Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Prinsip stratigrafi merupakan cabang ilmu yang sangat penting artinya

bagi perkembangan ilmu geologi. Stratigrafi berasal dari kata strata (stratum)

yang berarti lapisan (tersebar) yang berhubungan dengan batuan, dan graphic

yang berarti pemerian/ gambaran atau urut-urutan lapisan. komposisi dan umur

relatif serta distribusi peralapisan tanan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan

untuk menjelaskan sejarah geologi suatu daerah.

Daerah Sulawesi Selatan telah diteliti oleh sekian banyak ahli Geologi

dengan kepentingan yang berbeda-beda, akan tetapi masih belum cukup memadai

untuk dapat menampilkan data-data yang lebih detail, untuk itu usaha dan

kegiatan penelitian terus diupayakan dan dilakukan pada daerah-daerah di wilayah

ini deini melengkapi data-data yang sudah ada.

Daerah Takkalasi merupakan salah satu daerah dari sekian banyak daerah

yang meiniliki keunikan tatanan Geologi di Sulawesi Selatan, yang tersusun oleh

litologi yang kompleks sehingga sangat cocok bagi penelitian dalam bidang

Prinsip stratigrafi.

Dilatarbelakangi hal tersebut, maka penulis melakukan penelitian tentang

Geologi di daerah penelitian. Selain itu juga untuk melatih diri menghadapi dan

memecahkan permasalahan yang dijumpai dengan mengaplikasikan ilmu Geologi

yang diperoleh di bangku kuliah

I.2. Maksud dan Tujuan

6
Adapun maksud dari dilaksanakannya praktek lapangan prinsip stratigrafi

adalah untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah prinsip stratigrafi

pada jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Selain itu

juga dimaksudkan untuk mengetahui lapisan batuan dan jenis litologi dari daerah

penelitian.

Sedangkan tujuannya adalah melakukan penelitian mengenai kondisi Geologi

terutama dalam hal ini adalah kondisi prinsip stratigrafi untuk mengetahui umur

dan lingkungan pengendapan dari batuan yang dijumpai dilokasi penelitian,

sehingga mampu menjelaskan sejarah geologi daerah tersebut.

I.3 Waktu, lokasi, dan kesampaian daerah

Kegiatan fieldtrip prinsip stratigrafi ini berlangsung selama tiga hari.

Dimulai pada hari Jumat tanggal 10 Januari 2014 sampai dengan 12 Januari 2014

yang di laksanakan di daerah Takkalasi kecamatan Balusu Kabupaten Barru

Provinsi Sulawesi Selatan, yang secara adininistratif berada pada koordinat

119°38'12.6'' dan 4°18'28.3'' yang berjarak ± 150 km ke arah Utara dari kota

Makassar. Daerah penelitian dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan

roda dua ataupun roda 4, yang dapat ditempuh sekitar ± 3 jam.

6
Gambar 1. Peta Tunjuk Lokasi Penelitian

1.4 Metode dan Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode measuring

section (MS) dimana metode ini digunakan untuk mempermudah memperoleh

data- data lapangan seperti jarak antar setiap lapisan batuan, ketebalan setiap

6
lapisan batuan yang berbeda, dan deskripsi dari setiap litologi, serta kedudukan

setiap lapisan.

Adapun tahapan penelitian yang digunakan meliputi :

a. Tahap Persiapan

Pada tahap ini ditempuh dalam dua bagian yaitu studi literatur dan studi pustaka,

adininistrasi persuratan dan persiapan perbekalan, perlengkapan dan peralatan. Studi

pustaka dan literatur dilakukan para peserta, untuk mempersiapkan dan membekali diri

dengan teori, data penelitian terdahulu, interpretasi peta dasar dan sebagainya, yang

berhubungan dengan daerah penelitian dan dapat mendukung praktek lapangan ini.

Bagian adininistrasi dan persuratan dilakukan untuk melengkapi segala persuratan dan

perizinan yang ada hubungannya dengan penelitian lapangan, agar tidak memperoleh

hambatan pada saat penlitian. Selanjutnya persiapan perbekalan, perlengkapan dan

peralatan ke lapangan.

b. Tahapan penelitian

Tahapan penelitian yaitu proses pengambilan data di lapangan yang dapat

dituangkan dalam tabel Measuring Section dengan tahapan-tahapan sebagai

berikut :

 Melakukan pengamatan secara umum mengenai stratigrafi derah tersebut.

 Melakukan pengamatan secara Litostratigrafi dengan melihat dan

memperhatikan bentuk perlapisan.

 Melaksanakan pengukuran strike/dip dan slope.

 Melakukan pengamatan struktur sedimen.

 Melaksanakan pengukuran ketebalan.

6
 Melakukan Bulklsampling.

 Melakukan pendeskripsian litologi yang dijumpai dalam bentuk pencatatan lapangan.

Pelaksanaan pengukuran dengan metode ini dilakukan pada dua lintasan yang

berbeda, yang umumnya pada lintasan lereng dan lintasan sungai (pantai).

c. Pengolahan data

Pengolahan data merupakan proses penggabungan data-data yang diperoleh pada

saat penelitian dilapangan.

d. Tahapan pembuatan laporan lengkap

Tahap pembuatan laporan lengkap merupakan proses penyusunan data-data yang

telah rampung sehingga menjadi sebuah laporan.

I.5 Alat dan Bahan

1.5.1 Alat-alat yang digunakan saat penelitian:

 Palu Geologi  Buku Lapangan

 Kompas Geologi  Larutan HCl 0,1 M

 Peta Lokasi Daerah penelitian  Roll Meter & Pita Meter

 Kantong Sampel  Clip board

 Alat tulis menulis  Kamera

 Komparator  Kertas A4

 Pensil Warna  Tabel MS

 Kalkulator  Penggaris

 Spidol Permanen

1.6 Peneliti Terdahulu

6
Sebelum pelaksanaan praktek lapangan yang dilakukan pada daerah

penelitian, terdapat beberap ahli yang telah melakukan penelitian terlebih dahulu

pada daerah tersebut.

1. Rab Sukamto (1975), membahas tentang perkembangan tektonik Sulawesi dan

sekitarnya sebagai suatu sistem yang didasarkan atas teori tektonik lempeng. Pada

tahun 1982 penelitian ini dilanjutkan dan menghasilkan peta lembar Pangkajene

dan Watampone bagian barat Sulawesi Selatan dengan skala 1 : 250.000 dan pada

tahun 1985, Rab Sukamto menyusus desertasi dengan judul Tektonik Sulawesi

selatan.

2. Sartono dan Astadiredja (1981), melakukan penelitian tentang Geologi

Kwarter daerah Sulawesi Selatan dan Tenggara, dimana dalam penelitiannya

banyak dilaksanakan pada daerah penelitian Pare-Pare.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

6
2.1. Stratigrafi Regional Daerah Penelitian dan Sekitarnya

Stratigrafi Regional

Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdapat batuan

ultrabasa,batuan malihan dan batuan lainnya.Batuan terBreksikan,tergerus dan

mendaun,dan sentuhannya dengan formasi sekitarnya berupa sesar atau

ketidakselarasan.Penarikan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta

zaman kapur.Batuan ini tertindih tak selaras oleh endapan Flysch fomasi

balangbaru dan formasi merada yang tebalnya lebih dari 2000 m dan berumur

kapur akhir.Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya

sisipan lava dalam Flysch.

Batuan gunung api berumur Paleosen (58,5-63 juta) dan diendapkan dalam

lingkingan laut,menindih tak selaras batu Flysch yang berumur kapur

akhir.Batuan sedimen formasi Mallawa yang sebagian besar dicirikan oleh

endapan darat dengan sisipan Batubara menindih tak selaras batuan gunung api

Paleosen dan batuan Flysch kapur akhir.Keatas formasi Mallawa ini secara

berangsur-angsur beralih keendapan karbonat formasi tonasa yang terbentuk

secara terus-menerus dari eosen awal sampai bagian awal Miosen tengah.Tebal

formasi tonasa lebih kurang 3000 m dan menghampar cukup jauh mengalasi

batuan gunung Miosen tengah di barat.Sedimen klastik formasi salo kalupung

yang eosen sampai oligosen bersisipan batugamping dan m,engalasi batuan

gunung api kalainiseng Miosen awal di timur..

Sebagian besar pegunungan baik yang di barat maupun yang di

timur,berbatasan dengan gunung api.Dipegunungan timur batuan ini diduga

6
berumur Miosen awal,bagian atas yang membentuk batuan gunung api

kalainiseng. Dilereng timur bagian utara pegunungan yang bagian barat,terdapat

batuan gunung soppeng yang diduga berumur Miosen awal.Batuan sedimen yang

berumur Miosen tengah sampai pilosen berselingan dengan batuan gunung api

yang berumur antara 8,93-9,29 juta tahun,secara bersamaan batuan itu menyusun

formasi camba yang tebalnya sekitar 5000 m.Sebagian besar pegunungan barat

tebentuk dari formasi camba ini menindih tak selaras formasi tonasa.

Selama Miosen akhir sampai pliosen,didaerah yang sekarang menjadi

lembah Walanae diendapkan sedimen klastik formasi Walanae.Batuan itu tebalnya

sekitar 4500 m dengan beohern batugamping koral tumbuh di beberapa tempat

formasi Walanae berhubungan penjemari dengan bagian atas formasi

camba.Kegiatan gunung api selama Miosen akhir sampai pliosen awal merupakan

sumber bahan bagian formasi walane.Kegiatan gunung api masih terjadi di

beberapa tempat selama pliosen dan menghasilkan batuan gunung api pare-

pare,baturape-cindako,juga merupakan sumber bagi formasi itu.

Terobosan batuan beku yang menrobos yang terjadi di daerah ini

semuanya berkaitan erat dengan kegiatan gunung api tersebut,dimana bentuknya

berepa stock dan retas.Setelah pliosen akhir rupanya terjadi pengendapan yang

berarti daerah ini juga tidak ada kegiatan gunung api.

Kelompok batuan yang umurnya belum diketahui terdini dan batuan

ultrabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan, tergerus

dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi di sekitarnya berupa sesar atau

ketidakselarasan. Penarikan radiometni pada sekis yang menghasilkan 111 juta

6
tahun kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman

Kapur. Batuan ma ini tertindih tidak selaras oleh endapan flysch Formasi

Balangbaru dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dan 2000 m dan berumur

Kapur Akhir. Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya

sisipan lava dalam batuan gunung api berumur Paleosen (58,5- 63,0 jt), dan

terendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan yang berumur

Kapur Akhir Batuan Forrnasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan

darat dengan sisipan batubara tertindih tak selaras batuan gunungapi Paleosen dan

batuan flysch Kapur Akhir. Ke atas Fonnasi Mallawa ini secara berangsur beralih

keendapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara terus - menerus dan

Eosen Awal sarnpai bagian Bawah Miosen Tengah Tebal Formasi Tonasa Iebih

kurang 3000 m,dan melampar cukup luas mangalasi batuan gunung api Miosen

Tengah di barat Sedimen klastik Formasi Salo Kalupang yang Eosen sampai

Oligosen bersisipan batugarnping dan mengalasi batuan gunungapi Kalainiseng

Miosen Awal di timur.

Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur,

berbatuan gunung api itu di duga berumur Miosen Awal bagian Atas yang

membentuk Batuan C gunung api Kalainiseng. Di lereng timur bagian urara

pegunungan yang barat, terdapat batuan gunung api Soppeng yang diduga juga

berumur Miosen Awal. Batuan sedimen berurnur Miosen Tengah sampai Pliosen

Awal berseIingan batuan gunungapi yang berurnur antara 8.93 - 9.32 juta tahun.

Secara bersamaan batuan itu tersusun atas Formasi Camba yang tebalnya sekitar

6
5000 m. Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dan Formasi Camba ini

yang menindih tak selaras Formasi Tonasa.

Selama Miosen Akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi

Lembah Walanae di endapkan sedimen klastik Formasi Walanae. Batuan itu

tebalnya sekitan 4500 m, dengan bioherm batugamping koral di beberapa tempat

(Batugamping Anggota Tacipi). Formasi Walanae berhubungan menjemari dengan

bagian atas Formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir sampai

Pliosen Awal merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan

gunungapi yang masih terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan

menghasilkan batuan gunungapi Parepare (4,25-4,95 juta tahun) dan Baturape-

Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu.

Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah ini semuanya berkaitan erat

dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sil dan retas,

bersusunan beraneka dan basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit, dan berumur

berkisar dan 8,3 sampai 19,2 juta tahun.

Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi pcngendapan yang berarti di

daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan di utara. Pangkajene

dan di beberapa tempat di tepi Sungai Walanae, tufanya terjadi selarna Pliosen.

Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar D. Tempe, di

dataran Pangkajene—Maros dan di bagian utara dataran Bone.

Endapan permukaan

6
ENDAPAN UNDAK: kerikil, pasir dan lempung, membentuk dataran rendah

bergelombang di sebelah utara Pangkajene. Terutama berasal dan batuan pra-

Tersier di sebelah timur Pangkajene. Saruan ini dapat dibedakan secara morfologi

dan endapan aluvium yang lebih muda. Satuan ini barangkali dapat dinasabahkan

dengan endapan di dekat Sungai Walanae yang mengandung tulang gajah purba

yang berumur Plistosen tidak terpetakan. Lempung, pasir, dan kerikil yang tidak

terpetakan di daerah tata-sungai Walanae mungkin termasuk satuan ini.

TERUMBU KORAL: batugamping terumbu, di beberapa tempat di sepanjang

pantai terangkat membentuk singkapan kecil. Yang dapat dipetakan hanya

ditentukan di selatan Marek. Di dangkalan Spermonde terumbu koral muncul ke

atas muka laut, melampar kira-kira 60 km di lepas pantai ke arah barat, dan kira—

kira 50 km di lepas pantai ke arah timur di bagian selatan Lembar.

ENDAPAN ALUVIUM, DANAU DAN PANTAI: lempung, lanau, lumpur, pasir

dan kerikil di sepanjang sungai besar, di sekitar lekuk Danau Tempe, dan di

Sepanjang pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa karang dan

batugamping koral. Sisipan lempung laut yang mengandung moluska (Arca,.

Trochus dan Cypraea) dan buncak besi terdapat di sekitar Danau Tempe (t’Hoen

& Ziegler, 1915) untuk sungai yang berumur Plistosen (tak terpetakan) di

Earnpung Sornpoh, dekat Sungai Walanae, mengandung tulang gajah purba yang

dikenali sebagai Archi discodon celebensis (Hooijer, 1949).

Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi

FORMASI BALANGBARU: sedimen tipe flysch: batupasir berselingan dengan

batulanau, batulempung dan serpih; bersisipan konglomerat, batupasir

6
konglomerat, tufa dan lava; batupasirnya bersusunan grewacke dan arkose,

sebagian tufaan dan gampingan pada umumnya menunjukkan struktur turbidit di

beberapa tempat ditemukan konglomerat dengan susunan basal, andesit, diorit,

serpih. tufa terkersikkan. sekis, kuarsa, dan bersemen batupasir pada umurnnya

padat dan sebagian serpih terkersikkan. Di bawah ini kroskop, batupasir dan

batulanau terlihat mengandung pecahan batuan beku, metasedimen dan rijang

radiolaria. Daerah barat laut mengandung banyak batupasir dan ke arah tenggara,

lebih banyak batu lempung dan serpih.

Baru-baru ini Laboratorium Total-CFP mengenali Glohotruncna pada

serpih lanauan dan sebelah timur Bantimala, dan pada grewacke dan jalan antara

Padaelo. Tanetteriaja yang berumur Kapur Akhir (P.F. Burollet, hubungan tertulis,

1979). Formasi ini tebalnya sekitar 2000 ini tertindih tak selaras batuan Formasi

Mallawa dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan, dan menindih tak selaras

Komplek Tektonik Bantimala.

FORMASI MARADA (van Leeuwen, 1974): sedimen bersifat flysch perselingan

batupasir, batulanau, arkosa, grewacke, serpih dan konglomerat bersisipan batu

pasir dan batulanau gampingan, tufa, lava dan breksi yang tersusun oleh basal,

andesit dan trakit. Batupasir dan batulanau berwarna kelabu muda sampai

kehitaman serpih berwama kelabu tua sampai coklat tua konglomerat tersusun

oleh kerikil andesit dan basal lava dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral

sekunder berupa karbonat, silikat, serisit, kionit dan epidot. Fosil Globotruncana

dan batupasir gampingan yang dikenali oleh PT Shell, menunjukkan umur Kapur

6
Akhir dan di endapkan di lingkungan neritik dalam (T.M. van Leeuwen, hubungan

tertulis, 1978). Formasi ini tebalnya Iebih dan1000 m.

FORMASI SALO KALUMPANG: batu pasir, serpih dan batulempung,

berselingan dengan konglomerat gunungapi, breksi dan tufa bersisipan lava,

batugamping dan napal batulempung, serpih dan batupasir di beberapa tempat

tercirikan oleh wama merah, coklat, kelabu dan hitam setempat mengandung fosil

moluska dan foraminifera, terutama di dalam lapisan batu gamping dan napal

pada umumnya gampingan, padat dan sebagian dengan urat kalsit; sebagian

serpihnya sabakan kebanyakan lapisan terlipat kuat dengan kemiringan antara 20°

- 570• Penampang di Salo Kalupang memperlihatkan lebih banyak konglomerat di

bagian barat, dengan komponen andesit dan basal. Di sebelah timur Teos Palatae

tersingkap lebih banyak tufa dan batupasir daripada di Salo Kalupang. Di tirnur

Samaenre terdapat lebih banyak singkapan serpih daripada di tempat lain

batuannya berwama coklat kemerahan dan kelabu, berselingan dengan

batugamping berlapis (Teol) dan batupasir.

Fosil forarninifera yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971 dan

1974) dan lokasi A.29.b, Tc.239.b dan Tc.239.d yang di antaranya Discocyclina

javana (VERBEEK), Nummulites sp., N. gize hensis FORSKAL, N.

pengaronensis (VERBEEK), Heterostegina sp., Catapsy drax unicavus BOLLI-

LOEBLICH TAPPAN, Globorotalia opima BOLLI, Gkbigerina binaensis KOCH,

Gn. trzpar tita BOLLI, Gn. tapuriensis BLOW & BANNER, Gn. venezuelana

HEDBERG, ganggang dan lithothamnium, menunjukkan kisaran umur Eosen

Awal - Oligosen Akhir. Tebal satuan ini diperkirakan tidak kurang dan 4500 m.

6
FORMASI MALLAWA konglomerat, batulanau, batulempung, dan napal, dengan

sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung batupasirnya sebagian besar

batupasir kuarsa, ada pula yang arkosa, grewake, dan tufaan, umumnya berwarna

kelabu muda dan coklat muda pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat

konglomeratnya sebagian kompak batulempung, batugarnping dan napal

umurnnya mengandung moluska yang belum diperiksa, dan berwarna kelabu

muda sampai kelabu tua batubara berupa lensa setebal beberapa sentimeter dan

berupa lapisan sarnpai 1,5 rn. Penelitian paleontologi terhadap sisipan batubara

telah dilakukan oleh Asrar Khan (M.E. Scrutton, Robertson Research, hubungan

tertulis, 1974) dan oleh RobertH. Tschudy. (Don E. Wolcott, USGS, hubungan

tertulis, 1973). Sepuluh buah contoh dan singkapan B.32 (a-f) dan B.54

(a-c, dan RR.1O), daerah Tanetteriaja, dan sebuah dan dekat galian lempung di

Tonasa mengandung fosil inikroflora sbb.’:

Acritarchs sp., Anacolosidites sp., Anno aceae sp. Barringtonia sp., Betulaceae

pollen, Bombacaceae sp., Cornpositae sp., Cyathidites sp., Dicolpopollis cf, D.

kale wesis, D. verrucate, D. smooth , Din o flagellates sp., Florschuetzia trilobata,

Gunnera sp., Intratriporopollenites, Leo triletes sp., Monosulcate pollen, Mono

sulcites sp., Myricaceae pollen, Oiacaceae sp., Palmae pollen, Psilamonoletes sp.,

Ret it rico Ip it e san toni i, Reti kutchensis (VENKATCHALA & KAR, 1968),

Sapotaceoidaepolienites sp., Stercu liaceae sp., Syncolporate pollen, Tetrapo rina

sp., Tricolpate pollen, Trkolpate verrucate pollen, Triporate pollen, Verru

catosporites sp., Verrutriletes major, dan Verrutricolporites sp. Berdasa gabung an

6
fosil tersebut, A. Khan dan R.H. Tschudy memperkirakan umur PaleogçQ dengan

iingkungan paral sampai laut dangkal.

Berdasarkan fosil Ostrakoda dan contoh batuan B.45/e, E. Hazel

memperkirakan umur Eosen (DE. Wolcott, USGS, hubungan tertulis, 1973). Fosil

Ostracoda yang dikenali adalah: Bairdiids sp., Cytherella sp., Cythereiloidea sp.L

Cythereioidea sp: Cythoropteron sp.l, Cythoropteron sp.2, Jugosocythereis sp.,

Krithinids sp., .& sp., Paijen borchella sp., Pokornyella sp., Trachyle beris sp. dan

Xestoberis sp. Tebal formasi ini tidak kuran 400rn; tertindih sela ras oleh

batugamping Ternt dan rnenindih tak selaras batuan sedimen Kb dan batuan

gunungapi

FORMASI TONASA: batugamping koral pejal, sebagian terhablurkan, berwarna

putih dan kelabu muda batugamping bioklastik dan kalkarenit, berwarna putih,

coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis baik, berselingan dengan napal

g1obig tufaan; bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, Setempat

bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran di dekat Malawa, daerah

Camba terdapat batugamping yang mengandung glaukonit, dan di beberapa

tempat di daerah Ralla ditemukan batu gamping yang mengandung banyak

sepaian sekis dan batuan ultramafik batugamping berlapis sebagian mengandung

banyak foraininifera besar, napalnya banyak mengandung foraminifera kecil dan

beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang ‘pelecypoda) dan

siput (gastropoda) besar.

Batugamping pejal pada umumnya terkekarkan kuat di daerah Tanetteriaja

terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur batugamping berlapis.

6
Fosil dan batuan Formasi Tonasa telah dikenali oleh D. Kadar (Hubungan

terrulis 1971, 1973), Reed & Malicoat (M.W. Konts, hubungan terwlis, 1972),

Purnama ningsih (hubungan tertulis, 1973, 1974), dan oleh SudIyono (hubungan

tertulis, 1973). Contoh batuan yang dianalisa dan lokasi: A.46, A.112, B.28.b

B.29, B.30, B.33,B.58,B.129, C.8,C.51,D.30,Ta.72, Ta.79, Ta.81, Ta.90, Ta.131,

Ta.134.d, Ta.186.a, Ta.452, Ta.506, Th.2, Tc.65.a, Tc.94, Tc.100, Tc.134, Td.6,

Td.20, Td.63, Td.70, Td.iol, Td.112, Td.116, Te.121, Te.216.a, Ti.1, Ti.3, dan Ti.9.

Fosil yang dikenali termasuk: Dictyoconus sp., Asterocydina sp., An. matanzensis

COLE, Biplanispira sp., Discocyclina sp., Nummulites sp., N. atacicus

LEYMERIE, N. pangaronensis (VERBEEK), Fasciolites sp., F. oblonga

D’ORBJGNY, Alveolinella sp., Orbitolites sp., Pellatispira sp., P. rnadaraszi

FIANTKEN, P. orbitoidae PROVALE, P. provaleae YABE, Spiro clypeus sp., S.

tidoenganensis VAN DER VLERK, S. ver,nicularis TAN, Globo rotalia sp., Gi.

centralis CUSHMAN & BERMUDEZ, Gi. may en CUSHMAN & ELLISOR, GI.

obesa BOLLI, Gi. prae menardjj CUSHMAN & STAINFORTH, Gi. siakensic

(LE ROY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. Dehiscens

(CHAPMAN-PARR COLLINS), Hantkenina alabamensis CUSHMAN,

Heterostegina sp., H. bar neensis VAN VLERK, Austrotrillina howchini

(SCHLUMBERGER), Lepido cydinasp., L. cf. omphalusTAN, L. ephip pioides

JONES, L. .cumatrensis (BRADY), L. parva OPPENOORTH, Iniogypsina sp.,

Globigerina sp., G. venezudana HEDBERG, Globigerinoides sp., Gd.

aittaperturus BOLL!, Gd. immaturus LE ROY, Gd. Subquaaratus BRONNI

MANN, Gd. trilo bus (REUSS), Orbulina bilobata (D’ORBIGNY), 0. suturalis

6
BRONNIMANN, 0. universa D’OR BIGNY, Operculirta sp.,Amphistegina sp.

dan Cydodypeus sp. Gabungan fosil ini menunjukkan kisaran umur dan Es Awal

(Ta.2) sampai Miosen Tengah (TO, dan lingkungan neritik dangkal hingga dalam

dan laguna. Tajnbahan pula ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain,

ganggang, koral dan moluska dalam formasi ini.

Tebal formasi ini diperkirakan tidak tidak kurang dan 3000 m menindih

selaras batuan Formasi Malawa, dan tertindih tak selaras batuan Formasi Camba;

diterobos oleh sil, retas, dan stok batuan beku yang bersusunan basal, trakit, dan

diorit.

FORMASI CAMBA: batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi;

batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau clan batulempung;

bersisipan dengan napal, batugamping, konglomerat dan breksi gunungapi, dan

setempat dengan batubara berwarna beraneka, putih coklat, merah, kuning, kelabu

muda sampai kehitaman umumnya mengeras kuat dan sebagian kurang padat

berlapisan dengan tebal antara 4 m dan 100 cm. Tufanya berbutir halus hingga

lapili tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit;

konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan

ukuran antara 2 cm dan 40 cm batugamping pasiran dan batupasir gampingan

mengandung pecahan koral dan moluska batu lempung gampingan kelabu tua dan

napal mengandung foram kecil dan moluska sisipan batubara setebal 40 cm

ditemukan di S. Maros. Pada umumnya berlapis baik, terlipat Iemah dengan

kemiringan sampai 30°.

6
Fosil dan Formasi Camba telah & kenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971,

1973, 1974), A.F. Malicoat (M.W. Kontz, huburigan tertulis, 1972). dan oleh

Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974), dan contoh batuan: B.27, B.73, B.134,

C.43, C.44, Ta.57, Ta.153, Ta.243, Ta. 275, Ta Tc.48, Tc.416, Td.46, Td.182,

Td.332, dan Ti.15. Fosil-fosil yang di kenali termasuk: Lepidoçvdina cf,borneen

sis PROVALE, L. ephippioides JONES & CHttIMAN, L sumatrensis BRADiog

sp., Globigerina venezuelana HEDBERG, Globorotalia baroemoenensis LEROY,

Cl. mayeri CUSHMAN & ELISOR, GL men (D’ORBIGNY), Gi. lenguaen-sis

BOLL!, GI. lobata BERMUDEZ. .Gl. obe&z BOLL!, Gi. perz BLOW BANNER,

GI. praen CUSHMANN & STAIN FORTH, Gi. siakensis (LEROY), Globo

quadrina altispira ‘ (CUSHMAN & JARVIS), Gn. dehiscens (CHAPMAN PARR-

COLLINS), Globigerinoides immaturus LEROY, Gd. obliquusBOLLl, Gd.

sacculifer (BRADY), Gd. subquadra tus BRONNIMANN, Gd. trilobus (REUSS),

Orbulina universa D’OR BIGNY, Biorbulina bilobata (D’OR BIGNY),

Operculina sp., Cycloclypeus sp., Hastigerina praesiphonifera BLOW,

Sphaeroidinellopsis seininulina(SCHWAGER,), Sp. kochi (CAUDRIE), dan Sp.

subdehiscens BLOW. Gabungan fosil ini menunjukkan umur berkisar dan Miosen

Tengah sampai Miosen Akhir (N.9—N.15), dan lingkungan neritik.

Lagi pula ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain, ganggang dan koral dalam

formasi ini. Kemungkinan sebagian dan Formasi Camba diendapkan dekat daerah

pantai. Secara setempat ditemukan pula fosil berumur Pliosen Awal, seperti yang

di sebelah utara Ujungpandang. Satuan ini tebainya sekitar 5000 m, menindih tak

selaras batugamping dan Formasi Tonasa (Temt) dan batuan dan Formasi Malawa

6
(Tern), mendatar berangsur berubah ladi bagian bawah dari Formasi Walanae

(Tnipw); diterobos oleb retas, sil dan stok bcrsusunan basal piroksen, andesit dan

diorit.

Anggota Batuan Gunungapi: batuan gunungapi bersisipan batuan sedimen laut;

breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir halus hingga

lapili bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, barulempung

mengandung sisa tumbuhan, batugamping dan napal. Batuannya bersusunan

andesit dan basal; umumnya sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan,

amigdaloidal dan berlubang-lubang diterobos oleh retas, sil dan stok bensusunan

basal dan diorit; berwarna kelabu muda, kelabu tua dan coklat.

Pemeriksaan petrografi menunjukkan fonolit nefelin, porfinsienit nefelin, diabas

hipersten, tufa batuan basa, andesit, andesit, andesit trakit dan basal leusit

(Subroto dan Saefudin, hubungan tertulis, 1972); dan tefrit leusit, hasanit leusit,

leusitit dan dash (von Steiger, 1913).

Penarikhan Kalium Argon pada oaman basal dan lokasi 7 menghasilkan 17,7 juta

tahun (Indonesia Gulf Oil, hubungan ten tulis, 1972), dash dan ande dan Iokasi 1

dan 2 masing-masing menghasilkan umur 8,93 dan 9,29 juta tahun (J.D.

Obradovich, hthungan tertulis, 1974), dan basal dan Birru menghasilkan 6,2 juta

tahun (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).

Beberapa lapisan batupasir dan batu garnping pasiran mengandung

moluska dan sepaian koraL Sisipan tufa gampingan, baxupasir tufa gampingan,

batupasir gampingan, batupasir lernpungan, napal dan batugamping mengandung

fosil foraminifera.

6
Fosil yang dikenali oleh Sudiyono dan Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1973,

1974) dan iokasi Td.7 dan Td.358 adalah: Globigerina venezuelana (HEDBERG),

Globorot4lza mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gi. menardi! (D’ORBIGNY), GL

siakensis (LEROY), Gi. acostaensis BLOW, GI. f. dutertrei, Globoquadrina

aitispira (CUSHMAN &JARVIS), Globi gerinoides extremus BOLLI, Gd. innna

t34rMs LEROY, Gd. obliquus BOLLI, Gd. ruber (D’ORBIGNY), Gd. sacculifer

(BRADY), Gd. rrilobus (REUSS), Hasti gerna aequilateralis (BRADY), dan

Sphae roidinellopsis subdehiscens (BLOW). Baik gabungan fosil maupun data

radiometri menunjukkan jangka umur Miosen Tengah

- Miosen Akhir.

Batuannya sebagian besar diendapkan dalam lingkungan laut neritik sebagai fasiés

gunungapi Formasi Camba, menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa

dan batuan Formasi Malawa; sebagian terbentuk dalam lingkungan darat,

setempat breksi gunungapi mengandung sepaian batugamping seperti yang

ditemukan di S. Paremba; tebal diperkirakan tidak kurang dan 4000 Tn.

Basal di sekitar G. Gatarang yang dikelilingi tebing melingkar menyerupai

kaldera, dan juga di beberapa tempat yang lain, tercinikan oleh limpahan

kandungan leusit. Anggota Batugamping: batugamping, batugamping tufaan,

batugamping pasiran, setempat dengan sisipan tufa; sebagian kalkarenit, pejal dan

sarang, berbutir halus sampai kasar; putih, kelabu, kelabu kecoklatan, coklat mud

dan coklat; sebagian mengandung glaukonit; fosil terutama foraininifera, dan

sedikit moluska dan koral.

6
Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1973) dan contoh batuan

Ta.37, Ta.52, Ta.58.a, Td.104 dan Td.ios, adalab: Lepidocyclina sp., L. cf

omphalus TAN, L. su,natrensis (BRADY), L. verbeeki (NEWTON &

HOLLAND), Inio sp., M. thecidaeforinis (RUTIEN), M. cf. cupulaeforinis

(ZUFFARDI-COMERCY), Gioborotalia sp, Gi. mayeriCUSHMAN&ELLISOR,

Gi. lobata BERMUDEZ, Gi. praemenardii CUSHMANN & STAINFORTH, Gi.

praescitula BLOW, Gi. siakensis (LEROY), Globorotaloides variabilis BOLLI,

Globo quadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. globosa BOLLI,

Globigeri noides sp., Gd. immaturus LEROY, Gd. sacculijer (BRADY), Gd. sub

quadratus BRONNIMANN, Biorbulina bilobata (D’ORBIGNY), Orbulina

suturalis BRONNIMANN, 0. r D BIGNY. Hastigerina siphonifera (D’OR

BIGNY), Sphaeroidinellopsis kochi (CAU DRIE), Sp. seyninulina (SCHWAGER)

Operculina sp., Amphistegina sp., Cydo clypeus sp., dan ganggang. Gabungan

fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf; N.9—N.13).

FORMASI WALANAE: batupasir berselingan dengan batulanau, tufa, napal,

batulempung, konglomerat dan batugamping; sebagian memakas dan sebagian

serpih; umumnya berwarna muda, putih keabuan, kecoklatan dan kelabu muda.

Batupasir berbutir halus sampai kasar, umumnya tufaan dan gampingan, terdiri

terutama dan sepaian batuan beku dan sebagian mengandung banyak kuarsa.

Komponen batuan gunungapi jumlahnya bertambah secara berangsur ke arah

barat dan selatan, terdiri dan butiran abu hingga lapili, tufa kristal, setempat

mengandung banyak batuapung dan biotit. Konglomerat ditemukan lebih banyak

di bagian selatan dan barat, tersusun terutama dan kerikil dan kerakal andesit,

6
trakit dan basal. Ke arah utara dan timur jumlah karbonat dan klastika bertambah

di sekitar Tacipi batugamping berkembang jadi Anggota Tacipi di daerah sekitar

Watampone di temukan lebih banyak barugamping pasiran berlapis yang

berselingan dengan napal, batulempung, batupasir dan tufa. Fosil foram kecil

banyak ditemukan di dalarn napal dan sebagian batugamping; setempat moluska

ditemukan rnelirnpah di dalam batupasir, napal dan batugamping; di daerah

selatan setempat ditemukan sisa tumbuhan di dalam batupasir siliangsiur dan

beberapa lensa batubara di dalam batu lempung; batu ditemukan di dalam

batupasir dekat Pampanua dan Sengkang, daerah utara.

Fosil foraimnifera yang dkenaili oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1973, 1974),

oleh Purnamaningsih dan M. Karinini (hubung an tertulis, 1974) dan contoh

batuan Ta. 150, Ta.157, Ta.168, Ta Ta.219, Ta. 240, Ta.389, Tc.296.a, Td.43, dan

Te.75, adalah: Lepidocyclina sp., Katacycloclypeus sp., Iniogypsina sp.,

Glohigerina bulloides D’ORBIGNY, G. nephentes DODD, Globorotalia obesa

BOLLI, GI. dutertrei (D’ORBIGNY), Gl.1obataBERMUDEZ, GI. scitula

(BRADY), GL acostaensis BLOW, GI. crassula CUSHMAN & STEWART, Gi.

meroturnida BLOW & BANNER, GI. tuinida (BRADY), Globo quadrina altispira

(CUSHMAN & JARVIS), Globigerinoides conglobatus (BRADY), Gd.

extremusBOLLl, Gd. im maturus LEROY, Gd. ruber (D’ORBIGNY), Gd,

sacculifer (BRADY), Gd. obliq BOLLI, Gd. triio (REUSS), Orbulina universa

D’ORBIGNY, Hasti gerina aequilateralis (BRADY), Sphaeroi dinellopsis

seininulina (SCH WAGER), Sp. subdehiscens BLOW, Pulleniatina obliqxi

locukzta (PARKER 1: JONES), Amphiste gina sp., d Uperculina sp. Gabungan

6
fosil tersebut menuniukkan urnur Miosen Tengah - Pliosen (N.9—N.20). Lagi

pula ditemukan fosil-fosil foraininifera yang lain, moluska, ganggang dan koral

dalam formasi ini. Satuan batuan ini tersebar luas di sepanjang lembah S.

Walanae, di timur D. Tenipe dan sekitar Watampone; pada umurnnya terlipat

Iemah, dengan ke iningan lapisan kurang dan 15°; perlipatan kuat terjadi di

sepanjang lajur sesar, dengan kemiringan sampai 60°. Bagian bawah formasi ini di

perkirakan menjemani dengan Formasi Camba, dan bagian atasnya menjemari

dengan Batuan Gunungapi Parepare tebal diperkirakan tidak kurang dan 4.500 ini

Anggota batugamping koral dengan sisipan batugamping berlapis napal,

batulempung, batupasir, dan tufa putih, kelabu muda, dan kelabu kecoklatan

sebagian sarang dan sebagian pejal, setempat berstruktur breksi dan konglomerat;

setempat mengandung banyak moluska.

Fosil foram yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974), dan lok B.75b

dan Ta. 157 adalah: Amphistegina Open culina sp., Orbulina sp., Rotalia sp., dan

Gastropoda. Satuan ini dibanyak tempat membentuk perbukitan kerucut, dan

beberapa membentuk punggungan yang sejajar dengan pantai timur, yaitu di barat

Watampone di lembah S. Walanae, dan di utara Tacipi, batugamping Anggota

Tacipi tersingkap di sana-sini di dalam batuan Formasi Walanae tebal satuan ini

diperkirakan tidak kurang dari 1700 ini.

BATUAN GUNUNGAPI TERPROPILITKAN: breksi, lava dan tufa, di bagian

atas lebih banyak tufa, sedangkan di bagian bawah lebih banyak lava; umumnya

bersifat andesit, sebagian trakit dan basal; bagian atas bersisipan serpih merah dan

batugamping; komponen Breksi beraneka, dan beberapa cm sampai melebihi 50

6
cm, terekatnifa yang jumlahnya kurang dan 50%; lava dan breksi berwarna kelabu

sampai kelabu kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung

banyak karbonat dan silikat. Penarikhan Kalium/Argon pada basal dan timur

Bantimala (lokasi 5) menghasilkan umur 58,5 juta tahun (J.D. Obradovich,

hubungan tertulis, 1974), dan penarikan jejak belah pada tufa dan bagian bawah

Batuan Gunungapi menghasilkan umur 63 + 2 juta tahun (T.M. van Leeuwen,

hubungan tertulis, 1978). Satuan ini tebalnya sekitar 400 m sebagai lanjutan dan

yang tersingkap di Barru, di lembar Ujungpandang, Benteng & Sinjai, yang oleh

van Leeuwen (1974) disebut Batuan Gunungapi Langi ditindih tak selaras oleh

batuan Eosen Formasi Tonasa dan Formasi Malawa diterobos oleh batuan

granodiorit dan basal.

BATUAN GUNUNGAPI KALAMISENG: lava dan breksi, dengan sisipan tufa,

batupasir, batulempung dan napal; kebanyakan bersusunan basal dan sebagian

andesit; kelabu tua hingga kelabu kehijauan, umumnya tansatinata, kebanyakan

terubah, amigdaloidal dengan mineral sekunder karbonat dan silikat; sebagian

lavanya menunjukkan struktur bantal. Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang

daerah pegunungan di timur Iembah Walanae, terpisahkan oleh lajur sesar dan

batuan sedimen dan karbonat yang berumur Eosen di bagian baratnya diterobos

oleh retas

Gunungapi dan stok basal, ansdesit dan diorit.

Satuan batuan ini berumur lebih muda dan batugamping Eosen dan lebih tua dan

Formasi Camba Miosen Tengah, mungkin Miosen Bawah dan tebalnya tidak

kurang dan 4.250 m.

6
BATUAN GUNUNGAPI PAREPARE:

Tufa, berbutir halus sampai lapili, breksi dan konglomerat gunungapi, setempat

dengan sisipan lava dan batupasir tufaan; terutama bersusunan trakit dan andesit,

pemeriksaan petrografi menunjukkan andesit trakit; beberapa lapisan tufa

mengandung banyak biotit; umumnya memakas lemah dan sebagian repih

berwarna putih keabuan hingga kelabu; setempat terlihat lapisan siiangsiur dan

sisa tumbuhan. Sebagian dan batuan gunungapi ini di daerah timur terdiri

terutama dan lava (Tppl), bersusunan trakit, mengandung banyak biotit. Satuan ini

di taksir setebal 50 Cm, menindih batuan Formasi Camba dan kemungkinan

menjemari dengan bagian atas Formasi Walanae. Umurnya Pliosen, berdasarkan

penarikan radiometri pada trakit dan tufa dan timur - laut Parepare (Lembar

Majene-Palopo), yang masing-masing menghasilkan 4,25 dan 4,95 juta tahun

(jObradovich, hubung an tex 1974).

Batuan terobosan ini terdapat di bagian tenggara Lembar, tersingkap luas di

sekitar Barru, di lembar Ujungpandang, Benteng & Sinjai; menerobos batuan

Formasj Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan, tetapi tidak ada

sentuhan dengan ‘batugamping Forma Tonasa. Penanikan percontoh granodiorit

menghasilkan umur 19.2 jut tahun, dan men-ibenilcan dugaan batuan terobosan

ini ditempatkan selama Miosen (T.M, van Leeuwen, hubungan tertuli! 1978).

BATUAN ULTRABASA: peridotit, sebagian besar terserpentinkan, berwarna

hijau ini sampai hijau kehitaman; kebanyakan terbreksikan dan tergerus melalui

sesar naik ke arah baratdaya pada bagian yang pejal terlihat struktur berlapis, dan

di beberapa tempat mengandung puncak dan lensa kroinit satuan ini tebalnya tidak

6
kurang dan 2500 m, dan mempunyai sentuhan sesuai dengan satuan batuan

disekitarnya.

BATUAN MALIHAN: sebagian besar sekis dan sedikit genes secara megaskopik

terlihat mineral di antaranya glaukofan, garnet, epidot, mika dan kiorit di bawah

mikroskop t’Noent & Ziegler (1915) dan Subroto & Saefudin (hubungan tertulis,

1972) mengenai sekis glaukofan, ekiogit, sekis garnet, sekis amfibol, sekis klorit,

sekis dan aktinolit, sekis muskovit-aktinolit, genes albit-ortoklas, dan genes

kuarsa-feispar eklogit tidak ditemukan berupa singkapan, melainkan berupa

sejumlah bongkah besar di daerah batuan malihan di lokasi Te. 149.a sekisnya

mengandng grafit berwarna kelahu, hijau, coklat dan biru. Batuan malihan ini

umumnya berperdaunan miring ke arah timur laut, sebagian terbreksikan, dan

tersesarkan naik ke arah baratdaya. Satuan ini tebainya tidak kurang dan 2000 m

dan bersentuhan sesar dengan satuan batuan di sekitarnya. Penanikan umur. ada

sekis di timur Bantimala (lokasi 5) menghasilkan umur 111 juta tahua j.D.

Obradovich, huburgan ter tulis, 1974).

KOMPLEK MELANGE: batuan campur aduk secara tektonik terdini dan

grewacke, breksi, konglomerat, batpasir terkersikkan, serpih kelabu, serpih merah,

rijang radiolana merah, batusabak, sekis, ultramafik, basal, diorit dan lempung;

himpunan batuan ini mendaun, kebanyakan miring ke arah timur laut dan

tersesarkan naik ke arah baratdaya satuan ini tebalnya tidak kurang dan 1750 m,

dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan di sekitarnya.

3.2 Teori Ringkas

6
Stratigrafi berasal dari kata strata (stratum) yang berarti lapisan (tersebar)

yang berhubungan dengan batuan, dan grafi (graphic) yang berarti pemerian/

gambaran atau urut-urutan lapisan. komposisi dan umur relatif serta distribusi

peralapisan tanan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan

sejarah buini. Dari hasil perbandingan atau korelasi antarlapisan yang berbeda

dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi),

kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya

(kronostratigrafi). Jadi stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari pemerian

perlapisan batuan pada kulit buini. Secara luas stratigrafi merupakan salah satu

cabang ilmu geologi yang membahas tentang urut-urutan, hubungan dan kejadian

batuan di alam (sejarahnya) dalam ruang dan waktu geologi.

Ada beberapa prinsip dasar yang berlaku didalam pembahasan mengenai

stratigrafi, yaitu:

1. Hukum atau prinsip yang dikemukakan oleh Steno (1669), terdiri dari:

Dalam pembelajaran stratigrafi permulaannya adalah pada prinsip-prinsip

dasr yang sangat penting aplikasinya sekarang ini. Sebagai dasar

dari studi ini Nicolas Steno membuat empat prinsip tentang konsep dasar

perlapisan yamg sekarang dikenal dengan “Steno’s Law”.

4 prinsip steno tersebut adalah :

1.The Principles of Superpositin (Prinsip Superposisi)

Dalam suatu uruan perlapisan, lapisan yang lebih muda adalah lapisan

yang berada diatas lapisan yang lebih tua. “pada waktu suatu lapisan terbentuk

(saat terjadinya pengendapan), semua massa yang berada diatasnya adalah fluida,

6
maka pada saat suatu lapisan yang lebih dulu terbentuk, tidak ada keterdapatan

lapisan diatasnya.” Steno, 1669

Gambar 2 : prinsip superposisi

2.Principle of Initial Horizontality

Jika lapisan terendapkan secara horizintal dan kemudian terdeformasi

menjadi beragam posisi.”Lapisan baik yang berposisi tegak lurus maupun iniring

terhadap horizon, pada awalnya paralel terhadap horizon“. Steno, 1669

6
Gambar 3 : principle of initial horizontality

3.lateral Continuity

Dimana suatu lapisan dapat diasumsikan terendapkan secara lateral dan

berkelanjutan jauh sebelum akhirnya terbentuk sekarang. “Material yang

membentuk suatu perlapisan terbentuk secara menerus pada permukaan buini

walaupun beberapa material yang padat langsung berhenti pada saat mengalaini

transportasi.” Steno, 1669

Gambar 4 : Lateral Continuity

6
4.Principle of Cross Cutting Relationship

Suatu struktur geologi seperti sesar atau tubuh intruksi yang memotong perlapisan

selalu berumur lebih muda dari batuan yang diterobosnya. “Jika suatu tubuh atau

diskontinuitas memotong perlapisan, tubuh tersebut pasti terbentuk setelah

perlapisan tersebut terbentuk.” Steno, 1669

Gambar 5 : Principle of Cross Cutting Relationship

2. Hukum yang dikemukakan oleh James Hutton (1785)

Hukum atau prinsip ini lebih dikenal dengan azasnya yaitu

uniforinitarisme yaitu proses-proses yang terjadi pada masa lampau mengikuti

hukum yang berlaku pada proses-proses yang terjadi sekarang, atau dengan kata

lain “masa kini merupakan kunci dari masa lampau” (“the present is the key to the

past”). Maksudnya adalah bahwa proses-proses geologi alam yang terlihat

sekarang ini dipergunakan sebagai dasar pembahasan proses geologi masa

lampau.

6
3. Hukum Intrusi/Penerobosan (Cross Cutting Relationship) oleh AWR

Potter dan H. Robinson.

Suatu intrusi (penerobosan) adalah lebih muda daripada batuan yang

diterobosnya

4. Hukum Urutan Fauna (Law of Fauna Succession) oleh De Soulovie (1777)

Dalam urut-urutan batuan sedimen sekelompok lapisan dapat mengandung

kumpulan fosil tertentu dengan sekelompok lapisan di atas maupun di bawahnya.

5. Prinsip William Sinith (1816)

William Sinith (1769-1839) seorang peneliti dari inggris. Sinith adalah

seorang insinyur yang bekerja disebuah bendungan, ia mengemukakan teori

biostratigrafi dan korelasi stratigrafi. Sinith mengungkapkan dengan menganalisa

keterdapatan fosil dalam suatu batuan, maka suatu lapisan yang satu dapat

dikorelasikan dengan lapisan yang lain, yang merupakan satu perlapisan. Dengan

korelasi stratigrafi maka dapat mengetahui sejarah geologinya pula.

Dalam studi hubungan fosil antar perlapisan batuan, ia pun menyimpulkan suatu

hukum yaitu “Law of Faunal Succession“, pernyataan umum yang menerangkan

bahwa fosil suatu organisme terdapat dalam data rekaman stratigrafi dan dapat

digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejarah geologi yang pernah

dilaluinya. Jasanya sebagai pencetus biostratigrafi membuat ia dikenal dengan

sebutan “Bapak Stratigrafi”.

6
Ahli stratigrafi lainn seperti D’Orbigny dan Albert Oppel juga berperan besar

dalam perkembangan ilmu stratigrafi. D’Orbigny mengemukakan suatu perlapisan

secara sistematis mengikuti yang lainnyayang meiniliki karakteristik fosil yang

sama. Sedangkan Oppel berjasa dalam mencetuskan konsep

“Biozone”.Biozone adalah satu unitskala kecil yang mengandung semua lapisan

yang diendapkan selama eksistensi/keberadaan fosil organisme tertentu.Kedua

orang nilah yang juga mencetuskan pembuatan standar kolom stratigrafi.

6. Prinsip Kepunahan Organik oleh George Cuvier (1769-1832)

Dalam suatu urutan stratigrafi, lapisan batuan yang lebih muda

mengandung fosil yang inirip dengan makhluk yang hidup sekarang dibandingkan

dengan lapisan batuan yang umurnya lebih tua.

Didalam penyelidikan stritigrafi ada dua unsur penting pembentuk

stratigrafi yang perlu di ketahui, yaitu:

1. Unsur batuan

Suatu hal yang penting didalam unsur batuan adalah pengenalan dan

pemerian litologi. Seperti diketahui bahwa volume buini diisi oleh batuan sedimen

5% dan batuan non-sedimen 95%. Tetapi dalam penyebaran batuan, batuan

sedimen mencapai 75% dan batuan non-sedimen 25%. Unsur batuan terpenting

pembentuk stratigrafi yaitu sedimen dimana sifat batuan sedimen yang berlapis-

lapis memberi arti kronologis dari lapisan yang ada tentang urut-urutan perlapisan

ditinjau dari kejadian dan waktu pengendapannya maupun umur setiap lapisan.

Dengan adanya ciri batuan yang menyusun lapisan batuan sedimen, maka dapat

6
dipermudah pemeriannya, pengaturannya, hubungan lapisan batuan yang satu

dengan yang lainnya, yang dibatasi oleh penyebaran ciri satuan stratigrafi yang

saling berhimpit, bahkan dapat berpotongan dengan yang lainnya.

2. Unsur perlapisan

Unsur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen yang

memperlihatkan bidang-bidang sejajar yang diakibatkan oleh proses-proses

sedimetasi. Mengingat bahwa perlapisan batuan sedimen dibentuk oleh suatu

proses pengendapan pada suatu lingkungan pengendapan tertentu, maka Weimer

berpendapat bahwa prinsip penyebaran batuan sedimen tergantung pada proses

pertumbuhaan lateral yang didasarkan pada kenyataan, yaitu bahwa:

• Akumulasi batuan pada umumnya searah dengan aliran media transport,

sehingga keiniringan endapan mengakibatkan terjadinya perlapisan selang tindih

(overlap) yang dibentuk karena tidak seragamnya massa yang diendapkannya.

• Endapan di atas suatu sedimen pada umumnya cenderung membentuk sudut

terhadap lapisan sedimentasi di bawahnya.

PERKEMBANGAN KLASIFIKASI STRATIGRAFI

International Stratigraphic Guides, 1994 dan International Subcominission

for Stratigraphic Classification. (R.P.Koesoemadinata)

1. Perkembangan klasifikasi stratigrafi dalam dunia internasional memperlihatkan

kecenderungan untuk meinisahkan kategori klasifikasi deskriptif dan

interpretatif. Stratigrafi didasarkan padafakta yang terlihat di lapangan dan tidak

secara interpretatif.

6
2. Penamaan satuan yang bersifat interpretatif sebaiknya dihindari, satuan tersebut

dinyatakan sebagai satuan tidak resini (contoh: Seisinik Stratigrafi, Sikuen

Stratigrafi).

3. Kategori deskriptif dibatasi pada kriteria litologi dan kandungan fosilnya,

sedangkan criteria sifat-sifat fisik, kiinia cenderung hanya dibatasi pada sifat yang

dapat menentukan waktu atau umur , seperti paleomagnetic polarity. Satuan

berdasarkan karakteristik log, penampang seisinik tidak dapat dinyatakan sebagai

satuan resini, walaupun diakui keberadaannya

4. Kategori yang bersifat interpretatif : penafsirannya dibatasi pada hal-hal yang

menyangkut waktu/ umur. Kategori satuan stratigrafi yang bersifat interpretative

seperti lithogenetic units, satuan lingkungan pengendapan, cyclothems tidak dapat

diterima sebagai satuan stratigrafi resini

5. Keberadaan satuan tidak resini dapat diakui walaupun sangat tidak dianjurkan.

Permasalahan Stratigrafi Nasional Sekarang

1. Pada kebanyakan makalah dalam publikasi IPA, IAGI menggunakan nama

tidak resini, karena penulis umumnya tidak sanggup mengajukannya secara resini,

karena peraturannya sangat banyak. Hal tersebut mendorong semakin banyaknya

satuan tidak resini terutama dalam kalangan industri.

2. Tidak konsisten dalam penamaan formasi. Dalam satu cekungan dinamai 2 atau

3 nama satuan resini oleh peneliti yang berbeda.

3. Pada cekungan yang berbeda (yang lain), masih ada pemeta yang menggunakan

nama formasi yang sama dengan cekungan di tempat laini

6
4. Penyusunan satuan stratigrafi gunungapi dalam SSI, didasarkan pada genesa

bukan secara diskriptif. Pembagian secara genesa tersebut mengakibatkan hanya

berlaku untuk gunungapi Kuarter yang masih terlihat bentuk-bentuknya.

5. Konsep stratigrafi tradisional masih lebih banyak digunakan, walaupun secara

eksplisit. Sikuenstratigrafi sudah tercantum dalam SSI 1996.

6. Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 mengandung pembagian satuan yang bersifat

diskriptif dangenetik. Hal ini berarti tidak mengidahkan anjuran dari International

Stratigraphic Guides, 1994.

Sandi Stratigrafi Indonesia 1996. (soejono martodjojo)

Pencantuman Satuan Stratigrafi Gunungapi (BAB 111), merupakan wujud

keprihatinan terhadap tidak adanya wadah penamaan yang dapat dipakai untuk

gunungapi di Indonesia. Di negara maju, sistem penamaan dalam pemetaan

gunungapi sudah mampu memberikan sumbangan terhadap peramalan kegiatan

dan bahayanya. Ada keinginan dibuat unit-unit stratigrafi lainnya dalam SSI-1996,

seperti Tektonostratigrafi, Stratigrafi Kuarter, dan lain-lain sayangnya draft dari

para pengusul atas satuan tersebut tidak terselesaikan dalam batas waktunya.

Mendukung dibuatnya Lexicon Stratigrafi di Indonesia bagi masing-masing

satuan stratigrafi. Dengan catatan bahwa Lexicon ini lebih bersifat literatur resini,

tetapi masih terbuka bagi perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu dan

akumulasi data yang ada. Panitia Sandi Stratigrafi Indonesia perlu dilestarikan dan

diluaskan sehingga mencakup organisasi lain yang bersangkutan dengan

stratigrafi di Indonesia. Tujuan penggolongan Stratigrafi perlu menjadi bahan

pertimbangan.

6
Sandi Stratigrafi Indonesia 1996: Suatu Catatan Perkembangan Sandi

Stratigrafi Indonesia. (Djuhaeni)

SSI-1996, merupakan hasil penambahan tiga satuan stratigrafi baru ke

dalam Sandi Stratigrafi Indonesia 1973. Tiga satuan stratigrafi baru: Satuan

Litodeinik, Satuan Stratigrafi Gunungapi, dan Sikuenstratigrafi, atau

perbandingannya :

1. SSI 1973 : memuat Litostratigrafi, Biostratigrafi, Kronostratigrafi

2. SSI 1996 : Litostratigrafi, Biostratigrafi, Kronostratigrafi, Litodeinik, Gunung

api, Sikuenstratigrafi.

Satuan Litodeinik, untuk pembagian unit batuan beku dan metamorf.

Satuan Litodeinik dibedakan dengan Satuan Litostratigrafi karena mempunyai

kaidah yang berbeda dengan Hukum Superposisi, terutama hubungan kontak dan

pelamparannya. Dihimbau bagi pengguna-akadeinisi-pakar mineral untuk

berperan aktif, mengkaji ulang, mengembangkan dalam memperbaiki satuan

litodeinik yang disesuaikan dengan perkembangan, baik secara konsep maupun

aplikasinya di Indonesia. Satuan Stratigrafi Gunungapi, masih perlu

dikembangkan, dan disesuaikan dengan perkembangan penerapannya di

Indonesia.

Satuan Sikuenstratigrafi, Satuan Sikuenstratigrafi perlu disempumakan, inisalnya

untuk keperluan korelasi di Ladang Inigas; order parasikuen perlu dikembangkan

lebih lanjut., sesuai perkembangan konsep dan penerapannya di Indonesia.

Sosialisasi SSI-1996, Wacana tentang usulan Satuan Tektonostratigrafi dan

Satuan Stratigrafi Kuarter untuk dimasukkan ke dalam SSI-1996, sampai saat ini

6
belum terwujud. Sosialisasi SSI-1996 setelah PIT-IAGI 1996 di Bandung kurang

mendapat perhatian.

Perkembangan Penelitian Stratigrafi di Indonesia : 3 Era

1. Era Pra-SSI.. Satuan stratigrafi lebih didasarkan kepada kerangka waktu, dan

penamaannya diikuti oleh kata “series" atau "beds", sebagai contoh Halang Series,

Cidadap Beds.

2. Era SSI-1973. Ada perubahan nama, contoh "Halang Series/Beds" menjadi

Formasi Halang.

3. Era SSI-1996. Perkembangan satuan stratigrafi sangat mencolok, munculnya

Satuan “Sikuenstratigrafi” dan Satuan “Tektonostratigrafi”.

Adanya kemajuan penelitian geologi dan perkembangan tatanama satuan

stratigrafi menimbulkan dampak kerancuan penyebutan nama satuan stratigrafi

dan pelamparannya : Formasi Kujung menjadi "Kujung Time" (Kujung 1, Kujung

11, dan Kujung 111), tetapi tidak jelas pemerian waktunya. Akan membingungkan

lagi apabila yang akan datang, ada penyebutan Sikuen Kujung.

Distribusi/pelamparan Satuan Stratigrafi perlu dijelaskan lebih lanjut, tidak

terbatas "dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000" saja, sehingga timbul problem

"terlalu banyak nama-nama satuan litostratigrafi". Di sisi lain justru menimbulkan

pertanyaan: "sejauh mana validitas pelamparan suatu formasi itu", sebagai contoh

Formasi Talangakar dikenal dari Sumatra Selatan sampai Jawa Barat bagian Utara

(NW Java Basin).

Munculnya penamaan satuan stratigrafi (Unit Allostratigrafi) yang

mengacu kepada "Sandi Stratigrafi Asing" yang pernah muncul dalam Procceding

6
PIT-IAGI sangat tidak diharapkan untuk dikembangkan. Bila dianggap perlu,

satuan stratigrafi yang tidak mengacu pada SSI agar diusulkan kepada Koinisi

SSI-IAGI, untuk dimasukkan menjadi salah satu ayat dalam SSI (Pasal 12 SSI-

1996).

Untuk mengatasi kerancuan dan problematika tatanama dan penamaan

satuan stratigrafi, Koinisi SSI-IAGI perlu memperhatikan setiap perkembangan

satuan stratigrafi yang ada di Indonesia, dan mendokumentasikan di dalam bentuk

"Lexicon Stratigrafi Indonesia".

Koinisi SSI 1996 juga memberi peluang apabila ada usulan perubahan,

penambahan, dan lainnya, sesuai dengan Pasal 12 SSI-1996, selanjutnya dapat

disampaikan secara tertulis kepada Koinisi SSI, IAGI. Pembahasannya

dilaksanakan bersamaan PIT-IAGI.

Dengan adanya kepedulian dan peran aktif para Ahli Geologi di Indonesia,

diharapkan SSI selalu dapat mengikuti perkembangan satuan stratigrafi pada

setiap waktu.

Status Penerapan Lithostratigrafi Dalam Rencana penerbitan Leksikon

Stratigrafi Indonesia

1. Pada prinsipnya Leksikon yang dirintis oleh P3G mengacu pada SSI 1996.

2. Perkembangan kegiatan penelitian dan pemetaan geologi hingga kini,

menghasilkan nama satuan stratigrafi baru yang banyak bermunculan baik resini

ataupun tidak resini.

6
3. Di antara nama yang diusulkan, terdapat ketidaksesuaian dengan kaidah-kaidah

SSI, seperti perbedaan pemerian dan usulan nama yang berbeda untuk satuan

batuan yang sama.

4. Hasil penelitian dan pemetaan geologi oleh P3G hingga kini menghasilakan

lebih dari 2000 nama satuan batuan di Indonesia.

5. Penyusunan dan penataan kembali tatanama stratigrafi akan dilakukan oleh

Puslitbang Geologi dengan tahapan pertama menerapkan litostratigrafi ke dalam

bentuk leksikon.

6. Leksikon Stratigrafi Indonesia, menguraikan butir-butir nama satuan, umur,

nomenklatur/tatanama, lokasi tipe, pemerian, kandungan fosil, hubungan

stratigrafi, ketebalan, penyebaran, lingkungan pengendapan, tataan tektonik, aspek

ekonoini, catatan dan acuan, serta dilengkapi dengan peta geografi yang memuat

lokasi tipe masing-masing satuan.

7. Diharapkan, di masa mendatang, leksikon ini dapat diakses melalui suatu

sistem informasi geologi.

Kendala Penerapan Satuan Stratigrafi Gunungapi (Sutikno Bronto)

Ada 4 kendala penerapan satuan stratigrafi gunungapi dalam lingkup ilmu

geologi di Indonesia :

1. Kendala Lingkup Penerapan

Selama ini Satuan Stratigrafi Gunungapi hanya diterapkan pada gunungapi

Kuarter dan aktif dan penelitian tidak begitu cepat memberikan nilai ekonoini

tinggi, maka sangat sedikit ahli geologi yang tertarik untuk mempelajari ilmu

gunungapi.

6
2. Kendala Pendidikan Dasar Geologi

Pendidikan dasar geologi belum sepenuhnya mengacu pada kondisi

geologi Indonesia yang berhubungan dengan cekungan sedimentasi busur magma

dan gunungapi, menyebabkan pemahaman ilmu gunungapi sangat ininim.

Akibatnya Ilmu stratigrafi gunungapi terasa menjadi semakin sulit untuk

dipelajari.

3. Kendala Kesampaian Medan

Kesampaian medan gunungapi yang sangat sulit, terjal menyebabkan

keengganan para ahli geologi untuk melakukan penelitian di daerah gunungapi.

4. Kendala Atmosfer Penelitian

Belum terciptanya atmosfer penelitian di Indonesia secara optimal, apalagi

yang menyangkut ilmu dasar dan dalam jangka pendek tidak langsung

berorientasi ke ekonoini.

Adanya kendala-kendala tersebut “ Para ahli geologi Indonesia semakin tidak

memahaini kondisi geologinya sendiri”. Di masa mendatang, sangat mungkin ahli

geologi luar negeri akan menjadi lebih tahu geologi gunungapi Indonesia dan

lebih mampu/ cepat memanfaatkan potensi sumber daya geologi Indonesia

daripada ‘tuan rumahnya. Akhirnya kita hanya akan menjadi penonton/ pelayan di

negaranya sendiri.

Usaha Penyelesaian

1. Mendorong iklim penelitian pemanfaatan sumber daya gunungapi yang diawali

dengan penelitian-penelitian dasar geologi gunungapi,

6
2. Memperluas lingkup penerapan satuan stratigrafi gunungapi hingga batuan

berumur Tersier atau yang lebih tua.

3. Mengubah secara bertahap bahan pendidikan dan pengajaran geologi

disesuaikan dengan kondisi geologi Indonesia, serta

4. Memperkenalkan dasar-dasar geologi Indonesia kepada guru dan anak didik

sejak pendidikan dasar hingga menengah atas.

Posisi Sikuenstratigrafi Di Dalam SSI 1996. Beberapa Persoalan Yang Timbul.

(Wartono Rahardjo)

Konsep Sikuenstratigrafi telah banyak diterapkan dan terbukti mampu

memecahkan sejumlah masalah eksplorasi / produksi pada industri ininyak dan

gas buini.

Pendekatan

Analisis stratigrafi dengan pendekatan Litostratigrafi prinsipnya

berdasarkan pemerian lapisan yang diamati. Penafsiran didasarkan atas kriteria

yang teramati, yang sekaligus menjadi pembatas dari penafsiran tersebut. Kriteria

tersebut bisa bersifat litologi (Litostratigrafi), fosil (Biostratigrafi) atau kombinasi

keduanya sehingga muncul satuan Kronostratigrafi dan Geokronologi.

Analisis Sikuenstratigrafi mulanya juga bersifat deskriptif seperti pada

Litostratigrafi namunkemudian telah berkembang menjadi ilmu yang sangat

deterininistik bahkan bersifat prediktif.

6
Beberapa Perubahan Pada Konsep Dasar

Ada beberapa konsep dasar Litostratigrafi yang tidak sesuai lagi bila

diterapkan dalam pembahasan Sikuenstratigrafi, sehingga perlu pandangan baru

dalam pemahaman konsep-konsep dasar yang ada di dalam Litostratigrafi.

Permasalahan Sikuenstratigrafi dalam SSI 1996

Secara eksplisit sikuenstratigrafi sudah tercantum dalam SSI 1996, namun

dalam praktek belum banyak digunakan, terutama pada penelitian geologi

permukaan. Konsep stratigrafi tradisionil masih lebih banyak digunakan.

BATUAN PIROKLASTIK

Batuan piroklastik adalah batuan yang disusun oleh material-material yang

dihasilkan oleh letusan gunung api. Secara genetik, batuan piroklastik dapat

dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

· Endapan jatuhan piroklastik (pyroclastic fall deposits), dihasilkan dari letusan

eksplosif yang melemparkan material-material vulkanik dari lubang vulkanik ke

atmosfer dan jatuh ke bawah dan terkumpul di sekitar gunung api.

Endapan ini umumnya menipis dan ukuran butir menghalus secara sistimatis

menjauhi pusat erupsi, sebaran mengikuti topografi, pemilahannya baik, struktur

gradded bedding normal & reverse, komposisi pumis, scoria, abu, sedikit lapili

dan fragmen litik, komposisi pumis lebih besar daripada litik.

· Endapan aliran piroklastik (pyroclastic flow deposits), dihasilkan dari

pergerakan lateral di permukaan tanah dari fragmen-fragmen piroklastik yang

tertransport dalam matrik fluida (gas atau cairan yang panas) yang dihasilkan oleh

erupsi volkanik, material vulkanik ini tertransportasi jauh dari gunung api.

6
Endapan ini umumnya pemilahannya buruk, mungkin menunjukan grading

normal fragmen litik dan butiran litik yang padat, yang semakin berkurang

menjauhi pusat erupsi, sortasi buruk dan butiran menyudut, sebaran tidak merata

dan menebal di bagian lembah. Contoh : lahar yaitu masa piroklastik yang

mengalir menerus antara aliran temperatur tinggi (> 1000C) di mana material

piroklastik ditransportasikan oleh fase gas dan aliran temperatur rendah yang

biasanya bercampur dengan air.

· Endapan surge piroklastik (pyroclastic surge deposits), pergerakan lateral

materialmaterial piroklastik (low concentration volcanic particles, gases, and

water; rasio partikel : gas rendah; konsentrasi partikel relatif rendah) yang

mengalir dalam turbulent gas yang panas. Pyroclastic surge dibentuk langsung

dari erupsi explosif phreatomagmatic dan phreatic (base surge) dan dalam asosiasi

dengan erupsi dan emplacement pyroclastic flow (ash cloud surge

& ground surge). Karekteristiknya, endapan ini menunjukan stratifikasi bersilang,

struktur dunes, laminasi planar, struktur anti dunes dan pind and swell, endapan

sedikit menebal di bagian topografi rendah dan menipis pada topografi tinggi,

terakumulasi dekat vent.

6
BAB III
STRATIGRAFI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

3.1 Satuan Tufa

Adapun satuan batuan yang dijumpai pada daerah penelitian adalah satuan

tufa. Pembahasan tentang satuan tufa pada daerah penelitian dapat diuraikan

mengenai dasar penamaan, ciri fisik litologi, penyebaran dan keterdapatan, umur

dan lingkungan pengendapan, serta hubungan stratigrafi.

Foto 1 : Kenampakan singkapan Satuan tufa

3.1.1 Dasar Penamaan Batuan

Berdasarkan ciri fisik dari batuan yang dijumpai dilapangan maka dapat

diketahui bahwa batuan tersebut merupakan Satuan tufa. Yang tersusun atas

komponen-komponen material piroklastik yang tebentuk dari erupsi gunung api

dengan ukuran butir pasir sangat kasar hingga pasir halus. Sehingga berdasarkan

ukuran butirnya, satuan tersebut terbagi atas dua litologi yaitu tufa kasar dengan

ukuran butir pasir sangat kasar hingga pasir kasar, dan tufa halus dengan ukuran

butir pasir halus.

6
3.1.2 Ciri Fisik

Adapun satuan batuan yang dijumpai pada daerah penelitian yaitu Satuan

tufa yang beranggotakan tufa kasar dan tufa halus

Tufa kasar dengan ciri fisik jenis batuan piroklastik, warna segar kuning

kecoklatan hingga abu-abu, warna lapuk coklat tua hingga kuning kecoklatan,

tekstur piroklastik, struktur berlapis, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi

mineral tersusun atas mineral plagioklas, dan biotit, dengan ukuran butir pasir

sangat kasar hingga pasir kasar, komposisi kimia karbonat.

Foto 2 : kenampakan litologi tufa kasar

Tufa halus : jenis batuan piroklastik, warna segar abu-abu kehijauan, warna lapuk

kuning kecoklatan, tekstur piroklastik, struktur berlapis, sortasi baik, kemas

tertutup, komposisi kimia karbonat, ukuran butir pasir halus.

6
Foto 3 : kenampakan litologi tufa halus

3.1.3 Penyebaran dan keterdapatan

Penyebaran satuan tufa yang dijumpai pada daerah penelitian yaitu dari

arah Barat laut ke Timur Tenggara yang dapat ditentukan berdasarkan arah strike,

dengan ketebalan ± 6 meter.

3.1.4 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan serta informasi dari beberapa

sumber seperti peneliti terdahulu, maka dapat diketahui umur dari Satuan tufa

yang dijumpai di daerah penelitian yaitu berumur Eosen. Dan lingkungan

pengendapan dari satuan ini dapat diketahui berdasarkan komposisi kimia yang

bersifat karbonatan, sehingga dapat disimpulkan, lingkungan pengendapan pada

daerah penelitian berada pada laut dangkal.

3.1.5 Hubungan Stratigrafi

6
Hubungan stratigrafi Satuan tufa dengan satuan batuan yang ada diatasnya

adalah tertindih selaras pada formasi Mallawa yang berumur Paleogen yaitu

Paleosen sampai Eosen dan menindih tidak selaras dengan batuan dibawahnya

dengan formasi tonasa yang beumur Miosen Tengah, sehingga hubungannya

terjadi kontak tidak selaras dengan batuan dibawahnya, yaitu Satuan tufa yang

berumur Eosen.

BAB IV
SEJARAH GEOLOGI

6
Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala Eosen dimana pada

lingkungan pengendapan laut dangkal, terendapkan material-material piroklastik

yang berasal dari erupsi gunung api dengan ukuran butir pasir sangat kasar hingga

pasir halus, yang terakumulasi pada cekungan yang relative stabil sehingga

membentuk Satuan tufa, proses ini berakhir pada kala Eosen. Seiring berjalannya

waktu terjadi pula proses-proses geologi muda berupa pelapukan, erosi,

pengendapan, litifikasi dan sementasi sehingga terbentuk kondisi geomorfologi

yang sekarang.

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

6
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari Laporan Lapangan yang telah

dibuat ini yaitu :

Pada penelitian yang dilakukan di daerah Takkalasi kecamatan Balusu,

Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan, tersusun atas satu satuan batuan,

yaitu Satuan tufa yang beranggotakan tufa kasar dan tufa halus. Berdasarkan data-

data yang diperoleh dari lapangan dan dari beberapa referensi yang lain, maka

dapat diketahui bahwa umur dari daerah penelitian yaitu berumur Eosen yang

berada pada lingkungan pengendapan laut dangkal.

5.2. Saran

Adanya perbedaan pendapat antar peneliti terdahulu dengan yang

sekarang, sehingga perlu dilakukan penelitian yang lebih mendetail, untuk

mendapatkan data-data yang lebih akurat, untuk menjelaskan kondisi stratigrafi

daeah penelitian.

Anda mungkin juga menyukai

  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 TKG
    BAB 3 TKG
    Dokumen4 halaman
    BAB 3 TKG
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen49 halaman
    Bab I
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Tugas LONGSOR
    Tugas LONGSOR
    Dokumen14 halaman
    Tugas LONGSOR
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 3
    Acara 3, Nomor 3
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 3
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Petrografi Batuan Beku
    Petrografi Batuan Beku
    Dokumen30 halaman
    Petrografi Batuan Beku
    irfan
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Batuan Piroklastik
    Batuan Piroklastik
    Dokumen11 halaman
    Batuan Piroklastik
    Anonymous UVztgPV
    100% (1)
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 2
    Acara 3, Nomor 2
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 2
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 1
    Acara 3, Nomor 1
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Acara 3, Nomor 2
    Acara 3, Nomor 2
    Dokumen2 halaman
    Acara 3, Nomor 2
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Perhitungan No 1
    Perhitungan No 1
    Dokumen3 halaman
    Perhitungan No 1
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat
  • Petrografi Batuan Beku
    Petrografi Batuan Beku
    Dokumen30 halaman
    Petrografi Batuan Beku
    irfan
    Belum ada peringkat
  • Acara 2 Minop
    Acara 2 Minop
    Dokumen3 halaman
    Acara 2 Minop
    Anonymous UVztgPV
    Belum ada peringkat