Anda di halaman 1dari 50

BAB VI

FLUIDA MENGALIR
6.1 Ragam Aliran
Aliran air dapat dibedakan menjadi beberapa jenis aliran menurut beberapa
tinjauan.
a.Aliran ditinjau dari sisi waktu.
a.1 Aliran Permanen
Yaitu aliran yang sepanjang waktu variabel-variabelnya (kedalaman, kecepatan
dan debit aliran) konstan atau tidak mengalamai perubahan.
Secara matematik aliran ini dapat digambarkan sebagai berikut.
h,v,q

h,v,Q = konstan

Gambar 6.1 Model aliran permanen t


a.2 Aliran Tidak permanen
Yaitu aliran yang sepanjang waktu variabel-variabelnya (kedalaman, kecepatan
dan debit aliran)tidak konstan atau mengalamai perubahan. Secara matematik
aliran ini dapat digambarkan sebagai berikut.
h,v,q

h,v,Q = f(t) = tidak konstan

t
Gambar 6.2 Model aliran tidak permanen

46
b.Aliran ditinjau dari sisi arah aliran
b.1 Aliran Seragam
Yaitu aliran yang sepanjang arah memanjang variabel-variabelnya (kedalaman,
kecepatan dan debit aliran) konstan atau tidak mengalamai perubahan.
Secara matematik aliran ini dapat digambarkan sebagai berikut.

h,v,q

h,v,q = konstan

x
Gambar 6.3 Model aliran seragam
b.2 Aliran Tidak Seragam
Yaitu aliran yang sepanjang arah memanjang variabel-variabelnya (kedalaman,
kecepatan dan debit aliran) tidak konstan atau mengalamai perubahan.
Secara matematik aliran ini dapat digambarkan sebagai berikut.

h,v,q
h,v,q = f(t) = tidak konstan

Gambar 6.4 Model aliran tidak seragam

c.Aliran ditinjau dari nilai bilangan Reynolds (Re)

47
Bilangan reynold adalah bilangan yang menyatakan perbandingan antara
kecepatan rerata dengan kekentalan kinematik. Berdasarkan bilangan reynold
aliran dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu
c.1Aliran laminer, yaitu apabila bilangan Reynolds < dari 500
c.2 Aliran turbulen yaitu apabila bilangan Reynolds > dari 25000 dan
c.3 Aliran transisi yaitu apabila bilangan Reynolds antara 500 dan 25000
Secara fisik, suatu aliran dikatakan laminer bila setiap partikel yang melalui
titik tertentu selalu mempunyai lintasan (garis arus) yang tertentu pula.
Partikel-partikel yang pada suatu saat tiba di K akan mengikuti lintasan yang
terlukis pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.5 Model aliran laminer


Suatu aliran transisi secara fisik lintasan partikelnya kurang lebih dapat
digambarkan seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.6 Model aliran transisi

Suatu aliran dikatakan turbulen bila setiap partikel yang melalui titik tertentu
selalu mempunyai lintasan (garis arus) yang tidak berupa garis lurus, tetapi

48
berupa garis berkelok-kelok (acak). Partikel-partikel yang pada suatu saat tiba
di K akan mengikuti lintasan yang terlukis pada gambar di bawah ini.

Gambar 6.7 Model aliran turbulen


d. Berdasarkan bilangan Froude
Bilangan Froude adalah bilangan yang menyatakan perbandingan antara
kecepatan dengan kecepatan gelombang di air dangkal atau dapat dirumuskan
sebagai berikut
V
Fr =
√ g.h
Berdasarkan bilangan froude, maka aliran dapat dibagi menjadi
a.Aliran subkritik, yaitu apabila Fr < 1
Pada aliran ini kecepatan aliran rarata (V) dibanding dengan kecepatan
gelombang adalah lebih kecil, sehingga gelombang masih terjadi ke segala
arah, baik hulu maupun hilir dengan proporsi gelombang searah aliran lebih
besar dibandingkan dengan yang berlawanan arah aliran.

Gambar 6.8 Model aliran sub kritik


b.Aliran kritik, yaitu apabila Fr =1 dan
Pada aliran ini kecepatan aliran rarata (V) dibanding dengan kecepatan
gelombang adalah sama, sehingga gelombang hanya terjadi ke arah aliran

49
(hilir) dan ke samping kiri dan kanan, sedangkan gerakan gelombang kearah
berlawanan atau hulu tidak terjadi.

Gambar 6.9 Model aliran kritik


c.Aliran superkritik, yaitu apabila Fr > 1
Pada aliran ini kecepatan aliran rarata (V) dibanding dengan kecepatan
gelombang adalah lebih besar, sehingga gelombang hanya terjadi ke arah aliran
(hilir) dan ke samping kiri dan kanan, sedangkan gerakan gelombang kearah
berlawanan atau hulu tidak terjadi disertai dengan pergeseran pusat terjadinya
gelombang kearah aliran

Gambar 6.10 Model aliran super kritik

6.2 Debit Aliran dan Luas Tampang


Fluida mengalir dengan kecepatan tertentu, misalnya V meter /detik.
Penampang tabung alir seperti terlihat pada gambar di atas berpenampang A,
maka yang dimaksud dengan debit fluida adalah volume fluida yang mengalir
persatuan waktu melalui suatu pipa dengan luas penampang A dan dengan
kecepatan V.

50
Q = volume / Δt
Q = A. x/ Δt
atau Q =A. V
A = luas penampang (m2) , V = kecepatan rerata (m/s)

x
Gambar 6.11 Model debit dan luas tampang aliran

Q = debit fluida dalam satuan SI m/det


Vol = volume fluida (m3)
A = luas penampang tabung aliran (m2)
V = kecepatan alir fluida (m/det)

6.3 Persamaan-Persamaan pada Aliran Fluida


Ada 3 persamaan yang sangat penting untuk menganalisis aliran yaitu
a.Persamaan konservasi massa atau persamaan kontinuitas
Persamaan kontinuitas atau konservasi massa menyatakan bahwa
massa di dalam suatu sistem adalah konstan terhadap waktu yaitu.
dm
=0
dt
Dengan kata-kata, persamaan kontinuitas dapat dinyatakan bahwa laju
pertambahan terhadap waktu untuk massa dalam sebuah sistem adalah tepat

51
sama dengan laju bersih aliran masuk massa dikurangi dengan aliran keluar
pada sistem tersebut.
Perhatikan tabung alir di bawah ini.
ds1 = v1.t

1 ds2 = v2.t

Gambar 6.12. Aliran permanen pada tabung aliran


A1 adalah penampang lintang tabung alir di titik 1. A2 adalah penampang
lintang tabung alir di titik 2. Kecepatan alir fluida di titik 1 adalah v1 dan
kecepatan alir fluida di titik 2 adalah v2. Di penampang 1 laju bersih aliran
massa keluar adalah 1.v1.dA1 dan di penampang 2 aliran massanya adalah
2.v2.dA2. Karena tidak ada aliran melalui dinding tabung maka
1.v1.dA1 = 2.v2.dA2.

sehingga A1.V1 = A2.V2


Persamaan ini disebut persamaan kontinuitas.
A.v yang merupakan debit fluida sepanjang tabung alir selalu konstan (tetap
sama nilainya), walaupun A dan v masing-masing berbeda dari tempat yang
satu ke tempat yang lain. Maka disimpulkan :

Q = A1.V1 = A2.V2 = konstan

Q1 Q2
Q3

52
Q1 = Q2 + Q3
V1. A1 = V2.A2 + V3.A3

b. Persamaan konservasi energi


Zat cair memiliki energi dalam tiga bentuk. Besarnya energi tersebut
tergantung dari gerakan zat cair (energi kinetik) sebesar V 2/2g, ketinggian
(energi potensial) sebesar z, dan tekanan (energi tekanan) sebesar P/. Di dalam
sebuah sistem hidraulika, zat cair dapat berupa gabungan dari tiga jenis energi
tersebut. Jumlah total dari gabungan 3 energi itu disebut tinggi energi (head).
Dalam Bambang Triatmodjo (1996) tinggi energi dirumuskan:

V2
H=z +
p
γ ( )( )
+
2g
(1)
dengan, H = tinggi energi (m)
Z = elevasi (m)
p = tekanan (N/m2)
γ = berat jenis (N/m3)
V = kecepatan aliran (m/det)
g = kecepatan gravitasi (m/det2)
Disamping tinggi tekanan, tinggi elevasi dan tinggi kecepatan, dapat pula
ditambah tinggi energi pada sistem (sebagai contoh pada kasus penggunaan
pompa) dan mengurangi tinggi energi pada sistem dengan adanya gesekan.
Keseimbangan energi diantara dua titik pada sistem (persamaan energi)
diterangkan dalam Walski, dkk (2003):

53
p1 V2 p V2
+ z 1 + +h p= 2 + z 2 + +h L
γ 2g γ 2g
(2)
dengan, p = tekanan (N/m2)
 = berat jenis (N/m3)
z = elevasi (m)
V = kecepatan (m/s)
g = kecepatan gravitasi (m/s2)
hp = tambahan energi akibat pompa (m)
hL = gabungan kehilangan tenaga (m)
c.Persamaan Konservasi Momentum
Momentum suatu partikel atau benda didefinisikan sebagai
perkalian antara massa M dan kecepatan,
Momentum = M . v
Partikel-partikel zat cair mempunyai momentum. Oleh karena kecepatan aliran
berubah baik dalam besar maupun arahnya, maka momentum partikel-partikel
zat cair juga akan berubah. Menurut hukum Newton, perubahan momentum
tersebut dapat menyebabkan terjadinya gaya, yang sebanding dengan laju
perubahan momentum. Gaya yang terjadi karena adanya gerak zat cair disebut
dengan gaya dinamis dan gaya merupakan gaya tambahan pada gaya tekanan
hidrostatis.
Untuk menentukan laju perubahan momentum di dalam aliran zat
cair, dipandang tabung arus dengan tampang dA seperti ditunjukkan dalam
gambar 6.13. Dalam hal ini dianggap bahwa aliran melalui tabung arus adalah
mantap. Momentum melalui tabung dalam satu satuan waktu adalah :
dMomentum = dMv =  v dA v =  v2 dA (3)

54
dengan  = rapat massa zat cair
v = rapat massa zat cair
A = tampang aliran
t = waktu
d.Tinggi garis tekanan
Garis tekanan adalah jumlah dari tinggi tekanan (P/γ) dengan tinggi
elevasi (z) yang ditunjukkan dengan kenaikan muka air pada tabung
piezometer. Titik ketinggian pada muka air pada reservoir dihubungkan dengan
titik ketinggian muka air pada tabung piezometer membentuk garis yang
disebut hydraulic grade line atau HGL.

d.Tinggi garis energi


Garis Energi adalah jumlah dari garis tekanan dan tinggi kecepatan
(V2/2g) yang ditunjukkan dengan kenaikan muka air pada tabung pitot. Titik
ketinggian pada muka air pada reservoir dihubungkan dengan titik ketinggian
muka air pada tabung pitot membentuk garis yang disebut energy grade line
atau EGL.

6.4 Kehilangan Energi


Kehilangan tenaga pada pipa terjadi karena dua hal yaitu, gesekan
disepanjang dinding pipa dan karena perubahan diameter pipa, sambungan,
belokan dan katup.Kehilangan tenaga akibat gesekan disepanjang dinding pipa
disebut kehilangan tenaga primer (head losses/friction losses), sedangkan
kehilangan tenaga akibat perubahan pipa diameter pipa, sambungan, belokan
dan katup disebut kehilangan tenaga sekunder (minor losses).
a. Kehilangan Tenaga Primer (Friction Losses)

55
Pada saat zat cair mengalir di dalam suatu bidang (pipa) akan terjadi
tegangan geser antara cairan dengan dinding pipa. Tegangan geser ini
merupakan hasil dari gesekan yang besarnya bergantung pada kecepatan zat
cair, koefisien gesekan, panjang dan diameter pipa, serta sifat dari zat cair yang
mengalir melalui pipa tersebut. Persamaan Darcy-Weisbach paling banyak
digunakan dalam aliran fluida secara umum. Untuk aliran air dengan viskositas
yang relatif tidak banyak berubah, persamaan Hazen-Williams dapat
digunakan.
Dalam Walski, dkk (2003) persamaan Darcy Weisbach untuk
menghitung kehilangan tenaga primer dirumuskan:
2 2
LV 8fLQ
hf=f =
D2g gD 5 π 2 (4)

dengan, hf = kehilangan tenaga akibat gesekan (m)


f = koefisien gesekan Darcy-Weisbach
L = panjang pipa (m)
V = kecepatan aliran (m/det)
D = diameter pipa (m)
g = kecepatan gravitasi (9,81 m/det2)
Q = debit aliran (l/det)
Besarnya koefisien gesek Darcy-Weisbach (f) tergantung dari
kecepatan aliran, berat jenis zat cair, kekentalan kinematik zat cair, diameter
pipa dan kekasaran dinding pipa. Nilai f ditentukan dengan menggunakan
persamaan Colebrook-White dalam Walski, dkk (2003):

1 k 2,51
√f
=−0,86ln
(+
3,7D Re √ f ) (5)

56
dengan
Re = angka Reynolds
D = diameter pipa (mm)
k = koefisien kekasaran dinding pipa (mm)
Kesulitan dalam menggunakan persamaan Colebrook-White adalah
persamaan tersebut berupa fungsi implisit dari faktor friksi (f terdapat dikedua
sisi persamaan). Maka, untuk menyelesaikan persamaan tersebut dilakukan
iterasi dengan menggunakan fasumsi sampai nilai kedua sisi sama. Diagram
Moody dikembangkan dari persamaan Colebrook-White sebagai solusi grafikal
untuk menentukan fdalam persamaan Darcy- Weisbach. Untuk memudahkan
dalam menentukan nilai f, maka digunakan persamaan Swamee-Jain yang
merupakan fungsi eksplisit dari nilai angka Reynolds dan koefisien kekasaran
dinding pipa.Persamaan Swamee-Jainkan dapat dinyatakan sebagai berikut:
1,325
f= 2

[(
ln
k 5,74
+ 0,9
3,7D Re )] (6)

Persamaan lain untuk menentukan kehilangan tenaga primer adalah


persamaan Hazen-Williams yang banyak digunakan di Amerika Utara.
Persamaan Hazen-Williams dapat dinyatakan sebagai:
Cf L
hf= 1 .852 4 . 87
Q 1. 852
C D (7)
dengan
hf = kehilangan tenaga akibat gesekan (m)
L = panjang pipa (m)

57
C = faktor kapasitas Hazen-Williams
Cf = faktor konversi (SI=10.7)
Persamaan Hazen-Williams menggunakan C-faktor (faktor kapasitas),
semakin besar nilai C menunjukkan bahwa pipa tersebut makin halus.
Sebaliknya, jika semakin kecil nilai C maka pipa tersebut makin kasar.
Persamaan Manning untuk menetukan kehilangan tenaga primer
ditentukan oleh panjang pipa, besarnya aliran yang melaui pipa dan koefisien
kekasaran Manning. Persamaan Manning dapat dinyatakan :
2
C f ( nQ )
hf =
D 5. 33 (8)
dengan
n = koefisien kekasaran Manning
Cf = faktor konversi (SI= 10.29)
b. Kehilangan Tenaga Sekunder (Minor Losses)
Kehilangan tenaga sekunder atau minor losses adalah kehilangan
tenaga yang disebabkan oleh perubahan penampang pipa, sambungan, belokan
dan katup.Di dalam sistem distribusi alir bersih, minor losses biasanya jauh
lebih kecil daripada head loss.Oleh karena itu, minor losses cenderung
diabaikan.Akan tetapi, pada pipa pendek dengan kecepatan aliran yang tinggi
kehilangan tenaga sekunder harus diperhitungkan. Pada pemecahan masalah
jaringan, minor losses biasanya diperlakukan konstan. Menurut Walski, dkk
(2003) kehilangan tenaga sekunder dirumuskan:

V2 Q2
he=K l =K l
2g 2gA 2 (9)
dengan he = minor losses (m)
Kl = koefisien minor losses

58
Tabel 1. Koefisien Kekasaran Pipa untuk Beberapa Material Pipa

Pipe Material e (mm) e (ft.) Pipe Material e (mm) e (ft.)

Glass, drawn Cast iron (new) 0.26 0.00085


brass, copper 0.0015 0.000005 Concrete (steel
(new) forms, smooth) 0.18 0.0006
Seamless 0.004 0.000013 Concrete (good
commercial steel joints, average) 0.36 0.0012
(new) 0.0048 0.000016 Concrete (rough,
Commercial steel 0.045 0.00015 visible, form marks) 0.60 0.002
(enamel coated) 0.045 0.00015 Riveted steel (new)
Commercial steel 0.12 0.0004 Corrugated metal 0.9 ~ 9.0 0.003 –
(new) 0.15 0.0005 45 0.03
Wrought iron 0.15
(new)
Asphalted cast
iron (new)
Galvanized iron

(Sumber: WaterCad Users Guide)


Beberapa hal yang menyebabkan kehilangan energi sekunder adalah :
a.Perbesaran penampang
Perbesaran penampang mendadak dari aliran mengakibatkankenaikan
tekanan dari p1 menjadi p2 dan kecepatan turun dari v1 menjadi v2. Pada
tempat di sekitar perbesaran penampang (1) akan terjadi olakan dan aliran akan

59
normal kembali mulai dari tampang (2).

D1 V1 v2 D2

Gambar 6.13. Perbesaran pipa


Kehilangan tenaga akibat perbesaran penampang dapat dinyatakan sebagai
berikut:
V A1 2
12
he = k dengan k =(1- )
2g A2

b.Penyempitan penampang
Pada pengecilan penampang yang mendadak garis aliran pada bagian hulu dari
sambungan akan menguncup dan akan mengecil pada vena kontrakta.
Percobaan yang dilakukan menunjukkan bahwa luas tampang pada vena
kontrakta sekitar 0,6 A2. Nilai kehilangan energi pada penyempitan penampang
selanjutnya dapat dirumuskan sebagai berikut.

