(ADME)
Disusun oleh :
NIM : 18.0400.F
KELAS : 2A
PRODI S1 FARMASI
PEKAJANGAN PEKALONGAN
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 1
1. Absorpsi .................................................................................................................. 2
Rute Pemberian Obat .......................................................................................................... 2
Absorpsi Obat Oral........................................................................................................... 3
Absorbsi Obat dalam Saluran Cerna .............................................................................. 3
Pengaruh Makanan pada Absorpsi Obat dari Saluran Cerna ..................................... 3
Pengaruh Penyakit pada Absorpsi Obat ........................................................................ 3
2. Distribusi ................................................................................................................. 5
Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh adalah:................... 5
3. Metabolisme........................................................................................................... 8
Metabolisme Liver .......................................................................................................... 10
Jalur metabolisme obat .................................................................................................. 11
Sistem mono-oksigenase P-450 ...................................................................................... 11
Reaksi Fase I.................................................................................................................... 12
Reaksi Fase II .................................................................................................................. 12
FIRST-PASS EFFECTS ................................................................................................. 12
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat ................................................ 13
4. Ekskresi ................................................................................................................. 16
Ginjal................................................................................................................................ 16
Kulit.................................................................................................................................. 18
Paru-paru ........................................................................................................................ 18
Hati ................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 20
1|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
1. Absorpsi
2|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
Absorpsi Obat Oral
Rute absorpsi obat secara oral merupakan rute paling lazim dan populer dari
pendosisan obat. Karena obat dapat absorbsi dengan mudah bila dilakukan secara
oral. Ada beberapa faktor penunjangp pada bentuk pembuatan obat oral salah
satunya bentuk sediaan obat harus di rancang untuk mempertimbangkan rentang
pH yang ekstrem, ada atau tidak adanya makanan, degradasi enzim, perbedaan
permeabilitas obat dalam darah yang berbeda dalam usus, dan motilitas saluran
cerna. Perbedaan permeabilitas obat dalam darah yang berbeda dalam usus, dan
motilitas saluran cerna.
3|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
- Pasien akhloridria tidak mempunyai produksi asam lambung yang memadai.
Kekurangan produksi asam lambung menyebabkan obat bersifat basa lemah
tidak dapat membentuk garam larut dan tetap di dalam lambung dan tidak di
absorpsi.
- Pasien dengan penyakit parkinson mengalami kesulitan menelan dan sangan
menurunkan motilitas pencernaan.
- Pasien dengan antidepresan trisiklik dan obat antipsikotik megalami
penurunan motilitas saluran cerna atau bahkan obstruksi intestinal.
Penundaan absorpsi obat terjadi terutama pada produk lepas-lambat.
- Pasien dengan gagal jantung kongestif mengalami penurunan aliran darah dan
mengalami edema pada dinding perut. Selain itu motilitas intestinal lambat.
Penurunan aliran darah ke usus dan penurunan motilitas intestinal
mengakibatkan penurunan absorbsi obat (Shargel,2012).
4|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
2. Distribusi
Pada umumnya molekul obat berdifusi secara cepat melalui jaringan kapiler
halus ke ruang jaringan yang terisi cairan interstisial. Cairan interstisial plus cairan
plasma disebut cairan ekstraseluler (berada di luar sel). Selanjutnya dari cairan
interstinal, molekul obat berdifusi melintasi membran sel ke dalam sitoplasma
(Shargel et al., 2012).
Membran sel tersusun atas protein dan dua lapis fosfolipid, yang bertindak
sebagai sawar lemak untuk ambilan obat. Obat yang mudah larut dalam lemak
akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam sel, sedangkan obat yang
tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya
terbatas, terutama di cairan ekstra sel. Obat yang tidak larut dalam lemak tersebut
bersifat polar sehingga akan terikat pada protein plasma (albumin) dan
membentuk kompleks obat-protein yang terlalu besar untuk berdifusi melintasi
membran sel (Katzung, 2011).
5|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
Obat dibawa ke seluruh jaringan tubuh oleh aliran darah sehingga semakin
cepat obat mencapai jaringan, semakin cepat pula obat terdistribusi ke dalam
jaringan. Kadar obat dalam jaringan akan meningkat sampai akhirnya terjadi
keadaan yang disebut keadaan mantap (steady state). Kecepatan distribusi
obat masuk ke jaringan sama dengan kecepatan distribusi obat keluar dari
jaringan tersebut. Pada keadaan ini, perbandingan kadar obat dalam jaringan
dengan kadar obat dalam darah menjadi konstan dan keadaan ini disebut
keseimbangan distribusi. Oleh karena itu, pada jaringan tubuh yang
mendapat suplai darah relatif paling banyak dibandingkan ukurannya akan
menyebabkan terjadinya keseimbangan distribusi yang paling cepat.
