Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses geologi yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun dari luar
bumi (eksogen) dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi manusia. Bencana-
bencana tersebut diantaranya merupakan tanah longsor. Tanah longsor merupakan
satu peristiwa dikarenakan adanya gerakan tanah. Dampak dari bencana-bencana
tersebut dapat menimbulkan berbagai kerugian dan dampak bagi aktivitas manusia di
berbagai wilayah muka bumi.

Tanah longsor yang terjadi perlu diperhatikan oleh masyarakat luas terlebih
lagi tentang dampak yang dapat ditimbulkan, usaha mencegah bencana tanah longsor
dan mitigasi bencana tanah longsor. Tanah longsor dapat memakan korban jiwa yang
banyak dan proses evakuasi yang berjalan dengan lama. Bencana tersebut menganggu
aktvitas manusia dan menimbulkan banyak kerugian bagi manusia. Kejadian tanah
longsor perlu diwaspadai mengingat Indonesia merupakan wilayah yang memiliki
rawan longsor dan berbagai bencana lainnya. Masyarakat luas perlu mewaspadai
adanya bahaya longsor dengan terus memperhatikan keseimbangan alam dan menjaga
alam supaya bahaya bencana tersebut tidak terjadi.

Tanah longsor belakangan ini sering terjadi di seluruh tanah air dalam sebaran
dan keragaman ruang dan waktu. Bencana tersebut terjadi hampir merata diseluruh
wilayah Indonesia. Ada pendapat bahwa perubahan iklim global mengakibatkan
terjadi perubahan perwatakan hujan seperti intensitas hujan, tinggi hujan, pola
sebaran baik tempat maupun waktu, sehingga memicu terjadinya bencana-bencana
alam. Proses alam, seperti pergeseran lempeng dan gempa bumi untuk membentuk
keseimbangan baru, terjadi tidak terduga dan sulit untuk diprakirakan, dan
memungkinkan peningkatan kerawanan terhadap bencana. Perubahan dan proses
alam tersebut tidak perlu dirisaukan tetapi harus disikapi secara adaptif, sehingga
mampu melakukan tindakan bijak.

Aktifitas manusia yang kurang memperhatikan lingkungan telah banyak


memicu dan mempercepat terjadinya bencana alam. Sebagai contoh pemotongan
lereng terjal untuk pemenuhan sarana prasarana jalan dan permukiman dapat memicu
longsor, dan akupasi badan sungai mengakibatkan berkurangnya dimensi/ukuran
palung sungai sehingga terjadi banjir sehingga sungai tak mampu menampung aliran
air. Saat ini masi dimitoskan bahwa timbulnya bencana tanah longsor sebagai akibat
penembangan hutan, terutama yang dilakukan secara liar (illegal). Pandangan tentang
pengaruh hutan terhadap tanah longsor masih diperdebatkan, dan perlu ditelaah
secara kasus per kasus agar diperoleh hasil analisis yang faktual dan rasional. Untuk
bisa melakukan tindakan bijak, maka pemahaman tentang teknik mitigasi bencana
tanah longsor sangat diperlukan oleh pihak terkait.

Tindakan yang perlu dilakukan mencakup teknik identifikasi daerah rawan


terkena bencana, teknik pencegahan dan pengurangan, serta metode pengembangan
dan sosialisasi peringatan dini.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penyususan ini adalah untuk memperkenalkan dan


menghimbau para pihak, termasuk masyarakat setempat, melakukan mitigasi bencana
tanah longsor yang mudah di pahami. Selanjutnya tujuannya adalah agar masyarakat
dan para pihak secara dini dapat melakukan identifikasi wilayah rawan bencana tanah
longsor, tindakan preventif (pencegahan).

C. Pengertian – pengertian
1. Tanah longsor : salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan
batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan
oleh gaya gravitasi dan meluncur di atas suatu lapisan kedap yang jenuh air
(bidang luncur).
2. Daerah aliran sungai (DAS) : suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah topografi dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
3. Karateristik DAS : gambaran spesifik mengenai DAS yang dicirikan oleh
parameter yang berkaitan dengan keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi,
vegetasi, pengunaan lahan, hidrologi, dan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor
(landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah
perbukitan di daerah tropis basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh
gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang getaran atau gempa juga menyokong
terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat
adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan batas
bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).
Gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat
gaya gravitasi. Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa
tanah/batuan dan secara umum diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau
batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya berat (Noor, 2006: 106).
Adanya gerakan tanah disebabkan oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah
adalah daya ikat (kohesi) tanah/batuan yanglemah sehingga butiran-butiran
tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan bergerak ke bawah dengan
menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk masa yang lebih
besar. Lemahnya daya ikat/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan
(porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang
intensif dari masa tanah/batuan tersebut.
Sedangkan faktor eksternal yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah
terdiri dari berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng,
perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan
dan pola pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran air, ulah manusia seperti
penggalian dan sebagainya.

B. Poses Terjadinya Tanah Longsor


Arsyad (1989) mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat
meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh
air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat (mengandung kadar tanah liat) seteluh
jenuh air akan bertindak sebagai peluncur lonsoran akan terjadi jika terpenuhi 3
keadaan berikut:
 Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak
atau meluncur kebawah
 Adanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan
lunak, yang akan menjadi bidang luncur dan
 Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah tepat diatas
kedap air tersebut menjadi jenuh
Lapisan kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah
liat tinggi, atau dapat juga berupa lapisan batuan, seperti Napal liat (slay shale)
(Arsyad dalam Suripin, 2011:39).

C. Jenis-jenis Tanah Longsor


Gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang
besar di sepanjang bidang longsor kritisnya. Gerakan massa ini bergerak ke
bawah material pembentuk lereng berupa tanah, batu, timbunan buatan atau
campuran dari material lain.
Menurut Cruden dan Varnes (1992) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:15),
karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam
antara lain;
 Jatuhan (falls)
Jatuhan (falls) merupakan gerakan jatuh material pembentuk
lereng (tanah atau batuan) di udara dengan tanpa adanya interaksi antara
bagian-bagian material yang longsor. Jatuhan terjadi tanpa adanya bidang
longsor dan banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang terdiri dari
batuan yang mempunyai bidang-bidang menerus (diskontinuitas). Jatuhan
pada tanah biasanya terjadi apabila material mudah tererosi terletak di atas
tanah yang lebih tahan erosi, contohnya di lapisan pasir bersih atau danau
berada di atas lapisan lempung.
Jatuhan merupakan satu dari mekanisme erosi utama dari lempung
overconsolidated tinggi (heavily overconsolidated). Longsoran pada
lempung terjadi apabila air hujan mengisi retakan di puncak dari lereng
terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dangkal runtuhnya ke
depan.
 Robohan (topples)
Robohan (topples) merupakan gerakan material roboh dan
biasanya terjadi pada lereng batuan yang sangat terjal sampai tegak yang
mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan yang relatif vertikal. Tipe
gerakan hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan longsor
merupakan mengguling hingga roboh yang berakibat batuan lepas dari
permukaan lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan yaitu air
yang mengisi retakan.
 Longsoran (slides)
Longsoran (slidses) merupakan gerakan material pembentuk lereng
yang diakibatkan oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau
lebih bidang longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau
terpecah-pecah. Perpindahan Material total sebelum longsoran bergantung
pada besarnya regangan untuk mencapai kuat geser puncaknya dan pada
tebal zona longsornya. Perpindahan total lebih kecil pada lempeng kaku
overconsolidated. Zaruba dan Menci (1969) dalam (Hary C Hardiyatmo,
2006:19), dari pengamatan di lapangan menyimpulkan bahwa tanah-tanah
lempeng kaku dapat mengalami perpindahan geser (shear displacement)
sampai mencapai 2,5% dari tebal zona longsor. Untuk serpih kaku (stiff
shales) perpindahan geser dapat mencapai sekitar 0,8%
Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan
dalam dua jenis
1. Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional
(rotational slides)
Longsoran rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas,
dan sering terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu
kesatuan. Longsoran rotasional murni terjadi pada material yang relatif
homogen seperti timbunan buatan (tanggul). Longsoran rotasional
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Penggelinciran (slips)
Penggelinciran (slips) terjadi dalam serpih (shale) lempung lunak,
umumnya mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor
bergerak bersama dalam satu kesatuan di sepanjang bidang longsor
atau bidang gelincir yang relatif tipis.(Patterson, 1961; Hultin,
1961) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:22). Pada longsoran
rotasional umumnya mendekati tegak, khususnya pada tanah-tanah
berbutir halus berlapis. Bagian ini tidak dapat dapat berdiri terlalu
lama tanpa penyangga, dan longsoran baru dari bagian ini bisa saja
terjadi. Selain itu, air yang terperangkap dalam massa tanah
longsor yang miring ke belakang dapat memicu longsoran
tambahan ketika keestabilan lereng menurun.
2. Longsoran rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)
Longsoran rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)dipicu
oleh longsoran awal yang bersifat lokal. Longsoran ini
berkembang secara bertahap dan menyebar ke belakang di
sepanjang permukaan bidan longsor.
2. Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional
(translational slides)
Longsoran translasional dan rotasional

Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional


(translational slides) merupakan gerakan di sepanjang diskontunuitas atau bidang
lemah yang secara pendekatan sejajar dengan permukaan lereng sehingga gerakan
tanah secara translasi. Dalam tanah lempung translasi di sepanjang lapisan tipis
pasir atau lanau, khususnya bila bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang
ada. Longsoran translasi lempung mengadung lapisan pasir atau lanau dapat
disebabkan oleh tekanan air berpori yang tinggi dalam pasir atau lanau tersebut.

Longsoran translasional dapat dibedakan menjadi tiga antara lain:

a. Longsoran blok tranlasional (translational block slides)


Longsoran blok tranlasional terjadi pada material keras (batu) di sepanjang
kekar (joint), bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang
posisinya sangat miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan
batuan dengan bidang longsor yang bisa diprediksi sebelumnya. Longsoran ini
sering dipicu oleh penggalian lereng bagian bawah dan terjadi jika kemiringan
lereng melampaui sudut gesek dalam massa batuan di sepanjang bidang
longsor. Longsoran terjadi terutama dalam zona dimana lempung terpecah-
pecah dan dimana retakan yang berpotensi menyebabkan longsor secara
pendekatan merupakan bidang rata.
b. Longsoran pelat (slab)
Longsoran pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk atau
lereng debris dangkal yang terletak pada lapisan batu. Longsoran pelat terjadi
pada lereng yan terjal terdiri dari tanah residual, sesudah hujan lebat.
c. Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides)
Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides) dipicu oleh
longsoran pelat, kemudian menyebar ke atas secara bertahap ketika tanah di
bagian belakang scarp di puncak longsoran melunak oleh air hujan. Air hujan
ini mengisi retakan di atas scarp. Longsoran susulan biasanya terjadi setelah
hujan lebat.
d. Sebaran lateral (spreading failurse)
Longsoran translasional mundur (retrogressive translational slides)
merupakan longsoran tipe sebaran. Dalam keruntuhan ini, kejadiannya
berkembang sangat cepat, terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau
datar. Keruntuhan ini terjadi pada lempung verved (berlapis-lapis) dimana
tekanan air pori sangat tinggi berkembang pada lapisan tipis pasir atau lanau
yang tersisip di dalam lempung. Hasil dari gerakan lateral menyebabkan
material yang berada diatasnya remuk yang beberapa hal dapat
mengakibatkan aliran lanau (mudflows).
 Sebaran (spreads)
Sebaran yang termasuk longsoran translasional disebut sebaran
lateral (lateral spreading) merupakan kombinasi dari meluasnya massa
tanah dan turunnya massa batuan terpecah-pecah ke dalam material lunak
di bawahnya (Cruden dan Varnes, 1992 dalam (Hary C Hardiyatmo,
2006:27). Longsoran tipe sebaran lateral terjadi pada saat hujan lebat di
Algeria, berupa blok-blok batu gamping (limestone) yang melesak ke
dalam lapisan marl yang berbeda di bawahnya. Lapisan marl ini menjadi
lemah oleh pengaruh pelapukan (Drouhin et al, 1948 dalam Hary C
Hardiyatmo, 2006:27)
 Aliran (flows)
Aliran (flows) merupakan gerakan hancuran material ke bawah
lereng dan mengalir seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam
bidang geser relatif sempit. Material yang terbawa oleh aliran dapat terdiri
dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu besar), kayu-
kayuan, rating dan lain-lain.
Tipe-tipe Longsor

D. Penyebab terjadinya tanah longsor


Faktor penyebab terjadinya tanah longsor secara umum ditandai dengan
munculnya retakan-retakan dilerang yang sejajar dengan arah tebing. Tanah
longsor biasanya terjadi setelah hujan, karena banyak muncul mata air baru secara
tiba-tiba, tebing menjadi rapuh, dan banyak kerikil yang mulai berjatuhan.
Disamping faktor penyebab secara umum tersebut, faktor-faktor lainnya yaitu :
1. Lereng terjal
Lereng yang terjal terbentuk karena adanya pengikisan air sungai, mata air, air
laut, dan angin. Lereng yang terjal akan memperbesar gaya pendorong,
sehingga apabila sudut lereng tersebut mencapai 180o maka akan sangat
rawan terjadi longsor.
2. Tanah yang Kurang Padat dan Tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah jenis tanah lempung dan tanah liat
dengan ketebalan lebih dari 2,5 meter. Jenis tanah tersebut memiliki potensi
untuk terjadinta tanah longsor, apabila terjadi hujan. Disamping itu, tanah ini
sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena lembek terkena air dan pecah
akibat terkena panas.
3. Batuan yang Kurang Kuat
Batuan yang kurang kuat sangat rentan terhadap tanah longsor, apabila
terdapat pada daerah yang memiliki lereng sangat terjal.
4. Jenis Tata Lahan
Jenis tata lahan yang sering terjadi longsor yaitu di daerah persawahan,
perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Di daerah
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat
tanah menjadi lembek dan jenuh terhadap air sehingga mudah terjadi longsor.
Sedangkan di daerah perladangan, penyebab longsor adalah akar pohon tidak
mampu menembus bidang longsoran yang dalam dan biasanya terjadi di
daerah longsoran yang lama.
5. Getaran
Getaran diakibatkan karena adanya gempa bumi, gunung meletus, getaran
mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan.
6. Surutnya Muka Air Danau
Akibat adanya susutan muka air yang sangat cepat di danau, maka dapat
menyebabkan gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut
kemiringannya 220o sehingga mudah terjadi longsor dan penurunan tanah
yang biasanya diikuti oleh retakan.
7. Adanya Beban Tambahan
Akibat adanya beban tambahan, seperti beban bangunan pada lereng dan
kendaraan, maka akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor,
terutama di daerah tikungan jalan di daerah lembah. Akibatnya aka nada
penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke lembah.
8. Pengikisan (Erosi)
Pengikisan banyak terjadi di aliran sungai yang menuju tebing dank arena
adanya penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, sehingga
mengakibatkan tebing menjadi terjal.
9. Adanya Material Timbunan Pada Tebing
Dalam memperluas dan mengembangkan lahan permukiman, umumnya
dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada
lembah tersebut belum menjadi sempurna seperti tanah asli yang berada di
bawahnya. Dengan demikian, apabila terjadi hujan maka akan terjadi
penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
10. Longsoran Lama
Longsoran lama pada umumnya terjadi selama dan setelah terjadi
pengendapan material gunung api pada lereng yang relative terjal atau pada
saat dan sesudah terjadi patahan kulit bumi.
11. Penggundulan Hutan
Tanah longsor terjadi akibat adanya penggundulan hutan, karena pengikatan
air tanah sangat kurang.
12. Daerah Pembuangan Sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam
jumlah yang banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah
dengan guyuran air hujan.
E. Usaha-usaha menanggulangi tanah longsor
Strategi penanggulangan bencana longsor sebagai berikut:
1. Mengenali daerah yang rawan terjadinya tanah longsor. Terutama di sekitar
lereng yang curam.
2. Jangan Bangun Pemukiman atau fasilitas di daerah yang rawan bencana
terutama bencana tanah longsor
3. Menjaga Drainase Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng,
menghidari air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke
luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau
meresapkan air ke dalam tanah
4. Membuat terasering dengan sistem drainase yang tepat. drainase pada teras -
teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah
5. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak
tanam yang tepat. Hal ini untuk bisa menahan air sehingga bencana tanah
longsor bisa di minimalisir.
6. Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat
kedalam tanah
7. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).

Upaya yang dapat dilakukan dalm penanggulangan bahaya longsor (Nandi, 2007)
adalah sebagai berikut:

1. Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
permukiman
2. Segera menutup retakan dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
memalui retakan .
3. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.
4. Jangan menebang pohon di lereng.
5. Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.

F. Mitigasi bencana tanah longsor


1. Urgensi Pendidikan Mitigasi Bencana
NKRI sebagai negara dengan tingkat kerentanan dan frekuensi yang tinggi
terjadinya bencana, dengan luas wilayah yang luas, lautan maupun daratan
dan penduduk terbesar keempat di dunia setelah RRT, India, dan Amerika
Serikat. Potensi ancaman bencana alam di lndonesia mulai dari tsunami, tanah
longsor, badai siklon, banjir, tetapi juga kekeringan yang berakibat pada
kebakaran hutan ketika ada fenomena El Nino. Kondisi yang ada di
masyarakat kita masih banyak yang belum tersentuh pemahaman tentang
mitigasi bencana. Sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

2. Tahap Mitigasi Bencana Tanah longsor (Nandi, 2007)


a. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang kerawanan bencana alam geologi di
suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau
pemerintah/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk melakukan
pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
b. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat
digunakan dalam perncanaan penanggulangan bencana dan rencana
penggembangan wilayah.
c. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga
dapat diketahui penyebab dan cara penanggulangannya.
d. Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis
secara ekonomi dan jasa agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh
pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggat di daerah tersebut.
e. Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
atau masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat
yang ditibulkannya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain
mengirimkan poster, booklet dan leaflet atau dapat juga secara langsung
kepada masyarakat dan aparat pemerintah.
BAB III

PENUTUP

Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor
(landslide) merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di
daerah tropis basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan
kadang-kadang getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa
yang berupa tanah longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang
longsor yang merupakan batas bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006:
2).

Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu
lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat (mengandung
kadar tanah liat) seteluh jenuh air akan bertindak sebagai peluncur lonsoran akan terjadi
jika terpenuhi 3 keadaan berikut: adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah
dapat bergerak atau meluncur kebawah. adanya lapisan dibawah permukaan massa tanah
yang agak kedap air dan lunak, yang akan menjadi bidang luncur dan adanya cukup air
dalam tanah sehingga lapisan massa tanah tepat diatas kedap air tersebut menjadi jenuh.
Karakteristik gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam antara
lain : jatuhan (falls), Robohan (topples), longsoran (slides), sebaran (spreads), aliran
(flows).

Anda mungkin juga menyukai

  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 TKG
    BAB 3 TKG
    Dokumen4 halaman
    BAB 3 TKG
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen49 halaman
    Bab I
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Petrografi Batuan Beku
    Petrografi Batuan Beku
    Dokumen30 halaman
    Petrografi Batuan Beku
    irfan
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen49 halaman
    Bab I
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Batuan Piroklastik
    Batuan Piroklastik
    Dokumen11 halaman
    Batuan Piroklastik
    Anonymous UVztgPV
    100% (1)
  • Acara 3, Nomor 2
    Acara 3, Nomor 2
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 2
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 2
    Acara 3, Nomor 2
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 2
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Perhitungan No 1
    Perhitungan No 1
    Dokumen3 halaman
    Perhitungan No 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Petrografi Batuan Beku
    Petrografi Batuan Beku
    Dokumen30 halaman
    Petrografi Batuan Beku
    irfan
    Belum ada peringkat
  • Acara 2 Minop
    Acara 2 Minop
    Dokumen3 halaman
    Acara 2 Minop
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat