OLEH : SGD 1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Pembaca dapat memahami tentang cedera dislokasi shoulder anterior
post arthroscopy surgery pada atlet voli.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi cedera dislokasi shoulder anterior.
2. Mengetahui definisi arthroscopy surgery.
3. Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cedera dislokasi
shoulder anterior post arthroscopy surgery.
BAB II
ISI
2.1 Anatomi Sendi Glenohumeral
1. Tulang Scapula
Scapula adalah sebuah tulang
yang berbetuk segitiga yang memiliki
tiga sudut: inferior, superior, dan
lateral. Scapula juga memiliki 3 buah
sisi. Saat lengan pada posisi istirahat,
sisi medial atau vertebralnya berada
sejajar dengan columna vertebra. Sisi
lateral atau axilar berjalandari sudut
inferior ke sudut lateral scapula. Sisi
superiornya memanjang dari sudut Permukaan tulang Scapula Anterior
(A), Posterior (B)
superior ke arah lateral hingga
proccesus coracoid.
Pada permukaan posterior, scapula dibagi menjadi 2 bagian yaitu fosa
supraspinatus dan fossa infraspinatus oleh spina scapula. Otot suprapinatus
melekat pada fossa supraspinatus. Ujung dari spina scapula ini, membentuk suatu
peninggian tulang yang meluas disebut dengan acromion. Selanjutnya acromion
akan memanjang ke arah lateral dan anterior, melewati atas foosa glenoid Scapula
akan membentuk persendian dengan humerus melalui permukaan fossa gleniodal
yang berbentuk concave. Permukaan fossa glenoid yang landai berada condong
keatas sekitar 4ᵒ dari axis horizontal yang melewati badan scapula. Kemiringan
(inklinasi) ini bervariasi, berkisar dari 7ᵒ miring kearah bawah hingga 16ᵒ kearah
atas.
Pada saat istirahat, normalnya scapula berada pada posisi berlawanan dengan
permukaan posterior-lateral dari thorax, dengan fossa glenoid mengahadap
anterior sekitar 35ᵒ ke bidang frontal. Posisi scapula ini disebut dengan scapular
plane. Scapula dan humerus selalu mengikuti bidang ini saat lengan elevasi
melewati kepala. Permukaan fossa glenoid berbentuk seperti buah pear, dengan
bagian yang melebar pada daerah bagian superiornya. Hanya sepertiga dari
permukaan fossa glenoid yang menyentuh caput humerus. Kedalaman (diukur
pada superior-inferior) dari glenoid sekitar 9 milimeter, dan 5 milimeter (diukur
pada anterior-posterior). Separuhnya dibentuk oleh labrum. Dasar dari fossa
glenoid ini dilapisi oleh cartilago, yang berukuran lebih tebal pada area perifer
daripada tengahnya, sehingga membuat soket sedikit lebih dalam.
Kedudukan sendi yang dibentuk oleh fossa glenoid bersifat dangkal dan
inkongruen terhadap caput humerus. Kelemahan ini, dibantu oleh adanya sebuah
jaringan ikat penghubung yang disebut labrum glenoid. Labrum glenoid
meningkatkan luas cakupan bagi caput humerus, dan membuat cavitas glenoid
lebih dalam. Hal ini meningkatkan kemampuan menerima beban pada sendi bahu.
Labrum ini melekat pada sekeliling periosteum fossa glenoid.
2. Tulang Humerus
Humerus adalah sebuah tulang panjang pada daerah lengan yang terdiri dari
dua buah pangkal tulang dan sebuah badan tulang. Terdapat sebuah permukaan
sendi pada pangkal atas tulang humerus, yang disebut caput humerus. Caput
humerus berbentuk setengah bola, dengan ujung yang berbentuk convex. Caput
humerus menghadap ke arah medial dan superior, membentuk sebuah sudut
inklinasi 135ᵒ terhadap axis panjang dari tulang humerus. Caput humerus berotasi
ke arah posterior sebesar 30ᵒ pada bidang horisontal terhadap axis mediolateral
yang melalui siku Rotasi ini disebut retroversion, yaitu kedudukan persendian
caput humeral pada fossa glenoidal.
Pada bidang corona, permukaan fossa glenoid membentuk sudut sekitar 75ᵒ,
sedangkan permukaan caput humerus bersudut 120ᵒ. Diameter permukaan glenoid
yang lebih kecil daripada caput humerus menyebabkan kontak dalam persendian
ini kecil. Gerakan yang terjadi pada persendian ini meliputi 3 tipe: rolling, gliding,
dan rotasi. Pada gerakan rolling terjadi kontak oleh beberapa titik di permukaan
yang bergerak terhadap beberapa titik pada permukaan yang diam. Pada gerakan
gliding terjadi kontak oleh satu titik pada permukaan yang bergerak terhadap
beberapa titik pada permukaan yang diam. Pada rolling dan gliding terjadi
perubahan area kontak yang signifikan. Tipe yang ketiga adalah rotasi, pada
gerakan ini yang terjadi adalah kontak antara satu titik pada permukaan yang
bergerak pada satu titik di permukaan yang diam Gerakan sendi yang efektif
dicapai oleh interaksi yang kompleks antara penyusun sendi dan jaringan lunak
yang berada di sekitar sendi. Rotasi pada humerus penting saat elevasi bahu.
Terjadi gerakan yang serentak antara rotasi eksterna bahu dengan abduksi pada
bidang corona. Beberapa peneliti mengatakan bahwa gerakan ini bertujuan agar
acromion tidak menyentuh tuberositas mayor dan ligamen coracoacromial.
Ruang dalam kapsul berukuran dua kali lebh besar daripada caput humerus.
Kapsul yang lebar dan longgar ini membuat sendi glenohumeral dapat bergerak
dalam lingkup gerak yang luas. Gerakan pada sendi glenohumeral ini dapat
menyebabkan transalsi pasif dalam sendi.caput humerus dapat terdorong dari
fossa glenoid tanpa menimbulkan nyeri. Dalam posisi anatomi atau adduksi,
terdapat kapsul yang lebih longgar disebut dengan axillary pouch. Axillary pouch
dan ligamen glenohumeral inferior menjadi taut pada abduksi 90ᵒ. Fungsinya
sebagai penyangga pada caput humeral untuk mencegah terjadinya translasi
anterior-posterior.
4. Ligamen
Lapisan luar dari dinding anterior dan inferior dari kapsul sendi lebih tebal
oleh adanya jaringan ikat penghubung yang disebut ligamen glenohumeral.
Sebagian besar ligamen ini menempel pada humerus. Untuk menhasilkan
kestabilan dalam sendi. Ligamen dapat memanjang atau memutar beberapa derajat,
sehingga menimbulkan tekanan pasif yang menghasilkan mechanical support
pada sendi glenohumeral dan mencegah terjadinya rotasi dan translasi yang ektrim.
Ligamen pada sendi glenohumeral berbentuk seperti kipas terdiri dari pita
serabut kolagen yang kompleks, dibagi atas ligamen superior, inferior, dan media.
Ligamen glenohumeral superior menempelkan sisi proximalnya pada
supraglenoid tubercle. Kemudian ligamen ini menempel pada anatomical neck
dari humerus dibawah tuberculum minor. Ligamen ini mengencang saat adduksi
untuk menjaga translasi caput humerus ke arah inferior dan antero-posterior.
Ligamen glenohumeral media, memiliki penempelan yang luas pada sisi
proximalnya yaitu disisi superior dan medial dari anterior cincin glenoid. Ligamen
ini menyati dengan kapsul anterior dan tendon dari otot subscapularis. Lalu
legamn ini menempel pada sisi anterior anatomical neck. Ligamen ini berfungsi
menjada sisi anterior sendi glenohumeral, terutama saat abduksi 45ᵒ hingga 60ᵒ.
Berdasarkan lokasinya, ligamen glenohumeral media ini sangat efektif untuk
membatasi rotasi eksternal yang berlebihan.
Ligamen selanjutnya merupakan ligamen yang luas. Ligamen glenohumeral
inferior pada sisi proximalnya menempel di sepanjang cincin anterior-inferior
darifossa glenoid, termasuk labrum glenoid. Pada bagian distal ligamen ini
menempel secara luas pada batas anterior-inferior dan posterior-inferior dari
anatomical neck. Ligamen glenohumeral inferior ini memiliki tiga buah
komponen yang terpisah: pita anterior, pita posterior dan lapisan axillary pouch.
Pada posisi abduksi, pita anterior dan posterior akan taut jika terjadi rotasi internal
atau eksterna yang ekstrim. Terutama pada pita anterior yang mencegah terjadinya
translasi anterior pada caput humerus. Gerakan dinamic yang bergaya besar pada
abduksi dan ekstrenal rotasikan menyebabkan stress pada pita anterior. Stress ini
dapat terjadi pada “chocking phase” pada pemain baseball saat melempar bola.
Terdapat pula celah antara ligamentum glenohumeral superior dan
ligamentum glenohumeral media pada lipatan kapsul, yang disebut foramen
weitbrecht. Foramen ini dibungkus oleh selaput tipis dari kapsul dan
menghubungkan antara isi kapsul dan celah subscapular, namun celah ini
merupakan titik lemah dalam kapsul sehingga dapat menyebabkan anterior
dislocation pada caput humerus.
Sendi glenohumeral juga diperkuat oleh adanya ligamen coracohumeral.
Ligamen ini memanjang dari sisi lateral pada processus coracoid menuju ke sisi
anterior dari tuberculum mayor humerus. Ligamn ini juga mnyetu dengan kaspul
superior dan tendon otot supraspinatus. Berfungsi sama dengan ligamen
glenohumeral superior, ligamen ini akan taut saat adduksi. Hal ini bertujuan untuk
mencegah translasi inferior dan rotasi eksterna dari caput humerus.
5. Otot Sendi Glenohumeral
Sendi glenohumeral dipengaruhi oleh beberapa otot dalam menjalankan
fungsinya. Fungsi tersebut meliputi sebagai otot penggerak (fungsi kinetic)
maupun sebagai otot yang mensupport secara pasif anggota gerak atas (fungsi
static). Terdapat lima dari sembilan buah otot yang berfungsi sebagai prime
movers pada sendi glenohumeral. Otot tersebut juga disebut sebagai otot intrinsik
pada bahu. Kelima otot ini adalah otot deltoid, suprapinatus, infraspinatus, teres
minor, dan subscapularis.
Gerakan utama bahu dihasilkan oleh empat buah otot yang sering disebut
dengan rotator cuff. Otot ini berfungsi sebagai rotator melalui insersinya pada
caput humerus. Jika rotator cuff dikombinasikan dengan deltoid maka akan
menghasilkan gerakan abduksi lengan. Pada saat rotasi, kerja otot rotator cuff ini
berhubungan dengan perputaran di titik pusat caput humerus pada bidang sagital.
Rotasi yang dimaksud berbeda dengan rotasi pada batang humerus, yaitu internal
dan eksternal rotasi.
Pada saat static otot yang paling banyak berperan adalah otot deltoid dan
otot supraspinatus. Kedua otot ini menjaga agar caput humerus tetap berada pada
fossa glenoid. Sementara itu otot rotator cuff lainnya bersifat membantu untuk
menjaga stabilitas caput humerus.
a. Otot Rotator cuff
- Otot supraspinatus
Otot yang berorigo dari fossa suraspinatus pada sisi atas spina
scapula dari bagian posterior tulang scapula. Otot ini melewati sisi lateral
ligamen coracoacromial lalu menempel pada tuberculum mayor tulang
humers. Otot ini dipersarafai oleh saraf suprascapular (C4, C5,C6). Otot
ini memiliki fungsi untuk mengendalikan caput humerus saat gerakan
rolling kearah superior, mengkompresi caput humerus terhadap fossa
glenoid, menghasilkan ruang semirigid diatas caput humerus untuk
membatasi translasi berlebihan superior yang berlebihan.
- Otot infraspinatus
Otot ini berorigo dari fossa infraspinatus pada sisi bawah spina
scapula bagian posterior tulang scapula. Otot infraspinatus menempel tepat
dibawah otot supraspinatus. Otot ini dipersarafi oleh saraf suprascapular
(C4, C5, C6). Otot infraspinatus dan teres minor
berfungsi untuk menghasilkan gerakan rotasi eksterna.
- Otot Teres Minor
Otot teres minor bermula dari sisi lateral pada tulang scapula diatas
origo dari otot teres major kemudaian berjalan melewati sisi atas dan
lateral lalu masuk ke dalam insersi dari otot infraspinatus di tuberberculum
mayor. Otot teres minor mendapat persarafan dari
cabang saraf axillary (C5, C6).
- Otot subscapularis
Otot ini berada paling anterior dan medial daripada seluruh otot
rotator cuff. Otot ini berorigo dari sisi anterior tulang scapula lalu berjalan
ke lateral menuju tuberculum minor. Otot ini melewati sendi bahu lalu
terpisah dari leher scapula oleh adanya bursa subscapularis. Otot ini
menerima persarafan dari saraf subscapularis superior dan inferior (C5,
C6). Otot Infraspinatus, teres minor, dan subscapularis berfungsi untuk
memberikan gaya depresi pada caput humerus.
b. Deltoid
Otot deltoid yang juga merupakan otot prime movers dari bahu ini
berorigo pada sisi anterior acromion dan sisi posterior spina scapula lalu
berjalan ke arah bawah depan, lateral, dan belakang sendi glenohumeral. Ia
lalu menempel pada sepertiga tengah dari humerus. Gerakan dasar dari
otot deltoid ini adalah elevasi lengan pada sepanjang garis paralel humerus
dan untuk membatasi gaya caput humerus ke atas melawan ligamen
coracoacromial. Saat bekerja sama dengan otot rotator cuff, otot deltid
media akan mengabduksikan lengan pada bidang frontal. Otot deltoid
anterior akan bekerja untuk memfleksikan lengan pada bidang sagita, dan
otot deltoid posterior akan mengekstensikan lengan. Otot deltoid
dipersarafi oleh saraf axilaris (C5, C6).
6. Glenohumeral stabilizer
Pada area sendi bahu yang tidak stabil, diperlukan adanya pembatas untuk
menjaga kestabilan sendi. Pembatas sendi bahu dibagi menjadi dua, statis dan
dinamis. Interaksi dari kedua stabilisasi ini merupakan hal yang komplek. Saat
kondisi patologis, dimana salah satu pembatas dalam keadaan abnormal, bisa
terjadi instabilitas.
a. Static stabilizer
Glenohumeral index
Glenohumeral Index adalah ukuran perbandingan diameter caput
humerus terhadap fossa glenoid. Terdapat hipotesa bahwa individu dengan
perbadingan caput dan fossa yang besar, maka semakin tidak stabil
persendiannya. Semakin kecil diameter permukaan glenoid, maka semakin
kecil kontaknya terhadap caput humerus, sehingga semakin tidak stabil.
Posisi Caput Humerus Terhadap Glenoid1
Posisi sentral dari caput humerus dijaga oleh keseimbangan gaya
otot dan jaringan sekitarnya. Jika terjadi gangguan pada keseimbangan
gaya ini, maka dapat menimbulkan ririko terjadinya subluksasi atau
dislokasi. Saat caput humerus tidak berada pada posisi sentral, maka ini
akan mengurangi gaya tekanan yang dihasilkan otot rotator cuff. Hali ini
menyebabkan berkurangnya stabilitas dinamis sebagai akibat dari
berubahnya panjang regangan pada otot rotator cuff. Kekuatan otot rotator
cuff untuk menjaga stabilisasi akan berkurang.
Ligamen glenohumeral
Ligamen glenohumeral merupakan stabilizer static utama yang
memeberikan stabilisasi pasif pada gelang bahu. Keempat ligamen ini
memegang peran dalam stabilisasi. Ketiga ligamen berada di anterior bahu,
dan berfungsi untuk memperkuat bagian depan kapsul sendi. Kekuatan ini
dibutuhkan oleh kapsul sendi bahu bagian anterior yang kurang stabil.
Sebagai tambahan stabilisasi yaitu oleh reseptor pada kapsul sendi yang
memberikan umpan balik propioseptif.
Prinsip dari stabilizer statis ini yaitu pada daerah komplek bahu
inferior. Terdapat beberapa alasan ligamen glenohumeral inferior berperan
sebagai stabilisasi pasif yang utama. Pertama, jika dibandingkan dengan
ligamen glenohumeral lain, ligamen glenohumeral inferor menyelubungi
area permukaan yang luas. Kedua, karakteristik posisi anatomis ligamen
ini memberikan stabilisasi pada segala bidang. Ligamen ini berbentuk
seperti ayunan, sehingga ligamen ini dapat begerak ke arah anterior-
superior saat bahu rotasi eksternal. Gerakan ini menyebabkan pita anterior
mengencang dan pita posterior melebar
Ligamen glenohumeral media membantu ligamen glenohumeral
inferior untuk memberikan stabilisasi saat rotasi eksternal. Hal ini
dilakukan dengan cara membatasi rotasi eksternal bahu pada posisi di
bawah dalam lingkup gerak sendi. Saat bahu abduksi 90ᵒ, ligamen
glenohumeral media memberikan sedikit stabilisasi pada rotasi eksternal.
Ligamen glenohumeral superior merupakan penghambat utama agar tidak
terjadi subluksasi inferior saat lengan abduksi 90ᵒ. Ligamen ini
memberikan stabilisasi pada tekanananterior-superior saat lengan abduksi
0ᵒ.
Berperan sama dengan ligamen glenohumeral superior, pita sntrior-
inferior dari komplek ligamen bahu menstabilkan bahu saat ada tekanan
anterior-posterior. Bedanya, pita anteriorinferior dari komplek ligamen
bahu berfungsi saat bahu abduksi 45ᵒ atau lebih, namun ligament
glenohumeral superior memberkan stabilisasi saat lengan tidak abduksi.
Pita anterior dari ligamen glenohumeral membantu gerakan rollback dari
caput humerus pada fossa glenoid dan menjaga agar tidak terjadi gerakan
bahu yang ekstrim.
Glenoid labrum
Labrum dibentuk oleh serat colagen padat yang mengelilingi dan
menempel pada cincin glenoid, sehingga membuat permukaan glenoid
semakin dalam dan lebar. Secara fungsional labrum meningkatkan kontak
antara glenoid dengan humerus hingga tiga kali lipat dan meningkatkan
kestabilan sendi. Jika cekungan dari fossa glenoid dan kompleks labrum
berkurang, stabilisasi bahu akan berkurang 20%. Hal ini juga disebutkan
dalam suatu penelititan, bahwa pada labrum yang utuh ditemukan kontak
area humerus terhadap fossa glenoid secara vertikal sebanyak 75% dan
horizontal 67%. Efek ini tampak lebih banyak pada arah superior-inferior
daripada anterior-posterior. Labrum juga memberikan tahanan agar tidak
terjadi rollback caput humerus yang berlebihan.
Tekanan Negatif Intraartikular
Terdapat tekanan negative intraartikular pada sendi glenohumeral
yang dapat menjaga stabilitas sendi. Normalnya bahu berisi 1mL cairan
synovial, hal ini menjaga tekanan atmosfer tetap rendah dengan adanya
tekanan osmotik yang tinggi disekitar jaringan. Kombinasi antara
kesesuaian sendi glenohumeral dengan adanya cairan synovial
menghasilkan adhesi dan kohesi antara caput humerus dan glenoid mirip
seperti dengan gelas basah yang menempel pada alas. Adhesi dihasilkan
oleh cairan synovial, namun kohesi dihasilkan oleh kesesuaian dari sendi.
b. Dinamik Stabilizer
Stabilisasi dinamis dihasilkan oleh otot yang berada di sekitar sendi. Otot
rotator cuff memberikan stabilisasi berupa kompresi oleh gaya otot intrinsik.
Gaya otot extrinsik dihasilkan oleh otot deltoid. Kompresi dinamik adalah
kemampuan otot rotator cuff untuk memberikan efek kompresi pada caput
humeri selama sendi bahu bergerak elevasi.
Otot rotator cuff memiliki fungsi untuk mengendalikan caput humerus
yang menempel pada fossa glenoid. Peran otot-otot bahu dalam menjaga
stabilitas sendi bahu yaitu melalui mekanisme: (1) kerja otot yang
memberikan tegangan pasif pada sendi, (2) Kontraksi otot rotator cuff yang
menyebabkan kompresi pada permukaan sendi, (3) Gerakan sendi yang
menyebabkan ligament sendi tertarik, (4) otot yang berkontraksi memberikan
efek membatasi sendi, (5) pengalihan arah gaya pada sendi ke pusat
permukaan glenoid oleh kombinasi gaya otot. Otot infraspinatus dan teres
minor mengontrol rotasi eksterna humerus dan mengurangi ketegangan
capsuloligament anterior-posterior. Otot subscapularis adalah otot stabilisator
yang paling kuat diantara grup rotator cuff, diikuti otot infraspinatus dan teres
minor. Otot supraspinatus memiliki peran stabilisator yang paling kecil. Otot
ini memiliki jumlah masa otot yang besar daripada otot rotator cuff lainnya.
Kombinasi kontraksi dari otot subscapularis dan infraspinatus akan
membentuk force couple, yang memberikan stabilitas pada seluruh lingkup
gerak sendi saat elevasi 60ᵒ hingga 150ᵒ.
Deltoid memberikan stabilisasi dinamis pada posisi lengan dalam bidang
scapular dan berkurang satbilisasinya saat lengan dalam bidang corona. Otot
deltoid caput media dan posterior memberikan stabilisasi yang lebih besar
dengan menghasilkan lebih banyak gaya kompresi dan mengurangi
penyebaran gaya daripada caput anterior. Sehingga, otot deltoid caput media
dan posterior harus menguatkan ketidakstabilan sendi pada sisi anterior bahu
dengan lebih kuat. Otot deltoid dan rotator cuff menghasilkan penyebaran dan
kompresi gaya dalam sendi bahu. Gaya ini bisa bermacam-macam sesuai
alignment saat perubahan otot. Gaya kompresi yang dihasilkan oleh otot yang
bekerja paralel dengan foosa glenoid menstabilkan caput humerus. Kerja otot
yang tegak lurus terhadap glenoid menghasilkan penyebaran gaya
translasional.
Ketidakseimbangan otot sekitar bahu dapat menjadi penyebab dari pola
gerakan abnormal dan menghasilkan proses patologis. Pengetahuan pada
kemungkinan ketidakstabilan sendi yang dihasilkan oleh otot bahu dapat
membantu seorang klinisi untuk memberikan program rehabilitasi untuk
meningkatkan kestabilan sendi dan program pencegahanya.
Selain itu tingginya kejadian rekurensi dislokasi bahu juga banyak terjadi
pada usia lebih dari 40 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh profil kolagen pada kapsul
bahu. Kolagen adalah merupaka material penting penyususn ligamen dan sendi.
Saat usia dewasa kolagen yang diproduksi merupakan kolagen yang tidak mudah
larut. Kolagen tipe ini memliki sulfur yang memiliki kecenderungan untuk saling
berikatan diantara filamen kolagen. Hal ini mnyebabkan serabut kolagen menjadi
kuat dan tidak elastis. Sekali saja orang tua mengalami streching yang berlebihan,
ligamen dan kapsulnya akan menjadi longgar
b. Faktor ekstrinsik
Kejadian dislokasi bahu banyak terjadi pada orang yang sering melakukan
aktivitas olahraga atau rekreasi daripada orang yang santai. Frekuensi terjadinya
dislokasi berulang juga lebih banyak pada atlit (>80%). Hal yang paling sering
sering menyebabkan dislokasi yaitu adanya kontak bahu yang kuat terhadap
pemain lain, dan juga kontak dengan peralatan olahraga di sekitarnya.
Selain itu chronis stress berhubungan dengan olahraga yang banyak
melakukan gerakan lengan melampaui kepala seperti melempar, voli, dan tenis.
Gerakan yang terjadi yaitu rotasi eksterna yang ekstrim dengan posisi humerus
abduksi dan ekstensi dalam bidang horisontal. Terdapat hipotesis bahwa posisi
lingkup gerak sendi yang berlebihan secara repetitif dapat menyebabkan kelebihan
beban pada kapsul glenohumeral. Hal ini mengakibatkan melemahnya pembatas
static
c. Faktor kecelakaan
Mekanisme dislokasi anterior bahu yang disebabkan oleh kecelakaan yaitu
jatuh pada posisi lengan elevasi dan ekstensi. Sehingga menyebabkan aplikasi
gaya yang langsung ke arah posterior dari caput humerus Pada posisi jatuh
terlentang, Bankart menjelaskan gaya yang melewati humerus saat ekstensi
menjadi besar sehingga menghasilkan dislokasi anterior-inferior. Baru – baru ini
ditemukan, jatuh pada saat lengan abduksi dan rotasi eksternal, gaya ke arah
eksternal distal pada anggota gerak atas mendorong bahu hingga batas dari normal
lingkup gerak sendi.
a. Atrthoscopic procedure
Prosedur ini didahului oleh pemeriksaan artroskopi untuk melihat
cedera pada sendi bahu. Menurut beberapa penelitian, kecacatan pada area
permukaan glenoid lebih dari 21% hingga 30% atau Hill-Sac defect dapat
menyebabkan dislokasi berulang. Pemeriksan harus melihat secara teliti
kondisi labrum glenoid dan kapsul yang longgar. Untuk memastikan,
operator biasanya memeriksa sekeliling sendi bila terdapat tanda
kelonggaran sendi. Tanda ini menunjukkan positif bila artroskop dapat
dengan mudah melewati portal posterior, menuju kuadran anteroinferior.
Jika tampak lesi capsulolabral, atau yang dikenal sebagai bankart lession,
maka segera dilakukan repair. Teknik repair ini menggunakan jahitan
sebagai jangkar, kemudian labrum ditempelkan kembali pada cincin
glenoid,dimulai dari daerah yang paling inferior. Proses ini terus
dilanjutkan hingga labrum selesai diperbaiki sesuai posisi semula yaitu
pada cincin glenoid.
b. Open soft tissue procedure
Terdapat beberapa teknik operasi pada pasien dengan dislokasi sendi bahu
anterior, open bankart procedure adalah yang paling banyak digunakan.
Pada prosedur ini didapatkan defek pada labrum dan labrum digerakkan
lalu ditempelkan posisi semula yaitu cincin glenoid anteroinferior. Teknik
penempelannya ada berbagai cara. Pada open bankart, digunakan alat drill
untuk mengebor glenoid. Beberapa penelitian melaporkan,pada 27 pasien
yang dilakukan operasi dengan teknik ini, tidak didapatkan dislokasi
berulang. Kemudian, dalam glenoid yang sudah di bor, dilakukan operator
melakukan jangkar penjahitan untuk menempelkan labrum.
c. Open bony procedures
Sebagai tambahan pada tindakan open soft tisuue technique, beberapa
metode open bony procedures juga dilakukan pada pasien untuk mencegah
dislokasi sendi bahu anterior. Pada metode ini, sedikit tulang ditempelkan
pada leher glenoid dengan tujuan sebgai penambahan permukaan glenoid.
Graf pada tulang ini digunakan untuk menambah area kontak dari fossa
glenoid untuk caput humerus dan juga sebagai penyangga untuk mencegah
terjadinya dislokasi anterior.
2. Aktivitas tambahan
3. Immobilisasi
4. Edukasi pasien
5. ROM
a. Pembatasan aktivitas
2. Fase 2
Fase ini dimulai dari minggu ke 6-12 dan setelah peningkatan klinis yang
diidentifikasi pada fase 1 sudah tercapai.
Tujuan :
1. Mencapai target normal Pasif ROM dan Aktif ROM. Tidak signifikan jika
melebihi :
Intervensi Spesifik :
1. Tahap aktif ROM sudah dicapai dengan minimal atau tanpa nyeri. (NPRS,
0-2/10) dan tanpa perubahan pola.
2. Postur scapula yang tepat saat istirahat dan kontrol scapula dinamik
selama ROM dan latihan strengthening.
3. Kegiatan strengthening selesai dengan minimal atau tanpa nyeri (NPRS 0-
2/10).
3. Fase 3
Tujuan
a. Mengembalikan strength, endurance, neuromuscular control, dan power.
b. Meningkatkan tekanan secara bertahap pada jaringan anterior
capsulolabral.
c. Mengembalikan ADL secara bertahap, pekerjaan dan aktivitas rekreasi.
Intervensi yang dihindari
a. Tidak meningkatkan tekanan pada shoulder pada periode pendek atau
dalam sikap yang tidak terkendali.
b. Tidak melakukan latihan rehabilitasi lanjutan seperti plyometrics atau
latihan ROM maksimal selama ADL, bekerjan, dan rekreasi.
c. Tidak melanjutkan latihan aktivitas spesifik hingga pasien dalam keadaan
mendekati full ROM dan strength.
d. Tidak melakukan aktivitas angkat beban yang memberikan tekana pada
anterior capsule. Misalnya latissimus pull-downs dan tekanan spontan
dengan tangan dibelakang kepala menekan anterior capsule dengan tanpa
manfaat tambahan dalam otot. Begitu pula dengan aktivitas yang
mendorong shoulder ekstensi secara full ROM harus dihindari.
Spesifik Intervensi
1. Aktivitas primer yang penting untuk dilakukan
a. Latihan strengthening dan endurance secara progresif.
b. Latihan neuromuscular control secara progresif.
c. Aktivitas spesifik secara progresif seperti sport, bekerja, melakukan
kegiatan hobi.
2. Aktivitas tambahan
a. Mengembalikan core dan stabilitas scapula.
3. Edukasi Pasien
a. Berikan saran kepada pasien tentang pentingnya meningkatkan
tekanan pada shoulder selama ADL,bekerja, dan aktivitas rekreasi,
termasuk mengangkat beban, aktivitas berulang, dan overhead
sports.
4. ROM
a. Pasif ROM, stretching dan joint mobilization diperlukan dalam
mengatasi penurunan.
5. Neuronmuscular re-education
a. Mengatasi penurunan dari rotator cuff, scapula musculature dan
trunk musculature.
6. Strength/endurance/power
a. Melanjutkan program strengthening shoulder pada fase 2, dengan
meningkatkan penekanan pada aktivitas high-speed multiplanar
dengan menggabungkan seluruh kinetik chain.
b. Meningkatkan aktivitas rehabilitasi secara bertahap untuk
peningkatan ADL dan bekerja.
c. Melakukan program angkat beban secara secara progresif dengan
melakukan penekanan pada otot primary mover ekstremitas atas
seperti deltoid, latissimus dorsi, dan pectoralis major.
1) Dimulai dengan beban yang ringan dan tinggi repetisi setiap
set 15-25 repetisi, lalu repetisi diturunkan secara bertahap
dengan peningkatan beban setelah beberapa bulan.
2) Latihan ekstremitas atas yang disarankan pada awal fase 3 :
a. Biceps curl, adduksi shoulder seperti fase 2
b. Triceps press-downs atau kick-backs, dan adduksi
shoulder seperti fase 2
c. Shoulder shrugs atau angkat bahu
d. Retraksi Scapula dan adduksi shoulder
e. Latissimus bar pull-downs dengan tangan berada di
kepala
f. Latihan dumbbell diatas kepala dengan penekanan
kepada shoulder. Posisi awal tangan ditempatkan
didepan shoulder namun jangan di abduksikan atau
eksternal rotasi.
g. Melakukan push-up selama tidak memfleksikan siku
melewati 90°.
3) Latihan ekstremitas atas yang disarankan untuk ditambahkan
di fase 3 intermediate :
a. Isotonic pressing activities menggunakan mesin
pressing, barbell atau dumbbell namun jangan sampai
melakukan abduksi atau eksternal rotasi full ROM.
b. Shoulder raises hingga 90°.
c. Retraksi scapula dan elevasi shoulder.
4) Latihan ekstremitas atas yang disarankan untuk ditambahkan
di fase 3 akhir :
a. Abduksi dan eksternal rotasi shoulder dengan
overhead pressing (military press)
b. Pectoralis major flys
c. Dead lift
d. Power cleans
4. Fase 4
Return to sport
Kriteria untuk kembali bermain:
1. Izin dari dokter.
2. Tidak ada keluhan nyeri pada istirahat dan minimal sampai tidak nyeri saat
beraktifitas.
3. Tidak ada atau minimal instability saat beraktivitas.
4. Pengembalian ROM untuk melakukan beberapa aktivitas.
5. Kekuatan dan daya tahan yang kuat dari rotator cuff dan otot scapula
untuk melakukan aktivitas dengan minimal/ tidaknyeri/ kesulitan.
Jika pasien merasakan tidak nyaman pada stabilitas shoulder, pasien dapat
disarankan untuk menggunakan stability brace untuk beraktivitas, tetapi biasanya
digunakan pada olahra gadengan kemungkinan terjadinya benturan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada student project ini.
Oleh karena itu, kami mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi student project
ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga student project
ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.