Anda di halaman 1dari 21

RUANG TERBUKA HIJAU DAN HUTAN KOTA

1. DEFINISI RTH DAN HUTAN KOTA


a. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam.
b. Hutan kota adalah kawasan yang ditutupi pepohonan yang dibiarkan tumbuh secara alami
menyerupai hutan, tidak tertata seperti taman, dan lokasinya berada di dalam atau sekitar
perkotaan. Hutan kota bermanfaat untuk mengurangi degradasi lingkungan kota yang
diakibatkan oleh ekses negatif pembangunan. Selain mempunyai fungsi perbaikan
lingkungan hidup, hutan kota juga memiliki fungsi estetika.
Pembangunan fisik di perkotaan sejatinya ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi
manusia dalam menjalani hidup. Namun dengan semakin banyaknya bangunan,
keberadaan ruang terbuka hijau menjadi terbatas. Sehingga berpengaruh pada ketidak
seimbangan ekosistem, seperti rusaknya fungsi resapan air, banjir, kekeringan dan polusi.
Pada kondisi seperti ini, hutan kota sangat diperlukan untuk memperbaiki kualitas
lingkungan kota.
Keberadaan hutan kota diatur dalam Peraturan Pemerintah No.63 tahun 2002 tentang
Hutan kota. Berdasarkan peraturan tersebut pengertian hutan kota adalah:
Suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam
wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai
hutan kota oleh pejabat yang berwenang.

2. KRITERIA HUTAN KOTA


Dalam pelaksanaaan pembangunan hutan kota, ditentukan berdasarkan pada objek yang akan
dilindungi,hasi; yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut.
Menurut letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas kriteria yaitu :
1. Hutan kota Pemukiman
Merupakan pembanguna hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan
lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh
polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor
yang terus meningkat dan semakin padatnya penduduk.
2. Hutan kota Industri
Berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah yang dikeluarkan oleh
kegiatan perindustrian seperti limbah padat,cair maupun gas.
3. Hutan kota Wisata
Berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi dan sosialisasi
penduduk yang dilengkapi sebagai sarana bermain anak-anak atau remaja,tempat
istirahat,perlindungan dari polutan dan sebagai produsen oksigen.
4. Hutan kota Konservasi
Hutan kota ini mengandung arti penting untuk mencegah kerusakan,memberi
perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu baik flora maupun fauna
didalamnya.
5. Hutan kota pusat kegiatan
Berperan untuk meningkatkan kenyamanan,keindahan dan produksi oksigen dipusat
kegiatan seperti pasar,terminal,perkantoran,pertokoan dan lainnya. Selain itu hutan
kota juga berperan sebagai jalur hijau dipinggir jalan yang berlalu lintas.

