, penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas
janin seperti hipertensi,hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit infeksi akut atau
kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum, cacat bawaan
atau trauma. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri,
tekanan kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta, pemberian obat bius terlalu banyak
dan tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus),
B. Etiologi
1.Faktor Ibu
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai pada
gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi, perdarahan abnormal
(plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama atau partus macet, demam
2.Faktor Plasenta
sehingga dapat menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain lilitan
talipusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
3.Faktor Fetus
persalinan ganda.
4.Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi dikarenakan
oleh pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang berebihan pada
ibu yang secara langsung dapat menimbulkan depresi pada pusat pernapasan
janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa didahului dengantanda gejala gawat janin
C. Manifestasi Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang
singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
D. Patofisiologi
sementara, proses ini perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan primary
akan berlangsung yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen
pada jantung dan hati akan berkurang dan akan menyebabkan asidosis
dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapnue)
diikuti dengan apnea primer kira-kira satu menit dimana denyut jantung dan
beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akan timbul apneu
sekunder. Pada keadaan ini tidak terlihat jelas setelah dilakukannya pembersihan jalan
nafas maka bayi akan bernafasdan menangis kuat.Pemakaian sumber glikogen untuk
energi dalam waktu singkat dapat menyebabkan hipoglikemi pada bayi, pada
asfiksia berat dapat menyebabkan kerusakan membran sel terutama susunan sel
pembengkakan sel. Kerusakan pada sel otak berlangsung setelah asfiksia terjadi 8-
10 menit. Manifestasi kerusakan sel otak setelah terjadi pada 24 jam pertama
didapatkan gejala seperti kejang subtel, fokal klonik manifestasi ini dapat
F. Klasifikasi
keadaan pada bayi dengan asfiksia berat memerlukan resusitasi segera secara tepat
dan pemberian oksigen secara terkendali, apabila bayi dengan asfiksia berat maka
berikan terapi oksigen 2–4 ml per kg berat badan karena pada bayi asfiksia berat dapat
disertai asidosis.
tanda :
a.Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100 menit tidak teratur
c.Apnea
d.Pucate.
e.Sianosis
G. Komplikasi
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah
yang seharusnya dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
3. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
H. Pemeriksaan Diagnostic
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia janin.
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda
Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf
persalinan.
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin. Darah
ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Berat bayi
5. USG ( Kepala )
I. Penatalaksanaan
lakukan nafas buatan mulut ke mulut atau dengan ventilasi tekanan positif.
Langkah –langkah ventilasi :
4.Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontar teratur atau tidak.
cara:
3.Jangan mandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil
5.Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
Merupakan informasi yang dicatat mencakup Identitas orang tua, identitas bayi baru
lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik (Wildan dan Hidayat, 2008).
Data subjektif adalah informasi yang dicatat mencangkup identitas, kebutuhan yang
diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien/klien (anamnesis) (Wildan dan
Hidayat, 2008).
a. Biodata
b. Keluhan utama
Untuk mengetahui riwayat ANC teratur atau tidak, sejak hamil berapa
minggu, tempat ANC dan riwayat kehamilannya (Wiknjosastro, 2009).
d. Penyuluhan
Apakah ibu sudah dapat penyuluhan tentang gizi, aktifitas selama hamil
dan tanda-tanda bahaya kehamilan (Saifuddin, 2010).
2. Data obyektif
Data obyektif adalah pencatatan yang dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, dan
data penunjang (Wildan dan Hidayat, 2008).
a. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan tanda-tanda :
3. Pemeriksaan diagnostik
1. Peningkatan metabolisme atau mixed acidemia (pH <7) yang dinilai dari sampel
plasenta jika didapatkan, hasil asidosis pada darah tali pusat jika PaO2<50 mmH2O,
PaCO2>55 mmH2O (ACOG dalam Cunningham et al 2005).
2. Asfiksia pada periode intrapartum (dan pada periode antepartum) dapat dideteksi
dengan monitoring denyut jantung janin (fetal heart rate) lewat CTG dan USG serta
penilaian dari sampel darah untuk memeriksa tingkat keasaman darah (pH of scalp
blood) (Beard 1974 dalam Izati 2008).
4. Diagnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat.
b. Gangguan pertukaran gas b.d alveoli gagal berkembang
c. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah ke paru
d. Diskontinuitas pemberian ASI b.d rawat pisah ranjang ibu dan anak
5. Intervensi
1) Pola nafas tidak efektif b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas Menghilangkan lender yang mengganggu
dengan melakukan pengisapan lender. pernafasan
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi Mengidentifikasi jika ada masalah pada status
sesuai dengan kebutuhan. pernafasan
3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui Mengetahui pola nafas dan adanya sumbatan
adanya penurunan ventilasi. pada paru-paru
4. Kolaborasi dengan dokter untuk Alat bantu nafas membantu pasien memenuhi
pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu O2 sehingga pola nafas efektif
nafas
5. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik Ventilasi mekanik membantu pasien bernafas
bila perlu
6. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan. Membantu pasien memenuhi kebutuhan O2
pada tubuhnya
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor pernafasan Pola nafas mempengaruhi suplai O2 dalam
tubuh
2. Monitor adanya sianosis Kekurangan O2 dalam tubuh di tandai
sianosis
3. Beri penyuluhan pada orang tua untuk Orang tua pihak yang selalu berada di
menghindari suhu ekstrem pada ekstermitas, samping pasien
mengkaji kulit bayi dan gejala lainnya
4. Manajemen cairan /elektrolit Mengatur dan mencegah komplikasi akibat
akibat perubahan kadar cairan dan elektrolit.
5. Kolaborasi pemberian O2 Membantu memenuhi kebutuhan O2
6. Kolaborasi pemberian obat anti Mencegah trombus perifer
koagulan
4) Diskontinuitas pemberian ASI b.d rawat pisah ranjang ibu dan anak
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, ibu dan bayi tidak mengalami
diskontinuitas pemberian ASI
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji kemampuan keluarga untuk Mengetahui kemampuan keluarga untuk
mendukung laktasi dan rencana menyusui mendukung laktasi
serta koping mengatasi perubahan gaya hidup
2. Konfirmasi kesiapan untuk transisi ke Meyegerakan pemberian ASI setelah bayi
payudara setelah diskontinuitas (perawatan dan ibu siap agar pemberian ASI optimal
terpisah)
3. Promosi perlekatan bayi dan ibu Memfasilitasi perkembangan hubungan
orangtua dan bayi
4. Pemberian makan (ASI) melalui botol Mempersiapkan dan memberikan cairan
untuk bayi melalui botol
5. Dukung ibu untuk memberi bayi ASI Membuat yakin, menunjukkan penerimaan,
eksklusif dan memberi dorongan selama waktu stres
6. Konseling tentang laktasi pada ibu Menggunakan proses bantuan interaktif
untuk membantu mempertahankan
keberhasilan proses pemberian ASI
DAFTAR PUSTAKA
Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti, Am. Keb,MKM.2007. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak
Balita. Jakarta :Trans Info Media Jakarta
DISUSUN OLEH :
JAKARTA
2019