FLUIDA MENGALIR
6.1 Ragam Aliran
Aliran air dapat dibedakan menjadi beberapa jenis aliran menurut beberapa
tinjauan.
a.Aliran ditinjau dari sisi waktu.
a.1 Aliran Permanen
Yaitu aliran yang sepanjang waktu variabel-variabelnya (kedalaman, kecepatan
dan debit aliran) konstan atau tidak mengalamai perubahan.
Secara matematik aliran ini dapat digambarkan sebagai berikut.
h,v,q
h,v,Q = konstan
t
Gambar 6.2 Model aliran tidak permanen
46
b.Aliran ditinjau dari sisi arah aliran
b.1 Aliran Seragam
Yaitu aliran yang sepanjang arah memanjang variabel-variabelnya (kedalaman,
kecepatan dan debit aliran) konstan atau tidak mengalamai perubahan.
Secara matematik aliran ini dapat digambarkan sebagai berikut.
h,v,q
h,v,q = konstan
x
Gambar 6.3 Model aliran seragam
b.2 Aliran Tidak Seragam
Yaitu aliran yang sepanjang arah memanjang variabel-variabelnya (kedalaman,
kecepatan dan debit aliran) tidak konstan atau mengalamai perubahan.
Secara matematik aliran ini dapat digambarkan sebagai berikut.
h,v,q
h,v,q = f(t) = tidak konstan
47
Bilangan reynold adalah bilangan yang menyatakan perbandingan antara
kecepatan rerata dengan kekentalan kinematik. Berdasarkan bilangan reynold
aliran dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu
c.1Aliran laminer, yaitu apabila bilangan Reynolds < dari 500
c.2 Aliran turbulen yaitu apabila bilangan Reynolds > dari 25000 dan
c.3 Aliran transisi yaitu apabila bilangan Reynolds antara 500 dan 25000
Secara fisik, suatu aliran dikatakan laminer bila setiap partikel yang melalui
titik tertentu selalu mempunyai lintasan (garis arus) yang tertentu pula.
Partikel-partikel yang pada suatu saat tiba di K akan mengikuti lintasan yang
terlukis pada gambar di bawah ini.
Suatu aliran dikatakan turbulen bila setiap partikel yang melalui titik tertentu
selalu mempunyai lintasan (garis arus) yang tidak berupa garis lurus, tetapi
48
berupa garis berkelok-kelok (acak). Partikel-partikel yang pada suatu saat tiba
di K akan mengikuti lintasan yang terlukis pada gambar di bawah ini.
49
(hilir) dan ke samping kiri dan kanan, sedangkan gerakan gelombang kearah
berlawanan atau hulu tidak terjadi.
50
Q = volume / Δt
Q = A. x/ Δt
atau Q =A. V
A = luas penampang (m2) , V = kecepatan rerata (m/s)
x
Gambar 6.11 Model debit dan luas tampang aliran
51
sama dengan laju bersih aliran masuk massa dikurangi dengan aliran keluar
pada sistem tersebut.
Perhatikan tabung alir di bawah ini.
ds1 = v1.t
1 ds2 = v2.t
Q1 Q2
Q3
52
Q1 = Q2 + Q3
V1. A1 = V2.A2 + V3.A3
V2
H=z +
p
γ ( )( )
+
2g
(1)
dengan, H = tinggi energi (m)
Z = elevasi (m)
p = tekanan (N/m2)
γ = berat jenis (N/m3)
V = kecepatan aliran (m/det)
g = kecepatan gravitasi (m/det2)
Disamping tinggi tekanan, tinggi elevasi dan tinggi kecepatan, dapat pula
ditambah tinggi energi pada sistem (sebagai contoh pada kasus penggunaan
pompa) dan mengurangi tinggi energi pada sistem dengan adanya gesekan.
Keseimbangan energi diantara dua titik pada sistem (persamaan energi)
diterangkan dalam Walski, dkk (2003):
53
p1 V2 p V2
+ z 1 + +h p= 2 + z 2 + +h L
γ 2g γ 2g
(2)
dengan, p = tekanan (N/m2)
= berat jenis (N/m3)
z = elevasi (m)
V = kecepatan (m/s)
g = kecepatan gravitasi (m/s2)
hp = tambahan energi akibat pompa (m)
hL = gabungan kehilangan tenaga (m)
c.Persamaan Konservasi Momentum
Momentum suatu partikel atau benda didefinisikan sebagai
perkalian antara massa M dan kecepatan,
Momentum = M . v
Partikel-partikel zat cair mempunyai momentum. Oleh karena kecepatan aliran
berubah baik dalam besar maupun arahnya, maka momentum partikel-partikel
zat cair juga akan berubah. Menurut hukum Newton, perubahan momentum
tersebut dapat menyebabkan terjadinya gaya, yang sebanding dengan laju
perubahan momentum. Gaya yang terjadi karena adanya gerak zat cair disebut
dengan gaya dinamis dan gaya merupakan gaya tambahan pada gaya tekanan
hidrostatis.
Untuk menentukan laju perubahan momentum di dalam aliran zat
cair, dipandang tabung arus dengan tampang dA seperti ditunjukkan dalam
gambar 6.13. Dalam hal ini dianggap bahwa aliran melalui tabung arus adalah
mantap. Momentum melalui tabung dalam satu satuan waktu adalah :
dMomentum = dMv = v dA v = v2 dA (3)
54
dengan = rapat massa zat cair
v = rapat massa zat cair
A = tampang aliran
t = waktu
d.Tinggi garis tekanan
Garis tekanan adalah jumlah dari tinggi tekanan (P/γ) dengan tinggi
elevasi (z) yang ditunjukkan dengan kenaikan muka air pada tabung
piezometer. Titik ketinggian pada muka air pada reservoir dihubungkan dengan
titik ketinggian muka air pada tabung piezometer membentuk garis yang
disebut hydraulic grade line atau HGL.
55
Pada saat zat cair mengalir di dalam suatu bidang (pipa) akan terjadi
tegangan geser antara cairan dengan dinding pipa. Tegangan geser ini
merupakan hasil dari gesekan yang besarnya bergantung pada kecepatan zat
cair, koefisien gesekan, panjang dan diameter pipa, serta sifat dari zat cair yang
mengalir melalui pipa tersebut. Persamaan Darcy-Weisbach paling banyak
digunakan dalam aliran fluida secara umum. Untuk aliran air dengan viskositas
yang relatif tidak banyak berubah, persamaan Hazen-Williams dapat
digunakan.
Dalam Walski, dkk (2003) persamaan Darcy Weisbach untuk
menghitung kehilangan tenaga primer dirumuskan:
2 2
LV 8fLQ
hf=f =
D2g gD 5 π 2 (4)
1 k 2,51
√f
=−0,86ln
(+
3,7D Re √ f ) (5)
56
dengan
Re = angka Reynolds
D = diameter pipa (mm)
k = koefisien kekasaran dinding pipa (mm)
Kesulitan dalam menggunakan persamaan Colebrook-White adalah
persamaan tersebut berupa fungsi implisit dari faktor friksi (f terdapat dikedua
sisi persamaan). Maka, untuk menyelesaikan persamaan tersebut dilakukan
iterasi dengan menggunakan fasumsi sampai nilai kedua sisi sama. Diagram
Moody dikembangkan dari persamaan Colebrook-White sebagai solusi grafikal
untuk menentukan fdalam persamaan Darcy- Weisbach. Untuk memudahkan
dalam menentukan nilai f, maka digunakan persamaan Swamee-Jain yang
merupakan fungsi eksplisit dari nilai angka Reynolds dan koefisien kekasaran
dinding pipa.Persamaan Swamee-Jainkan dapat dinyatakan sebagai berikut:
1,325
f= 2
[(
ln
k 5,74
+ 0,9
3,7D Re )] (6)
57
C = faktor kapasitas Hazen-Williams
Cf = faktor konversi (SI=10.7)
Persamaan Hazen-Williams menggunakan C-faktor (faktor kapasitas),
semakin besar nilai C menunjukkan bahwa pipa tersebut makin halus.
Sebaliknya, jika semakin kecil nilai C maka pipa tersebut makin kasar.
Persamaan Manning untuk menetukan kehilangan tenaga primer
ditentukan oleh panjang pipa, besarnya aliran yang melaui pipa dan koefisien
kekasaran Manning. Persamaan Manning dapat dinyatakan :
2
C f ( nQ )
hf =
D 5. 33 (8)
dengan
n = koefisien kekasaran Manning
Cf = faktor konversi (SI= 10.29)
b. Kehilangan Tenaga Sekunder (Minor Losses)
Kehilangan tenaga sekunder atau minor losses adalah kehilangan
tenaga yang disebabkan oleh perubahan penampang pipa, sambungan, belokan
dan katup.Di dalam sistem distribusi alir bersih, minor losses biasanya jauh
lebih kecil daripada head loss.Oleh karena itu, minor losses cenderung
diabaikan.Akan tetapi, pada pipa pendek dengan kecepatan aliran yang tinggi
kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan. Pada pemecahan masalah
jaringan, minor losses biasanya diperlakukan konstan. Menurut Walski, dkk
(2003) kehilangan tenaga sekunder dirumuskan:
V2 Q2
he=K l =K l
2g 2gA 2 (9)
dengan he = minor losses (m)
Kl = koefisien minor losses
58
Tabel 1. Koefisien Kekasaran Pipa untuk Beberapa Material Pipa
59
normal kembali mulai dari tampang (2).
D1 V1 v2 D2
b.Penyempitan penampang
Pada pengecilan penampang yang mendadak garis aliran pada bagian hulu dari
sambungan akan menguncup dan akan mengecil pada vena kontrakta.
Percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa luas tampang pada vena
kontrakta sekitar 0,6 A2. Nilai kehilangan energi pada penyempitan penampang
selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut.
A c 2 V 22 V 22
he = (1− ) atau he = 0,44
A 2 2g 2g
D1 60
V1 v2 D2
c.Belokan
Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut belokan
pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokan adalah serupa dengan rumus pada
perubahan penampang yaitu :
2
V
hb = k b
2g
Dengan kb adalah koefisien kehilangan tenaga pada belokan, yang diberikan
oleh tabel 6.2 berikut.
Tabel 6.2 Koefisien kb sebagai fungsi sudut belokan
20o 40o 60o 80o 90o
k 0,05 0,14 0,36 0,74 0,98
61
air dari pipa yang terpotong akan mengalami pemadaman aliran air, sampai
dengan perbaikan selesai dilakukan. Keuntungan lain dari konfigurasi simpul
adalah karena lebih dari satu alur aliran air untuk sampai ke konsumen,
kecepatan aliran akan lebih rendah, dan kapasitas sistem dapat
ditingkatkan.Kebanyakan sistem suplai air merupakan kombinasi antara sistem
simpul dan sistem cabang (Walski, dkk, 2003).
Q in
Q out
A
B
1 2 3
62
hf total = hf1 + hf2 + hf3 +......+ hfn (persamaan konservasi energi)
Debit aliran pada pipa seri dapat dinyatakan sebagai
hf total = hf1 + hf2 + hf3
8f 1 L1 Q 2 8f 2 L2 Q 2 8f 3 L3 Q 2
1 2 3
hf = 2
+ 2
+
g. D 5 π g.D 5π g. D 5π2
1 2 3
2 2 2
8f 1 L1 Q 8f 2 L2 Q 8f 3 L3 Q
hf = 2
+ 2
+ 2
g. D 5 π g.D 5 π g.D 5π
1 2 3
8Q2 f 1 L1 f 2 L2 f 3 L3
hf=
(
g . π 2 D15
+
D5
2
+
D5
3
)
π √ 2 . g . hf
Q = 0,5
f .L f .L f .L f .L
(
4 1 1 + 2 2 + 3 3+ n n
D5 D5
1
D5
2
D5
3 n
)
Q in
Q out
A
1
B
2
3
63
Gambar 6.15 Model Aliran pada Pipa Paralel
π √2 . g . hf 1 π √2 . g . hf 2 π √ 2. g. hf 3
Q = 0,5
+ 0,5
+ 0,5
f 1 . L1 f 2 . L2 f 3 . L3
4
( ) ( ) ( )
D
1
5
4
D
2
5
4
D
3
5
64
c. Sambungan Pipa Campuran
Sambungan pipa campuran adalah sambungan pipa yang bercampur di
dalamnya antara seri dan paralel( di dalam seri ada pipa paralel atau
sebaliknya). Secara sederhana sambungan pipa seri dapat digambarkan sebagai
berikut.
Q in
Q out
A
1
B
2 3
4 7
5
6
Untuk menentukan pipa ekuivalen pada pipa seri terlebih dahulu kita
mengingat kaidah pada seri yaitu
hf total = hf1 + hf2 + hf3
65
Q1 = Q2 = Q3= ........... = Qn = ..........Q
sehingga
8f 1 L1 Q 8f 2 L2 Q 8f 3 L3 Q
12 22 32
hf = 2
+ 2
+ 2
g. D 5 π g.D 5π g. D 5π
1 2 3
8f e Le Q 2 8f 1 L1 Q 8f 2 L2 Q 8f 3 L3 Q
12 22 32
2
= 2
+ 2
+ 2
g. D 5 π g.D 5π g. D 5 π g.D 5 π
e 1 2 3
f e Le f 1 L1 f 2 L2 f 3 L3
= + +
D D D D
e5 15 25 35
pipa 1
pipa ekuivalen
pipa 2
pipa 3
Untuk menentukan pipa ekuivalen pada pipa paralel terlebih dahulu kita
mengingat kaidah pada paralel yaitu
Q = Q1 + Q2 + Q3 + ........... + Qn dan
π √ 2 . g . hf π √ 2 . g . hf 1 π √ 2 . g . hf 2 π √ 2. g. hf 3
= + +
f e . Le 0,5 f 1 . L1 0,5 f 2 . L2 0,5 f 3 . L3 0,5
4
( ) ( ) ( ) ( )
D5
e
4
D5
4
D5
1
4
D5
2 3
66
Contoh Soal
Dua buah reservoir dengan beda elevasi muka air 10 m dihubungkan
menggunakan dua buah pipa seri. Pipa pertama panjang 10 m, diameter 15 cm,
pipa kedua panjang 20 m, diameter 20 cm. Koefisien kekasaran kedua pipa
sama, f = 0,04. Hitung debit aliran dalam pipa.
67
Penyelesaian :
H=10 m
d1=15 cm
d2=20 cm
L1=10 m L2=20 m
Latihan Soal
68
L1 = L4 = 200 m L2 = L3 = 100 m
D1 = D3 = D 4 = 0,163 m D2 = 0,263
f 1 = f 2 = f 3 = f 4 = 0,0263 m
PENYELESAIAN
Rangkaian 1 (Pipa 2 dan Pipa 3)
f e 1 × L e1f 2 × L 2 f 3 × L3
5
= 5
+ 5
D e1 D2 D3
0,03× 200 0,0263× 100 0,0263 ×100
= +
D e15 0,2635 0,1635
0,03× 200
=2.090,15+22.856,92
D e15
6
=24.947,07
D e15
D e1 =
5
√ 6
24.947,07
=0,189 m
69
D e1 =0,189 m
3
Qe1 =0,089 m /s
1 1 1
= +
√√ √
f e2 × Le2
De25
De 2
5
f 4 × L4
D 45
1
f e 1 × Le 1
De 15
1
√
= +
√ D e 25 = 1 + 1
√
√0,03 ×200 0,0263× 200 0,03 ×200
0,163
5
0,189
5
√
√ 0,03 ×200 213,8 157,732
√ De 25 =0,0047+0,0063
√6
√ De25=0,011 √6
5
D e 2=√ 0,0272=0,236 m
π √ 2. g . hf π √2 . 9,81. 16,3 56,153 56,153
Qe1 = = = = =1,55
4 √ 8.195,798 362,123
4
√ f e 2 × Le 2
De 2
5
4
√ 0,03 ×200
0,2365
D e 2=0,236 m
3
Qe1 =1,55 m / s
70
f etotal × Letotal f 1 × L1 f e 2 × L e2
5
= 5
+ 5
D etotal D1 D e2
0,03× 400 0,0263 ×200 0,03× 200
= +
Detotal5 0,1635 0,2365
12
=45.713,842+8195,798
D etotal5
12
5
=53.909,63
D etotal
D etotal=
√
5 12
53.909,63
π √2 . g . h f
=0,186 m
= √
π 2. 9,81 .16,3 56,153 56,153
Qetotal= = = =0,06
4 √53909,63 928,685
4
Detotal=0,186 m
√
f etotal × Letotal
Detotal5 √4
0,03 × 400
0,1865
3
Qetotal=0,06 m /s
71
Kolam A
Pipa 1
Kolam B
Pipa 3
Pipa 2
Pipa 4
72
6.6.Persamaan Aliran pada Jaringan Pipa
Zat cair memiliki energi dalam tiga bentuk. Besarnya energi tersebut
tergantung dari gerakan zat cair (energi kinematik), ketinggian (energi
potensial), dan tekanan (energi tekanan). Di dalam sebuah sistem hidraulika,
zat cair dapat berupa gabungan dari tiga jenis energi tersebut. Jumlah total dari
gabungan 3 energi itu disebut tinggi energi (head). Pada aplikasi hidraulikanya
energi kinematik diwakilkan oleh tinggi kecepatan (V 2/2g), energi potensial
diwakilkan oleh tinggi elevasi (z) dan energi tekanan diwakilkan oleh tinggi
tekanan (P/γ). Dalam Bambang Triatmodjo (1993) tinggi energi dirumuskan:
V2
H=z + ( )( )
p
γ
+
2g (10)
dengan, H = tinggi energi (m)
z = elevasi (m)
p = tekanan (N/m2)
γ = berat jenis (N/m3)
V = kecepatan aliran (m/det)
g = kecepatan gravitasi (m/det2)
Pada setiap volume penampung dalam sistem yang dialiri fluida
nonkompresibel, maka jumlah volume atau massa aliran fluida yang masuk
harus sama dengan aliran mengalir keluar mengurangi perubahan pada
penampungan. Persamaan kontunitas dapat dirumuskan persamaan untuk
konservasi massa sebagai berikut:
dengan
73
Qin = jumlah aliran yang masuk pada titik
Qout = jumlah kebutuhan pada titik
ΔV s = perubahan pada volume penampung
Δt = perubahan waktu
Bernoulli menyatakan dalam prinsip konservasi energi bahwa
perbedaan energi antara dua titik harus sama tanpa memperhatikan jalan yang
dilalui. Pemberian tanda untuk kehilangan tenaga harus konsisten sesuai
dengan arah aliran asumsi (Walski, dkk, 2003).
3' loss
AA
A C
Prinsip dasar yang sama dapat diaplikasikan pada setiap pipa diantara
dua titik. Pada Gambar 1 gabungan kehilangan tenaga disekeliling loop harus
sama dengan nol untuk memperoleh hydraulic grade yang sama, dimana, A ke
B ke C = A ke C.
Metode dalam menganalisis besarnya debit dan arah aliran fluida
dalam sistem jaringan pipa adalah didasarkan pada dua persamaan, yaitu
persamaan konservasi energi dan konservasi massa. Pada persamaan konservasi
energi menyatakan bahwa perbedaan energi antara dua titik harus sama tanpa
74
memperhatikan jalan yang dilalui. Pemberian tanda untuk kehilangan tenaga
harus konsisten sesuai dengan arah aliran asumsi (Walski, dkk, 2003). Untuk
persamaan konservasi massa menyatakan bahwaa setiap volume penampung
dalam sistem yang dialiri fluida nonkompresibel, maka jumlah volume atau
massa aliran fluida yang masuk harus sama dengan aliran mengalir keluar
mengurangi perubahan pada penampungan.
Metode penyelesaian analisis aliran pada system jaringan pipa dapat
dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah metode matrik dan
metode Hardy-Cross (Bambang Triatmodjo, 1993). Steffler (dalam Robert
J.Kodoati 2002) mengenalkan penyelesaian analisis aliran pada jaringan pipa
berupa metode solusi.
Metode iterasi Hardy-Cross sangat popular dan telah lama digunakan
untuk menganalisis aliran pada jaringan pipa. Dalam penggunaan di lapangan
metode dengan berbagai variasi permasalahannya telah dikembangkan metode
baru, yaitu metode elemen hingga. Metode Hardy Cross adalah salah satu cara
untuk menyelesaikan perhitungan sistem jaringan pipa. Berikut adalah contoh
suatu sistem jaringan pipa.
e f
h g
75
Gambar 6.19. Model Aliran pada Jaringan Pipa
76
lebih besar dari nol ( kQ2>0), maka arah koreksi debit berlawanan jarum jam
(negatif). Dan sebaliknya, jika jumlah kehilangan tenaga lebih kecil dari nol,
maka arah koreksi debit searah jarum jam.
Contoh soal.
77
Hitunglah: a) Q1, Q2, Q3, Q4, Q5 dan Q6 !
b) Arah aliran pada tiap pipa!
Penyelesaian:
Menghitung k
78
D1
¿
¿
¿5
¿
0,2
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 1 x L1
k 1= ¿
D2
¿
¿
¿5
¿
0,2
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 2 x L2
k 2= ¿
D3
¿
¿
¿5
¿
0,18
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 3 x L3
k 3= ¿
79
D4
¿
¿
¿5
¿
0,18
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 4 x L4
k 4= ¿
D5
¿
¿
¿5
¿
0,15
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 5 x L5
k 5= ¿
D6
¿
¿
¿5
¿
0,15
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 6 x L6
k6 = ¿
Menghitung k relatif
206,5671 349,8233
kr 1 = =1 k r 4= =1,6935
206,5671 206,5671
206,5671 80 587,568
k r 2= =1 kr 5 = =2,8444
206,5671 206,5671
349,8233 587,5688
kr 3 = =1,6935 k r 6= =2,8444
206,5671 206,5671
Trial 1
2 2
Hf 1 =kr 1 x Q 1=1 x 0.35 =0.1225
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.05 =0.0025
Hf 3 =kr 3 x Q23=1.69 x 0.052=0.0042
81
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.2 =0.0677
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.05 =0.0071
Hf 6 =kr 6 x Q 26 =2.84 x 0.05 2=0.0071
Loop 1 Evaluasi :
Searah=Hf 1+ Hf 3 + Hf 4=0.1945
Perbedaan besar hf searah dan tidak searah
Tidak searah=Hf 2=0.0025
kedua loop terlalu besar. Persepsi arah
Persentase kesamaan = 1.28% harus diubah; besar Q searah untuk loop 1
Loop 2 harus diperkecil; besar Q tidak searah pada
Searah=Hf 5=0.0071 loop 2 harus diperkecil
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0025
Persentase kesamaan = 9.5%
Trial 2
82
Hf 1 =kr 1 x Q 21=1 x 0.252 =0.0625
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.15 =0.0225
Hf 3 =kr 3 x Q23=1.69 x 0.052=0.0042
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.1 =0.0169
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.05 =0.0071
2 2
Hf 6 =kr 6 x Q 6 =2.84 x 0.05 =0.0071
Loop 1 Evaluasi :
Persepsi arah terlihat sudah benar tinggal
83 menyesuaikan besar Q tiap pipa agar
mendekati sama.
Loop 1 : hf searah diperkecil dan hf tidak
searah harus diperbesar
Searah=Hf 1+ Hf 4 =0.0794
Tidak searah=Hf 2 + Hf 3 =0.0267
Persentase kesamaan = 33.65%
Loop 2
Searah=Hf 5=0.0071
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0240
Persentase kesamaan = 29.57%
Trial 3
84
Hf 1 =kr 1 x Q 21=1 x 0.22=0.04
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.2 =0.04
2 2
Hf 3 =kr 3 x Q3=1.69 x 0.1 =0.0169
2 2
Hf 4=kr 4 x Q 4 =1.69 x 0.05 =0.0042
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.05 =0.0071
2 2
Hf 6 =kr 6 x Q 6 =2.84 x 0.05 =0.0071
Loop 1 Evaluasi :
Persentase kesamaan dari kedua loop
85 sudah lebih meningkat dibandinngkan trial
kedua.
Searah=Hf 1+ Hf 4 =0.0442
Tidak searah=Hf 2 + Hf 3 =0.0569
Persentase kesamaan = 77.69%
Loop 2
Searah=Hf 5=0.0071
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0113
Persentase kesamaan = 62.68%
Trial 4
86
2 2
Hf 1 =kr 1 x Q 1=1 x 0.22 =0.0484
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q2=1 x 0.18 =0.0324
2 2
Hf 3 =kr 3 x Q 3=1.69 x 0.08 =0.0108
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.06 =0.0061
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.06 =0.0102
Hf 6 =kr 6 x Q 26 =2.84 x 0.04 2=0.0046
Loop 1 Evaluasi :
Loop 1 : persentase kesamaan sudah
87 mendekati 80 %. Hf searah harus dikurangi
sedikit dengan mengubah besar Q
Loop 2
Searah=Hf 5=0.0102
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0106
Persentase kesamaan = 96.17%
Trial 5
88
2 2
Hf 1 =kr 1 x Q 1=1 x 0.215 =0.0462
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.185 =0.0342
2 2
Hf 3 =kr 3 x Q 3=1.69 x 0.085 =0.0122
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.055 =0.0051
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.06 =0.0102
Hf 6 =kr 6 x Q 26 =2.84 x 0.04 2=0.0046
Loop 1 Evaluasi :
Loop 1 : Persentase kesamaan sudah lebih
89 dari 80% besar Q yang diasumsikan sudah
bisa diterima.
Loop 2
Searah=Hf 5=0.0102
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0097
Persentase kesamaan = 94.47%
Kesimpulan
Jadi, bisa disimpulkan asumsi trial 5 bisa digunakan dengan
data :
Besar Q
90
2.Sebuah jaringan pipa memiliki karakteristik pipa k1 = 2, k2 = 4 , k3 = 1, k4
= 5, k5 = 1. Tentukan debit dan arah aliran masing-masing pipa .
20 l /det
Pipa 4
Pipa 3
100 l /det
50 l /det
Pipa 2
91
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut
adalah menentukan secara sebarang debit aliran melalui setiap pipa
berdasarkan persamaan kontinuitas.Pada setiap titik simpul,debit aliran menuju
dan meninggalkan titik tersebut adalah sama. Sebagai contoh, pada titik simpul
A,debit menuju titik A adalah 100 berdasarkan hukum kontinuitas debit
meninggalkan titik A (melalui pipa AB dan AC) harus sama dengan 100, yang
dalam hal ini dipilih (sebarang) 70 dan 30. Dengan cara yang sama ditentukan
debit aliran melalui pipa-pipa lainnya, seperti yang diberikan dalam gambar
7.13.
Loop 1
No pipa kQ2 2kQ
2
1 2 x 70 = 9800 2 x 2 x 70 = 280
2 1 x 352 = 1225 2 x 1 x 35 = 70
3 4 x 302 = -3600 2 x 4 x 40 = 240
kQ2 = 7425 │2kQ│ = 590
Loop 2
No pipa kQ2 2kQ
2
4 5 x 15 = 1125 2 x 5 x 15 = 150
5 1 x 352 = -1225 2 x 1 x 35 = 70
2 1 x 352 = -1225 2 x 1 x 35 = 70
kQ2 = -1325 │2kQ│ = 290
Koreksi debit :
7425
Q1 = = 13
590
−1325
Q2 = = −5
290
92
Debit aliran yang ditetapkan dalam langkah pertama ini merupakan debit
pendekatan yang biasanya belum benar,sehingga diperlukan koreksi guna
memperbaiki debit tersebut yang akhirnya sampai pada debit yang benar.
Untuk itu jaringan pipa dibagi menjadi sejumlah jaring tertutup sedemikian
sehingga tiap pipa termasuk dalam paling sedikit satu jaring. Dalam soal ini
jaringan pipa dibagi menjadi 2 yaitu jaring I (ABC) dan II (BCD). Koreksi
debit dihitung dengan rumus (point 3). Hitungan dilakukan dengan
menggunakan tabel untuk jaring I dan II,dan berdasarkan pada suatu titik yang
berada di dalam suatu jaringan. Aliran yang searah perputaran jarum jam
(terhadap titik di dalam jaringan) diberi tanda positip dan yang berlawanan
diberi tanda negatip. Hitungan dalam tabel dilakukan secara berurutan mulai
dari aliran yang searah jarum jam. Sebagai contoh dalam jaring I,aliran melalui
pipa AB dan BC adalah searah perputaran jarum jam,sedang aliran melalui pipa
AC berlawanan.Oleh karena itu hitungan dalam jaring I diurutkan dari pipa
AB, BC dan AC. Kemudian dihitung nilai kQ2 dan 2kQ untuk masing-masing
pipa, dan selanjutnya dihitung jumlah aljabar dari kedua nilai tersebut,sehingga
akhirnya dapat dihitung koreksi debit ΔQ. Dengan cara yang sama dihitung
koreksi debit untuk jaring II. Dalam soal tersebut didapat ΔQ1 =13 dan ΔQ2 =
-5. Kedua nilai tersebut kemudian dikoreksikan pada debit pemisalan pertama.
Nilai ΔQ1 adalah positip. Agar supaya debit aliran yang searah dan
berlawanan perputaran jarum seimbang, maka aliran positip (AB dan BC)
harus dikurangi sedang aliran negatip ditambah dengan nilai ΔQ. Dengan
demikian nilai ΔQ1 mempunyai arah berlawanan dengan perputaran jarum jam.
Koreksi debit juga dilakukan dengan cara yang sama untuk jaring II.Untuk pipa
BC yang merupakan anggota dari jaring I dan II, aliran harus dikoreksi dengan
93
koreksi debit ΔQ1 dan ΔQ2. Gambar 6.21. memberikan debit yang telah
dikoreksi.
Prosedur hitungan seperti di atas diulangi lagi untuk mendapatkan debit
aliran yang lebih baik. Hitungan tersebut memberikan nilai ΔQ kecil (<5%
debit terkecil), sehingga hitungan dapat dihentikan. Hasil akhir adalah akhir
dari aliran yang telah dikoreksi dengan nilai ΔQ 1 dan ΔQ2 yang terakhir,dan
diberikan dalam gambar 6.22.
Pipa 1 Pipa 4
94
Pipa 3
40 l /det
95