A c 2 V 22 V 22
he = (1− ) atau he = 0,44
A 2 2g 2g

D1 60
V1 v2 D2

Gambar 6.14.Pengecilan penampang

c.Belokan
Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut belokan
pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokan adalah serupa dengan rumus pada
perubahan penampang yaitu :
2
V
hb = k b
2g
Dengan kb adalah koefisien kehilangan tenaga pada belokan, yang diberikan
oleh tabel 6.2 berikut.
Tabel 6.2 Koefisien kb sebagai fungsi sudut belokan 
 20o 40o 60o 80o 90o
k 0,05 0,14 0,36 0,74 0,98

6.5.Aliran pada Pipa


Sistem distribusi aliran pada pipa dapat berupa simpul (looped) atau
cabang (branched).Pada sistem simpul, terdapat beberapa alur berbeda yang
dapat dilalui oleh air untuk mengalir dari sumber ke beberapa konsumen. Pada
sistem cabang, dinamakan pula sistem pohon (tree) atau dendritic system, air
hanya memiliki satu buah alur yang dapat dilewati untuk mengalir dari sumber
ke konsumen. Sistem simpul secara umum lebih disukai daripada sistem
cabang. Pada sistem simpul, pipa yang terpotong tersebut dapat diisolasi dan
diperbaiki dengan resiko yang lebih rendah pada konsumen yang berada di luar
area tersebut. Pada sistem cabang,konsumen yang berada sejalan dengan aliran

61
air dari pipa yang terpotong akan mengalami pemadaman aliran air, sampai
dengan perbaikan selesai dilakukan. Keuntungan lain dari konfigurasi simpul
adalah karena lebih dari satu alur aliran air untuk sampai ke konsumen,
kecepatan aliran akan lebih rendah, dan kapasitas sistem dapat
ditingkatkan.Kebanyakan sistem suplai air merupakan kombinasi antara sistem
simpul dan sistem cabang (Walski, dkk, 2003).

a. Sambungan Pipa Seri


Sambungan pipa seri adalah sambungan pipa dengan menyambung ujung pipa
satu dengan ujung pipa yang lain. Secara sederhana sambungan pipa seri dapat
digambarkan sebagai berikut.

Q in

Q out
A

B
1 2 3

Gambar 6.14 Model Aliran pada Pipa Seri


Pada sambungan pipa seri maka terdapat dua hal yaitu
1. Debit yang lewat pada pipa 1, pipa 2 dan seterusnya adalah sama. Atau
dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
Q1 = Q2 = Q3 = ........... = Qn = ..........Q (persamaan konservasi
massa)
2. Jumlah kehilangan energi (hf total) adalah jumlah dari kehilangan
energi pada masing-masing pipa. Atau dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut.

62
hf total = hf1 + hf2 + hf3 +......+ hfn (persamaan konservasi energi)
Debit aliran pada pipa seri dapat dinyatakan sebagai
hf total = hf1 + hf2 + hf3
8f 1 L1 Q 2 8f 2 L2 Q 2 8f 3 L3 Q 2
1 2 3
hf = 2
+ 2
+
g. D 5 π g.D 5π g. D 5π2
1 2 3
2 2 2
8f 1 L1 Q 8f 2 L2 Q 8f 3 L3 Q
hf = 2
+ 2
+ 2
g. D 5 π g.D 5 π g.D 5π
1 2 3

8Q2 f 1 L1 f 2 L2 f 3 L3
hf=
(
g . π 2 D15
+
D5
2
+
D5
3
)
π √ 2 . g . hf
Q = 0,5
f .L f .L f .L f .L
(
4 1 1 + 2 2 + 3 3+ n n
D5 D5
1
D5
2
D5
3 n
)

b. Sambungan Pipa Paralel


Sambungan pipa paralel adalah sambungan pipa dengan menggabungkan
ujung pipa satu dengan ujung pipa yang lain. Secara sederhana sambungan pipa
seri dapat digambarkan sebagai berikut.

Q in
Q out
A
1
B
2
3
63
Gambar 6.15 Model Aliran pada Pipa Paralel

Pada sambungan pipa paralel maka terdapat dua hal yaitu


1. Jumlah debit (Q total) adalah jumlah dari debit pada masing-masing
pipa. Atau dapat dinyatakan dengan persamaan berikut.
Q = Q1 + Q2 + Q3 + ........... + Qn (persamaan konservasi massa)
2. Kehilangan energi pada aliran yang melalui pipa 1, pipa 2 dan
seterusnya adalah sama. Atau dapat dinyatakan dengan persamaan
berikut.
hf1= hf2= hf3= ...... = hfn (persamaan konservasi energi)
Debit aliran untuk pipa sambungan paralel adalah
Q = Q1 + Q2 + Q3
π √2 . g . hf 1 π √2 . g . hf 2 π √ 2. g. hf 3
Q = 0,5
+ 0,5
+ 0,5
f 1 . L1 f 2 . L2 f 3 . L3
4
( ) ( ) ( )
D
1
5
4
D
2
5
4
D
3
5

karena hf1= hf2 = hf3 maka

π √2 . g . hf 1 π √2 . g . hf 2 π √ 2. g. hf 3
Q = 0,5
+ 0,5
+ 0,5
f 1 . L1 f 2 . L2 f 3 . L3
4
( ) ( ) ( )
D
1
5
4
D
2
5
4
D
3
5

64
c. Sambungan Pipa Campuran
Sambungan pipa campuran adalah sambungan pipa yang bercampur di
dalamnya antara seri dan paralel( di dalam seri ada pipa paralel atau
sebaliknya). Secara sederhana sambungan pipa seri dapat digambarkan sebagai
berikut.