3. TIPE-TIPE HUTAN KOTA


Menurut PP No 63 Tahun 2002, penentuan tipe hutan kota termasuk dalam
rencana teknis dalam rencana pembangunan hutan kota. Menurut Permenhut No
P.71/Menhut-II/2009, penentuan tipe hutan kota sesuai dengan fungsi yang ditetapkan
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. Tipe hutan kota terdiri dari :
a. tipe kawasan permukiman;
b. tipe kawasan industri;
c. tipe rekreasi;
d. tipe pelestarian plasma nutfah;
e. tipe perlindungan; dan
f. tipe pengamanan.
a. Tipe kawasan permukiman dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai
penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam
kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan
tanaman perdu dan rerumputan. Karakteristik Tipe kawasan pemukiman pepohonannya:
1. pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak
mudah gugur.
2. pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis.
Hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman
pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Taman adalah
sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak
dan rerumputan yang dapat dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Umumnya
dipergunakan untuk olah raga, bersantai, bermain dan sebagainya (Dephut 2007).
b. Tipe kawasan industri dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi
polusi udara dan kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri. Tipe kawasan industri
karakteristik pepohonannya pohon-pohon berdaun lebar dan rindang, berbulu dan yang
mempunyai permukaan kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan bau
harum.
c. Tipe rekreasi berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis
pepohonan yang indah dan unik. Karakteristik pepohonannya pohon-pohon yang indah dan
atau penghasil bunga atau buah (vector) yang digemari oleh satwa, seperti burung, kupu-kupu
dan sebagainya.
Rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi
badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya siap menghadapi tugas yang
baru. Dewasa ini terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan minat penduduk perkotaan
untuk rekreasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan pendapatan, peningkatan
sarana transportasi, peningkatan sistem informasi baik cetak maupun elektronika, semakin
sibuk dan semakin besar kemungkinan untuk mendapat stress (Dephut 2007).
d. Tipe pelestarian plasma nutfah berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu sebagai
konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi secara insitu dan sebagai habitat khususnya
untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan. Karateristik tipe pelestarian plasma
nutfah pepohonannya pohon-pohon langka dan atau unggulan setempat.
Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan
pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara
lain : kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Ada 2 sasaran pembangunan hutan kota
untuk pelestarian plasma nutfah yaitu: Sebagai tempat koleksi plasma nutfah khususnya
vegetasi secara ex-situ dan sebagai habitat khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau
dikembangkan (Dephut 2007).
e. Tipe perlindungan berfungsi untuk :
1. mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada daerah dengan
kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah.
2. melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi).
3. melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air
tanah dan atau masalah intrusi air laut;
Karakteristik pepohonannya adalah pohon-pohon yang memiliki daya
evapotranspirasi yang rendah dan pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi bahaya
abrasi pantai seperti mangrove dan pohon-pohon yang berakar kuat.
Daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing
yang curam ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar
terhindar dari bahaya erosi dan longsoran. Hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat
berguna untuk mengamankan daerah pantai dari gempuran ombak laut yang dapat
menghancurkan pantai. Untuk beberapa kota masalah abrasi pantai ini merupakan masalah
yang sangat penting. Kota yang memiliki kerawanan air tawar akibat menipisnya jumlah air
tanah dangkal dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka hutan lindung sebagai
penyerap, penyimpan dan pemasok air harus dibangun di daerah resapan airnya. Dengan
demikian ancaman bahaya intrusi air laut dapat dikurangi (Dephut 2007).

f. Tipe pengamanan berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur
kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu.
Karakteristik pepohonannya adalah pohon-pohon yang berakar kuat dengan ranting yang
tidak mudah patah, yang dilapisi dengan perdu yang liat, dilengkapi jalur pisang-pisangan
dan atau tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis.
Yang dimaksudkan hutan kota dengan tipe pengamanan adalah jalur hijau di
sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Dengan menanam perdu yang liat dan dilengkapi
dengan jalur pohon pisang dan tanaman yang merambat dari legum secara berlapis-lapis,
akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan. Sehingga bahaya kecelakaan
karena pecah ban, patah setir ataupun karena pengendara mengantuk dapat dikurangi.
Pada kawasan ini tanaman harus betul-betul cermat dipilih yaitu yang tidak
mengundang masyarakat untuk memanfaatkannya. Tanaman yang tidak enak rasanya seperti
pisang hutan dapat dianjurkan untuk ditanam di sini (Dephut 2007).
Menurut Perda Kota Palembang No 6 Tahun 2007, tipe hutan kota adalah sebagai berikut :
a. Tipe kawasan industri.
b. Tipe kawasan pemukiman.
c. Tipe kawasan rekreasi dan pariwisata.
d. Tipe kawasan konservatif dan pelestarian.
e. Tipe kawasan lindung.
f. Tipe kawasan padat lalu lintas.
g. Tipe kawasan budaya dan budi daya.
h. Tipe kawasan perdagangan/bisnis.
Menurut Perda Kota Jambi No 6 Tahun 2009, dalam perencanaan pembangunan hutan kota
persentase luas bangunan sipil teknis untuk masing-masing tipe hutan kota diatur sebagai
berikut :
a. tipe kawasan pemukiman maksimal 10 %.
b. tipe kawasan industri maksimal 2,5 %.
c. tipe rekreasi maksimal 15 %.
d. tipe pelestarian plasma nutfah maksimal 5 %.
e. tipe perlindungan maksimal 2,5 %.
f. tipe pengamanan maksimal 2 %.
4. TUJUAN HUTAN KOTA
1. Menekan/mengurangi peningkatan suhu udara di perkotaan.
2. menekan/mengurangi pencemaran udara (kadar karbonmonoksida, ozon,
karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan debu).
3. mencegah terjadinya penurunan air tanah dan permukaan tanah.
4. mencegah terjadinya banjir atau genangan, kekeringan, intrusi air laut,
meningkatnya kandungan logam berat dalam air.

5. FUNGSI DAN PERAN HUTAN KOTA

Dalam Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, disebutkan fungsi dari
hutan kota, yaitu :

1. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;


2. Meresapkan air;
3. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan
4. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.

6. BENTUK HUTAN KOTA


Menurut PP No 63 Tahun 2002, penentuan bentuk hutan kota termasuk dalam rencana
teknis dalam rencana pembangunan hutan kota. Menurut Permenhut No P.71/Menhut-
II/2009, penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan. Bentuk
hutan kota terdiri atas :
a. jalur
b. mengelompok
c. menyebar
d. kombinasi(perdu atau semak)
Hutan kota dengan bentuk jalur dibangun memanjang antara lain berupa jalur
peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai, sempadan
pantai dengan memperhatikan zona pengaman fasilitas/instalasi yang sudah ada,
antara lain ruang bebas SUTT dan SUTET. Hutan kota dengan bentuk mengelompok
dibangun dalam satu kesatuan lahan yang kompak. Hutan kota dengan bentuk
menyebar dibangun dalam kelompok-kelompok yang dapat berbentuk jalur dan atau
kelompok yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan.
Untuk masing-masing kelompok baik yang berbentuk jalur atau kelompok
yang terpisah luas minimum 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar. Pada setiap
kelompok bukan merupakan akumulasi luas dari kelompok-kelompok yang tersebar
meskipun merupakan satu kesatuan pengelolaan.
7. PENGELOLAAN HUTAN KOTA

Guna mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup di


perkotaan, jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan pengembangan hutan kota
hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat
tumbuh baik dan tanaman tersebut dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di
tempat itu dengan baik.Untuk mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota
yang maksimal, beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan antara lain:

1. Persyaratan edaphis: pH, jenis tanah, tekstur, altitude,salinitas dan lain-lain.


2. Persyaratan meteorologis: suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari.
3. Persyaratan silvikultur: kemudahan dalam hal penyediaan benih dan bibit dan
kemudahan dalam tingkat pemeliharaan.
4. Persyaratan umum tanaman:
1. Tahan terhadap hama dan penyakit
2. Cepat tumbuh
3. Kelengkapan jenis dan penyebaran jenis,
4. Mempunyai umur yang panjang,
5. Mempunyai bentuk yang indah,
6. Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada
7. Kompatibel dengan tanaman lain
8. Serbuk sarinya tidak bersifat alergis,

Pengelolaan hutan kota pada dasarnya disesuaikan/diselaraskan dengan fungsi dan


manfaatnya. Pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Hutan Kota beserta kegiatan pendukungnya
diharapkan untuk dapat :

1. Kawasan Pemukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap


karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan. Komposisi
tanaman berupa jenis pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu
dan rerumputan.

Hutan kota yang dibangun pada areal pemukiman bertujuan utama untuk pengelolaan
lingkungan pemukiman, maka yang harus dibangun adalah hutan kota dengan tipe
pemukiman. Hutan kota tipe ini lebih dititik-beratkan kepada keindahan, penyejukan,
penyediaan habitat satwa khususnya burung, dan tempat bermain dan bersantai.
2. Kawasan industri, yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan, yang
ditimbulkan dari kegiatan industri. Kawasan industri yang memiliki kebisingan yang tinggi
dan udaranya tercemar, maka harus dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang
mempunyai fungsi sebagai penyerap pencemar, tempat istirahat bagi pekerja, tempat parkir
kendaraan dan keindahan. Beberapa jenis tanaman telah diketahui kemampuannya dalam
menyerap dan menjerap polutan. Dewasa ini juga tengah diteliti ketahanan dari beberapa
jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Dengan demikian
informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih jenis-jenis tanaman
yang akan dikembangkan di kawasan industri.

3. Kawasan rekreasi, yaitu penghijauan kota berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan


rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik.

Manusia dalam kehidupannya tidak hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah
seperti makanan dan minuman, tetapi juga berusaha memenuhi kebutuhan rohaniahnya,
antara lain rekreasi dan keindahan. Rekreasi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan
manusia untuk memanfaatkan waktu luangnya (Douglass, 1982). Pigram dalam Mercer
(1980) mengemukakan bahwa rekreasi dapat dibagi menjadi dua golongan yakni : (1)
Rekreasi di dalam bangunan (indoor recreation) dan (2) Rekreasi di alam terbuka (outdoor
recreation). Brockman (1979) mengemukakan, rekreasi dalam bangunan yaitu mendatangkan
pengalaman baru, lebih menyehatkan baik jasmani maupun rohani, serta meningkatkan
ketrampilan.

Dewasa ini terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan minat penduduk perkotaan untuk
rekreasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan pendapatan, peningkatan sarana
transportasi, peningkatan sistem informasi baik cetak maupun elektronika, semakin sibuk dan
semakin besar kemungkinan untuk mendapat stress.

Rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan untuk menyegarkan kembali kondisi badan yang
sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya siap menghadapi tugas yang baru.
Untuk mendapatkan kesegaran diperlukan suatu masa istirahat yang terbebas dari proses
berpikir yang rutin sambil menikmati sajian alam yang indah, segar dan penuh ketenangan.
4. Kawasan pelestariaan plasma nutfah, yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah,
meliputi :

a) Penghijauan kota sebagai konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi in-situ dan ex-situ;

b) Penghijauan kota sebagai habitat satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan.

Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan,
terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya
merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu,
plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati. Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman
hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang
sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan
flora dan fauna secara exsitu.

Manusia modern menginginkan back to nature. Hutan kota dapat diarahkan kepada
penyediaan habitat burung dan satwa lainnya. Suatu kota sering kali mempunyai kekhasan
dalam satwa tertentu, khususnys burung yang perlu diperhatikan kelestariannya. Untuk
melestarikan burung tertentu, maka jenis tanaman yang perlu ditanam adalah yang sesuai
dengan keperluan hidup satwa yang akan dilindungi atau ingin dikembangkan, misalnya
untuk keperluan bersarang, bermain, mencari makan ataupun untuk bertelur.

Hutan yang terdapat di pesisir pantai menghasilkan bahan organik. Dedaunan yang jatuh ke
air laut kemudia dapat berubah menjadi detritus. Pada permukaan detritus dapat menjumpai
mikroorganisme air. Sebagian hewan merupakan pemakan detritus (detritus feeder).
Nampaknya organisme yang memakan detritus ini, sesungguhnya memangsa
mikroorganismenya, karena mikroorganisme mengandung protein, karbohidrat dan lain-lain.
Apabila hutan ini hilang, maka detritus tidak tersedia lagi dan akibatnya hewan pemakan
detritus pun akan musnah.
5. Kawasan perlindungan, yaitu penghijauan kota yang berfungsi untuk :

a) Mencegah/mengurangi bahaya erosi dan longsor pada lahan dengan kemiringan cukup
tinggi dan sesuai karakter tanah;

b) Melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi);

c) Resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air tanah atau masalah intrusi
air laut.

Selain dari tipe yang telah disebutkan di atas, areal kota dengan mintakat ke lima yaitu daerah
dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan tebing-tebing yang curam
ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan membangun hutan kota agar terhindar dari
bahaya erosi dan longsoran.

Hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat berguna untuk mengamankan daerah pantai
dari gempuran ombak laut yang dapat menghancurkan pantai. Untuk beberapa kota masalah
abrasi pantai ini merupakan masalah yang sangat penting.

Kota yang memiliki kerawanan air tawar akibat menipisnya jumlah air tanah dangkal dan
atau terancam masalah intrusi air laut, maka hutan lindung sebagai penyerap, penyimpan dan
pemasok air harus dibangun di daerah resapan airnya. Dengan demikian ancaman bahaya
intrusi air laut dapat dikurangi.

