FILSAFAT PENDIDIKAN
DOSEN PENGAMPU
- Dwi Maya Novitri M.Hum
- Kamtini M.pd
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara sederhana Filsafat Pendidikan menurut Imam Barnadib (1993:3) merupakan ilmu yang pada
hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan_negara.
Karena manusia (peserta didik) hakikatnya adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki
keinginan untuk menjadi dirinya sendiri, maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya
bantuan dan memfasilitasi peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi dirinya. Upaya
pendidikan adalah pemberdayaan peserta didik. Hal ini hendaknya tidak dipandang sebagai upaya dan
tujuan yang bersifat individualistik semata, sebab sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan
manusia itu multi dimensi dan merupakan kesatuan yang integral.Pendidikan menyediakan
kesempatan kepada peserta didik untuk lebih aktif, sedangkan pendidik berperan sebagai fasilitator
(memfasilitasi pembelajaran), organisator (mengarahkan), dan motivator (mendorong) peserta didik
dalam proses pembelajaran agar berlangsung efektif dan efisien.
Tujuan Pendidikan berdasarkan Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas manusia, pengetahuan
dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang
beriman, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Pendidikan berlangsung di keluarga, di sekolah, dan di masyarakat. Karena itu, masing-masing individu
atau manusia dewasa adalah pendidik dan contoh bagi individu lainnya terutama peserta didik yang
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan,proses untuk menjadi. Pendidikan harus
berlangsung dengan keteladanan dan komunikasi jujur, terbuka, fungsional, dan produktif, sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan sehingga diperlukan kemampuan pendidik memiliki
kemampuan atau kompetensi untuk berkomunikasi.
Dalam hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan, maka filsafat pendidikan memiliki batasan-
batasan sebagai berikut:
a. Filsafat pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang
pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan
b. Mempelajari filsafat pendidikan karena kajian tersebut sangat pendting dalam mengembangkan
pandangan terhadap proses pendidikan dalam upaya memperbaiki keadaan pendidikan.
c. Filsafat pendidikan memiliki kepercayaan, andaian, konsep yang terpadu satu dan yang lainnya
terhadap masalah pendidikan.
Menurut Will Durant ruang lingkup studi filsafat adalah logika, estetika, etika, politik,
metafisika.
Filsafat pendidikan memiliki beberapa sumber, sebagai berikut:
a). Manusia
b). Sekolah
c). Lingkungan
BAB III
Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan (the Mother of Sciences) pada mulanya
mampu menjawab segala pertanyaan tentang segala sesuatu dan segala masalah yang berhubungan
dengan alam semesta, manusia, deng segala problematikanya. Namun karena banyak permasalahan
yang tidak dapat diselesaikan dengan filsafat maka muncullah cabang ilmu yang lain. Misal filsafat
pendidikan.
A. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno
Timur Jauh
Hindu
Pemikiran spiritualisme = adanya konsep karma dan reinkarnasi. Alam semesta ini penuh rahasia dan
manusia didalamnya merupakan suatu yang mat kecil, namun memiliki arti yang besar. Sehingga
manusia didorong untuk menyelidiki dan memahami alam semesta dan isinya.
Budha (Sidarta Gautama)
Meskipun ajaran budha telah disebut sebagai agama tetapi sebenarnya ia bukanlah agama karena
tidak ditemukan ajaran tentang tuhan. Dalam kitab Tripitaka terdapat 8 ajaran yang akan membawa
manusia menjadi mulia dan sempurna. Apabila manusia melakukan pelanggaran maka akan sengsara.
Karena secara filsafat agama ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada si sunia ini terliputi oleh
sengsara yang disebabkan oleh cinta yang berlebihan.
Tao (Lao Tse)
Jalan Tuhan atau sabda Tuhan, tao ada di mana-mana, tetapi tidak berbentuk dan tidak dapat
Shinto
Shinto adalah agama utama di Jepang, yang menitik beratkan pemujaan alam dan pemujaan leluhur.
Shinto tumbuh dan berkemang di Jepang, sangat respek kepada alam (nature) karena ajaran-
ajarannya mengandung nilai atau ekspresi. Dalam ajaran Shinto ini mengandung makna-makna filsafat,
mengandung nilai motivasi dan optmik guru menjadi pegangan bagi penganutnya. Karena itu ajaran
Shinto mengandung petunjuk agar umat Shinto biasa menempatkan diri di alam semesta tanpa
merusak dan mengorbankan alam dan isinya dan kerja keras menjadi cirri khas masyarakat jepang.
Timur Tengah
Yahudi
Tanda –tanda pemikiran filsafat:
Penguraian bentuk-bentuk penindasan moral dari monotheisme, peredaran, kebenaran dan bernilai
tinggi.
Kaum yahudi sangat mementingkan pendidikan bagi generasinya Karena hal pokok dan lebih penting
dari kekuatan militer serta adanya ganjaran-ganjaran di surga.
Selama 200 tahun, doktrin-doktrin monotheisme dan pengajaran-pengajaran etis yang penting dari
orang-orang yahudi dan telah meresapi pikiran-pikiran para ahli filsafat dan para pendidik dengan
menyangkut jiwa dan memberi harapan bagi masa depan kemanusiaan.
Kristen
Ajaran Kristen mengajarkan konsep tuhan.
Romawi dan Yunani: Antomorpomisme
Antomorpomisme adalah suatu paham yang menggunakan antara sifat-sifat Tuhan (pencipta) dengan
sifat-sifat yang ada pada manusia. Missal tahan tuhan disamakan dengan tangan manusia.
Tujuan pendidikan : untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya
sehingga akan menjadi seorang warga Negara yang baik, dalam suatu masyarakat yang harmonis,
melaksanakan tugas-tugasnya secara efisien sebagai seorang anggota kelasnya.
Pendidikan harus direncanakan dan diprogramkan agar sesuai yang dididamkan yaitu sebagai berikut:
sesuai tingkat usia
Tahap pertama
Pendidikan diberikan kepada taruna hingga usia 20 tahun
Tahap kedua
Dari usia 20-30 tahun
Tahap ketiga
Usia 30-40 tahun
Pandangan ontologi
Asal keduniaan adalah kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas sebab kenyataan lama semesta
adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
Pengalaman adalah perjuangan sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia
akan tetap hidup dan berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan, dan berani
bertindak.
Pandangan Epistemologi
Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala
realitadalam hidupnya atau pengetahuan yang diperoleh melalui catatan.
Semakin sering menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalamansemakin besar
peersiapan untuk menghadapi tuntutan zaman.
Pandangan Aksiologi
Nilai itu benar atau salah, baik atau buruk data dikatakan ada bila menunjukkan kecocokan dengan
hasil pengujian yangdialami manusia dalam pergaulan.
Asas belajar
Bahwa anak didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagia potensi untuk memecahkan problema-
problemanya. Sehingga pendidikan adalah wahana paling efektif sebagai proses sesuai hakikat anak
didik sebagai manusia berkembang. Sehingga sekolah yang ideal adalah sekolah yang berintegrasi
dengan lingkungan sekitar.
Progessivisme menghendaki pendidikan yang progresif. Tujuan pendidikan sebagai rekonstruksi
pengalaman yang terus-menerus, bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada anak didik saja
melainkan melatih kemampuan berfikir secara ilmiah.
2) Aliran Essensialisme
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang sejak awal
peradapan umat manusia. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak
essensialisme. Essensialisme muncul pada zaman renaissance.
Idealisme modernmerupakan suatu ide-ide manusia sebagai makhluk yang berfikir dan semua ide yang
dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada
dilangit dan dibumi.
3) Aliran Perennialisme
Pandangan Ontologi Perenialisme
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan
substansi. Secara ontologis, perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek
perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda sebagaimana yang tampak di hadapan manusia
dan yang ditangkap dengan panca indra seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran,
warna, dan aktivitas tertentu. Esensi dari suatu kualitas menjadikan suatu benda itu lebih intrinsik
daripada fisiknya, seperti manusia yang ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Sedangkan
aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting
dibandingkan dengan esensial.
Dengan demikian, segala yang ada di alam semesta ini, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan, merupakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada tidak hanya
merupakan kombinasi antara zat atau benda, tapi juga merupakan unsur potensialitas dengan bentuk
yang merupakan unsur aktualitas.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Poedjawijatna, bahwa esensi dari kenyataan itu adalah menuju ke
arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan
manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas.
Dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini, manusia dapat makin mendekatkan diri menuju tujuan
(teleologis) untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta dan tujuan
akhir.
4) Aliran Rekonstruksionisme
Berasal dari bahasa inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali. Adalah aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak
modern
Pandangan ontologi
Memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita itu ada di mana dan sama di setiap
tempat. Tiap realita sebagi substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang dari potensialitas
menuju aktualitas (teknologi). Memandang bahwa alam metafisika merujuk dualisme: bahwa alam ini
mengandung hakikat materi dan hakikat rohani.
Dibalik gerak realita sesungguhnya terdapat kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan
penyebab utama (kausa Prima yaitu Tuhan). Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi
dan substansi.
Pandangan Epistemologi
Untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu dalam arti bahwa tidak mungkin
memahami realita tanpa melalui pengalaman dan hubungan dengan realita terlebih dahulu melalui
penemuan suatu gerbang ilmu pengetahuan.
Dasar suatu kebenaran dapat dibuktikan dengan self evidence yakni bukti.
Pandangan Aksiologi
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan nilai-nilai. Begitu juga halnya dalam hubungan
manusia dengan sesamanya dan alam semesta tidak mungkin melakukan sikap netral, akan tetapi
manusia sadar ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang merupakan
kecenderungan manusia. Tetapi, secara umum ruang lingkup (scope) tentang pengertian “nilai” tidak
terbatas.
Aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural yakni
menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia
adalah pancaran yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan dan atas dasar inilah
tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya. Ke¬mudian, manusia sebagai subyek
telah memiliki potensi-potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan
tetap tinggi nilainya apabila tidak dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai peran
untuk memberi penentuan.
Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika dan politik sebagai cabang dari filsafat praktis,
dalam pengertian tetap berhubungan dan berdasarkan pada prinsip-prinsip dari praktek-praktek dalam
tindakan-tindakan moral, kreasi estetika dan organisasi politik. Karenanya, dalam arti teologis manusia
perlu mencapai kebaikan tertinggi, yakni bersatu dengan Tuhan, kemudian berpikir rasional. Dalam
kaitannya dengan estetika (keindahan), hakikat sesungguhnya ialah Tuhan sendiri.
Aristoteles memandang bahwa kebajikan dibedakan menjadi dua macam, yakni kebajikan intelektual
dan kebajikan moral, kebajikan moral merupakan suatu kebajikan berdasarkan pembiasaan dan
merupakan dasar dari kebajikan intelektual.
Teori Kebenaran Menurut Pandangan Filsafat Dalam Bidang Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi
1) ONTOLOGI
Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realita mengenai kenyataan, yang
selanjutnya menjurus pada hakikat kebenaran. Realitas ontologi ini melahirkan pertanyaan-
pertanyaan,
apakah sesungguhnya hakikat realitas yang ada ini?
apakah realitas yang nampak ini hanyalah materi saja?
Apakah realitas ini hanya satu unsur saja, dualisme atau prularisme?
Untuk mengetahui realitas semesta didalam ruang lingkup ontologi yang jelas maka dibedakan antara
metafisika dan kosmologi
a. Ontologi secara epistemologi berarti di balik atau dibelakang fisika maka yang diselidiki adalah
hakikat realita menjangkau sesuatu di balik realita karena metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.
b. Kosmologi tentang realita à kosmos yaitu keseluruhan sistem alam semesta dan keosmologi
terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisika yang material yang memperkaya
kepribadian manusia di dunia tidaklah di alam raya dan sisinya. Dalam arti bahwa sebagai pengalaman
sehari-hari akan tetapi sesuatu yang luas, realita fisi spiritual yangtetap dinamis.
Di dalam pendidikan, pandangan ontologi secara praktis menjadi masalah utama karena anak bergaul
dengan lingkungannya. Sehingga anak perlu dibimbing kepada pengertian untuk memahami realita
dunia nyata dan membina kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal pada realita yang ada.
2) EPISTEMOLOGI
Epistemologi adalah nama lain dari logika material atau logika mayor yang membahas dari isi pikiran
manusia yakni pengetahuan. Epistemologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia
memberikan kebenaran kepada murid-murid. Epistemologi adalah pengetahuan bagaimana kita
mengetahui benda-benda.
3) AKSIOLOGI
Aksiologi adalah suatu bidang yang meyelidiki nilai-nilai(value) yaitu moral, ekspresi keindahan, dan
kehidupan sosial politik.
Agar keempat tujuan penidikan itu tercapai maka agar hasil tersebut dapat diukur secara objektif
kemudian rumusan tujuan instruksional haruslah dibuat secara behaviorial (berdasarkan tingkah laku).
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai menentukan kurikulum dan isi pendidikan yang diberikan.
Dasar dan tujuan pendidikan itu, dasarnya ialah aktivitas untuk mengembangkan dalam bidang
pendidikan dan pengembangan menuju terbinanya kepribadian yang tinggi sesuai dengam dasar
persiapan pendidikan.
Kurikulum
Kurikulum merupakan faktor yang sangat pendting dalam proses pendidikan dalam suatu lembaga
pendidikan. Segala sesuatu yang harus diketahui diresapi serta dihayati oleh anakharuslah ditetapkan
dalam kurikulum dengan segala hal yang harus diajarkan oleh pendidik. Kurikulum merupakan
rumusan, tujuan mata pelajaran, garis besar pokok bahasan penilaian dan perangkat lainnya.
A. Kelebihan
Buku Filsafat Pendidikan karya Prof. Dr. H. Jalaluddin & Prof. Dr. H. Abdullah Idi, M.Ed. Buku ini
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan buku filsafat pendidikan yang lain. Kelebihan dari buku
karya Prof. Dr. H. Jalaluddin & Prof. Dr. H. Abdullah Idi, M.Ed adalah:
Pertama, kehadiran buku ini sangat penting artinya terutama untuk kalangan pengkaji filsafat
pendidikan dan pendidikan / akademisi maupun masyarakat, dapat dijadikan referensi bagi
pengembang kurikulum dan praktisi pendidikan.
Kedua, buku ini menyajikan beberapa argumen terkait dengan filsafat, mulai dari filsafat timur jauh
sampai filsafat zama pra-sokrates mengenai filsafat pendidikan.
Ketiga, buku ini masih bersifat teoiritis saja, solusi dalam melaksanakan pendidikan seperti carut-
marutnya pendidikan dan bagaimana idealnya seharusnya pendidikan dilaksanakan di Indonesia tidak
disajikan dalam buku ini.
B. Kekurangan
Kelemahan dari buku karya Prof. Dr. H. Jalaluddin & Prof. Dr. H. Abdullah Idi, M.Ed adalah:
Pertama, buku ini sama seperti buku-buku filsafat pendidikan yang lain dalam penyajiannya masih
menggunakan alur berpikir datar-datar saja.
Kedua, sudut pandang buku ini belum memberikan tif-tif atau upaya-upaya dalam mengatasi
problematika pendidikan baik dari sudut pandang filsafat maupun dari sudut pandang pendidikan itu
sendiri.
Ketiga, Jika filosofi pendidikan ini dirumuskan secara matang dan selanjutnya diaplikasikan secara
benar, tentu saja kita tidak akan melihat kelatenan karut-marutnya sistem pendidikan di negeri ini.
Keempat buku ini hanya mampu memberikan peta bagi penelusur lebih mendalam terhadap filsafat
pendidikan melalui berbagai pendekatan yang ditawarkan. Namun sayang, selama ini landasan filsafat
pendidikan Pancasila kita hanya menjadi landasan imajiner saja.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadi filsafat tersebut sebagai jalan untuk
mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan . artinya, bahwa filsafat pendidikan
dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka
filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusiaan merupakan factor yang integral atau satu kesatuan.
Ruang lingkup filsafat pendidikan Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat,
yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan
sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi
obyek filsafat pendidikan.
Dengan demikian, filsafat pendidikan itu adalah filsafat yang memikirkan tentang masalah
kependidikan. Oleh karena ada kaitan dengan pendidikan, filsafat diartikan sebagai teori pendidikan
dengan segala tingkat. Peranan filsafat pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan.
Dalam bentuknya yang terperinci kemudian filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi
pendidikan.
3.2. Saran
Setelah membaca dan memahami isi dari buku karya Prof. Dr. H. Jalaluddin ini, dengan
berdasarkan kelemahan dan kelebihan isi buku yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka
saya sebagai pembaca menyarankan bagi pembaca lainnya agar jangan hanya menggunakan buku
karya Prof. Dr. H. Jalaluddin ini saja sebagai bahan bacaan, tetapi juga tetap menggunakan buku lain
demi penyempurnaan informasi yang ingin diperoleh pembaca.
Daftar Pustaka
Djumransyah, H. M. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang: Bayu Media Publishing
Purba, Edward, Yusnadi. 2014. Filsafat Pendidikan. Medan: Unimed
Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabet