Anda di halaman 1dari 3

Nama : Miftahul Khaeriyah Lase

Nim : 0404173044

Semester : V-B

Jurusan : Pemikiran Politik Islam

JAWABAN

1 . Perbedaan Pemikiran Politik Hasan Al Bana dan M.natris

Jawaban :

Hasan Al Banna politik adalah hal yang memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun
eksternal umat. Ia memiliki dua sisi: internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan sisi internal politik
adalah “mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-
haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka
melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan. Sedangkan yang dimaksud dengan
sisi eksternal politik adalah “ memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkan mencapai
tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya
dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya, Hasan Al-Banna, dengan gamblang
mengaitkan antara aqidah dan aktivitas politik. Sedangkan M.natsir berpendapat bahwa politik
Islam,M.Natsir memiliki pandangan bahwa Islam bukan hanya mengatur hal-hal yang bersifatbersifat
ritual peribadatan, melainkan lebih luas dari pada itu, yaitu menyangkut kaidah-kaidah kehidupan,
batasan-batasan sosial, mengatur ranah muamalah, sekaligus tata kehidupan bermasyarakatuntuk
menjalankan dan memastikan bahwa semua kaidah, batasan, dan norma-norma Islam yang
komprehensif tersebut dapat terwujud dalam kehidupan, maka dibutuhkan peran negara sebagai
pengatur di dalamnya. Dalam pandangan Natsir, keberadaan pemimpin yang mampu memimpin,
mengayomi, dan melindungi rakyat sekaligus menjaga keberlangsungan agama adalah hal mutlak.
Pelaksanaan dan penerapan ajaran agama tidak mungkin terwujud, kecuali adanya kepemimpinan yang
didukung dengan aturan-aturan negara yang terwarnai oleh falsafah dasar agama. Terkandungnya
hukum-hukum kenegaraan dalam ajaran Islam, menurut Natsir, adalah suatu bukti bahwa Islam tidak
mengenal pemisahan antara agama dan negara. menegaskan bahwa Islam dan negara itu berhubungan
secara integral. Agama dan negara saling berkaitan dan berhubungan, bahkan saling membutuhkan.
Agama, dalam hal ini Islam, dapat hidup, berkembang, dan terinternalisasi dalam kehidupan sosial dan
kenegaraan apabila dilindungi oleh negara.Begitu pula negara membutuhkan agama dalam perkara
membangun landasan norma, moral dan etika pada setiap aturan, lembaga, sekaligus rakyatnya. Corak
pemikiran Islam jelas berpengaruh dalam setiap perkataan dan pergerakan Moh. Natsir. Baginya, tujuan
akhir dari perjuangan dakwah adalah penerapan ajaran Islam oleh setiap individu dan masyarakat
sehingga membentuk tatanan madani yang diridhoi oleh Allah SWT, sementara peran negara adalah
sebagai alat untuk memastikan terwujudnya keadaan syarakat madani tersebut.Berbicara tentang
demokrasi, Moh. Natsir mengakui hal itu adalah suatu yang baik, tetapi menurutnya, sistem kenegaraan
yang dibangun atas dasar Islam tidak menyerahkan semua urusan yang bersifat publik dan menyangkut
hajat hidp orang banyak pada putusan-putusan musyawarah dewan perwakilan (parlemen).

2 . Pendapat saya tentang fundamentalis dan radikalis di tengah kehidupan masyarakat Indonesia?

Jawaban :

