Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Anatomi
Tulang tengkorak terdiri dari 22 tulang yang dibagi menjadi 2

kelompok yaitu 8 tulang tengkorak dan 14 tulang wajah. Dihubungkan oleh

sebuah sutura yang terbagi menjadi kubah tengkorak, dasar tegkorak, dan

samping tengkorak. Kubah tengkorak terdiri dari os frontal (tulang dahi), os

temporal (tulang samping kepala), os pariental (tulang kepala ubun-ubun), os

occipital (tulang kepala bagian belakang). Dasar terngkorak terdiri dari os

spenoidal yang terletak ditengah dasar tengkorak, os etmoidal yang terletak

disebelah depan dari os spenoidal diantara lekukan mata. Bagian kepala

depan kepala terdiri dari os maxilla (tulang rahang atas), os mandibula

(tulang rahang bawah), os nasale (tulang hidung), os orbita (tulang air mata).

(Setiadi, 2007)

Gambar 2.1 Cranium tampak depan (sumber : R.Putz & R.Pabst 2006)
Bagian samping tengkorak (os temporal) dengan terdapat linea

temporalis superior dan linea temporalis inferior. Dibawahnya terdapat tuber

5
6

parientale, satura squamosal, sutura pariento mastoidea, dan sutura lamboidea

terdiri dari bagian tulang karang (skumosa) yang membentuk tongga telinga,

bagian tulang keras (os petrosum), yang menjorok kebagian tulang pipi dan

mempunyai taju (procesus stylodeus), bagian mastoid terdiri dar tulang yang

mempunyai lubang-lubang halus yang berisi udara dan sella tursica

merupakan tulang yang berbentuk seperti pelana kuda, dorsum sella yang

tulangnya mempunya lubang-lubang kecil.

Gambar 2.2 Cranium tampak lateral (sumber : R.Putz & R.Pabst 2006)

Tulang cranium dan wajah disatukan oleh sutura. Potongan sutura

terdiri dari coronal, sagittal, squamosal, dan lamboidal. Sutura coronal yang

membelah amtara frontal dan pariental. Sutura sagital membelah antara

pariental dan tepat dibelakang sutura coronal. Sutura squamosal yang

membelah antara temporal dengan pariental. Sutura lambodal yang membelah

antara occipital dengan pariental. (Merill’s, 1982)


Pemeriksaan sella tursica adalah satu pemeriksaan atau jenis

pemeriksaan yang dilakukan di instalasi radiologi yang dilakukan pada objek

kepala bagian tengah, khususnya memperlihatkan sella tursica dan dorsum


7

sella. Bentuk sella tursica seperti pelana kuda, dorsum sella berada pada

bagian tengah radiografi, dengan daerah petrous simetris, dorsum sella dan

petrous clinoid di proyeksikan kedalam foramen magnum klimasi yang cukup

pada daerah sella tanpa gerakan ntuk mendapatkan hasil optimal. (Bronteger,

1993)

Gambar 2.3 Sella Tursica (sumber : R.Putz & R.Pabst 2006)


2.1.1 Letak Sella Tursika
Sella Tursica terletak dibagian anterior oleh tuberculum sella dan

bagian posterior oleh dorsum sella, dimana processus clinoid pada tajunya.

Sisi lain sella tursica adalah sulkus carotid, dalam arteri carotid bagian

internal dan sinus yang besar. Lekukan chiasmatic (obtic) pada bagian

anterior dari permukaan superior tulang spenoid lekukan ini yang

membuat chiasma opticum, dimana strukturnya menyilang dua syaraf mata

atau lekukan ini mengelilingi bagian anterior oleh jagum spenoid dan

bagian posterior oleh tuberculum sella. Lekukan ini berakhir diatas canalis

optikum sebagai jalan masuk ke apek dari orbit untuk mengirim syaraf

optic dan arteri ophthalmic. (Philip Balinger. W, 1995)


8

Gambar 2.4 Cranium potongan paramedial (sumber : R.Putz & R.Pabst 2006)

2.1.2 Ukuran Sella Tursica


Seperti halnya morfologi sella tursika, penelitian mengenai ukuran

sella tursika juga telah banyak dilakukan dengan metode yang berbeda.

Camp, 1924 melakukan penelitian pada pasien dewasa dan melaporkan

nilai lebar sella tursika yaitu 10,6 mm (pada penelitian ini disebut panjang)

dan 11,3 mm pada penelitian yang dilakukan pada etnis pakistan pada

tahun 2011. (Ani G. S, 2015)


Perubahan pada sella tursika selama periode pertumbuhan anak-

anak telah diteliti secara radiografi, seperti pada penelitian implant oleh

Bjork dan Skieller (1983) dan secara histologi seperti oleh Melsen (1974).

Penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran sella tursika bertambah selama

periode anak-anak. Pertambahan ukuran terjadi akibat resorpsi pada

dinding bagian dalam dorsum sella sedangkan dinding anterior stabil

selama periode pertumbuhan. Struktur yang stabil ini berguna untuk

superimposisi radiografi dalam evaluasi pertumbuhan kraniofasial (Bjork


9

dan Skieller, 1983). Selama masa pertumbuhan, dinding posterior

mengalami resorpsi dan titik sella secara bertahap bergerak ke arah dorsal-

caudal. (Axelsson S, 2004)


Ukuran dari sella tursika yang dari radiografi dapat diukur dengan

berbagai metode pengukuran area. Camp,1924; Silverman, 1957; Chilton

dkk, 1983; Choi dkk,2001; Axelsson dkk, 2004; Jones dkk, 2005. Data

normatif mengenai ukuran telah dilaporkan pada literatur dan rentang jarak

dimensi vertikal sekitar 4 sampai 12 mm dan 5 sampai 16 untuk dimensi

anteroposterior. Variasi antara berbagai metode pengukuran kemungkinan

karena menggunakan titik landmarks yang berbeda, teknik radiografi dan

derajat pembesaran radiografi. Perubahan ukuran dari sella tursika lebih

berkaitan dengan keadaan patologis, pembesaran sella tursika paling sering

dijumpai tetapi tidak disertai dengan erosi tulang. (Gracco A, 2010)

Gambar 2.5 Morfologi normal sella tursika dan garis referensi yang digunakan
untuk mengukur sella: TS: tuberkulum sella; DS: dorsum sella;
BPF: base of the pituitary fossa. A: panjang sella.
B: diameter anteroposterior sella. C: kedalaman sella. (sumber :
Fitriasary, 2017)

Ukuran sella tursika yang membesar kemungkinan merupakan

indikasi tumor pituitary yang memproduksi hormon secara berlebihan


10

seperti hormon adrenokortikotropik, prolactin, growth hormone, thyroid

stimulating hormondan antidiuretik hormon. Ukuran sella tursika yang

membesar pada radiografi telah ditemukan berkaitan dengan adenoma,

meningioma, primary hypothyroidism, prolactinoma, gigantism,

acromegali, empty Sella syndrome dan Nelson syndrome. Ukuran yang

kecil dari sella tursika dapat disebabkan karena menurunnya fungsi

pituitary menyebabkan simptom seperti ukuran badan yang pendek dan

retardasi pertumbuhan skeletal. (Gracco A, 2010)

2.2 Macroradiografi / Magnifikasi


Macroradiografi sering juga disebut dengan Magnifikasi radiography,

yang berasal dari kata magnification dan radiography. Magnification adalah

proses membuat bayangan nampak lebih besar dari ukuran yang sebenarnya

dengan menggunakan lensa atau rasio sehingga ukuran objek dengan ukuran

bayangan berbeda (Curry, 1984).

Macroradiografi disebut juga teknik pembesaran gambar/bayangan

radiografi. Macroradiografi, memiliki dua teknik pembesaran yaitu 1,5 x


11

pembesaran dan 2 x pembesaran (Jhon, 1989). Faktor-faktor yang

mempengaruhi macroradiografi adalah sebagai berikut:

1. FFD (Focus film distance) adalah jarak antara film dengan

sumber radiasi.
2. FOD (Focus o bjek distance) adalah jarak antara objek dengan

sumber radiasi.
3. OFD (Objek film distance) adalah jarak antara objek dengan

film.
2.2.1 Prinsip Macroradiografi / Magnifikasi
Pinsip dasar macroradiografi adalah perubahan ukuran menjadi

lebih besar dari pada ukuran objek aslinya. Semakin besar nilai OFD

(Object Film Distance) maka ketidaktajaman gambaran (unsharpness

geometry) meningkat, untuk mengantisipasi adanya unsharpness geometry

yang disebabkan oleh magnifikasi, maka digunakan ukuran fokus kecil.


Rasio ukuran gambar ke ukuran benda ini dikenal sebagai faktor

pembesaran (magnifikasi). Nilainya biasanya dinilai dengan mengukur

jarak fokus film (FFD), jarak objek ke film (OFD), dan jarak fokus ke

objek (FOD) kemudian diperoleh pengurangan (Jhon, 1989).


12

Gambar 2.6 2x faktor pembesaran, objek diletakkan ditengah antara


1
fokus dan film (FOD = OFD = FFD)
2

Berdasarkan gambar 2.2 setiap pembentukan bayangan pada

radiografi maka bayangan akan terproyeksi ukurannya lebih besar dari

ukuran objek aslinya. Magnifikasi gambar dirumuskan sebagai berikut

(Curry 1984)

FFD FFD
Faktor magnifikasi = =
FFD−OFD FOD

Keterangan:

FFD = Jarak fokus ke film (Focus Film Distance)

OFD = Jarak objek ke film (Object Film Distance)

FOD = Jarak fokus ke objek (Focus Object Distance)

Rumus Magnifikasi 1,5 x pembesaran:

FFD
Faktor Magnifikasi =
FOD
13

100
1,5 =
FOD

100
FOD =
1,5

FOD = 66,6 cm

Magnifikasi = 1,5 x pembesaran

Dimana: FFD = OFD + FOD

OFD = FFD – FOD

OFD = 100 – 66.6

OFD = 33,4 cm

Rumus Magnifikasi 2 x pembesaran:

FFD
Faktor Magnifikasi =
FOD

100
2=
FOD

100
FOD =
2

FOD = 50 cm

Magnifikasi = 2x pembesaran

2.2.2 Penumbra atau Ketidaktajaman Geometri (Unsharpness

Geometry)
14

Hasil radiografi pembesaran gambaran citra anatomi yang

dihasilkan terproyeksi lebih besar dari struktur aslinya sehingga diharapkan

detail anatomi yang diperiksa akan terlihat dengan jelas, dalam arti detail

kecil menjadi lebih jelas. Adanya jarak antara objek dengan film juga

teknik radiografi makro menghasilkan kontras yang lebih baik, sebab

secara tidak langsung teknik ini mempresentasikan teknik celah udara (air

gap technique). Kelemahan teknik radiografi ini adalah menurunkan

ketajaman gambar disebabkan timbulnya ketidaktajaman gambar yang

disebabkan oleh faktor geometri. Faktor geometri pembentukan bayangan

ukuran focal spot (focus), FFD, OFD, FOD.

Gambar 2.7 Skema pembentukan ketidaktajaman geometri


(sumber: Cresten’s Fhysics of Diagnostic radiology, 1984)

Akibat sumber sinar berupa bidang maka suatu objek dengan

ukuran PQ (gambar II.8.) akan terproyeksikan di film menjadi bayangan

yang terdiri dari P’Q’ yang merupakan pusat bayangan dikenal dengan
15

istilah umbra (bayangan sejati) yang dikelilingi bayangan RP’ dan Q’S

yang dibentuk oleh beberapa titik dari focal spots yang disebut daerah

penumbra (setengah bayangan) dengan densitas lebih rendah dan lebih

kabur.

2.2.3 Distorsi

Distorsi adalah kesalahan penggambaran objek atau ukuran sebagai

proyeksi dari objek nyata yang disebabkan karena pengaturan kolimator

(Bontrager & Lampignano, 2014: 44). Adapun faktor tersebut antara lain

focal spot, Focus Image Distance (𝐹𝐼�), dan Object Image Distance (𝑂𝐼�)

(Sartinah et al., 2008). Gambar 2.10 merupakan skema dari bagian – bagian

jarak antara kolimator dan objek.

2.3 Kualitas Gambaran Radiorafi


2.3.1 Kontras
Kontras adalah perbedaam derajat kehitaman (densitas) antara

struktur anatomi objek yang berbatasan ataupum variasi derajat kehitaman

yang terdapat pada radiografi. (Bontrager, 1993)


Faktor yang mempengaruhi Kontras:
1) Perbedaan Koefisien Atenuasi Linier
2) Radiasi Hambur
3) Kualitas Radiasi (KV)
2.3.2 Densitas
Densitas adalah derajat kehitaman pada suatu gambaran radiografi

yang terjadi akibat banyaknya berkas cahaya atau sinar-X melewati emulsi

film. (Bontrager, 1993)


16

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Densitas:

1) Kilo Voltage (KV): Jika KV dinaikkan maka daya tembus semakin

besar densitas meningkat.


2) Milli Ampere (mA): Jika mA dinaikkan densitas akan meningkat.
3) Waktu Penyinaran (Second): Jika waktu diperpanjang, eksposi akan

naik densitas juga akan naik.


4) Ketebalan dan Rapat Jenis (sifat Objek): Untuk mendapatkan Densitas

yang optimum, pemilihan faktor eksposi harus tepat, untuk objek yang

tebal dan rapat jenis yang tinggi (tulang) diperlukan faktor eksposi

yang lebih tinggi dibanding objek tipis dan jaringan.


5) Jarak: Jarak Fokus ke Film, semakin jauh jarak akan mengurangi

intensitas cahaya ke film akan mempengaruhi nilai densitas.


2.3.3 Detail
Detail adalah nilai radiografi yang menampilkan garis-garis

struktur objek yang jelas. (Bontrager, 1993)

Faktor yang mempengaruhi Detail: Pemilihan Fokus, Fokus kecil

dibawah 150 KV detail tinggi.

2.3.4 Ketajaman
Ketajaman adalah perbedaan daerah kehitaman pada hasil

gambaran radografi yang mampu memperlihatkan batas-batas yang tegas

pada bagian-bagian objek yang difoto sehinga struktur organ terlihat

dengan baik. (Priantoro, Suhartono, Gamal, 2011)

Faktor yang mempengaruhi Ketajaman: pergerakan objek dan

radiasi hambur.
17

2.4 Proteksi Radiasi


Proteksi radiasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk

mengurangi pengaruh radiasi yang diterima tubuh akibat paparan radiasi.

Menurut Hiswara (2015), pengaruh radiasi ada organ tubuh manusia macam-

macam tergantung pada jumlah dosis yang diterima pasien dan luas lapangan

radiasi yang diterima pasien. Oleh karena itu, untuk mengendalikan bahaya

radiasi dapat menggunakan 3 (tiga) azaz proteksi radiasi ini, yatu sebagai

berikut:
2.4.1 Justifikasi
Justifikasi adalah suatu pemanfaatan yang mecakup paparan atau

potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan

keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan

dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.


2.4.2 Optimasi
Optimasi adalah semua penyinaran harus diusahakan serendah-

rendahnya As Lo As Reasonably Achievable (ALARA), dengan

mempertimbangkan faktor ekonomi dan social.


2.4.3 Limitasi
Limitasi adalah dosis ekuivalen yang diterima pekerja radiasi atau

masyarakat tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah

ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah

munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang

terjadinya efek stokastik. Batas dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi

adalah 20 mSv per tahun, apabila melebihi batas yang sudah ditentukan

maka pekerj radasi diistirahatkan sementara waktu sampai kondisi pekerja


18

radiasi normal kembali, sedangkan dosis radiasi yang diterima oleh

masyarakat umum adalah [1 mSv per tahun. (Hiswara, 2015)

Anda mungkin juga menyukai