6. Kawasan pengamanan, berfungsi untuk meningkatan keamanan pengguna jalan pada


jalur. Kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman
perdu. Yang dimaksudkan hutan kota dengan tipe pengamanan adalah jalur hijau di
sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Dengan menanam perdu yang liat dan dilengkapi
dengan jalur pohon pisang dan tanaman yang merambat dari legum secara berlapis-lapis,
akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan. Sehingga bahaya kecelakaan
karena pecah ban, patah setir ataupun karena pengendara mengantuk dapat dikurangi. Pada
kawasan ini tanaman harus betul-betul cermat dipilih yaitu yang tidak mengundang
masyarakat untuk memanfaatkannya. Tanaman yang tidak enak rasanya seperti pisang hutan
dapat dianjurkan untuk ditanam di sini
8. UPAYA PERLINDUNGAN DAN PENGAMANAN HUTAN KOTA
1. PERLINDUNGAN
Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran,
daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara,
masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat
yang berhubungan dengan pengelolaan hutan (Dephut, 2004).
Prinsip yang penting dalam kegiatan perlindungan hutan adalah pencegahan awal
perkembangan penyebab kerusakan jauh lebih efektif daripada memusnahkan perusak setelah
menyerang. Dalam tahun-tahun terakhir ini anggapan bahwa pencegahan merupakan sistem
yang lebih penting dalam perlindungan hutan telah diterima secara meluas. Tetapi hal ini masih
tetap diragukan apakah perluasan ide ini melalui sistem silvikultur dan forest management
dalam jangka waktu panjang dianggap sudah cukup menguntungkan. Pencegahan melalui
aplikasi manajemen dan silvikultur memerlukan waktu panjang, tetapi hasilnya akan lebih abadi
dan lebih murah dibandingkan metode pemberantasan secara langsung (Mappatoba dan Nuraeni,
2009).
Perlindungan hutan tidak hanya menghadapi bagaimana mengatasi kerusakan pada
saat terjadi melainkan lebih diarahkan untuk mengenali dan mengevaluasi semua sumber
kerusakan yang potensil, agar kerusakan yang besar dapat dihindari, sehingga kerusakan hutan
dapat ditekan seminimal mungkin dari penyebab-penyebab potensil (Sumardi dan Widyastuti ,
2004)

Saat ini, masalah perlindungan dan pengamanan hutan adalah masalah yang cukup
kompleks serta dinamis. Dengan adanya perkembangan diberbagai bidang dan perubahan
dinamika di lapangan, maka terjadi pula perkembangan permasalahan perlindungan dan
pengamanan hutan, mulai dari perladangan berpindah dan perladangan liar/perambahan yang
dilakukan oleh warga masyarakat yang sederhana, sampai pencurian kayu dan
penyelundupan satwa yang didalangi oleh bandit berdasi (Mappatoba dan Nuraeni , 2009).
Fenomena perlindungan hutan ini sebenarnya potensial menjadi sumber kerugian bagi
kehutanan, hanya saja selama ini sangat langkah atau tidak ada data yang mampu
menunjukkan besarnya angka kerugian tersebut. Pencurian hasil hutan yang selama ini
mampu dikemukakan data-data kerugiannya secara kuantitatif akhirnya menjadi kunci
pengambilan keputusan di dalam melaksanakan kebijaksanaan di bidang perlindungan hutan,
padahal pencurian ini sebenarnya adalah permasalahan sosial ekonomi dan bukan
permasalahan teknis perlindungan hutan (Achmad Sulthoni, 2002).
Dalam hubungannya dengan tindakan pengelolaan, pencegahan dalam konsep
perlindungan hutan didekati melalui :
1. Pengambilan keputusan terhadap langkah atau tindakan untuk mencegah agar
penyebab kerusakan tidak berkembang dan tidak menimbulkan kerusakan yang serius.
2. Pengembangan suatu bentuk pengelolaan hutan yang ”hati-hati” dan berwawasan
masa depan (Sumardi dan Widyastuti , 2004).
Jadi, asas perlindungan hutan mengutamakan pencegahan awal terjadinya atau perkembangan
suatu kerusakan hutan melalui perencanaan silvikultur dan pengelolaan yang baik Hal ini
akan lebih efektif daripada pengendalian langsung setelah kerusakan yang besar terjadi.
Dalam prinsip perlindungan hutan, tindakan proaktif dikedepankankan dan tindakan reaktif
sedapat mungkin dihindari (Sumardi dan Widyastuti , 2004).

3. PENGAMANAN
Pengamanan hutan adalah segala kegiatan, upaya dan usaha yang dilaksanakan oleh
aparat kehutanan dan dukungan instansi terkait dalam rangka mengamankan hutan dan hasil
hutan secara terencana, terus menerus dengan prinsip berdaya guna dan berhasil guna (Dephut,
1995).
Secara Fungsional Pengamanan Hutan dilaksanakan oleh Satuan Tugas (Satgas)
Pengamanan Hutan yang berkedudukan di Dinas-dinas Propinsi, Kabupaten/Kota yang
menangani bidang Kehutanan, dan UPT Departemen Kehutanan (Dephutbun, 1998)..
Sedangkan Pengamanan Hutan di areal hutan yang telah dibebani Hak dilaksanakan oleh
Satuan Pengamanan Hutan pemegang hak tersebut, yang dikenal dengan sebutan Satpam
Pengusahaan Hutan (Dephut, 1995).

(Dephut, 1995), Prosedur pelaksanaan kegiatan pengamanan hutan secara fungsional


adalah :
1. Perencanaan dalam bentuk program kerja operasional dibuat secara berjenjang.
Perencanaan kegiatan berisi perkiraan hal-hal yang dibutuhkan seperti personil,
logistik/transportasi, serta penentuan cara bertindak (Penyuluhan, preemtif, preventif
dan refresif).
2. Pelaksanaan kegiatan pengamanan hutan meliputi :
e. Pelaksanaan kegiatan pengamanan hutan fungsional dalam bentuk :
1) Kegiatan deteksi yaitu membuat perkiraan keadaan atas kemungkinan
terjadinya gangguan terhadap hutan dan hasil hutan dengan dilengkapi
data pelaku pelanggar hukum, tokoh masyarakat disekitar hutan, ploting
peta kerawanan dan penggalangan yang berencana dan terus menerus.
2) Kegiatan kesamaptaan, yaitu pelaksanaan tugas yang bersifat rutin dan
selektif, dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan atas hutan dan hasil
hutan. Kegiatan Kesamaptaan terdiri dari :
 Patroli berlanjut, rutin dan selektif.
 Penjagaan di tempat-tempat yang telah ditentukan.
 Pengawalan hal-hal tertentu.
 Pemeriksaan surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan
pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah
sekitar hutan (kring).
 Kegiatan Bimbingan Masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk

1. Penyuluhan kepada masyarakat.


2. Program Bina Desa, seperti perbaikan pengairan, bantuan
ternak, bantuan bibit pohon, sarana ibadah, tumpang sari dan
sebagainya.
3) Kegiatan refresif atau penegakan hukum dengan mengamankan tempat kejadian
(tersangka dan barang bukti), membuat dan menandatangani laporan kejadian, dan
selanjutnya segera melaporkan/menyerahkan masalah tersebut kepada Penyidik PNS
kehutanan atau Penyidik Polri.

f. Pelaksanaan kegiatan operasi pengamanan hutan dalam bentuk :


1. Operasi Rutin
Operasi rutin adalah kegiatan satuan tugas wilayah dan atau satuan tugas
resort Polisi Kehutanan yang terus menerus dilaksanakan dengan tujuan :
 Mencegah timbulnya gangguan terhadap hutan dan hasil hutan.
 Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat tentang perlunya menjaga
kelestarian hutan.
 Pendataan atau pembuatan peta kerawanan hutan.
 Mengupayakan penyelesaian kasus-kasus bidang kehutanan.
 Sifat kegiatan ini adalah : dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal
dan secara selektif, dibuatkan jurnal kegiatan, setiap kasus-kasus kecil
diselesaikan sampai tuntas, lebih menonjolkan fungsi penyuluhan dan
tindakan preventif, serta melaporkan hasil pelaksanaan tugas secara periodik
kepada pimpinan satu tingkat diatasnya.
2. Operasi Gabungan
Pelaksanaan operasi gabungan didahului dengan persiapan :
a. Pulahjianta pelaku, jaringan kejadian, modus operandi, otak atau penggerak,
tempat pengumpul dan penadah.
b. Penyusunan personil dan pembagian tugas.
c. Dukungan logistik / dana dan formulir isian hasil operasi.
d. Operasi gabungan dilaksanakan hanya pada tingkat Instansi Kehutanan Dati II

c. Gelar Operasional
Gelar operasional rutin diadakan setiap bulan pada tingkat Instansi Kehutanan Dati II dan
triwulan pada tingkat Instansi Kehutanan Dati I, dengan maksud :
1. Saling tukar menukar informasi.
2. Mengadakan gelar perkara untuk kasus pidana kehutanan.
3. Paparan jurnal kejadian pelanggaran
4. Pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dan pengendalian dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan
tugas, fungsi, wewenang dan penerapan peraturan perundang-
undangan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
5. Mekanisme Koordinasi.
6. Penyelesaian Administrasi

Strategi Perlindungan dan Pengamanan Hutan


Evans (1982) dalam Sumardi dan Widyastuti (2004) merumuskan asas strategi
perlindungan hutan yang dapat digunakan untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari,
yaitu :
1. Memahami interaksi hutan dengan agens perusak sehingga :
 Dapat mengenali faktor-faktor yang menyebabkan masalah dalam perlindungan hutan.
 Dapat mengenali penyebab kerusakan primer.
2. Dapat menganalisis dan mengambil keputusan secara meneyeluruh dan tidak hanya
terbatas pada penyebab kerusakan yang paling serius saja.
3. Selalu melihat perlindungan hutan sebagai tindakan yang tidak terpisah dari silvikultur.
4. Sadar bahwa perlindungan hutan semakin penting dan pendekatannya tidak hanya
terbatas pada bidang tanaman tapi termasuk hasil hutannya.
Strategi perlindungan hutan selain menjamin kelestarian pengelolaan juga dapat
menjamin pengelolaan hutan beresiko rendah. Pengembangan strategi perlindungan hutan
seringkali dihadapkan pada banyak kendala diantaranya :
1) Nilai hutan pada umumnya lebih rendah dibanding pertanaman jenis perkebunan atau
pertanian.
Secara ekonomi, perhitungan hasil hutan per hektar per tahun masih di bawah sektor
perkebunan dan pertanian. Saat terjadi kerusakan, tindakan yang akan dilakukan harus
mempertimbangkan nilai ekonominya.

2) Luasan yang besar dan bervariasi.


Luasnya hamparan dan variasi kondisi hutan merupakan sumber variasi faktor-faktor
dominan yang berperanan dalam perkembangan hutan. Perbedaan yang mencolok dapat
menimbulkan konsekuensi perbedaan pilihan perlakuan perlindungan hutan yang
dilaksanakan.
3) Lokasi dan persebaran tidak mudah terjangkau.
Lokasi dan persebaran hutan seringkali menjadi kendala, terutama bila kawasan hutan beada
pada daerah dengan konfigurasi tofografi yang berbukit curam. Bila perlakuan perlindungan
hutan dilaksanakan secara langsung, misalnya pemadaman kebakaran, maka lokasi yang sulit
dijangkau akan merupakan faktor kendala yang sangat berarti.
4) Umurnya panjang
Hutan terbentuk dan berkembang dalam kurung waktu yang lama dalam proses yang disebut
suksesi. Lama waktu pembentukan dan perkembangan hutan sangat bervariasi tergantung
dari tipe hutan. Hutan alam dikenal terbentuk dan berkembang dalam kurung waktu yang
sangat lam, sementara hutan tanaman dapat berotasi dalam waktu relatif pendek misalnya 5 –
15 tahun.
9. PEMANFAATAN HUTAN KOTA

Menurut Puryono dan Hastuti (1998) dalam Sibarani (2003), hutan kota memiliki manfaat
yang sangat besar terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat kota,
antara lain:

1. Manfaat estetika, hutan kota yang ditumbuhi oleh berbagai tanaman memberikan
nilai estetika karena hijaunya hutan tersebut dengan aneka bentuk daun, cabang,
ranting dan tajuk serta bunga yang terpadu menjadi suatu pemandangan yang
menyejukkan.
2. Manfaat ekologis, yaitu tercapainya keserasian lingkungan antara tanaman, satwa
maupun manusia dan sebagai habitat satwa, seperti burung-burung serta perlindungan
plasma nutfah.
3. Manfaat klimatologis, yaitu terciptanya iklim mikro, seperti kelembaban udara, suhu
udara, dan curah hujan sehingga dapat menambah kesejukan dan kenyamanan serta
tercapainya iklim yang stabil dan sehat.
4. Manfaat hidrologis, hutan kota dengan perakaran tanaman dan serasah mampu
menyerap kelebihan air pada musim hujan sehingga dapat mencegah terjadinya banjir
dan menjaga kestabilan air tanah, khususnya pada musim kemarau. Hujan yang
mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila jatuh di permukaan daun akan mengalami
reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti H2SO4 akan
bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4 yang bersifat
netral. Dengan demikian air hujan yang mengandung pH asam melalui proses
intersepsi oleh permukaan daun akan dapat menaikkan pH, sehingga air hujan yang
jatuh menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan.
5. Manfaat protektif, pepohonan di hutan kota berfungsi sebagai pelindung dari
pancaran sinar matahari dan penahan angin. Serta pohon dapat meredam kebisingan
dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis
tumbuhan paling efektif untuk meredam suara ialah tumbuhan dengan tajuk lebat dan
rindang, strata yang cukup rapat dan tinggi. Kota yang terletak di tepi pantai, seperti
kota Jakarta pada beberapa tahun terakhir terancam oleh intrusi air laut. Pemilihan
jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kawasan yang mempunyai
masalah intrusi air laut harus dengan teliti diperhatikan. Dikarenakan penanaman
tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang tinggi akan
mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, bahkan mungkin akan
mengalami kematian.
Dan juga penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi tinggi
terhadap air tanah dapat mengakibatkan konsentrasi garam air tanah akan meningkat.
Sehingga upaya untuk mengatasi intrusi air laut melalui hutan kota dengan tanaman
yang daya evapotranspirasinya rendah untuk meningkatkan kandungan air tanah.

6. Manfaat higienis, udara perkotaan semakin tercemar oleh berbagai polutan yang
berdampak terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan mahluk hidup, khususnya
manusia. Dengan adanya hutan kota, berbagai polutan dan partikel padat yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon
melalui proses jerapan dan serapan. Berbagai polutan dan partikel tersebut sebagian
akan terserap masuk ke dalam stomata dan sebagian lagi akan terjerap (menempel)
pada permukaan daun, khususnya daun yang permukaannya kasar.

Dan juga dapat terjerap pada kulit pohon, cabang dan ranting. Manfaat dari
adanya hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat. Daerah
yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen mengeluarkan
bau yang tidak sedap. Hutan kota dapat bermanfaat untuk mengurangi bau karena
dapat menyerap bau secara langsung, penahan angin yang bergerak dari sumber bau,
dan pelindung tanah dari hasil dekomposisi sampah serta penyerap zat berbahaya
yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta bahan
beracun dan berbahaya lainnya.

7. Manfaat edukatif, hutan kota dapat bermanfaat sebagai laboratorium alam karena
dapat mengenal berbagai jenis pepohonan dan satwa khususnya burung-burung yang
sering dijumpai di kawasan tersebut.

Dalam pengelompokkan manfaat hutan kota yang lebih rinci, Dahlan (2002) menerangkan
manfaat hutan kota, yaitu :

1. Pelestarian plasma nutfah;


2. Penahan dan penyaring partikel padat dari udara;
3. Penyerap dan penjerap partikel Timbal;
4. Penyerap dan penjerap debu semen;
5. Peredam kebisingan;
6. Mengurangi bahaya hujan asam;
7. Penyerap karbon-monoksida;
8. Penyerap karbon-dioksida dan penghasil oksigen;
9. Penyerap dan penapis bau;
10. Mengatasi penggenangan;
11. Mengatasi intrusi air laut;
12. Produksi terbatas;
13. Ameliorasi iklim;
14. Pengelolaan sampah;
15. Pelestarian air tanah;
16. Penapis cahaya silau;
17. Meningkatkan keindahan;
18. Sebagai habitat burung;
19. Mengurangi strees;
20. Mengamankan pantai terhadap abrasi;
21. Meningkatkan industri pariwisata; dan
22. Sebagai hobi dan pengisi waktu luang.
RUANG TERBUKA HIJAU DAN HUTAN KOTA

KELOMPOK 5
1. SULTAN SYARIF
2. ROKA ROHUL
3. NIKEN NABILA
4. CHARISSA KARTIKA SARI
5. ELSA ANDITA
6. YOHANA REFIANA
7. IKHWANUL ALIM
8. ZULFAHMI

STIKES HANGTUAH PEKANBARU


TA. 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai