Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis limfatik masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
dengan prevalensi berkisar antara 0,5% - 19,6% . Penyakit ini banyak ditemukan di
daerah pedesaan di dataran rendah, namun dapat juga ditemukan di daerah perkotaan dan
perbukitan.1,2 Diperkirakan lebih dari 22 juta penduduk tinggal di daerah endemis
filariasis limfatik dan kira-kira 3- 4 juta di antaranya terinfeksi
Filariasis limfatik atau lebih dikenal sebagai penyakit kaki gajah
(elephantiasis) adalah penyakit infeksi akibat cacing filaria (mikrofilaria). Ada 3
spesies mikrofilaria penyebab penyakit ini yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori. Semua spesies tersebut terdapat di Indonesia, namun lebih dari
70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan oleh Brugia malayi.
Manusia terinfeksi melalui gigitan nyamuk vektor yang mengandung larva
infektif (L3) dari spesies mikrofilaria tersebut. Meskipun jarang menimbulkan
kematian, cacing filaria yang berkembangbiak di dalam pembuluh limfe akan
menyebabkan kerusakan dan penyumbatan pada saluran limfatik. Pada stadium akhir
dari kasus kronis sering ditemukan pembengkakan (kecacatan) pada kaki, tangan,
maupun organ genital.
Upaya pencegahan dan infeksi awal dapat dilakukan dengan pemberian obat
anti-filaria. Namun pada kondisi yang sudah terjadi pembengkakan diperlukan
langkah dan tata laksana kasus yang berbeda. Pada tahun 2000 lalu, WHO membentuk
Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis (GPELF) dengan maksud untuk
mengeliminasi penyakit ini pada 2020.
Diagnosis filariasis untuk menentukan prevalensi filariasis di suatu daerah
endemis merupakan salah satu komponen terpenting dalam GPELF. Pemeriksaan secara
mikroskopik pada sediaan darah tebal menggunakan darah tepi pasien pada malam hari
merupakan teknik konvensional. Pemeriksaan sediaan darah tebal merupakan
pemeriksaan kualitatif yang menentukan positif atau negatif. Untuk pemeriksaan
kantitatif diperlukan teknik diagnosis yang disebut membran filtrasi. Teknik ini juga
memerlukan darah malam dan pemeriksaan mikroskopis. Kedua teknik diagnosis tersebut
memerlukan tenaga kerja yang terampil, memerlukan waktu lama, dan cukup sulit jika
dilakukan di daerah terpencil. Oleh karena itu diperlukan teknik diagnosis yang cepat,
mudah, dan akurat untuk mendeteksi keberadaan parasit dalam tubuh pasien. Untuk
mengatasi kendala tersebut diatas maka dikembangkan teknik diagnosis terbaru dengan
bentuk rapid test, salah satu yang sudah tersedia secara komersial adalah filariasis test
strip untuk mendeteksi antigen wuchereria bancrofti dalam darah jari manusia dan brugia
rapid test untuk mendeteksi antibodi Brugia malayi dan Brugia Timoti.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mendeskripsikan pemeriksaan filariasis menggunakan adalah filariasis test
strip dan brugia rapid test
2. Tujuan khusus
a. Untuk mngetahui berbagai jenis alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
b. Untuk mengetahui cara mendeteksi dan mengidentifikasi antigen wucheria
bancrofti.
c. Untuk mengetahui cara mendeteksi dan mengidentifikasi antibodi brugia malayi
dan brugia timoti.
d. Untuk mengetahui pemeriksaan filariasis dengan menggunakan sediaan darah
pada jari manusia

C. Manfaat
1. Mengetahui cara pemeriksaan filariasis menggunakan filariasis test strips dan brugia
rapid test.
2. Memahami unsur-unsur yang terdapat dalam objek penelitian.

Anda mungkin juga menyukai