Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran
lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses
yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan
individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan
ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus
tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan
mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali
telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan
sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001: 188).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan berlangsung
konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam masyarakat tidak seperti itu,
proporsi populasi lansia relatif meningat di banding populasi usia muda. Pertumbuhan
jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia.
Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020,
atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia
akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya
bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap
keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan
kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap
memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam
penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat
membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang
labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).
Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan untuk mengerti
apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa yang pasien pikirkan dan

1
inginkan. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien dan pemberi asuhan.
oleh karena itu, perawat perlu menciptakan komunikasi yang mudah. (Wahjudi Nugroho,
2008)

1.2 Rumusan Masalah


- jelaskan konsep komunikasi teraupetik pada lansia ?
- jelaskan strategi komunikasi pada kasus ?
- jelaskan hambatan komunikasi pada kasus ?

1.3 Tujuan Penulisan


- untuk mengetahui konsep dari komunikasi terapeutik pada lansia
- untuk mengetahui strategi komunikasi teraupetik pada lansia
- untuk mengetahui hambatan komunikasi terapeutik pada lansia
- untuk menambah ilmu mengenai paparan dimakalah

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah ini adalah:
- Agar para mahasiswa keperawatan dan pembaca mengetahui serta memahami
konsep dari komunikasi terapeutik.
- Membekali kami agar nantinya dapat menerapkan komunikasi terapeutik yang baik
pada pasien.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definis Komunikasi


Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatankegiatan yang berkaitan
dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebaagai saling tukar-menukar pendapat serta
dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. (Widjaja,
1986 : 13) Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain
(Potter & Perry, 2005 : 301). Komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya
sebatas tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang
terapeutik.

2.2 Komunikasi Teraupetik


Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar
perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik
(Stuart dan Sundeen). Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi,
(lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang
tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang
tepat.
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi.
mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh
perawat (Indrawati, 2003 : 50).

2.3 Pengertian Lansia


Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses penuaan
adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan tahapan menurunnya berbagai fungsi
organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan

3
penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan
pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrindan lain sebagainya.
Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam
struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya
mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of
daily living(Fatmah, 2010)

2.4 Batasan-batasan usia lanjut


Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut World Health
Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun

Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan


lansia menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun)
c. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun)

2.5 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia dan Keluarga


Teknik komunikasi terapeutik yang penting digunakan perawat menurut Mundakir (2006)
adalah asertif, responsif, fokus, supportif, klarifikasi, sabar, dan ikhlas. Pada pasien lanjut
usia, di samping karakteristik psikologis yang harus dikenali, perawat juga harus
memperhatikan perubahan-perubahan fisik, psikologis atau sosial yang terjadi sebagai
dampak proses menua. Penurunan pendengaran, penglihatan dan daya ingat akan sangat
mempengaruhi komunikasi, dan hal ini harus diperhatikan oleh perawat. Suasana
komunikasi dengan lansia yang dapat menunjang tercapainya tujuan yang harus anda

4
perhatikan adalah adanya suasana saling menghormati, saling menghargai, saling percaya,
dan terbuka.
Komunikasi verbal dan nonverbal adalah bentuk komunikasi yang harus saling
mendukung satu sama lain. Seperti halnya komunikasi pada anak-anak, perilaku nonverbal
sama pentingnya pada orang dewasa dan juga lansia. Ekspresi wajah, gerakan tubuh dan nada
suara memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa dan lansia. “Lansia
memiliki pengetahuan, pengalaman, sikap, dan ketrampilan yang menetap dan sukar untuk
dirubah dalam waktu singkat.”“Memberi motivasi dan memberdayakan
pengetahuan/pengalaman dan sikap yang sudah dimiliki adalah hal yang penting untuk
melakukan komunikasi dengan lansia”

2.6 Strategi Komunikasi Pada Klien Lansia dan Keluarga


Stratetgi komunikasi pada lansia harus menggunakan pendekatan- pendekatan sebagai
berikut:
1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadiankejadian
yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,
tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang
dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi pasien
lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni pasien lanjut usia yang masih aktif,
yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga
untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri; pasien lanjut usia yang
pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau
sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama
tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat
penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi
dapat timbul bila keberihan kurang mendapat perhatian.
2. Pendekatan Psikis
Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut

5
usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar,
simpatik, dan service. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan
mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap,
perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga
seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan
agar dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia.
3. Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan
sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya,
perawat dapat menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia dan lanjut usia maupun
lanjut usia dan perawat sendiri. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui
dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat
kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah
pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau
ketenangan para pasien lanjut usia.
4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama bila pasien lanjut
usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Sehubungan dengan pendekatan
spiritual bagi pasien lanjut usia yang menghadapi kematian, Dr. Tony Setyabudhi
mengemukakan bahwa maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam
ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan
untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Adapun 4
(empat) keharusan yang harus dimiliki oleh seorang perawat, yaitu pengetahuan,
ketulusan, semangat dan praktik. Dalam usaha berkomunikasi dengan baik, seorang
perawat harus mempunyai pengetahuan yang cukup, sehingga memudahkan dalam
melaksanakan tugasnya setiap hari. Untuk ketulusan, jika seseorang telah
memutuskan sebagai perawat harus dapat dipastikan mempunyai ketulusan yang
mendalam bagi para pasiennya siapa pun itu. Semangat serta pantang menyerah harus
selalu dikobarkan setiap harinya agar para pasiennya selalu ikut bersemangat pada

6
akhirnya terutama bagi para pasien lansia yang terkadang suka merasa dirinya
“terbuang” dan “sakit karena tua”. Sedangkan untuk praktiknya, seorang perawat
harus dapat berbicara komunikatif dengan para pasiennya, sehingga tidak saja hanya
jago dalam teori namun praktiknya pun harus bisa melakukan dengan baik dan benar.

2.7 Fase komunikasi pada lansia


1. Fase Pra Interaksi (Fase Persiapan)
Sebelum berjumpa dengan pasien sebaik nya perawat mengetahui terlebih dahulu
berbagai hal diantaranya: indentitas, alamat, pekerjaan dan penyakit yang saat ini
sedang diderita oleh pasien, sehingga perawat pada tahap ini secara tidak langsung
sudah berkenalan dengan pasien.
2. Tahap Orientasi (Tahap Perkenalan)
Pada tahap ini perawat sudah datang dan bertatap langsung dengan pasien dengan
melihat kondisinya secara langsung. Fase ini disebut juga dengan fase perkenalan
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari komunikasi terapeutik. Pada tahap ini
sudah masuk pada rencana apa yang akan kita berikan sebagai seorang perawat.
4. Tahap Terminasi
Tahapan Ini merupakan akhir dari pertemuan, dimana seorang perawat harus
berpisah dengan seorang pasien.

2.8 Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b) Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c) Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d) Usaia tua (veryold) kelompk usia di atas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-
perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada
aspekfisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, dan perubahan
pendengaran. Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan
interprestasiterhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia

7
mengalamikesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh
padatingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap
kondisiyang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a) Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan
petugas kesehatan
b) Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c) Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d) Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan
yangmengikut sertakan dirinya
e) Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama
bilanasehat tersebut demi kenyamanan klien

2.9 Prinsip-Prinsip Etik Pelayanan Kesehatan Pada Lansia


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut
adalah:
1) Empati :istilah empati menyangkut pengertian :“simpati atas dasar pengertian yang
mendalam”.Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang
seorang lansia yang sakit dengan pengertian,kasih sayang dan memahami rasa
penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut.Tindakan empati harus dilaksanakan
dengan wajar,tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas
kasihan.Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dan
patologik dari penderita lansia,
2) Yang harus dan “jangan”, yaitu prinsip ini sering dikemukakan sebagai non-malefecience
dan beneficence,pelayanan geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan
yang baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan
(harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang terpenting jangan
membuat seseorang menderita“). Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring
yang tepat untuk menghindari ras nyeri,pemberian analgesik (kalau perlu dengan devirat
morfin) yang cukup,pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang
mungfkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
3) Otonomi, yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri.Tentu sekali saja hak tersebut

8
mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada
keadaan,apakah penderita dapat membuat putusan secara mendiri/bebas.
4) Keadilan, yaitu prinsip pelayanan geriatrik harus memberikan perlakuan yang sama bagi
semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan
tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

2.10 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada Lansia


1) Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien
telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2) Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien.
3) Pertahankan kontak mata dengan pasien.
4) Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif .
5) Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya.
6) Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat
yang sederhana.
7) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien.
8) Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien.
9) Menyederhanakan atau menuliskan instruksi.
10) Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien.
11) Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang
cukup saat berinteraksi.
12) Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13) Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

2.11 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


a) Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang
dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan
di kembangkanserta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan
ini relative lebih mudah dilaksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan
mudah di observasi.
b) Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku,
makaumumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan
pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter

9
terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c) Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi
dalamlingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau
mengadakankegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan
petugas kesehatan.
d) Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan
Tuhanatau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

2.12 Faktor penghambat komunikasi pada lansia:


a. Mendominasi pembicaraan
Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal
menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini akan
menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi pembicaraan atau
komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika lawan bicaranya
memotong pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan sangat menyulitkan
pembicaraan yang terjadi.
b. Mempertahankan hak dengan menyerang
Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha untuk
mempertahankan haknya dengan menyerang lawan bicaranya.
Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada dalam
kondisi yang seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara sudah berusaha keras
untuk memberikan pemahaman bahwa ia mendapatkan haknya, namun lansia
terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus melakukan penyerangan pada
lawan bicaranya.
c. Cuek
Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak berbicara
atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan perasaan
menyepelekan orang lain.
Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan orang yang lebih
muda dibandingkan dengan dirinya adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak
bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah menarik diri dari pembicaraan.
d. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik
yang membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi.
Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia.
Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi
masalah juga dalam komunikasi. Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu
dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar.
Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan bicaranya harus
menggunakan suara keras untuk bisa berbicara dengan lansia tersebut.

10
Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk
penghinaan dengan membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka
dari itu sangat dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan
bicara terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif dapat berjalan
dengan baik dan lancar.
e. Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah depresi
atau tingkat stres yang dialami oleh lansia.
Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami,
maupun faktor lainnya.Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan
selalu mudah marah dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh orang
lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya telah
diatasi.
f. Mempermalukan orang lain di depan umum
Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan salah satu
hal yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan lansia. Lansia
yang selalu merasa benar dan tahu segalanya biasanya juga akan mempermalukan
orang lain di depan umum.
Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam diri
mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi akan langsung
berhenti dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara sudah merasa tidak
nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari perbuatan mereka ini
dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan.
g. Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga banyak
dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara.
Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu
bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun
ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia yang memiliki riwayat
penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan riwayat penyakit tersebut
biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika sedang makan sekalipun.
h. Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan berkali-
kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang kali.
Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak
lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga
sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari lawan bicara dalam menghadapi
lansia.
i. Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan
penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa rabun
jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat.
Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu
dimengerti jika lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan

11
pengetahuan yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak berkomunikasi
sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi
berjalan lancar.
Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan memberikan
kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya. Dengan bantuan alat, maka lansia
akan lebih memahami bahasa tubuh atau komunikasi yang non verbal yang
digunakan oleh lawan bicaranya.
j. Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam biasanya
merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini akan
menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah komunikasi pada lawan
bicaranya.
Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak mengiyakan
dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan bicara.
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari untuk
diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat cerewet.
Hal ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang yang
lebih muda. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa
kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan.
Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini
adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap
lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan, maka ia pun akan ikut
memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara.
k. Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang
dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah,
bahkan meskipun tidak ada penyebabnya.Rasa mudah marah ini membuat banyak
orang menjadi malas untuk melakukan cara berkomunikasi dengan baik dengan
lansia karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu yang ada.

2.13 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Keterampilan komunikasi terapeutik, dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
dan lama wawancara
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan dengan
pemundurankemampuan untuk merespon verbal
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam
berfikir abstrak
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan
sistress yang ada

12
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara
pengkajian
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat
dan tetap mengobservasi
9. Tempat wawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien
10. Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus di buat senyaman mungkin
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap
suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan
12. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara

2.14 Strategi komunikasi pada pasien lansia:


1. Menunjukkan Sikap Penerimaan
Sikap penerimaan bisa ditunjukkan kepada lansia sebagai bagian dari bentuk
komunikasi pada lansia. Lansia akan merasa lebih percaya pada saat kita mampu
menunjukkan sikap ini. Sebagai contoh, seseorang bisa mengenalkan dirinya terlebih
dahulu setiap sebelum berkomunikasi dengan lansia. Cara ini efektif terutama dalam
menunjang bina hubungan saling percaya di awal pertemuan dengan lansia.
2. Menggunakan Teknik Komunikasi Asertif
Komunikasi asertif mengandung pengertian bahwa apa yang akan kita sampaikan bisa
diterima dengan baik kepada lansia tanpa harus menyakiti perasaannya. Tentu saja,
strategi komunikasi ini sangat berguna terutama dalam membangun ketenangan
bersama dengan lansia. Seseorang bisa menggunakan cara ini dengan terbiasa
mendengarkan pendapat lansia.
3. Menyesuaikan dengan Kebutuhan Lansia
Mengingat lansia berkebutuhan khusus bisa saja memiliki penurunan fungsi dari
organ tubuh disertai dengan kekurangan lain yang memang sudah ia miliki, maka kita
juga bisa menyesuaikan dengan apa yang menjadi kebutuhan lansia. Seperti misalnya,
lansia dengan gangguan pendengaran mungkin akan lebih banyak membutuhkan
panduan melalui komunikasi yang sifatnya non-verbal. Faktor penghambat
komunikasi dan contohnya juga perlu diidentifikasi supaya komunikasi bisa berjalan
dengan baik.
4. Mendengarkan secara Aktif
Mendengarkan secara aktif juga bisa menjadi sebuah strategi untuk menunjukkan
kehadiran kita kepada lansia baik secara fisik maupun emosional. Kita tidak hanya
menganggap apa yang disampaikan lansia sebagai angin lalu saja, melainkan juga
memberikan umpan balik dari setiap apa yang disampaikan lansia. Interaksi sosial
bisa terjalin dengan baik saat kita memakai teknik ini.
5. Menggunakan Suara yang Jelas
Strategi komunikasi pada lansia berkebutuhan khusus selanjutnya adalah dengan
menggunakan suara yang jelas. Ini terutama bisa digunakan pada lansia yang
mengalami penurunan fungsi pendengaran. Mereka mungkin akan kesulitan untuk

13
mendengar dari biasanya sehingga ada baiknya kita menggunakan suara yang lantang
dan jelas.

2.15 Hambatan Komunikasi pada pasien lansia (kasus)


1. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik
yang membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi. Banyak masalah yang
timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki
masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi.
Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi
dengan baik dan lancar. Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan
bicaranya harus menggunakan suara keras untuk bisa berbicara dengan lansia
tersebut.
2. Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang
dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah,
bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa mudah marah ini membuat banyak
orang menjadi malas untuk melakukan cara berkomunikasi dengan baik dengan lansia
karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu yang ada.
3. Pengetahuan keluarga
Pengetahuan keluarga sangat mempengaruhi komunikasi dengan pasien dikarenakan
jika keluarga tidak dapat mengerti dan tidak dapat mengetahui apa yang diinginkan
pasien sehingga membuat komunikasi antar keluarga dan pasir missed comunication.
4. Menganggap Sepele
Beberapa pasien sering menganggap remeh atau sepele pada perawat yang berusaha
melakukan komunikasi dengannya.Sikap sepele ini biasanya sering ditemukan pada
pasien yang telah lanjut usia. Merasa lebih tua dan lebih bijak dalam menghadapi
kehidupan membuat mereka sering cuek dan tidak peduli pada perawat yang lebih
muda sehingga terkesan sepele. Sikap sepele ini hanya bisa diatasi dengan kelembutan
dan kesabaran dari perawat yang melakukan komunikasi terapeutik.Dengan kesabaran
dan ketelatenan dalam merawat pasien, maka pasien akan mengerti dengan
sendirinya.
5. Mudah tersinggung
Beberapa pasien yang diajak berkomunikasi kadang kala menjadi sangat mudah
tersinggung. Hal ini bisa terjadi karena memang sifat pasien atau efek obat-obatan
yang membuatnya menjadi mudah emosi.Kondisi pasien yang mudah tersinggung
tentunya menjadi hambatan besar bagi perawat karena harus memilih dengan baik
setiap kalimat yang akan diucapkan. Dalam komunikasi yang menyebabkan pasien
menjadi mudah tersinggung seperti ini, perawat sebaiknya lebih banyak meminta
maaf agar pasien menjadi lebih nyaman dalam berkomunikasi, bahkan meskipun
perawat tersebut tidak memiliki kesalahan.

14
6. Hambatan pada pribadi
Seperti penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi
patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak
dengan realita.

15
BAB III
TINJAUAN KASUS
Skenario I
Seorang pasien laki-laki 75 tahun dirawat di bangsa dalam sebuah rumah sakit
dengann diangnosa stroke. Pasien sering marah kepada keluarga dan perawat karena merasa
tidak diperhatikan. Pasien mengalami penurunan fungsi pendengaran. Perawat mengajak
pasien berkomunikasi dengan bahasa yang sederhana dan jelas. Perawat juga menggunakan
sentuhan untuk memperjelas komunikasi yang disampaikan.
Step 1 ( identifikasi kata sulit )
1. Bangsal
2. Stroke
3. Penurunan fungsi pendengaran
4. Komunikasi
Jawaban :
1. Bangsa adalah ruang rawat inap pasien di rumah sakit
2. Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau
berkurang akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Tanpa darah , otak
tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi, sehingga sel-sel pada sebagian
area otak akan mati.
3. Penurunan fungsi pendengaran adalah salah satu gangguan kesehatan yang umumnya
disebebkan oleh faktor usia atau karena sering terpapar suara yang nyaring atau keras.
4. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi baik itu pesan, ide, maupun
gagasan dari satu pihak kepada pihak lainnya .
Step 2 ( identifikasi masalah)
1. Bagaimana contoh komunikasi terapeutik pada klien ?
2. Komunikasi apakah yang diberikan oleh klien pada kasus ?
3. Bagaimana cara perawat mengkaji pasien , apakah secara langsung atau tidak ?
4. Jelaskan cara yang tepat untuk berkomunikasi pada pasien yang mudah marah ?
5. Bagaiman teknik komunikasi yang tepat untuk pasien yang mengalami penurunan
fungsi pendengaran ?
6. Apakah hambatan yang disarasakan perawat saat berkomunikasi dengan pasien ?
7. Bagaimana hubungan intrapersonal antara pasien dengan perawat ?
8. Apa komunikasi non verbal yang dapat di lakukan untuk menunjang komunikasi
verbal yang telah dilakukan perawat ?

16
9. Apa yang menyebabkan pasien merasa tidak diperhatikan ?
10. Apa hubungan stroke dengan gangguan fungsi pendengaran ?
11. Mengapa pada lansia sering mengalami perubahan emosi ?
Step 3 ( analisa masalah )
1. Contoh
2. Komunikasi verbal : secara lisan dengan bahasa yang sederhana dan jelas
Komunikasi non verbal : dengan sentuhan
3. Dengan cara anamnesa, anamnesa dibagi menjadi dua yaitu :
 Autoanamnesa : anamnesa yang dilakukan secara langsung kepada pasien.
Pasien sendirilah yang menjawab dan menceritakan kondisinya.
 Alloanamnesa : anamnesa yang dilakukan dengan orang lain seperti keluarga
pasien atau sahabat pasien guna memperoleh informasi yang tepat tentang
keadaan pasien. Biasanya pada pasien yang tidak sadarkan diri, bayi, dan anak-
anak.
4. Berkomunikas pada pasien mudah marah :
 Siaplah untuk menghadapi emosi yang beragam
 Tunjukkan empati dan fokus
 Hati-hati dalam berbicara
 Jangan menghiraukan perasaan mereka / pasien
 Berusaha sependapat dengan pasien
 Hiburlah mereka / pasien
5. Komunikasi untuk pasien yang mengalami penurunan fungsi pendengaran :
 Menggunakan bahasa isyarat
 Membaca bibir
 Materi tulis
 Verbilisasi oleh klien
 Memperkeras bunyi
6. Hambatan komunikasi pada kasus :
 Pasien mudah marah
 Pasien mengalami penurunan fungsi pendengaran
 Pasien lansia yang lebih mudah tersinggung
 Kondisi fisik pasien
7. Hubungan antara perawat dengan pasien merupakan hal yang sangat penting. Karena
informasi dari pasien sangat membantu para tenaga kesehatan untuk mengambil

17
tindakan selanjutnya. Bahkan hubungan tersebut ada yang terus berlanjut sampai
pasien itu sembuh. Artinya hubungan intrapersonal terjalin tidak hanya di dalam
asuhan keperawatan , tetapi bisa berlangsung di luar asuhan keperawatan.
8. Komunkasi non verbal :
 Komunikasi dengan sentuhan
 Komunikasi dengan gerakan tubuh
9. Karena stroke menghambat peredaran darah ke otak sehingga suplai darah ke otak
berkurang dan dapat menyebabkan sistem saraf terganggu termasuk saraf yang di ada
di telinga.

18
Step 4 ( mind mapping )

Laki – laki 75 tahun

Stroke

Penurunan fungsi pendengaran


Mudah marah karena merasa
tidak diperhatikan

Tindakan perawat

Komunikasi verbal dengan bahasa yang


sederhana dan jelas
Komunikasi non verbal dengann sentuhan

Hambatan komunikasi Strategi komunikasi


pada kasus pada kasus

Komunikasi terapeutik
pada lansia

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik. Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan
caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang
tuatidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada
hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Manfaat komunikasi
terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien
melalui hubungan perawat dan pasien.
Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ada pendekatan fisik,
psikologis, social, dan spiritual Teknik komunikasi pada lansia terdiri dari : teknik asertif,
responsif, focus, supportif , klarifikasi, sabar dan ikhlas dan lain-lain. Hambatan
berkomunkasi dengan lansia ada agresif, non-asertif dan sebagainya. Teknik perawatan lansia
pada reaksi penolakan : kenali segera reaksi penolakan klien, orientasikan klien lansia pada
pelaksanan perawatan diri sendiri, libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan
tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia: menunjukkan rasa hormat
hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien, pertahankan kontak mata dengan
pasien dan lainnya.
Komunikasi antara perawat dan pasien lansia harus berjalan efektif terutama bagi
pasien lansia karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan dari pasien lansia
tersebut. Komunikasi yang baik dengan pasien adalah kunci keberhasilan untuk masalah
klinisnya. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada
bentuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka
yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain sacara langsung, baik
secara verbal dan nonverbal.

4.2 Saran
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik pada lansia
agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar.Komunikasi pada lansia
baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam pemahamannya. Lansia merupakan
kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab itu, saat komunikasi harus berhati-
hati agar tidak menyinggung perasaannya.Besar harapan kami kepada pembaca untuk bias
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih
sempurna.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.


2. William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
3. physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
4. patients. Clin Interv Aging
5. Ahmadi, Rulam. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
6. Cangara, Hafied. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
7. Cangara, Hafied. (2014). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
8. Damaiyanti, Mukhripah. (2010). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan. Bandung: Refika Aditama.

21

Anda mungkin juga menyukai