OLEH:
Farida Nur Qomariyah, S.Kep.
NIM 182311101092
i
LEMBAR PENGESAHAN
Malang, 2018
Mahasiswa
NIP. NIP
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Malang, 2019
Mahasiswa
NIP. NIP
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
LAPORAN PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Konsep Anatomi dan Fisiologi Pencernaan ......................................... 1
B. Definisi ................................................................................................. 5
C. Epidemiologi ........................................................................................ 6
D. Etiologi ................................................................................................. 6
E. Klasifikasi ............................................................................................ 8
F. Patofisiologi ......................................................................................... 9
G. Manifestasi Klinis ................................................................................ 10
H. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 10
I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi .......................... 11
J. Clinical Pathway .................................................................................. 14
K. Penatalaksanaan Keperawatan ............................................................. 15
a. Pengkajian/Assesment .................................................................... 15
b. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 19
c. Intervensi Keperawatan.................................................................. 24
d. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 37
e. Discharge Planning ....................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 38
iv
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN PARTIAL BOWEL OBSTRUCTION
Oleh : Farida Nur Qomariyah, S.Kep
1
- Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi
samapi pilorus.
- Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke
pilorus anterior.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan
saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan
makanan.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.
2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12
dan garam-garam empedu.
2
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8 bagian:
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai kehati,
panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ± 28
cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.
3
2) Fisiologi sistem pencernaan
Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses dilanjutkan
di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya
bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan
pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih
luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson, 1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon
(Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung (Price
& Wilson, 1994).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak
dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain
itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung
4
dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti (Price
& Wilson, 1994).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice & Wilson, 1994). Kolon
mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi. (Schwartz,
2000)
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan
dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan
pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0
cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan
defekasi. (Schwartz, 2000)
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)
B. Definisi Obstruksi Bowel Parsial
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal.
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. Obstruksi bowel parsial
merupakan obstruksi atau gangguan pada aliran usus besar atau kolon.
5
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus besar adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan.
C. Epidemiologi
Obstruksi usus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis
yang tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus dapat menyebabkan kematian
pada 100% pasien (Manaf. 2010).
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit yang
mendasari dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering
terjadi pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya
pada populasi ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya
kelainan anatomi seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat
menyebabkan mekonium ileus (Sloane, 2003).
D. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari
tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatikkarena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin
terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis
iskemik pada bagian usus yang masuk dengankomplikasi perforasi dan
peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik,
6
dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema
barium (Indrayani,2013).
b. Tumor dan neoplasma
Tumor usus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus (Indrayani,2013).
c. Stenosis
d. Striktur
Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi
e. Perlekatan (adhesi)
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Dapat berupa perlengketanmungkin
dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum.Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi. Obstruksi
yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga
dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak (Indrayani,
2013).
f. Hernia
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung hernia
terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi
(penyempitan)dan strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan
terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapatdikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jikapercobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakanherniotomi segera (Indrayani, 2013)
g. Abses
2) Fungsional
7
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)
E. Klasifikasi
Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam
lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia usus
dan neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi
pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus
(Pasaribu, 2012).
Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
8
a) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
b) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi / sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
c) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren (Indrayani, 2013).
F. Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus ditarik oleh sirkulasi darah
dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga akan
memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan elektrolit.
Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001).
Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh
darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah ke
peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien sebagai
akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus
yang terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan kosong
(Schrock, 1993).
Pada pasien dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar), distensi
setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada umumnya
muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua lumen usus.
Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari obstruksi distal. Hipotensi dan
takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah serta leukositosis
merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada umumnya
keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan obstruksi
yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin menandakan suatu perforasi
atau peritonitis dan ini merupakan tanda akhir suatu obstruksi (J.Corwin, 2001).
9
G. Manifestasi Klinis
a. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan
abdomen.
b. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan.
c. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
&Wilson, 2007)
H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak
rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak
dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai
diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti
adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT–Scan
10
harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
I. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap
terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin
yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
11
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk
dilakukan operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi
obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada
umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada
obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau
pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus
baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada
tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya
sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
12
13
Hernia inkarserata, adhesi, intususepsi, askariasis, volvulus, tumor, batu empedu
OBSTRUKSI USUS
J. Clinical Pathway
Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak obstruktif
Distensi abdomen Gelombang peristaltic berbalik arah, isi Kerja usus melemah Klien rawat
usus terdorong ke lambung kemudian inap
mulut
Gangguan
Poliferasi Tekanan Reaksi
peristaltic usus
bakteri cepat intralumen ↑ Asam hospitalisasi
lambung ↑
Kimus sulit
pelepasan bakteri Tekanan vena cemas
dicerna usus
dan toksin dari & arteri ↓ Mual muntah mual
usus yang infark ansietas
Kehilangan cairan Sulit BAB
bakteri melepas Iskemia menuju ruang
dinding usus peritonium
endotoksin, konstipasi
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan bowel obstruksi biasanya akan diwali dengan adanya tanda
seperti nyeri pada perut, demam dan konstipasi. Pada riwayat penyakit
sekarang perlu ditanyakan terkait keluhaan awal muncul dan tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan dan menghilangkan keluhan yang
dirasakan
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang dapat menjadi faktor utama terjadinya obstruksi usus seperti
penyakit pencernaan lain atau adanya riwayat operasi pada bagian
pencernaan
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia.
15
4. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Bagaimana persepsi dan pendapat klien terkait dengan penyakit yang
dideritanya, serta penanganan pertama dalam mengatasi masalah
kesehatannya.Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-
obatan.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Bagaimana pola pemenuhan nutrisi setiap harinya. Perawat perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien. Pasien dengan bowel obstruksi akan mengalami
penurunan nafsu makan. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit sehingga keadaan pasien tampak lemah. Pasien bowel
obstruksi akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari mual dan
muntah serta konstipasi.
c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat dari
menurunnya gerakan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
pasien akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri pada kuadran
kanan atas dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada kuadran kanan atas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur, istitahat dan sering
terbangun jika nyeri, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan seperti
keluarga pasien yang menunggu banyak dan kondisi rumah sakit yang
pasiennya banyak.
f) Pola hubungan dan peran
16
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga, tidak
dapat menjalani fungsinya untuk menafkahi istri dan anaknya. Disamping
itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan dan semua
itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya. Adapun dari pola sensori yang teganggu tapi
jarang yaitu ketika demam dan nyeri yang mengakibakan kelemahan.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola managemen stress dan koping
Pasien yang tidak mengtahui penyabab dan proses dari penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu
mengenai penyakitnya.
17
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis
c) TTV
RR : reguler
N : bisa terjadi takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Keadaan fisik umum lainnya dapat dikaji dengan IPPA, yang meliputi:
1) Mata: mata normal
2) Hidung: peningkatan frekuensi napas, cuping hidung positif
3) Dada
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, pernapasan dangkal,
pasien gelisah
Palpasi : vokal fremitus teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan
4) Jantung
Inspeksi : terdapat takikardi dan hipotensi
5) Abdomen: inspeksi adanya distensi abdomen. Pasien mengeluh mual
muntah
Auskultasi: peristaltik usus 5-12x/menit flatuensi
Perkusi: adanya pembengkakan di abdomen, nyeri tekan
6) Urogenital: inspeksi bentuk anatomi genital, alat bantu eliminasi yang
terpasang.
7) Ekstremitas: inspeksi kelainan bentuk ekremitas baik bawah maupun
atas, fungsi pergerakan dan perubahan bentuk.
8) Kulit dan Kuku
Kuku bersih atau tidak dengan kulit berkeringat dan gatal
9) Keadaan Lokal
Gasglow Coma Scale (GCS)
18
Parameter Nilai
membuka secara spontan 4
Terhadap suara 3
Mata
Terhadap nyeri 2
Tidak berespon 1
Orientasi baik 5
Bingung 4
respon verbal Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Mengikuti perintah 6
Gerakan Lokal 5
Fleksi, Menarik 4
Respon Motorik
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1
b. Diagnosa Keperawatan
1. Mual berhubungan dengan gelombang peristaltik berbalik arah menuju
lambung
2. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan usus
3. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dinding usus
4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada daerah perut
5. Ansietas berhubungan dengan reaksi hospitalisasi
6. Ganguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada perut
No Diagnosa Keperawatan
1. Mual (00134)
19
- Peningkatan saliva
- Peningkatan menelan
- Rasa asam didalam mulut
Faktor yang berhubungan :
- Ansietas
- Terpajan toksik
- Ketakutan
- Stimuli lingkungan yang mengganggu
- Rasa makanan atau minuman yang tidak enak
- Stimuli penglihatan yang tidak menyenangkan
Kondisi terkait:
- Gangguan biokimia
- Penyakit esofagus
- Distensi lambung
- Iritasi gastrointestinal
- Peningkatan intrakranial
- Tumor intraabdomen
- Labirintis
- Peregangan kapsul hati
- Tumor terlokalisasi
- Penyakit meniere
- Meningitis
- Penyakit pankreas
- Gangguan psikologis
- Peregangan kapsul limpa
- Program pengobatan
2. Konstipasi (00011)
20
Batasan Karakteristik :
- Nyeri abdomen
- Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistensi otot
yang dapat dipalpasi.
- Anoreksia
- Perasaan penu atau tekanan pada rektum
- Peningkatan tekanan abdomen
- Indigesti
- Mual
- Nyeri saat defekasi
- Tampilan atipikal pada lansia (misalnya,perubahan status
mental,inkontinensia urine, jatu tanpa sebab jelas,dan
peningkatan suhu tubuh.
- Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
- Perubahan pada suara abdomen (borborigmi)
- Perubahan pada pola defekasi
- Penurunan frekuensi
- Penurunan volume feses
- Distensi abdomen
- Feses yang kering,keras,dan padat
- Bising usus hipoaktif atau hiperaktif
- Pengeluaran feses cair
- Massa abdomen dapat dipalpasi
- Massa rectal dapat dipalpasi
- Bunyi pekak pada perkusi abdomen
- Adanya feses seperti pasta direktum
- Flatus berat
21
- Mengejan saat defekasi
- Tidak mampu mengeluarkan feses
- Muntah.
Faktor yang Berhubungan :
- Fungsional
o Kelemahan otot abdomen
o Kebiasan defekasi yang tidak teratur
o Perubahan lingkungan saat ini
- Psikologis
o Depresi
o Stress emosi
o Konfusi mental
- Farmakologi
o Antasida yang mengandung aluminium
o Kalsium karbonat
- Mekanis
o Ketidakseimbangan elektrolit
o Obesitas
o Hemoroid
- Fisiologis
o Dehidrasi
o Pola makan yang buruk.
3. Nyeri Akut (00132)
22
Batasan karakteristik:
Batasan karakteristik:
- Postur abnormal
23
- Apnea
- Koma
- Kulit kemerahan
- Hipotensi
- Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
- Gelisah
- Letargi
- Kejang
- Kulit terasa hangat
- Stupor takikardia
- Takipnea
- Vasodilatasi
Faktor yang berhubungan:
- Dehidrasi
- Pakaian yang tidak sesuai
- Aktivitas berlebihan
Populasi berisiko:
- Penurunan perspirasi
- Penyakit
- Peningkatan laju metabolisme
- Iskemia
- Agens farmseutika
- Sepsis
- Trauma
5. Ansietas (00146)
24
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
Batasan karakteristik:
25
c. Intervensi Keperawatan
NO Masalah NOC NIC
Keperawatan
1 Mual (00134) Setelah dilakukan tindakan keperawatan mual dapat diatasi dengan Manajemen mual (1450)
kriteria hasil: 1. Dorong pasien untuk memantau
pengalaman diri terhadap mual
Mual dan muntah: efek yang mengganggu (2106) 2. Dorong pasien untuk belajar strategi
mengatasi mual sendiri
Awa Tujuan 3. Lakukan penilaian lengkap terhadap
No Indikator mual, termasuk frekuensi, durasi,
l 1 2 3 4 5 tingkat keparahan, dan faktor-faktor
1. Asupan cairan pencetus, dengan menggunakan alat
[pengkajian] seperti Self-Care
menurun journal, Visual Analog Scales,
2. Asupan Timbangan Analog Visual, Duke
Descriptive
makanan 4. Dorong penggunaan teknik
berkurang nonfarmakologi sebelum mual
meningkat atau terjadi
3. Output urin 5. Monitor asupan makanan terhadap
menurun kandungan gizi dan kalori
26
4. Perubahan
keseimbangan
cairan
5. Kehilangan
selera makan
Keterangan :
1: parah
2: banyak
3: cukup;
4: sedikit
5: tidak ada
2. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah konstipasi pasien NIC :
(00011) teratasi dengan kriteria hasil :
Manajemen Konstipasi (0450)
Eleminasi Usus (0501)
Observasi
Awa Tujuan
No Indikator Monitor tanda dan gejala konstipasi
l 1 2 3 4 5
27
1. Pola Kaji dan dokumentasikan: (warna dan
eleminasi konsisensi feses pertama
2. Kontrol pascaoperasi; frekuensi, warna dan
gerakan usus konsistensi feses; keluarnya flatus;
3. Warna feses adanya impaksi; ada atau tidak ada
4. Feses lembut bisisng usus dan distensi abdomen
dan berbentuk pada keempat kuadran abdomen
5. Kemudahan Pantau tanda dan gejala ruptur usus
BAB atau peritonitis
Keterangan : Identifikasi faktor (misalnya
1: parah pengobatan, tirah baring, dan diet)
2: banyak yang dapat menyebabkan atau
3: cukup; berkontribusi terhadap konstipasi
4: sedikit
- manajemen defekasi
- manajemen konstipasi
28
HE
29
Konsultasi dengan dokter tentang
penurunan atau peningkatan
frekuensi bising usus
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien dapat mengontrol Manajemen nyeri (1400)
(00132) nyeri dengan kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri
Kontrol nyeri (1605) komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
Awa Tujuan
No Indikator kualitas, intensitas atau beratnya
l 1 2 3 4 5
nyeri clan faktor pencetus.
1. Mengenali
kapan nyeri 2. Observasi adanya petunjuk
30
3. Menggunakan 4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
analgesik nyeri.
yang 5. Ajarkan penggunaan teknik non
direkomendas
farmakologi (seperti, biofeedback,
ikan
TENS, hypnosis, relaksasi,
4. Melaporkan
bimbingan antisipatif, terapi musik,
nyeri yang
terapi bermain, terapi aktivitas,
terkontrol
akupressur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan, sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan, ketika melakukan
aktivitas yang menimbulkan nyeri;
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat; dan bersamaan dengan
tindakan penurun rasa nyeri lainnya)
31
mempengaruhi gejala
pasien
2. Skrining kontraindikasi [pasien]
terhadap [suhu] dingin atau panas,
seperti penurunan atau ketiadaan
sensasi, penurunan sirkulasi, dan
penurunan kemampuan untuk
berkomunikasi.
3. Periksa suhu aplikasi, terutama
ketika menggunakan aplikasi panas.
4. Tentukan durasi aplikasi
berdasarkan respon verbal, perilaku,
dan biologis individu.
4. Hipertemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh pasien Perawatan demam (Fever Treatment):
(00007) menunjukkan hasil:
A. Mandiri
1. TTV dalam rentang normal, yaitu: 1. Monitor tanda-tanda vital
- Penurunan Suhu tubuh yaitu 36,50 C-37,50C 2. Monitor suhu tubuh dan warna kulit
- Nadi 80-100 X/menit
32
- TD 110-120/70-80 mmHg 3. Selimuti klien dengan
- Frekuensi pernafasan normal (12-20 X/Menit) menggunaknan selimut tipis dan
2. Kedalaman inspirasi menunjukkan tidak ada deviasi (5) pakaian tipis
Indikator Deviasi Deviasi Devasi Deviasi Tidak 4. Monitor intake dan output cairan
berat yang sedang ringan ada klien
cukup devias 5. Pantau adanya komplikasi-
1 3 4
besar i komplikasi yang berhubungan
dengan demam serta gejalan
2 5
penyebab ternjadinya demam seperti
Kedalama √ kejang, penurunan tingkat kesadaran,
n status keseimbangan cairan dan
pernafasan elektrolit, perubahan keseimbangan
asam dan basa, serta abnormalitas
sel.
6. Tingaktkan sirkulasi udara
7. Monitor keamanan pasien yang
mengalami gelisah atau delirium.
Promotif
33
8. Anjurkan pasien banyak istirahat,
bila perlu batasi aktivitas
9. Anjurkan pasien minum banyak air
(250 ml setiap 2 jam)
Edukatif
34
Awa 1 2 3 4 5 3. Dengarkan klien
l 4. Pertimbangkan kemampuan klien
1. Tidak dapat dalam mengambil keputusan
beristirahat 5. Instruksikan klien untuk menggunakan
2. Wajah tegang teknik relaksasi
3. Rasa cemas Peningkatan koping (5230)
yang 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
disarnpaikan memberikan jaminan Berikan suasana
secara lisan penerimaan
4. Peningkatan 2. Sediakan pasien pilihan-pilihan yang
tekanan darah realistis mengenai aspek perawatan
5. Peningkatan 3. Dukung sikap [pasien] terkait dengan
nadi harapan yang realistis sebagai upaya
pernafasan ketidakberdayaan
2: cukup berat
35
3: sedang 5. Cari jalan untuk memahami perspektif
4: ringan pasien terhadap situasi yang penuh
5: tidak ada stres
6. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi sesuai
dengan kebutuhan
6 Gangguan Pola NOC NIC
Tidur (00095)
. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam, masalah Peningkatan Tidur (1850)
gangguan pola tidur pasien pasien teratasi dengan kriteria hasil
Observasi:
Tidur (0004)
- monitor waktu makan dan minum
Awa Tujuan dengan waktu tidur
No Indikator
l 1 2 3 4 5 - monitor atau catat kebutuhan tidur
1. Jam tidur pasien setiap hari dan jam
2. Pola tidur Mandiri:
3. Kualitas tidur
4. Perasaan - determinasi efek-efek medikasi
segar setelah terhadap pola tidur
tidur
36
- fasilitasi untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur
HE:
37
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu tahap terakhir dalam suatu rangkaian proses
keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat. Evaluasi keperawatan dilakukan
dengan cara membandingkan respon pasien setelah implementasi dengan kriteria
hasil yang telah ditentukan oleh perawat. Perawat memiliki 3 alternatif dalam
menentukan pencapaian pada intervensi yang telah dilakukan yaitu:
1. Teratasi
Perilaku pasien seusia dengan pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkab di tujuan
2. Teratasi sebagian
Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan kriteria hasil
3. Belum teratasi
Pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
pernyataan tujuan.
L. Discharge Planning
a. Berikan instruksi ke klien atau anggota keluarga mengenai perawatan
lanjutan, tanda-tanda adanya infeksi, rawat jalan dan jadwal perawatan
berikutnya.
b. Ingatkan pasien untuk meminum obat-obatan harian yang diperlukan untuk
proses penyembuhan, serta jelaskan tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat dengan dan potensial efek samping.
c. Ajarkan klien tentang manajemen nyeri, terapi diet, pembatasan aktivitas
dan perawatan kesehatan tindak lanjut.
d. Ajarkan klien cara perawatan diri di rumah dan semua hal yang diperlukan
untuk perawatan di rumah.
38
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas
Udayana : Denpasar (jurnal)
J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2, 2010
Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-202. Oxford: Willey
Backwell.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih Bahasa Setiawan,
dkk. Jakarta
Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 2. Yogyakarta: Mediaction.
Pasaribu,Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap
Di Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010.Universitas Sumatera Utara :
Sumatera Utara (jurnal)
Price and Wilson. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC
Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk
Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993;
239 – 42
Sloane, Ethel., 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta
39
40