Distribusi obat dibedakan atas dua fase berdasarkan penyebarannya di
dalam tubuh, yaitu:
a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke
organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak
(waktu distribusi kurang dari 2 menit).
b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang
perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot,
visera, kulit dan jaringan lemak (waktu distribusi 2-4 jam) (Shargel et
al.,2012).
Perfusi darah melalui jaringan dan organ bervariasi sangat luas. Perfusi
yang tinggi adalah yang terjadi pada daerah paru-paru, hati, ginjal, jantung,
otak dan daerah yang perfusinya rendah adalah lemak dan tulang.
Sedangkan perfusi pada otot dan kulit merupakan perfusi sedang. Perubahan
dalam aliran kecepatan darah pada penderita sakit jantung akan mengubah
perfusi organ seperti hati, ginjal dan berpengaruh terhadap kecepatan
eliminasi obat (Shargel et al., 2012).
Distribusi total obat dalam tubuh dapat diperkirakan dengan cara
mengaitkan jumlah obat dalam tubuh dengan jumlah obat dalam darah atau
dengan kadar obat dalam darah. Parameter yang mengaitkan jumlah obat
dalam tubuh dengan kadar obat dalam darah disebut volume distribuse
(VD), dengan rumus:
6|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑢𝑏𝑢ℎ
𝑉𝐷 =
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑜𝑏𝑎𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ
Volume distribusi adalah suatu parameter yang penting dalam
farmakokinetik. Salah satu kegunaannya adalah untuk menentukan dosis
obat yang diperlukan untuk memperoleh kadar obat dalam darah yang
dikehendaki. Obat-obat dengan nilai VD yang kecil akan menghasilkan
kadar dalam darah yang lebih tinggi, sedangkan obat dengan nilai VD yang
besar akan menghasilkan kadar dalam darah yang rendah.
7|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
3. Metabolisme
8|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
Metabolisme obat adalah sangat komplek. Biasanya, metabolit obat adalah
lebih larut dalam air daripada obatnya karena mengandung gugus fungsional yang
dapat berkonjugasi dengan gugus hidrofilik. Meskipum metabolit biasanya larut
dalam air tetapi ada pengecualian pada p-asam klorofenaseturat (metabolit p-asam
klorofenilasetat) atau N-4-asetilsulfanilamid (metabolit sulfanilamid). Sering
terjadi bahwa metabolit obat lebih diionisasi pada pH fisiologi daripada obatnya
sehingga bentuk garam yang larut dalam air dapat menurunkan kelarutannya dalam
lipid sehingga mudah untuk diekskresikan (Gibson and Skett, 1986).
9|STIKESMUHAMMADIYAHPKJ,PEKALONGAN
senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim
sitokrom P450 (Stockley, 2008).
Metabolisme Liver
Liver merupakan organ yang memeiliki perananan penting dalam proses
metabolisme. Oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi merupak reaksi yang
paling umum. Metabolisme obat dalam liver bergantung aliran dan site. Beberapa
enzim hanya dicapai bila aliran darah berjalan dari arah tertentu. Jumlah enzim yang
terlibat dalam metabolisme obat tidak merata pada seluruh liver. Sebagai akibatnya,
perubahan aliran darah dapat sangat mempengaruhi fraksi obat termetabolisme.
Secara klinis, penyakit liver, seperti sirosis dapat menyebabkan fibrosis, nekrosis,
dan hepatik shunt, mengakibatkan perubahan aliran darah dan mengubah
bioavaibilitas obat (Shargel,2012).
Enzim liver yang telibat dalam metabolisme adalah MFO (Mixed Functions
Oxidase). Merupakan enzim structural yang merupakan seuatu sisterm transpor
elektron yang memerlukan NADPH tereduksi (NADPH2), oksigen molekuler,
sitokrom P450, NADPH-sitokrom, P450 reduktase, dan fospolipid (Shargel,2012).
10 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
Jalur metabolisme obat
Telah disampaikan bahwa tempat metabolisme obat terutama pada hati.
Enzim yang berperan dalam metabolisme obat terdapat pada fraksi mitokondrial
atau mikrosomal. Bahkan metabolisme obat dapat terjadi manakala enzim
metabolisme diproduksi oleh sel-sel di sirkulasi sistemik. Obat kemungkinan
dimetabolisme dalam epitelium gastrointestinal selama absorpsi atau oleh hati
sebelum mencapai sirkulasi sistemik, proses terakhir ini dinamakan efek lintas
pertama (first-pass effect) yang mengakibatkan penurunan bioavailabilitas. Reaksi
metabolisme obat atau biotransformasi dibagi menjadi 2 :
1. Metabolisme obat fase I (fase non sintetik)
2. Metabolisme obat fase II (fase sintetik)
11 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
oksigen rnolekular) terhadap obat untuk membentuk gugus hidroksi (D-OH). Lebih
lanjut, senyawa hasil reaksi ini akan bersifat lebih polar sehingga mudah
diekskresikan dan mudah bereaksi dengan enzim-enzim fase metabolisme obat fase
II.
Reaksi Fase I
Reaksi metabolisme obat ini disebut juga fase non sintetik atau reaksi
fungsional. Reaksi metabolisme obat ini bukan reaksi sintesis atau pembentukan
suatu senyawa yang baru tetapi menciptakan gugus fungsional reaktif bagi senyawa
tersebut. Enzim reaksi metabolisme obat fase I biasanya terdapat pada mikrosomal
(retikulum endoplasma). Makna dari reaksi metabolisme fase I ini adalah
meningkatkan efek atau potensi bagi suatu senyawa dan memudahkan suatu
senyawa untuk bereaksi dengan enzim-enzim metabolisme obat fase II. Contoh
metabolisme obat fase I adalah reaksi oksidasi yang melibatkan sitokrom P-450,
oksidasi, reduksi, hidrolisis dan dehalogenasi. (Shargel,2012).
Reaksi Fase II
Reaksi metabolisme obat fase II disebut juga fase sintetik atau reaksi
konjugasi. Reaksi metabolisme obat fase II ini merupakan jalur detoksifikasi. Pada
reaksi ini menciptakan suatu senyawa yang baru dan biasanya metabolitnya berupa
senyawa tidak aktif yang mudah dieksresikan. Makna dari reaksi metabolisme fase
II adalah metabolit yang terbentuk umumnya bersifat polar atau mudah terionisasi
pada pH fisiologi sehingga lebih mudah diekskresikan dan mengubah molekui obat
yang aktif menjadi metabolit yang relatif kurang aktif. Contoh metabolisme obat
fase II adalah reaksi konjugasi sulfat, konjugasi glukuronat dan konjugasi
merkapturat.
FIRST-PASS EFFECTS
Untuk beberapa obat, rute pemakaian mempengaruhi kecepatan
metabolisme. Sebagai contoh, obat yang diberikan parenteral, transdermal atau
inhalasi akan mempunyai kemungkinan untuk terdistribusi dalam tubuh sebelum
dimetabolisme oleh hati. Sebaliknya bila obat diberikan per oral, maka availabilitas
sistemiknya kurang dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat
menembus dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat
12 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
yang mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa
usus dan dalam hepar (Setyawati, 2005).
Obat yang digunakan secara oral akan melalui liver (hepar) sebelum masuk ke
dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung, paru-paru
dan jaringan lainnya). Di dalam liver terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450
yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya
menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh
melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara dramatik
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass
metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di hasilkan juga
berkurang (Hinz, 2005)
13 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
Tabel, Durasi, waktu paro dan aktivitas enzim metabolisme pada beberapa
makhluk hidup (Gibson dan Skett, 1986)
c. Farmakologi
Faktor ini meliputi induksi dan inhibisi enzim metabolisme. Beberapa obat
yang dapat menginduksi senyawa lain misalnya fenobarbital, progesteron dan
tolbutamid. Obat tersebut dapat menginduksi enzim metabolisme obat
sehingga keberadaan obat dalam tubuh menjadi berkurang mengakibatkan
penurunan efek klinik obat. Sedangkan inhibitor enzim misalnya aspirin,
kloramfenikol, fenilbutason yang masing-masing menghambat metabolisme
fase I klorpropamid, heksobarbital dan difenilhidantion. Adanya inhibitor
tersebut akan menghambat reaksi metabolisme obat sehingga keberadaan obat
dalam tubuh meningkat dan sebagai konsekuensi klinik adalah kenaikan efek
farmakologinya (Mike, 2005).
d. Kondisi patologi
Kondisi patologi meliputi jenis dan tingkat penyakit dapat mempengaruhi
metabolisme suatu obat. Telah disampaikan bahwa hati merupakan organ
utama bagi reaksi metabolisme obat sehingga apabila terjadi kondisi patologi
pada organ tersebut misalnya nekrosis hepar atau hepatitis maka obat yang
14 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
lebih dominan dimetabolisme di hati seperti tolbutamid dapat mengalami
gangguan metabolisme sehingga efek farmakologinya dapat meningkat. Dalam
hal ini, pengetahuan mengenai penyesuaian dosis pada penderita tersebut
adalah penting bagi pada apoteker yang akan berkerja di rumah sakit (Mike,
2005).
e. Susunan makanan
Unsur-unsur makanan meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, unsur
runutan dan alkohol dapat mempengaruhi metabolisme obat. Ini terkait bahwa
unsur makanan tersebut dapat memacu kemampuan baik secara kualitas
maupun kapasitas enzim metabolisme obat khususnya P-450 untuk
mengkatalisis reaksi metabolisme obat.
f. Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi produk petroleum, logam berat dan insektisida
yang berasal dari cemaran lingkungan. Mekanisme dari faktor tersebut adalah
juga terkait dengan kemampuannya menginduksi atau menghambat enzim
pemetabolisme (Mike, 2005).
15 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
4. Ekskresi
Masing-masing alat ekskresi memiliki sistem atau cara kerja yang berbeda,
sistem/cara kerja dari alat-alat ekskresi adalah sebagai berikut, :
Ginjal
Pada ginjal terdapat beberapa tahapan untuk melakukan ekskresi, yaitu
terdapat proses penyaringan, reabsorpsi, dan pengumpulan hingga terbentuklah urin
yang siap untuk dikeluarkan.
16 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
- Penyaringan (Filtrasi)
Darah yang banyak mengandung zat sisa metabolisme masuk kedalam
ginjal melalui pembuluh arteri ginjal (arterirenalis). Cairan tubuh keluar dari
pembuluh arteri dan masuk kedalam badan malpighi. Membran glomerulus dan
kapsul Bowman bersifat permeabel terhadap air dan zat terlarut berukuran kecil
sehingga dapat menyaring molekul-molekul besar. Proses pembentukan urin
diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler glomerulus. Sel-sel
kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas yang
tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan. Selain
penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah,
keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan bahan kecil yang
terlarut di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan. Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrate glomerolus atau urin
primer, mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya (Shargel, 2012).
- Pengumpulan (Augmentasi)
Di tubulus kontortus distal, beberapa zat sisa seperti asam urat, ion
hidrogen, amonia, kreatin, dan beberapa obat ditambahkan kedalam urin
sekunder sehingga tubuh terbebas dari zat-zat berbahaya. Urin sekunder yang
17 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
telah ditambahkan dengan berbagai zat tersebut disebut urin. Kemudian, urin
disalurkan melalui tubulus kolektivus kerongga ginjal. Dari rongga ginjal, urin
menuju kekantung kemih melalui saluran ginjal (ureter ).
Kulit
Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi atau
zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan
sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat
menyebabkan keasaman pada kulit (Shargel, 2012).
Paru-paru
Zat sisa metabolisme yang dikeluarkan dari paru-paru berupa CO2 dan
H2O yang dihasilkan dari proses pernafasan. Pengangkutan CO2 sebagai hasil zat
sisa metabolisme, diangkut oleh darah dapat melalui tiga cara:
1. CO2 larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim
anhidrase (7% dari seluruh CO2)
18 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
pula kedudukan HCO3-digantikan oleh ion Cl- (klorida) dari plasma darah
(Shargel, 2012).
Hati
Sebagai alat ekskresi hati (hepar) mengeluarkan empedu ± 1/2 liter
setiaphari. Empedu cairan kehijauan, rasanya pahit, pH netral, dan mengandung
kolesterol, garam-garam mineral, garam empedu,dan zat warna empedu yang
disebut bilirubin dan biliverdin. Garam-garam empedu berfungsi dalam proses
pencernaan makanan. Zat warna empedu yang berwarna hijau kebiruan berasal dari
perombakan hemoglobin sel darah merah di dalam hati. Zat warna empedu diubah
oleh bakteri usus menjadi urobilin yang berwarna kuning coklat yang memberikan
warna feses dan urin. Sisa-sisa pencernaan protein yang berupa urea dibentuk juga
di dalam hati. Urea kemudian dibawa oleh darah dan selanjutnya masuk kedalam
ginjal. Akhirnya, dari ginjal dikeluarkan bersama-samadengan urin (Shargel, 2012).
19 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Gibson, G.G. and Skett, P., 1986, Introduction to Drug Metabolisme,
Chapman and Hall, London. Gibson, G.G. and Skett, P., 1986, Introduction to Drug
Metabolism, Chapman and Hall, London.
Katzung, B. G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10.
Diterjemahkan oleh Aryandhito Widhi N, Leo Rendy, dan Linda Dwijayanthi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mike J. Neal. 2005. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta:
Erlangga.
Shargel, Leon, Susanna Wu-Pong, dan Andrew B. C. 2012. Biofarmasetika
dan Farmakokinetika Terapan. Edisi 5. Surabaya: Universitas Airlangga Press.
20 | S T I K E S M U H A M M A D I Y A H P K J , P E K A L O N G A N