Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap manusia yang bernapas di bumi sudah ada catatan jalan kehidupannya dari Allah
SWT bahkan sejak sebelum ia dilahirkan ke permukaan bumi ini. Begitu juga dengan setiap rezeki
yang datang kepada diri masing-masing umat manusia, itu juga sudah merupakan ketentuan dari
Allah. Rezeki juga terbagi atas rezeki kesehatan, rezeki kebahagiaan maupun rezeki yang bersifat
materi, atau harta. Banyak atau sedikitnya harta yang diturunkan Allah kepada kita hendaklah
disyukuri agar diberi keberkahan dan kenikmatan dari Allah SWT.
Banyak orang yang memiliki harta berlimpah namun tidak diberikan Allah keberkahan
didalam hartanya. Akibatnya, mereka akan menjalani kehidupan yang kacau, masalah datang
bertubi-tubi sehingga mereka tidak tenang dalam menjalani hidup. Adapun orang-orang yang
rezeki materinya dibatasi oleh Allah atau yang diberi kehidupan pas-pasan biasanya lebih pandai
bersyukur dan memanfaatkan hartanya. Nah, orang-orang seperti inilah yang didalam hartanya
yang sedikit itu Allah selipkan keberkahan sehingga mereka lebih bahagia menjalani hidup.
Keberkahan harta merupakan kunci dari segala kunci untuk mancapai hidup sukses di
dunia wal akhirat. Keberkahan ini tidak hanya murni didapat karena pemberian Allah, melainkan
kita juga bisa berusaha untuk itu. Diantara cara-cara meraih keberkahan harta di dunia adalah
dengan cara bersyukur karena Allah akan senantiasa menambahkan harta bagi orang-orang yang
bersyukur. Selain itu, cara lain yang juga tidak bisa kita abaikan yaitu dengan membayarkan zakat.
Zakat merupakan pemberian yang bersifat materi dimana kita memberikan sebagian harta
kita kepada orang-orang yang membutuhkan dengan niat untuk mensucikan harta dan beribadah
kepada Allah. Zakat merupakan rukun islam yang keempat, yang artinya zakat ini merupakan
kunci keempat terpenting dari islam setelah membaca dua kalimat syahadat, mendirikan shalat,
dan berpuasa di bulan Ramadhan. Zakat terbagi dua yaitu zakat fitrah yang wajib dibayarkan pada
bulan Ramadhan dan zakat mal yang merupakan zakat atas harta yg kita peroleh yang
pengeluarannya diatur berdasarkan nasab-nasab tertentu.
Harta yang diberikan oleh Allah bukan berarti menjadi hak milik diri kita sepenuhnya.
Jika mengkaji lebih dalam maka kita akan sadar semua pemberian Allah itu hanya titipan, maka
dari itu harta yang diberikan Allah pun juga merupakan titipan. Melalui harta yang dititipkan Allah
kepada kita, maka disana terdapat hak orang-orang yang membutuhkan yang apabila kita menahan
hak orang lain maka mudharat-lah yang akan mendatangi kita. Oleh karena itu, agar harta diberi
keberkahan oleh Allah sehingga kita bisa menjalani kehidupan lebih bahagia, maka ada baiknya
kita mendalami materi tentang zakat agar paham hukum dan tata caranya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi zakat?
2. Apa dalil-dalil naqli yang menganjurkan zakat?
3. Apa dalil-dalil aqli yang menganjurkan zakat?
4. Bagaimana sejarah dan hukum yang mengatur tentang zakat?
5. Siapa saja yang berhak menerima zakat?
6. Apa saja macam-macam zakat?
7. Apa fungsi zakat?
8. Apa syarat wajib zakat?

C. Tujuan
1. Agar ilmu tentang zakat tidak pudar dan dilupakan manusia, terutama umat Islam
2. Agar kita sebagai umat Islam mengetahui tata cara dan hukum berzakat yang benar
3. Islam adalah agama yang sangat luas pembahasannya, karena itu kita mungkin bisa keliru
jika mengkaji zakat hanya melalui mulut ke mulut, dengan tulisan ini tentunya kita dapat
memahami apa itu zakat, apa manfaatnya, dan siapa saja yang berhak menerimanya
4. Agar kita senantiasa menyemangati diri sendiri maupun orang lain untuk berzakat
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Zakat

Menurut bahasa kata “zakat” berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah. Zakat
berasal dari bentuk kata “zaka” yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.
Dinamakan zakat karena di dalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah,
membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebaikan (Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq:5)

Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat sebagai sebab
adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan zakat dapat menambah pahala.
Sedangkan makna suci menunjukkan zakat dapat mensucikan diri dari kejelekan, kebatilan, dan
pensuci dari dosa-dosa.

Zakat juga berarti nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta’ala yang dikeluarkan
kepada fakir miskin, ini ditunjukkan oleh sebuah riwayat dimana nabi Muhammad mengutus
Mu’adz bin Jabal ke Yaman, untuk mengambil sebagian harta orang kaya agar diberikan kepada
orang yang papa diantara mereka.

Menurut istilah dalam kitab al-Hawi, al-Mawardi mendefenisikan zakat dengan nama
pengambilan tertentu dari harta tertentu, menurut sifat tertentu, untuk diberikan pada golongan
tertentu. Orang yang menunaikan zakat disebut muzaki sedangkan orang yang menerima zakat
disebut mustahik.

Menurut Undang-undang Nomor 38 tahun 1999, disebutkan bahwasanyazakat merupakan


harta yang wajib disisihkan oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
2.2 Dalil Naqli berzakat

Yang artinya : “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka
itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui“ (QS. At-Taubah : 11)

Yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka“. (QS. At-Taubah :103)

Yang artinya: “Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)“. (QS. Ar-Rum :39)

‫ت َو ال ن َّ ْخ َل َو ال َّز ْر ع َ مُ ْخ ت َ لِ ف ً ا أ ُك ُ ل ُ ه ُ َو ال َّز ي ْت ُو َن‬ٍ ‫ت َو غ َ ي ْ َر َم ع ْ ُر و ش َ ا‬ ٍ ‫ت َم ع ْ ُر و ش َ ا‬ َ َ ‫۞ َو ه ُ َو ا ل َّ ِذ ي أ َن ْ ش َأ‬


ٍ ‫ج ن َّ ا‬
‫ص ا ِد ه ِ ۖ َو ََل ت ُسْ ِر ف ُ وا ۚ إ ِ ن َّ ه ُ ََل‬ َ ‫َو ال ُّر َّم ا َن مُ ت َش َ ا ب ِ هً ا َو غ َ ي ْ َر ُم ت َش َا ب ِ هٍ ۚ ك ُ ل ُ وا ِم ْن ث َ َم ِر ه ِ إ ِ ذ َ ا أ َ ث ْ َم َر َو آت ُوا‬
َ ‫ح ق َّ ه ُ ي َ ْو م َ َح‬
‫ب ال ْ ُم سْ ِر ف ِ ي َن‬
ُّ ‫ي ُ ِح‬

Yang artinya : “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima
yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am 141)

2.3 Dalil Aqli Berzakat

Zakat Fitri merupakan pembersih bagi yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan
kata-kata keji (yang dikerjakan waktu puasa), dan bantuan makanan untuk para fakir
miskin”.(HR. Abu Daud)

“Barang siapa yang membayar zakat fitrah sebelum shalat ied, maka termasuk zakat fitrah yang
diterima, dan barang siapa yang membayarnya sesudah shalat ied maka termasuk sedekah
biasa (bukan lagi dianggap zakat fitrah)“. (HR. Bukhari dan Muslim)”

“pokok-pokok iman ada 5 perkara: yakni persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, membayarkan zakat, menunaikan ibadah
haji, dan puasa bulan Ramadhan.” (HR. Ibnu Umar)
2.4 Sejarah dan Hukum Zakat

Setiap umat muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah.
Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya memerintahkan untuk
memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari,
umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat.