Saya juga melihat Umat Islam radikal itu semakin tidak rasional. Lihat saja, kasus Sari Roti yang diboikot
dengan alasan yang tidak masuk akal. Ada protes karena gambar Cut Mutia memakai baju tradisional
Aceh yang tidak berjilbab. Ada kritik kepada Yeni Wahid yang selalu memakai selendang. Pemimpin FPI
tidak happy dengan kesebelasan Indonesia yang masuk final AFF, karena pemainnya banyak yang
beragama Kristen. Mereka membenci Ahok karena ia gubernur Jakarta, pada hal ia non muslim dan dari
etnis minoritas Cina. Lalu ada fatwa MUI tentang haramnya umat Islam memakai atribut natal tanpa
menjelaskan atribut mana saja yang diharamkan.Yang tidak jelas adalah sebagian umat Islam radikal yang
dikomandoi oleh FPI itu sebenarnya meneladani langkah siapa?. Soalnya, Nabi Muhammad SAW yang
mereka tiru segenap langkahnya, tidak seperti itu. Nabi Muhammad tidak memusuhi penganut Yahudi,
Kristen dan bahkan pengikut pagan sekalipun. Hal itu dibuktikan dengan disepakatinya Piagam Madinah
yang digagas Nabi Muhammad untuk menciptakan kedamaian antar kelompok etnis dan agama di kota
Madinah.Selain itu, Nabi Muhammad sangat pemaaf dan tidak menyukai tindak kekerasan. Kemana-
mana, Nabi Muhammad berdakwah dengan tangan kosong, bukan membawa pasukan yang
bersenjatakan pentungan untuk memukuli orang-orang yang menolak seruannya untuk memeluk agama
Islam. Nabi Muhammad tidak pernah berlaku zalim kepada siapapun. Termasuk kepada kaum munafik
yang dalam al-Quran disebutkan secara jelas sebagai pendosa besar, dan diakhirat kelak akan
dimasukkan di alas neraka. Bahkan Nabi Muhammad hadir di rumah pemimpin kaum munafik, Abdullah
bin Ubbay sewaktu meninggal dunia.Dalam al-Quran memang ada ayat-ayat yang menjelaskan tentang
orang kafir. Namun keberadaaan mereka bukan untuk dimusuhi. Di dalam kekhalifahan Islam mereka
berhak menjalankan syariat agama yang mereka anut. Ada ayat dalam al-Quran yang memerintahkan
kaum muslimin untuk tidak melakukan pemaksaan dalam beragama, yang terkenal dengan istilah “la
ikraaha fid diin”. Perintah al-Quran itu diikuti dan dijalankan dengan konsekwen oleh para panglima
pasukan Islam selama berabad-abad.Setiap kali menaklukkan suatu wilayah, tidak diiringi dengan
pemaksaan pindah agama kepada penduduknya. Mereka dibebaskan menganut agama masing-masing.
Bahwa pada akhirnya sebagian besar penduduk di wilayah yang ditaklukkan itu pada akhirnya menganut
agama Islam, hal itu bukan karena dipaksa, tetapi karena menerima kebenaran ajaran Islam.Nabi
Muhammad sendiri adalah rasul berpikiran maju, karena pergaulannya dengan berbagai bangsa dan
agama. Hal itu disebabkan sejak usia muda beliau, sebelum diangkat menjadi rasul, beliau sudah sering
bepergian mengikuti kabilah-kabilah dagang sampai ke Damsyik (Damaskus) Syria. Sebagai pedagang,
beliau membeli barang-barang yang berasal dari mancanegara, untuk dijual lagi di Mekkah. Ada sutera
halus buatan Cina yang penduduknya beragama Buddha atau Konghucu. Ada karpet-karpet mewah yang
dihasilkan oleh pengrajin dari Parsi yang waktu itu masih beragana Majusi atau Zoroaster. Sedangkan
Syria dengan ibukota Damsyik dikuasai oleh Kerajaan Bizantium yang menganut agama Nasrani.Itulah
sebabnya Nabi Muhammad bisa bersikap terbuka dan menerima keberagaman. Nabi Muhammad tidak
membenci para penganut Yahudi dan Nasrani. Nabi Muhammad menyadari bahwa sebagian besar yang
beliau pakai dan gunakan adalah produk-produk yang dihasilkan oleh non muslim. Hal itu disebabkan
profesi orang Arab yang umumnya bukanlah produsen. Mereka paling-paling hanya menjadi peternak
domba atau petani kurma dan anggur. Sedangka tekstil untuk bahan pakaian adalah hasil produksi para
pemeluk Nasrani. Piring, cangkir dan gelas dari keramik dibuat oleh non muslim dari Cina. Bahkan bahan
makanan seringkali harus didatangkan dari Syria, terutama pada musim paceklik. Lalu mengapa ada
ormas FPI yang sangat membenci non Islam, dan selalu merasa paling benar sendiri. Mereka
memandang bahkan sesama muslim yang tidak sepaham boleh dipentungi? Menurut dugaan saya, FPI
itu sebenarnya penganut paham Wahabi. Itulah paham yang dianut dan disponsori oleh kerajaan Arab
Saudi dengan dana yang tidak terbatas.

3 . Dalam kaitan dengan isu-isu tersebut jelaskan secara ringkas hubungan pemikiran politik Islam
dengan modernisasi?

Jawaban :

4.

5 . Pemikiran politik Islam Jamaluddin Al Afghani?

Jawaban :

ide-ide pembaharuan dan pemikiran politik Al-Afghani tentangnegara dan sistem pemerintahan akan
diuraikan berikut ini :

1. Bentuk negara dan pemerintahan Menurut Al-Afghani, Islam menhendaki bahwa bentuk
pemerintahan adalah republik. Sebab, di dalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan kepala negara
harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar.Pendapat seperti ini baru dalam sejarah politik Islam yang
selama ini pemikirnya hanya mengenal bentuk khalifah yang mempunyai kekuasaan absulot. Pendapat
ini tampak dipengaruhi oleh pemikiran barat, sebab barat lebih dahulu mengenal pemerintahan
republik, meskipun pemahaman Al-Afghani tidak lepas terhadap prinsip-prinsip ajaran Islam yang
berkaitan dengan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan.

2. Sistem Demokrasi Di dalam pemerintahan yang absulot dan otokratis tidak ada kebebasan
berpendapat, kebebasan hanya ada pada raja/kepala gegara untuk bertindak yan tidak diatur oleh
Undang-undang. Karena itu Al-Afghani menghendaki agar corak pemerintahan absulot diganti dengan
dengan corak pemerintahan demokrasi.

3. Pan Islamisme / Solidaritas Islam Al-Afghani menginginkan adanya persatuan umat Islam baik yang
sudah merdeka maupun masih jajahan. Gagasannya ini terkenal dengan Pan Islamisme. Ide besar ini
menghendaki terjalinnya kerjasama antara negara-negara Islam dalam masalah keagamaan, kerjasama
antara kepala negara Islam.

Anda mungkin juga menyukai