Q in

Q out
A
1
B
2 3
4 7
5
6

Gambar 6.16.Sambungan Pipa Campuran


Untuk membahas sambungan pipa campuran ini perlu terlebih dahulu
dikenalkan dengan konsep pipa ekuivalen yaitu pipa pengganti yang memiliki
kehilangan energi setara. Konsep pipa ekuivalen ini dapat terjadi pada pipa seri
maupun pipa paralel.
1 Pipa Ekuivalen untuk pipa seri

pipa 1 pipa 2 pipa 3 pipa ekuivalen

Untuk menentukan pipa ekuivalen pada pipa seri terlebih dahulu kita
mengingat kaidah pada seri yaitu
hf total = hf1 + hf2 + hf3

65
Q1 = Q2 = Q3= ........... = Qn = ..........Q
sehingga
8f 1 L1 Q 8f 2 L2 Q 8f 3 L3 Q
12 22 32
hf = 2
+ 2
+ 2
g. D 5 π g.D 5π g. D 5π
1 2 3

8f e Le Q 2 8f 1 L1 Q 8f 2 L2 Q 8f 3 L3 Q
12 22 32
2
= 2
+ 2
+ 2
g. D 5 π g.D 5π g. D 5 π g.D 5 π
e 1 2 3

f e Le f 1 L1 f 2 L2 f 3 L3
= + +
D D D D
e5 15 25 35

1 Pipa Ekuivalen untuk pipa paralel

pipa 1
pipa ekuivalen
pipa 2
pipa 3
Untuk menentukan pipa ekuivalen pada pipa paralel terlebih dahulu kita
mengingat kaidah pada paralel yaitu
Q = Q1 + Q2 + Q3 + ........... + Qn dan

π √ 2 . g . hf π √ 2 . g . hf 1 π √ 2 . g . hf 2 π √ 2. g. hf 3
= + +
f e . Le 0,5 f 1 . L1 0,5 f 2 . L2 0,5 f 3 . L3 0,5
4
( ) ( ) ( ) ( )
D5
e
4
D5
4
D5
1
4
D5
2 3

hf1= hf2 = hf3 = ....... = hfn sehingga


1 1 1 1
0,5
= 0,5
+ 0,5
+ 0,5
f e . Le f 1 . L1 f 2 . L2 f 3 . L3
( ) ( ) ( ) ( )
D5
e
D5
1
D5
2
D5
3

66
Contoh Soal
Dua buah reservoir dengan beda elevasi muka air 10 m dihubungkan
menggunakan dua buah pipa seri. Pipa pertama panjang 10 m, diameter 15 cm,
pipa kedua panjang 20 m, diameter 20 cm. Koefisien kekasaran kedua pipa
sama, f = 0,04. Hitung debit aliran dalam pipa.

67
Penyelesaian :

H=10 m

d1=15 cm
d2=20 cm

L1=10 m L2=20 m

Gambar 6.17 Aliran pada pipa seri

Dari persamaan kontinuitas, Q = Q1 = Q2


 
 152  v1   202  v2
4 4
v1  1,78v2
(1,78v2 ) 2 10  (1,78v2 ) 2 20  v22 0,782 v22 v2
H  0,5  0,04  0,04   2
2g 0,15  2  g 0,20  2  g 2g 2g
v2
10  15,642 2  0,798v22
2g

Q  0,202  3,54  0,111
v2  3,54 m/detik; 4 m3/detik.

Latihan Soal

68
L1 = L4 = 200 m L2 = L3 = 100 m
D1 = D3 = D 4 = 0,163 m D2 = 0,263
f 1 = f 2 = f 3 = f 4 = 0,0263 m

PENYELESAIAN
 Rangkaian 1 (Pipa 2 dan Pipa 3)

f e 1 × L e1f 2 × L 2 f 3 × L3
5
= 5
+ 5
D e1 D2 D3
0,03× 200 0,0263× 100 0,0263 ×100
= +
D e15 0,2635 0,1635
0,03× 200
=2.090,15+22.856,92
D e15
6
=24.947,07
D e15

D e1 =
5

√ 6
24.947,07
=0,189 m

π √ 2. g . hf π √ 2 . 9,81. 16,3 56,153 56,153


Q e1 = = = = =0,089
4 √24.947,07 631,786
4
√ f e 1 × Le 1
De 1
5
4
√ 0,03 ×200
0,189
5

69
D e1 =0,189 m
3
Qe1 =0,089 m /s

 Rangkaian 2 (Rangkaian 1 dan Pipa 4)

1 1 1
= +

√√ √
f e2 × Le2
De25
De 2
5
f 4 × L4
D 45
1
f e 1 × Le 1
De 15
1

= +

√ D e 25 = 1 + 1

√0,03 ×200 0,0263× 200 0,03 ×200
0,163
5
0,189
5

√ 0,03 ×200 213,8 157,732
√ De 25 =0,0047+0,0063
√6
√ De25=0,011 √6
5
D e 2=√ 0,0272=0,236 m
π √ 2. g . hf π √2 . 9,81. 16,3 56,153 56,153
Qe1 = = = = =1,55
4 √ 8.195,798 362,123
4
√ f e 2 × Le 2
De 2
5
4
√ 0,03 ×200
0,2365
D e 2=0,236 m
3
Qe1 =1,55 m / s

 Rangkaian Total (Rangkaian 2 dan Pipa 1)

70
f etotal × Letotal f 1 × L1 f e 2 × L e2
5
= 5
+ 5
D etotal D1 D e2
0,03× 400 0,0263 ×200 0,03× 200
= +
Detotal5 0,1635 0,2365
12
=45.713,842+8195,798
D etotal5
12
5
=53.909,63
D etotal

D etotal=

5 12
53.909,63
π √2 . g . h f
=0,186 m

= √
π 2. 9,81 .16,3 56,153 56,153
Qetotal= = = =0,06
4 √53909,63 928,685
4

Detotal=0,186 m

f etotal × Letotal
Detotal5 √4
0,03 × 400
0,1865

3
Qetotal=0,06 m /s

1. Dua kolam yaitu kolam A (+ 160 m), kolam B (+140 m) dihubungkan


dengan 3 pipa seperti pada gambardengan karakteristik pipa seperti pada
tabel.
Hitunglah debit masing-masing pipa dan tentukan arah alirannya.

Pipa Panjang (m) Diameter (m) Koef. gesek


1 1000 0,15 0,0 2
2 1000 0,12 0,018
3 800 0,14 0,015
4 800 0,13 0,016

71
Kolam A
Pipa 1
Kolam B
Pipa 3
Pipa 2
Pipa 4

Gambar 6.17 Aliran pada pipa campuran

6.5.Aliran pada Jaringan Pipa


Sistem transmisi atau distribusi jaringan pipa air bersih dapat berupa
simpul (looped) atau cabang (branched). Pada sistem simpul, terdapat beberapa
alur berbeda yang dapat dilalui oleh air untuk mengalir dari sumber ke
beberapa konsumen. Pada sistem cabang, dinamakan pula sistem pohon (tree)
atau dendriticsystem, air hanya memiliki satu buah alur yang dapat dilewati
untuk mengalir dari sumber ke konsumen. Sistem simpul secara umum lebih
disukai daripada sistem cabang, dengan alasan, digabungkan dengan katup-
katup yang memadai, sistem tersebut dapat memberikan tambahan tingkat
realibilitas. Sebagai contoh, sebuah saluran pipa “terpotong” berdekatan
dengan bak tampungan (resevoir) pada masing-masing sistem sebagai mana
digambarkan di bawah ini. Pada sistem simpul, pipa yang terpotong tersebut
dapat diisolasi dan diperbaiki dengan resiko yang lebih rendah pada konsumen
yang berada di luar area tersebut. Pada sistem cabang, konsumen-konsumen
yang berada sejalan dengan aliran air dari pipa yang terpotong tersebut akan
mengalami pemadaman aliran air, sampai dengan perbaikan selesai dilakukan.
Keuntungan lain dari konfigurasi simpul adalah karena lebih dari satu alur
aliran air untuk sampai ke konsumen, kecepatan aliran akan lebih rendah, dan
kapasitas sistem dapat ditingkatkan (Walski, 2003)

72
6.6.Persamaan Aliran pada Jaringan Pipa
Zat cair memiliki energi dalam tiga bentuk. Besarnya energi tersebut
tergantung dari gerakan zat cair (energi kinematik), ketinggian (energi
potensial), dan tekanan (energi tekanan). Di dalam sebuah sistem hidraulika,
zat cair dapat berupa gabungan dari tiga jenis energi tersebut. Jumlah total dari
gabungan 3 energi itu disebut tinggi energi (head). Pada aplikasi hidraulikanya
energi kinematik diwakilkan oleh tinggi kecepatan (V 2/2g), energi potensial
diwakilkan oleh tinggi elevasi (z) dan energi tekanan diwakilkan oleh tinggi
tekanan (P/γ). Dalam Bambang Triatmodjo (1993) tinggi energi dirumuskan:

V2
H=z + ( )( )
p
γ
+
2g (10)
dengan, H = tinggi energi (m)
z = elevasi (m)
p = tekanan (N/m2)
γ = berat jenis (N/m3)
V = kecepatan aliran (m/det)
g = kecepatan gravitasi (m/det2)
Pada setiap volume penampung dalam sistem yang dialiri fluida
nonkompresibel, maka jumlah volume atau massa aliran fluida yang masuk
harus sama dengan aliran mengalir keluar mengurangi perubahan pada
penampungan. Persamaan kontunitas dapat dirumuskan persamaan untuk
konservasi massa sebagai berikut:

ΣQ in .Δt=ΣQout .Δt+ΔV s (11)

dengan

73
Qin = jumlah aliran yang masuk pada titik
Qout = jumlah kebutuhan pada titik
ΔV s = perubahan pada volume penampung
Δt = perubahan waktu
Bernoulli menyatakan dalam prinsip konservasi energi bahwa
perbedaan energi antara dua titik harus sama tanpa memperhatikan jalan yang
dilalui. Pemberian tanda untuk kehilangan tenaga harus konsisten sesuai
dengan arah aliran asumsi (Walski, dkk, 2003).
3' loss

AA
A C

2' loss 1' loss

Gambar 6.18 Prinsip Konservasi Energi

Prinsip dasar yang sama dapat diaplikasikan pada setiap pipa diantara
dua titik. Pada Gambar 1 gabungan kehilangan tenaga disekeliling loop harus
sama dengan nol untuk memperoleh hydraulic grade yang sama, dimana, A ke
B ke C = A ke C.
Metode dalam menganalisis besarnya debit dan arah aliran fluida
dalam sistem jaringan pipa adalah didasarkan pada dua persamaan, yaitu
persamaan konservasi energi dan konservasi massa. Pada persamaan konservasi
energi menyatakan bahwa perbedaan energi antara dua titik harus sama tanpa

74
memperhatikan jalan yang dilalui. Pemberian tanda untuk kehilangan tenaga
harus konsisten sesuai dengan arah aliran asumsi (Walski, dkk, 2003). Untuk
persamaan konservasi massa menyatakan bahwaa setiap volume penampung
dalam sistem yang dialiri fluida nonkompresibel, maka jumlah volume atau
massa aliran fluida yang masuk harus sama dengan aliran mengalir keluar
mengurangi perubahan pada penampungan.
Metode penyelesaian analisis aliran pada system jaringan pipa dapat
dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah metode matrik dan
metode Hardy-Cross (Bambang Triatmodjo, 1993). Steffler (dalam Robert
J.Kodoati 2002) mengenalkan penyelesaian analisis aliran pada jaringan pipa
berupa metode solusi.
Metode iterasi Hardy-Cross sangat popular dan telah lama digunakan
untuk menganalisis aliran pada jaringan pipa. Dalam penggunaan di lapangan
metode dengan berbagai variasi permasalahannya telah dikembangkan metode
baru, yaitu metode elemen hingga. Metode Hardy Cross adalah salah satu cara
untuk menyelesaikan perhitungan sistem jaringan pipa. Berikut adalah contoh
suatu sistem jaringan pipa.

e f

h g

75
Gambar 6.19. Model Aliran pada Jaringan Pipa

Aliran keluar dari sistem dianggap terjadi pada titik-titik simpul.


Langkah-langkah penyelesaian dengan metode Hardy-Cross (Bambang
Triatmodjo,1993) adalah sebagai berikut :
1.Pada awal hitungan terlebih dahulu menetapkan debit aliran melalui masing-
masing pipa secara sembarang, dengan memperhatikan terpenuhinya
persamaan kontinuitas .
2
Q
he=K l
2. Hitung kehilangan tenaga pada tiap pipa dengan rumus 2 gA 2
3.Jaringan pipa dibagi menjadi sejumlah jaring tertutup sehingga setiap pipa
minimal termasuk dalam satu jaring
4.Kemudian menghitung jumlah kerugian tenaga tiap jaring, yaitu hf.
Jika pengaliran seimbang maka hf =0.
5.Hitung nilai 2 K Q  untuk tiap jaring.
6.Pada tiap jaring diadakan koreksi debit Q, supaya kehilangan tinggi tenaga
dalam jaring seimbang. Adapun koreksinya adalah sebagai berikut :
2
ΔQ=
∑ KQ 0
∑|2KQ0|0
7.Dengan debit yang telah dikoreksi Q = Q0 + Q .Prosedur hitungan tersebut
diulang-ulang hingga Q  0.
Untuk memudahkan perhitungan, dalam tiap jaringan selalu dimulai aliran
yang searah jarum jam. Di dalam suatu jaring jika jumlah kehilangan tenaga

76
lebih besar dari nol ( kQ2>0), maka arah koreksi debit berlawanan jarum jam
(negatif). Dan sebaliknya, jika jumlah kehilangan tenaga lebih kecil dari nol,
maka arah koreksi debit searah jarum jam.

Contoh soal.

77
Hitunglah: a) Q1, Q2, Q3, Q4, Q5 dan Q6 !
b) Arah aliran pada tiap pipa!

Penyelesaian:
Menghitung k

78
D1
¿
¿
¿5
¿
0,2
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 1 x L1
k 1= ¿
D2
¿
¿
¿5
¿
0,2
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 2 x L2
k 2= ¿
D3
¿
¿
¿5
¿
0,18
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 3 x L3
k 3= ¿

79
D4
¿
¿
¿5
¿
0,18
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 4 x L4
k 4= ¿
D5
¿
¿
¿5
¿
0,15
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 5 x L5
k 5= ¿
D6
¿
¿
¿5
¿
0,15
¿
¿
¿5
gx π 2 x ¿
8 x f 6 x L6
k6 = ¿

Menghitung k relatif
206,5671 349,8233
kr 1 = =1 k r 4= =1,6935
206,5671 206,5671
206,5671 80 587,568
k r 2= =1 kr 5 = =2,8444
206,5671 206,5671
349,8233 587,5688
kr 3 = =1,6935 k r 6= =2,8444
206,5671 206,5671
Trial 1

2 2
Hf 1 =kr 1 x Q 1=1 x 0.35 =0.1225
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.05 =0.0025
Hf 3 =kr 3 x Q23=1.69 x 0.052=0.0042

81
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.2 =0.0677
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.05 =0.0071
Hf 6 =kr 6 x Q 26 =2.84 x 0.05 2=0.0071

Loop 1 Evaluasi :
Searah=Hf 1+ Hf 3 + Hf 4=0.1945
Perbedaan besar hf searah dan tidak searah
Tidak searah=Hf 2=0.0025
kedua loop terlalu besar. Persepsi arah
Persentase kesamaan = 1.28% harus diubah; besar Q searah untuk loop 1
Loop 2 harus diperkecil; besar Q tidak searah pada
Searah=Hf 5=0.0071 loop 2 harus diperkecil
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0025
Persentase kesamaan = 9.5%

Trial 2

82
Hf 1 =kr 1 x Q 21=1 x 0.252 =0.0625
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.15 =0.0225
Hf 3 =kr 3 x Q23=1.69 x 0.052=0.0042
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.1 =0.0169
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.05 =0.0071
2 2
Hf 6 =kr 6 x Q 6 =2.84 x 0.05 =0.0071

Loop 1 Evaluasi :
Persepsi arah terlihat sudah benar tinggal
83 menyesuaikan besar Q tiap pipa agar
mendekati sama.
Loop 1 : hf searah diperkecil dan hf tidak
searah harus diperbesar
Searah=Hf 1+ Hf 4 =0.0794
Tidak searah=Hf 2 + Hf 3 =0.0267
Persentase kesamaan = 33.65%

Loop 2
Searah=Hf 5=0.0071
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0240
Persentase kesamaan = 29.57%

Trial 3

84
Hf 1 =kr 1 x Q 21=1 x 0.22=0.04
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.2 =0.04
2 2
Hf 3 =kr 3 x Q3=1.69 x 0.1 =0.0169
2 2
Hf 4=kr 4 x Q 4 =1.69 x 0.05 =0.0042
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.05 =0.0071
2 2
Hf 6 =kr 6 x Q 6 =2.84 x 0.05 =0.0071

Loop 1 Evaluasi :
Persentase kesamaan dari kedua loop
85 sudah lebih meningkat dibandinngkan trial
kedua.
Searah=Hf 1+ Hf 4 =0.0442
Tidak searah=Hf 2 + Hf 3 =0.0569
Persentase kesamaan = 77.69%

Loop 2
Searah=Hf 5=0.0071
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0113
Persentase kesamaan = 62.68%

Trial 4

86
2 2
Hf 1 =kr 1 x Q 1=1 x 0.22 =0.0484
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q2=1 x 0.18 =0.0324
2 2
Hf 3 =kr 3 x Q 3=1.69 x 0.08 =0.0108
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.06 =0.0061
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.06 =0.0102
Hf 6 =kr 6 x Q 26 =2.84 x 0.04 2=0.0046

Loop 1 Evaluasi :
Loop 1 : persentase kesamaan sudah
87 mendekati 80 %. Hf searah harus dikurangi
sedikit dengan mengubah besar Q

Loop 2 : persentase nya sudah bisa


Searah=Hf 1+ Hf 4 =0.0545
Tidak searah=Hf 2 + Hf 3 =0.0432
Persentase kesamaan = 79.34%

Loop 2
Searah=Hf 5=0.0102
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0106
Persentase kesamaan = 96.17%

Trial 5

88
2 2
Hf 1 =kr 1 x Q 1=1 x 0.215 =0.0462
2 2
Hf 2 =kr 2 x Q 2=1 x 0.185 =0.0342
2 2
Hf 3 =kr 3 x Q 3=1.69 x 0.085 =0.0122
2 2
Hf 4=kr 4 x Q4 =1.69 x 0.055 =0.0051
2 2
Hf 5 =kr 5 x Q 5=2.84 x 0.06 =0.0102
Hf 6 =kr 6 x Q 26 =2.84 x 0.04 2=0.0046

Loop 1 Evaluasi :
Loop 1 : Persentase kesamaan sudah lebih
89 dari 80% besar Q yang diasumsikan sudah
bisa diterima.

Loop 2 : : Persentase kesamaan sudah


Searah=Hf 1+ Hf 4 =0.0513
Tidak searah=Hf 2 + Hf 3 =0.0465
Persentase kesamaan = 90.48%

Loop 2
Searah=Hf 5=0.0102
Tidak searah=Hf 4 + Hf 6=0.0097
Persentase kesamaan = 94.47%

Kesimpulan
Jadi, bisa disimpulkan asumsi trial 5 bisa digunakan dengan
data :
Besar Q

Dengan arah aliran pipa

90
2.Sebuah jaringan pipa memiliki karakteristik pipa k1 = 2, k2 = 4 , k3 = 1, k4
= 5, k5 = 1. Tentukan debit dan arah aliran masing-masing pipa .

20 l /det

Pipa 4

Pipa 3
100 l /det
50 l /det

Pipa 2

Gambar 6.20 30 l /det


Penyelesaian

91
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut
adalah menentukan secara sebarang debit aliran melalui setiap pipa
berdasarkan persamaan kontinuitas.Pada setiap titik simpul,debit aliran menuju
dan meninggalkan titik tersebut adalah sama. Sebagai contoh, pada titik simpul
A,debit menuju titik A adalah 100 berdasarkan hukum kontinuitas debit
meninggalkan titik A (melalui pipa AB dan AC) harus sama dengan 100, yang
dalam hal ini dipilih (sebarang) 70 dan 30. Dengan cara yang sama ditentukan
debit aliran melalui pipa-pipa lainnya, seperti yang diberikan dalam gambar
7.13.
Loop 1
No pipa kQ2 2kQ
2
1 2 x 70 = 9800 2 x 2 x 70 = 280
2 1 x 352 = 1225 2 x 1 x 35 = 70
3 4 x 302 = -3600 2 x 4 x 40 = 240
kQ2 = 7425 │2kQ│ = 590

Loop 2
No pipa kQ2 2kQ
2
4 5 x 15 = 1125 2 x 5 x 15 = 150
5 1 x 352 = -1225 2 x 1 x 35 = 70
2 1 x 352 = -1225 2 x 1 x 35 = 70
kQ2 = -1325 │2kQ│ = 290

Koreksi debit :
7425
Q1 = = 13
590
−1325
Q2 = = −5
290

92
Debit aliran yang ditetapkan dalam langkah pertama ini merupakan debit
pendekatan yang biasanya belum benar,sehingga diperlukan koreksi guna
memperbaiki debit tersebut yang akhirnya sampai pada debit yang benar.
Untuk itu jaringan pipa dibagi menjadi sejumlah jaring tertutup sedemikian
sehingga tiap pipa termasuk dalam paling sedikit satu jaring. Dalam soal ini
jaringan pipa dibagi menjadi 2 yaitu jaring I (ABC) dan II (BCD). Koreksi
debit dihitung dengan rumus (point 3). Hitungan dilakukan dengan
menggunakan tabel untuk jaring I dan II,dan berdasarkan pada suatu titik yang
berada di dalam suatu jaringan. Aliran yang searah perputaran jarum jam
(terhadap titik di dalam jaringan) diberi tanda positip dan yang berlawanan
diberi tanda negatip. Hitungan dalam tabel dilakukan secara berurutan mulai
dari aliran yang searah jarum jam. Sebagai contoh dalam jaring I,aliran melalui
pipa AB dan BC adalah searah perputaran jarum jam,sedang aliran melalui pipa
AC berlawanan.Oleh karena itu hitungan dalam jaring I diurutkan dari pipa
AB, BC dan AC. Kemudian dihitung nilai kQ2 dan 2kQ untuk masing-masing
pipa, dan selanjutnya dihitung jumlah aljabar dari kedua nilai tersebut,sehingga
akhirnya dapat dihitung koreksi debit ΔQ. Dengan cara yang sama dihitung
koreksi debit untuk jaring II. Dalam soal tersebut didapat ΔQ1 =13 dan ΔQ2 =
-5. Kedua nilai tersebut kemudian dikoreksikan pada debit pemisalan pertama.
Nilai ΔQ1 adalah positip. Agar supaya debit aliran yang searah dan
berlawanan perputaran jarum seimbang, maka aliran positip (AB dan BC)
harus dikurangi sedang aliran negatip ditambah dengan nilai ΔQ. Dengan
demikian nilai ΔQ1 mempunyai arah berlawanan dengan perputaran jarum jam.
Koreksi debit juga dilakukan dengan cara yang sama untuk jaring II.Untuk pipa
BC yang merupakan anggota dari jaring I dan II, aliran harus dikoreksi dengan

93
koreksi debit ΔQ1 dan ΔQ2. Gambar 6.21. memberikan debit yang telah
dikoreksi.
Prosedur hitungan seperti di atas diulangi lagi untuk mendapatkan debit
aliran yang lebih baik. Hitungan tersebut memberikan nilai ΔQ kecil (<5%
debit terkecil), sehingga hitungan dapat dihentikan. Hasil akhir adalah akhir
dari aliran yang telah dikoreksi dengan nilai ΔQ 1 dan ΔQ2 yang terakhir,dan
diberikan dalam gambar 6.22.

Menurut Robert J.Kodoati (2002) kelemahan metode Hardy-Cross ini


adalah kemampuannya yang sangat terbatas untuk jaringan sederhana dan
memerlukan proses hitungan coba-coba (iterasi) yang berulang-ulang.
Kelemahan lain adalah arah aliran yang bisa berubah arah dari asumsi yang
dibuat pada setiap iterasi hitungan
Latihan Soal
2. Sebuah jaringan pipa seperti gambar di bawah. Karakteristik pipa seperti
pada tabel di bawah. Tentukan debit masing-masing pipa dan arah
alirannya.

Pipa 1 Pipa 4

94
Pipa 3

100 l /det 30 l /det


Pipa 5
Pipa 2

40 l /det

95

Anda mungkin juga menyukai