Zakat menurut sebuah hadits ilmu dari percakapan Anas bin Malik dengan Dhamman bin
Tsa'labah ditetapkan sebelum tahun ke-9 Hijriah/631 Masehi. Dikatakan ia wajib setelah hijrah
Rasulullah ke Madinah. Dalil yang menjelaskan ini ialah hadits tentang zakat fitrah, riqayat Imam
Ahmad dan Hakim, yang menyebut adanya zakat fitrah sebelum zakat mal, yang konsekuensinya
ia ditetapkan setelah adanya perintah puasa.

Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan
perintah zakat ini dengan menetapkan zakat bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan
beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam.
Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya
mengenai jumlah zakat tersebut.

Pada zaman khilafah, zakat dikumpulkan oleh pegawai negara dan di distribusikan kepada
kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, budak yang ingin membeli
kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah mengatur
dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi
tegaknya syariat Islam. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah
menyebutkan bahwa "Islam dibangun di atas 5 tiang pokok, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada
bulan Ramaduan, dan naik haji bagi yang mampu."

Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Abdullah bin Mas'ud RA menyebutkan: "Anda sekalian diperintahkan
menegakkan shalat dan membayar zakat. Siapa yang tidak mengeluarkan zakat, maka shalatnya
tidak diterima. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah
diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat
manusia di mana pun.

2.5 Hak Zakat

 Penerima

Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah ayat 60
yakni:

 Fakir : Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok hidup. Menurut Buya Hamka, kata fakir berasal dari
makna "membungkuk tulang punggung", satu sebutan buat orang yang telah
bungkuk memikul beban berat kehidupan.
 Miskin : Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar untuk hidup. Secara kebahasaan, orang miskin berasal dari kata
‫س ُك ْون‬
ُ (sukūn), artinya tidak ada perubahan pada hidupnya, tetap saja begitu, menahan
penderitaan hidup.
 Amil : Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat. Tentu saja dalam
memungut zakat ini, ada para petugas yang mengambilnya. Mereka juga berhak
terhadap zakat. Namun begitu, Buya Hamka memberi catatan, bahwa jika si
pengurus atau pegawai mengambil sebagian hartanya yang telah dipungut untuk
dirinya sendiri, ini dijatuhkan kepada korupsi/ghulūl (‫غلُ ْول‬
ُ ). Karenanya menurut
beliau, boleh saja mengadakan kepanitiaan dalam rangka pemungutan zakat.
 Mu'allaf : Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
 Hamba sahaya : Budak yang ingin memerdekakan dirinya
 Gharimin : Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup
untuk memenuhinya.
 Fisabilillah : Mereka yang berjuang di jalan Allah misal: dakwah, perang dan
sebagainya.
 Ibnus Sabil : Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan
.

 Haram menerima

 Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.


 Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
 Keturunan Nabi Muhammad (ahlul bait).
 Orang yang dalam tanggungan dari orang yang berzakat, misalnya anak dan istri.

2.6 Macam-macam Zakat

a) Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan umat Muslim menjelang hari raya
Idul Fitri atau pada bulan Ramadan. Zakat fitrah dapat dibayar dengan setara 3,5 liter (2,5
kilogram) makanan pokok dari daerah yang bersangkutan. Makanan pokok di Indonesia
adalah nasi, maka yang dapat dijadikan sebagai zakat adalah berupa beras.

b) Zakat Maal

Zakat maal (harta) adalah zakat penghasilan seperti hasil pertanian, hasil
pertambangan, hasil laut, hasil perniagaan, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak.
Masing-masing jenis penghasilan memiliki perhitungannya sendiri.

Dalam Undang-Undang (UU) tentang Pengelolaan Zakat Nomor 38 Tahun 1998,


pengertian zakat maal adalah bagian dari harta yang disisihkan oleh seorang Muslim atau
badan yang dimiliki orang Muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya.

UU tersebut juga menjelaskan tentang zakat fitrah, yaitu sejumlah bahan pokok
yang dikeluarkan pada bulan Ramadan oleh setiap Muslim bagi dirinya dan bagi orang
yang ditanggungnya, yang memiliki kewajiban makan pokok untuk sehari pada hari
raya Idul Fitri.
2.7 Fungsi Zakat

a) Fungsi agama

1. Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang
mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
2. Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya,
akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam
ketaatan.
3. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana
firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (Al
Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits muttafaq alaih, nabi Muhammad juga menjelaskan
bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat
ganda.
4. Zakat merupakan sarana penghapus dosa.

b) Fungsi akhlak

1. Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi
pembayar zakat.
2. Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada
saudaranya yang tidak punya.
3. Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta
maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab
sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat
pengorbanannya.
4. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
5. Menjadi tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.
c) Fungsi kesosialan

1. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir
miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2. Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi
mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya
adalah mujahidin fi sabilillah.
3. Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam
dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang
berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak
bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang
demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan
terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4. Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan
melimpah.
5. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika
harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang
mengambil manfaat.

2.8 Hikmah Zakat

 Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang
miskin.
 Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang
berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
 Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
 Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
 Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan
 Untuk pengembangan potensi ummat
 Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
 Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

2.9 Syarat Wajib Zakat

1. Islam.
Islam menjadi syarat kewajiban mengeluarkan zakat dengan dalil hadits Ibnu Abbas di
atas. Hadits ini mengemukakan kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua kalimat
syahadat dan kewajiban shalat. Hal ini tentunya menunjukkan, bahwa orang yang belum
menerima Islam tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.
2. Merdeka.
Tidak diwajibkan zakat pada budak sahaya (orang yang tidak merdeka) atas harta yang
dimilikinya, karena kepemilikannya tidak sempurna. Demikian juga budak yang sedang
dalam perjanjian pembebasan (al mukatib), tidak diwajibkan menunaikan zakat dari
hartanya, karena berhubungan dengan kebutuhan membebaskan dirinya dari perbudakan.
Kebutuhannya ini lebih mendesak dari orang merdeka yang bangkrut (gharim), sehingga
sangat pantas sekali tidak diwajibkan.
3. Berakal dan Baligh
Dalam hal ini masih diperselisihkan, yaitu berkaitan dengan permasalahan zakat harta anak
kecil dan orang gila. Yang rajih (kuat), anak kecil dan orang gila tidak diwajibkan
mengeluarkan zakat. Akan tetapi kepada wali yang mengelola hartanya, diwajibkan untuk
mengeluarkan zakatnya, karena kewajiban zakat berhubungan dengan hartanya.
4. Memiliki Nishab.
Makna nishab disini, ialah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i
(agama) untuk menjadi pedoman menentukan batas kewajiban mengeluarkan zakat bagi
yang memilikinya, jika telah sampai pada ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan
telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ِ ‫َو َي ْسئَلُون ََك َماذَا يُن ِفقُونَ قُ ِل ْال َع ْف َو َكذَ ِل َك يُ َب ِي ُن هللاُ لَ ُك ُم اْأل َ َيا‬
َ‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَتَفَ َّك ُرون‬
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih
dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu supaya kamu
berfikir”. [Al Baqarah:219].

DAFTAR PUSTAKA

QARDHAWI, YUSUF (1995). Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan. Terj. oleh Bambang
W. Jakarta: Gema Insani Press.

SABIQ, SAYID (1982). Fiqih Sunnah. 3. Bandung: PT Al-Ma'arif


Panduan Pintar Zakat. H. A. Hidayat, Lc. & H. Hikmat Kurnia. "QultumMedia. Jakarta. 2008".

https://baznas.go.id/panduanzakat di unduh Sabtu, 26 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai