Anda di halaman 1dari 13

PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta : dr. Ade Rahmayani Ritonga


Nama Wahana: RSUD Daya Kota Makassar
Topik: Leptospirosis
Tanggal (kasus) : 6 September 2016
Tanggal Presentasi : 15 September 2016 Pendamping : dr. Hj. A. Rahmawati Malik
Tempat Persentasi : RSUD Daya Kota Makassar
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Perempuan, 69 tahun, mengeluh demam
Tujuan: Menegakkan diagnosis leptospirosis dan melakukan terapi yang tepat
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi E-mail Pos
dan diskusi
Data Pasien: Nama: Ny. S No.Registrasi: 212520
Nama klinik RSUD Daya Kota Makassar
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Gambaran Klinis
Pasien datang dengan keluhan demam. Dirasakan sejak + 3 hari yang lalu. Mual (+),
muntah (+) 3 kali, NUH (+). Nyeri saat menelan (+). Pasien juga mengeluhkan nyeri pada
perut bagian bawah. Nyeri kepala (-). Nyeri pada betis (+)
BAB : Frekuensi 1x. Encer (+), darah (-), lendir (-)
BAK : Kesan kurang. Darah (+)
Riwayat perdarahan (-). Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-). Riwayat
penyakit lain sebelumnya (-). Riwayat kebanjiran (-). Riwayat sanitasi lingkungan yang buruk
(+).
2. Riwayat pengobatan: Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/penyakit: Pasien tidak merasakan gejala yang sama sebelumnya
4. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit sama dengan pasien
5. Riwayat pekerjaan: Ibu rumah tangga

1
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : E3 M6 V4 (GCS13)
Nadi : 115 x/menit Suhu : 37,90C
Tekanan darah : 90/60 mmhg Respirasi : 28x/menit
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

STATUS GENERALIS
Kepala : Nyeri tekan kepala (-), rambut tidak mudah dicabut, alopecia (-).
Wajah : Nyeri tekan sinus (-).
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), RCL (+/+), RCTL (+/+), diameter
pupil 3mm/3mm.
Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), serumen (+/-), sekret (-/-),
Membran timpani intak/intak.
Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-), mukosa hiperemis (-).
Mulut : Higiene kurang, karies dentis +, tonsil Tl/Tl, mukosa hiperemis (-), uvula di
tengah, arkus faring simetris.
Leher
KGB : Tidak teraba
Tiroid : Tidak terdapat pembesaran.

Dada
- Paru :
I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-), tertinggal (-), pectus excavatum (-),
pectus carinatum(-), spider nevi (-), sikatriks (-).
P: Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan.
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Sp vesikuler +/+, Rh-/-, Wh-/-
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis teraba di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri
P: Batas jantung kiri di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri, batas jantung

2
kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.
A: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).

Abdomen:
Inspeksi : perut terlihat membesar, ikterik (+), sikatrik (-), caput medusa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani (+), nyeri ketok CVA (-/-)
Palpasi : nyeri tekan pada epigastrium, lumbal dextra et sinistra dan suprapubik (+),
distensi (-), defans muskular (-), hepar tidak teraba

Ekstremitas:
Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak
(-/-), lemah (-/-)
Bawah : Nyeri tekan pada otot gastrocnemius (+)

LABORATORIUM
Darah Rutin :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 12.7 12.5-15.5 g/dl
Lekosit 18,8 4 – 10 Ribu
Eritrosit 4.46 3.8 – 5.4 Juta
Hematokrit 38.1 35-47 %
Trombosit 26,3 150 - 400 Ribu
MCV 85.4 82 – 98 Mikro m3
MCH 25.6 >= 27 Pg
MCHC 33.2 32 – 36 g/dl
RDW 13.7 10 -16 %
MPV 7.7 7 – 11 Mikro m3
Limfosit 2.3 1.0 – 4.5 10^3/mikroL
Monosit 0.4 0.2 – 1.0 10^3/mikroL
Limfosit % 18.0 25 – 40 %

3
Monosit % 7.2 2–8 %
PCT 0.215 0.2-0.5 %
PDW 14.0 10-18 %

SGOT: 69,85 U/L


SGPT : 47,21 U/L
Creatinin : 8,93 mg/dL
Ureum : 317,61 mg/dL
Total bilirubin : 23,9 mg/dL
Bilirubin direk : 16,5 mg/dL
GDS : 118 mg/dL

Daftar Pustaka:
1. American Academy of Pediatrics. Leptospirosis. Dalam: Pickering LK, penyuinting.
Redbook: Report of The Committee on Infectious Disease. 25th ed. Elk Grove Village, Il:
American Academy of Pediatrics; 2000:h. 370- 2.
2. Hickey PW, Denners D. Leptospirosis. Medicine J 2002; 2:h.1-17.
3. Speck WT, Toltziis P. Leptospirosis. Dalam: Behrman RE, Kliecman RM, Nelson WE,
penyunting, Nelson Textbook of Pediatric; edisi ke-16. Philadelphia, Tokyo:
WB.Saunders; 2000, h.908-9.
4. Chaparro S, Montoya J.G. Borrelia & leptospirosis species. Dalam: Current Diagnosis &
Treatment in Infectious Diseases, Wilson W.R, Sande M.A, penyunting. Edisi pertama.
New York, Toronto: Lange Med Bool/ McGraw-Hill; 2001.h.680-9.
5. Bannister BA, Begg NT, Gillespie S. Penyunting. Leptospirosis. Dalam: Infectious
disease, Bannister BA, Begg NT, Gillespie S, penyunting. Edisi pertama. Cambridge:
Blackwel Scinece 1996.h.195-8.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis leptospirosis
2. Pemeriksaan Fisik pada leptospirosis
3. Pemeriksaan penunjang leptospirosis
4. Tatalaksana leptospirosis
5. Pencegahan leptospirosis

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:

4
SUBJEKTIF:
Pasien datang dengan keluhan demam. Dirasakan sejak + 3 hari yang lalu. Mual (+),
muntah (+) 3 kali, NUH (+). Nyeri saat menelan (+). Pasien juga mengeluhkan nyeri pada
perut bagian bawah. Nyeri kepala (-). Nyeri pada betis (+)
BAB : Frekuensi 1x. Encer (+), darah (-), lendir (-)
BAK : Kesan kurang. Darah (+)
Riwayat perdarahan (-). Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-). Riwayat penyakit lain
sebelumnya (-). Riwayat kebanjiran (-). Riwayat sanitasi lingkungan yang buruk (+).
OBYEKTIF:
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan GCS 13 (E3M6V4). Suhu
37,9oC, nadi 115 x/menit, tekanan darah 90/60 mmhg, respirasi 28x/menit.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Gejala – gejala klinis : demam, ikterus, nyeri otot gastrocnemius, trombositopenia,
dan peningkatan fungsi ginjal dan hati.
- Pemeriksaan fisis : didapatkan nyeri tekan pada otot gastrocnemius, ikterus (+)
- Hasil lab peningkatan fungsi hati dan ginjal, trombositopenia

ASSESMENT:
1. Definisi
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditemukan di seluruh dunia,
disebabkan oleh genus Leptospira yang patogen. Namun, adanya gejala dan tanda
leptospirosis yang tidak khas seperti demam, nyeri kepala, mual, dan muntah sering
dianggap sebagai penyakit infeksi virus. Sembilan puluh persen kasus leptospirosis
bermanifestasi sebagai penyakit demam akut dan mempunyai prognosis baik, sedangkan
10% kasus lainnya mempunyai gambaran klinis lebih berat sehingga menyebabkan
kematian pada 10% kasus. Manifestasi leptospira yang berat dan seringkali fatal dikenal
sebagai penyakit Weil atau leptospirosis ikterik, dengan gambaran klasik berupa demam,
ikterus, gagal ginjal, dan perdarahan. Organ lain yang dapat pula terkena adalah jantung,
paru, dan susunan syaraf pusat.
2. Etiologi
Genus Leptospira berasal dari famili Leprospiraceae ordo L. Spirochaetales. Genus
Leptospira secara garis besar dibagi dalam dua spesies, L. interrogans bersifat patogen
dan L. biflexa yang non-patogen. Kedua spesies tersebut dibagi menjadi beberapa

5
serogrup dan serovars. Leptospira dapat menyebabkan infeksi pada berbagai jenis banyak
mamalia, seperti tikus, anjing, kucing, domba, babi, tupai, rakun, dan lain-lain. Binatang
pejamu untuk spesies dan serogrup tertentu berbeda pada tiap daerah, satu mamalia dapat
menampung beberapa serovars. Leptospira ditularkan melalui urin yang terinfeksi,
melalui invasi mukosa atau kulit yang tidak utuh. Infeksi dapat terjadi dengan kontak
langsung atau melalui kontak dengan air atau tanah yang tercemar. Pada keadaan ideal,
leptospira dapat bertahan selama 16 hari di air dan 24 hari di tanah. Petani, pegawai
kebersihan (pembuang samapah), pemelihara binatang, orang yang berolah raga air, dan
nelayan merupakan kelompok risiko tinggi terkena leptospirosis.
3. Patofisiologi
Setelah leptospira menginvasi epitel, selanjutnya akan berproliferasi dan menyebar
ke organ sasaran. Setiap organ penting dapat terkena dan antigen leptospira dapat
dideteksi pada jaringan yang terkena. Gejala fase awal ditimbulkan karena kerusakan
jaringan akibat leptospira, tetapi gejala fase kedua timbul akibat respons imun pejamu.
Mediator yang dirangsang oleh leptospira ini diduga menyebabkan manifestasi klinis
yang beragam, meskipun secara pasti masih belum jelas. Gejala patologis yang selalu
ditemukan adalah vaskulitis pada pembuluh darah kapiler berupa edem pada endotel,
nekrosis, disertai invasi limfosit. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua organ yang
terkena. Vaskulitis ini menimbulkan petekie, perdarahan intraparenkim, dan perdarahan
pada lapisan mukosa dan serosa. Pada beberapa kasus dapat ditemukan trombositopenia
namun tidak terjadi DIC (disseminated intravascular coagulation). masa protrombin
kadang-kadang memanjang dan tidak dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin K.
Kerusakan hati yang terjadi akan mengakibatkan timbulnya ikterus, meskipun ada
beberapa ahli mengemukakan ikterus antara lain disebabkan oleh hemolisis dan obstruksi
bilier. Edem intraalveolar dan intersisial dapat terlihat pada jaringan paru. Pada vaskulitis
berat dapat terjadi perdarahan paru. Keterlibatan ginjal menyebabkan nekrosis tubuler
dan nefritis intersisialis, sehingga terjadi gagal ginjal akut yang memerlukan dialisis.
Pada jantung dapat ditemukan petekie pada endokardium, edem intersisiel miokard, dan
arteritis koroner. Perdarahan, nekrosis fokal dan reaksi inflamasi dapat ditemukan pada
kelenjar adrenal, sehingga dapat memperberat kolaps vaskuler yang berkaitan dengan
kejadian leptospirosis yang fatal.

6
4. Epidemiologi
Leptospirosis dapat ditemukan diseluruh dunia, insidens di Amerika berkisar antara
0,02-0,04 kasus per 100.000 penduduk. Daerah risiko tinggi adalah kepulauan Karibia,
Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kepulauan Pasifik. Leptospirosis
kadangkala dapat menyebabkan wabah. Leptospirosis lebih sering terjadi pada laki-laki
dewasa, mungkin disebabkan oleh paparan pekerjaan dan kegiatan sehari-hari. Angka
mortalitas sekitar 10% pada jaundice leptospirosis.

5. Gejala Klinik
Fase akut atau disebut pula sebagai fase septik dimulai setelah masa inkubasi yang
berkisar antara 2–20 hari. Timbulnya lesi jaringan akibat invasi langsung leptospira dan
toksin yang secara teoritis belum dapat dijelaskan, menandakan fase akut. Manifestasi
klinik akan berkurang bersamaan dengan berhentinya proliferasi organisme di dalam
darah. Fase kedua atau fase imun ditandai dengan meningkatnya titer antibodi dan
inflamasi organ yang terinfeksi. Secara garis besar manifestasi klinis dapat dibagi
menjadi leptospirosis an-ikterik dan ikterik. 1. Leptospirosis an-ikterik. Fase septik
dengan gejala demam, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual. Dan muntah. Fase imun
terdiri dari demam yang tidak begitu tinggi, nyeri kepla hebat, meningitis aseptik,
konjungtiva hiperemis, uveitis, hepatospenomegali, kelainan paru, dan ruam kulit. 2.
Leptospirosis ikterik. Fase septik sama dengan fase an-ikterik. Manifestasi yang
mencolok terjadi pada fase imun, ditandai dengan disfungsi hepatorenal disertai diastesis
hemoragik. Meningitis aseptik dan disfungsi ginjal merupakan tanda dari fase imun.
Gejala dapat bertahan hingga 6 hari sampai lebih dari 4 minggu, dengan rata-rata 14 hari.
Sekitar 10% kasus leptospirosis berkembang menjadi Weil disease yaitu leptospirosis
berat yang disertai ikterus, gagal ginjal, dan perdarahan paru. Mortalitas tetap tinggi
walaupun dengan perawatan ICU dan akan meningkat apabila perawatan kurang
memadai. Kasus leptospirosis berat dapat terjadi tanpa disertai ikterus. Pada anakanak
dan dewasa, leptospirosis ditandai dengan demam, mialgia, dan nyeri kepala. Letargi,
muntah, nyeri perut, fotofobia, artralgia, batuk, diare, atau konstipasi. Meskipun keluhan
demam merupakan gejala utama, suatu penelitian di Hawai menemukan bahwa demam
timbul bervariasi. Dari kasus leptospirosis yang terdiagnosis secara serologi, didapatkan

7
5% pasien tidak disertai riwayat demam dan 55% kasus pada saat datang tidak terdapat
demam. Mialgia dan nyeri kepala merupakan gejala yang paling banyak dikeluhkan dan
merupakan keluhan utama dari 25% pasien.
Mata
Pada fase akut dapat ditemukan dilatasi pembuluh darah konjungtiva, perdarahan
subkonjungtiva, dan retinal vasculitis. Sedangkan pada fase imun, sering ditemukan
iridosiklitis.
Saluran cerna
Gejala klinik pada saluran cerna termasuk ikterus, hepatitis, kolesistitis, pankreatitis,
dan perdarahan saluran cerna. Terdapat peningkatan ringan kadar enzim transaminase
dan gamma-GT, namun pada anak yang menderita ikterus kadar enzim transaminase
dapat normal; sedangkan bilirubin pada Weil disease dapat mencapai 30 mg/dl. Pada
leptospirosis yang disertai keluhan nyeri perut, mual dan muntah perlu dipikirkan adanya
pankreatitis.
Paru
Gejala klinik dapat berupa batuk, hemoptisis, dan pneumonia. Pada pemeriksaan
foto toraks dapat ditemukan infiltrat unilateral atau bilateral, dan efusi pleura. Gangguan
pernafasan dapat berkembang menjadi adult respiratory distress syndrome (ARDS) yang
memerlukan tindakan intubasi dan ventilator.
Sistem saraf pusat
Meningitis pada leptospirosis mempunyai hubungan yang klasik dengan fase imun.
Nyeri kepala merupakan gejala awal. Leptospira dapat ditemukan pada likuor
serebrospinal pada fase leptospiremia. Limfosit predominan terjadi pada hari ke-4.
Hitung jenis mencapai puncak antara hari ke-5 sampai hari ke-10. Meskipun lebih dari
80% ditemukan organisme pada biakan likuor serebrospinal pada kasus meningitis,
hanya setengah dari kasus tersebut terdapat tanda rangsang meningeal.
Ginjal
Kelainan ginjal dapat bervariasi selama perjalanan penyakit. Pada urinalisis dapat
ditemukan piuria, hematuria, dan proteinuia yang steril. Nekrosis tubulus akut dan
nefritis interstisial merupakan 2 kelainan ginjal klasik pada leptospirosis. Nekrosis
tubulus akut dapat disebabkan langsung oleh leptospira, sedangkan nefritis terjadi lebih
lambat yang diduga berhubungan dengan komplek antigenantibodi pada fase imun.
Fungsi ginjal yang semula normal dapat menjadi gagal ginjal yang memerlukan dialisis.
Hipokalemia sekunder dapat terjadi akibat rusaknya tubulus. Hiperkalemia yang

8
berhubungan dengan asidosis metabolik dan hiponatremia telah dilaporkan pada kasus
leptospirosis. Gagal ginjal akut yang ditandai oleh oliguria atau poliuria dapat timbul 4–
10 hari setelah gejala timbul.
Kulit
Ruam pada kulit dapat timbul dalam bentuk makulopapular dengan eritema,
urtikaria, petekie, atau lesi deskuamasi.
Otot
Miositis sering timbul pada minggu pertama dan berakhir hingga minggu ketiga atau
keempat dari perjalanan penyakit. Perdarahan pada otot, sebagian pada dinding abdomen
dan ekstremitas bawah menyebabkan nyeri yang hebat dan diyakini sebagai penyebab
akut abdomen.
Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi pada 39% pasien yang berupa epistaksis, perdarahan gusi,
hematuria, hemoptisis, dan perdarahan paru.
Sistem kardio-vaskular
Vaskulitis akibat leptospira dapat menimbulkan syok hipovolemik dan pembuluh
darah yang kolaps. Komplikasi pada jantung terjadi pada kasus berat. Dapat timbul
miokarditis, arteritis koroner, dan pada beberapa pasien ditemukan friction rubs. Pada
pemeriksaan EKG dapat dijumpai kelainan berupa blok AV derajat 1, inversi gelombang
T, elevasi segmen ST, dan disritmia.
Kelenjar getah bening
Limfadenopati pada kelenjar ketah bening leher, aksila, dan mediastium dapat timbul
dan berkembang selama perjalanan penyakit

6. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus leptospirosisi an-ikterik dijumpai jumlah leukosit normal dengan
neutrofilia, peningkatan laju endap darah, dan protein dalam likuor serebrospinal.
Kelainan pada paru dan jantung, peningkatan kadar bilirubin serum, fosfatase alkali,
enzim amino-transferase, kreatin fosfokinase, kreatinin dan ureum darah, serta
trombositopenia oada umumnya terdapat pada leptospira ikterik. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan isolasi dari organisme dari berbagai spesimen atau
serokonversi antibodi 4 kali lipat antara akut dan konvalesens. Namun reaksi silang
dengan penyakit spirokheta lainnya sering dijumpai.
Bakteria dapat diisolasi dari darah atau likuor serebrospinal pada 10 hari pertama.
Leptospira dapat diidentifikasi secara langsung dari jarigan yang terinfeksi dengan
menggunakan mikroskop lapangan gelap atau dengan direct fluorescentantibody assay.

9
Biakan darah, lijuor serebrospinal, urin, dan jaringan yang terkena (seperti ginjal) dapat
memberikan hasil positif. Pengambilan sampel harus dikoordinasikan dengan petugas
mikrobiologi setempat karena sampel memerlukan teknik khusus pada pemrosesannya.
Leptospira dapat dibiak pada media tertentu (seperti Fletcher, Stuart, Ellinghausen) yang
dikombinasikan dengan neomisin atau 5-fluorouracil.
Selama 7-10 hari pertama setelah timbul gejala, sampel diambil dari darah dan likuor
serebrospinal. Setelah itu dapat diambil dari urin dapat bertahan lebih lama sekitar
beberapa minggu sampai bulan. Konsultasi dengan laboratorium mikrobiologi setempat
sangat dibutuhkan Pemeriksaan serologis leptospira lebih berguna secara klinis jika
diperiksa pada awal penyakit, akan tetapi kebanyakan uji serologis hanya dapat
dilakukan oleh laboratorium tertentu. Microscopic agglutination test (MAT) dan indirect
hemagglutination assay (IHA) adalah dua uji yang biasanya tersedia. Microscopic
agglutination test menggunakan antigen yang diperoleh dari serovar leptospira yang
umum ditemukan. Hasil positif didefinisikan sebagai peningkatan titer 4 kali antara fase
akut dan konvalesens. Titer tunggal yang melebihi 1:200 atau titer serial yang melampaui
1:100 menunjukkan dugaan kearah infeksi leptospira, tapi keduanya tidak diagnostik.
Sensitivitas and spesifisitas MAT berturutturut adalah 92% dan 95%, sedangkan nilai
prediktif positif 95% dan nilai prediktif negatif 100%. Hasil negatif palsu MAT dapat
terjadi pada sampel tunggal yang diambil sebelum fase imun penyakit. Akurasi uji juga
ditentukan oleh pemilihan antigen, yang memerlukan diskusi dengan laboratorium
setempat mengenai serovar yang sering ditemukan di daerah tersebut. Hasil positif palsu
MAT dapat terjadi pada kasus Legionella, penyakit Lyme, serta sifilis. Uji IHA lebih
cepat dan mudah dilakukan dan berdasarkan atas antibodi spesifik genus, dengan
sensitivitas 92- 100% dan spesifisitas 94-95%. Uji tambahan yang sedang dalam
penelitian adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), polymerase chain
reaction (PCR), dan dipstick assays.

7. Gambaran klinis penting pada leptospirosis


• Nyeri otot (mialgia) hebat
• Demam dengan hepatitis
• Gangguan ginjal • Meningitis limfositik
• Konjungtivitis • Ruam kulit, kadang-kadang hemoragis
• Terdapat darah, protein dan atau bilirubin dalam urin
• Jarang, pneumonitis nodular

10
8. Diagnosis Banding
Termasuk dalam diagnosis banding adalah infeksi virus dengue, baik demam dengue
maupun demam berdarah dengue, hemorrhagic fever yang lain, dan penyakit lain yang
ditularkan melalui arthropod-borne dan rodent-borne yang patogen.

9. Komplikasi
Meningitis aseptik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Gagal
gnjal, kerusakan hati, perdarahan paru, vaskulitis, dan miokarditis jarang ditemukan
walaupun pada umumnya sebagai menyebabkan kematian.

10. Pengobatan
Pengobatan Leptospirosis pada dasarnya dibagi menjadi leptospirosis an-ikterik dan
leptospirosis ikterik (leptospira berat), seperti tertera pada tabel di bawah ini. Pencegahan
Pemberian doksisiklin dengan dosis 200 mg/minggu dapat memberikan pencegahan
sekitar 95% pada orang dewasa yang berisiko tinggi, namun profilaksis pada anak belum
ditemukan. Pengontrolan lingkungan rumah terutama daerah endemik dapat memberikan
pencegahan pada penduduk berisiko tinggi walaupun hanya sedikit manfaatnya.
Imunisasi hanya memberikan sedikit perlindungan pada masyarakat karena terdapat
serotipe kuman yang berbeda.

Antibiotik An-ikterik Ikterik


Pilihan pertama 1. Ampisilin 75-100 1. Penisilin G, 100,000
mg/kg/hari, oral, tiap 6 U/kg/hari, intravena,
jam, selama 7 hari. dberikan setiap 6 jam
2. Amoksisilin 50
selama 7 hari
mg/kg/hari, oral, tiap 6-8 2. Ampisilin 200
jam, selama 7 hari. mg/kg/hari, intravena,
tiap 6 jam
3. Ampisilin 200
mg/kg/hari, intravena,
tiap 6 jam, oral, tiap 6-8
jam, selama 7 hari. 3.
Pilihan Kedua
Amoksisilin 200

11
Doksisiklin 40 mg/kg/hari, mg/kg/hari, intravena,
oral, dua kali sehari selama tiap 6 jam jam
7 hari (tidak
Eritromisin 50 mg/kg/hari,
Alergi penisilin
direkomendasikan untuk
intravena(data penelitian
umur di bawah 8 tahun).
in-vitro)
Doksisiklin 40 mg/kg/hari,
oral, dua kalisehari selama
Eritromisin 50 mg/kg/hari,
7 hari (tidak
intravena (data penelitian
direkomendasikan untuk
in-vitro)
umur di bawah 8 tahun).

11. Prognosis
Prognosis Mortalitas pada leptospirosis berat sekitar 10%, kematian paling sering
disebabkan karena gagal ginjal, perdarahan masif atau ARDS. Fungsi hati dan ginjal
akan kembali normal, meskipun terjadi disfungsi berat, bahkan pada pasien yang
menjalani dialisis. Sekitar sepertiga kasis yang menderita meningitis aseptik dapat
mengalami nyeri kepala secara periodik. Beberapa pasien dengan riwayat uveitis
leptospirosis mengalami kehilangan ketajaman penglihatan dan pandangan yang kabur.
PLAN:
Diagnosis:
Pasien ini didiagnosis dengan ISK berdasarkan:
- Gejala – gejala klinis : demam, ikterus, nyeri otot gastrocnemius, trombositopenia,
dan peningkatan fungsi ginjal dan hati.
- Pemeriksaan fisis : didapatkan nyeri tekan pada otot gastrocnemius, ikterus (+)
- Hasil lab peningkatan fungsi hati dan ginjal, trombositopenia
Pengobatan
Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah:
- Guyur RL1 kolf
- NaCl 0,9% 40 tpm
- Pasang NGT
- Pasang kateter
- Inj. Ranitidin 1amp/iv/8j
- Inj. Ondansentron 1amp/iv/12j
- Inj. Ceftriaxone 1vial/iv/12j
- PCT 1vial/iv/8j
- Pro Liva 2x1

12
- Transfusi PRC 3 unit

Pendidikan:
Menjelaskan pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit yang diderita pasien.

Konsultasi:
Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis Penyakit Dalam untuk
mendapatkan terapi lebih lanjut dan pemantauan penyakit pasien.

Rujukan:
Dilakukan rujukan ke RS.Wahidin untuk penanganan lebih intensif dan lanjut.

Makassar, 14 September 2016

Peserta, Pendamping

dr. Ade Rahmayani Ritonga dr. H. A. Rahmawati Malik

13

Anda mungkin juga menyukai