Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PASIEN DENGAN MASALAH ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

DI SUSUN OLEH :

HAMDANI CAHYA NINGSIH NIM : P00220217014

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALU

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN POSO

TAHUN 2019

i
A. Defenisi
Isolasi sosial adalah keadaan di mana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya (Damaiyanti, 2008)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya
kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi
seseorang dalam dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Farida, 2012)
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Budi Keliat, 2001)

B. Penyebab
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart dan Sundeen (2007),
belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan
interpersonal. Faktor yang mungkin mempengaruhi antara lain yaitu:
a. Faktor predisposisi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:


1. Faktor perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian, dan
kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya diri dan dapat mengembangkan tingkah laku curiga
pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting
dalam masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.

2. Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang
salah yang dianut oleh satu keluarga, seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.

3. Faktor biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak .
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarganya ada yang
menderita skizofrenia. Klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial
terdapat kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat
volume otak serta perubahan struktur limbik.

b. Faktor presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal
meliputi:
1. Stresor sosial budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan seperti perceraian,
berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau
dipenjara.

2
2. Stresor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. (Damaiyanti, 2012: 79).

C. Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa manusia adalah
makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan
interpersonal yang positif. Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan.

Respon adaptif Respon maladaptif

Menyendiri kesepian manipulasi

Otonomi menarik diri impulsif

Bekerja sama ketergantungan narcisme

Interdependen

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang masih dapat diterima
oleh norma-norma sosial dan budaya lingkungannya yang umum berlaku dan lazim dilakukan oleh
semua orang.. respon ini meliputi:

a. Solitude (menyendiri)
Adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah
selanjutnya.
b. Otonomi
Adalah kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan
dalam berhubungan sosial.
c. Mutualisme (bekerja sama)
Adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling
memberi dan menerima.
d. Interdependen (saling ketergantungan)
Adalah suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam rangka
membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma-norma sosial budaya lingkungannya yang umum berlaku dan tidak lazim dilakukan oleh
semua orang. Respon ini meliputi:
a. Kesepian adalah kondisi dimana individu merasa sendiri dan terasing dari lingkungannya,
merasa takut dan cemas.
b. Menarik diri adalah individu mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan
orang lain.
c. Ketergantungan (dependen) akan terjadi apabila individu gagal mengembangkan rasa
percaya diri akan kemampuannya. Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain
diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain,
dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
d. Manipulasi adalah individu memperlakuakan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat
pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri
sendiri.

3
e. Impulsif adalah individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman dan tidak dapat diandalkan.
f. Narcisisme adalah individu mempunyai harga diri yang rapuh, selalu berusaha untuk
mendapatkan penghargaan dan pujian yang terus menerus, sikapnya egosentris,
pencemburu, dan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
(Trimelia, 2011: 9)

D. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor predisposisi
1. Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila
tugas ini tidak terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon
sosial maladaptif. (Damaiyanti, 2012)
2. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif seperti lansia, orang cacat, dan
penderita penyakit kronis.
4. Faktor komunikasi dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang dalam gangguan
berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negative dan mendorong
anak mengembangkan harga diri rendah. Seseorang anggota keluarga menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
b. Stressor presipitasi
1. Stressor sosial budaya
Stres dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor antara faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang dekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan
kecemasan tingkat tinggi. (Prabowo, 2014: 111)

E. Tanda dan Gejala


1. Gejala subjektif
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Klien merasa bosan
d. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
e. Klien merasa tidak berguna
2. Gejala objektif
a. Menjawab pertanyaan dengan singkat, yaitu “ya” atau “tidak” dengan pelan
b. Respon verbal kurang dan sangat singkat atau tidak ada

4
c. Berpikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri
d. Menyendiri dalam ruangan, sering melamun
e. Mondar-mandir atau sikap mematung atau melakukan gerakan secara berulang-ulang
f. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
g. Ekspresi wajah tidak berseri
h. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
i. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk
j. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
(Trimelia, 2011: 15)

F. Akibat
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial
yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami pasien dengan latar belakang yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.(Prabowo, 2014: 112)

Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien makin sulit dalam mengembangkan berhubungan
dengan orang lain. Akibatnya pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam
aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien semakin tenggelam
dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart dan Sudden dalam Dalami, dkk 2009)

G. Mekanisme Koping
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu
kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah
regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti, 2012: 84)

a. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.


b. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang tidak dapat diterima secara sadar
dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif
dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau bertentangan antara sikap dan perilaku.
Mekanisme koping yang muncul yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi
2. Perilaku dependen: regresi
3. Perilaku manipulatif: regresi, represi
4. Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi
(Prabowo, 2014:113)

H. Penatalaksanaan
Menurut dalami, dkk (2009) isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak
tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah:
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)

Adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut
menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.

5
b. Psikoterapi

Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses terapeutik ,
upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang
terapeutik, bersifat empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur kepada pasien.

c. Terapi Okupasi

Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan
aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan
meningkatkan harga diri seseorang. (Prabowo, 2014: 113)

I. Pohon masalah

Risiko Gangguan Persepsi Sensori


Halusinasi

Effect

Isolasi Sosial: menarik diri

Core Problem

Gangguan Konsep Diri


Harga Diri Rendah

Causa

J. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah:

a. Isolasi social

b. Harga Diri Rendah Kronik

c. Risiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

6
K. Rencana asuhan keperawatan Isolasi Sosial

Pasien Keluarga
No.
SP1P SP1K

1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien. Mendiskusikan masalah yang

2. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan dirasakan keluarga dalam

orang lain. merawat pasien. Menjelaskan

3. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian berinteraksi dengan pengertian, tanda dan gejala

orang lain. isolasi sosial yang dialami

4. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang. klien beserta proses

5. Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang- terjadinya. Menjelaskan cara-

bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian. cara merawat klien dengan

isolasi sosial.

SP2P SP2K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. Melatih keluarga

2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikan cara mempraktikkan cara merawat

berkenalan dengan satu orang. klien dengan isolasi sosial.

3. Membantu klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang Melatih keluarga

dengan orang lain dalam kegiatan harian. mempraktikkan cara merawat

langsung kepada klien isolasi

sosial.

SP3P SP3K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien. Membantu keluarga membuat

2. Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara jadwal aktivitas di rumah

berkenalan dengan dua orang atau lebih. termasuk minum obat

3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. (dischange planing).

7
Menjelaskan follow up klien

setelah pulang.

L. Implementasi dan Evaluasi keperawatan


Contoh implementasi dan evaluasi keperawatan isolasi sosial

Nama klien : Diagnosa medis :


Ruanagan : No. CM :

Hari/Tgl No Diagnosa Rencana Implementasi keperawatan Evaluasi keperawatan


keperawatan keperawatan
1 Isolasi sosial SP1P Melakukan SP1P isolasi S: “walaikumsalam,”
Isolasi sosial sosial : “nama saya ...pak, baik,
1. Mengidentifikasi setuju pak.”
penyebab isolasi “saya senang saja
sosial. sendiri, keuntungannya
2. Berdiskusi dengan banyak teman dan ada
klien tentang teman ngobrol,
keuntungan bila kerugiannya tidak ada
berhubungan teman dan sepi.”
dengan orang lain. “bersalaman, ucapkan
3. Berdiskusi dengan salam, sebutkan nama,
klien tentang hobi dan asal, tanyakan
kerugian bila tidak namanya, hobinya dan
berhubungan asalnya.”
dengan orang lain. “masukkan dijadwalnya
4. Mengajarkan klien jam 10.00 ya pak.”
cara berkenalan.
5. Menganjurkan klien O:
memasukkan  Klien mampu
kegiatan latihan menyebutkan apa
berkenalan ke yang dia alami.
dalam kegiatan  Klien mampu
harian. menyebutkan
kerugian dan
keuntungannya.

8
 Klien menyebutkan
cara berkenalan
 Kontak mata kurang
 Afek tumpul
 Bicara lambat
 Klien dapat
memasukkan latihan
berkenalan kedalam
jadwal hariannya
yaitu pada pukul
10.00

A:
SP1P tercapai

P:
Perawat:
Lanjutkan SP2P isolasi
sosial pada pertemuan
ke-2 pada hari senin, 7
mei 2013 pikul 11.00
diruang perawatan
pasien.

Klien:
Memotivasi klien
latihan berkenalan
dengan sesuai jadwal
yang dibuat.

11. 2 isolasi sosial SP2P Melakukan SP2P isolasi S: “walaikumsalam”


00 sosial: “saya tadi jam 10.00
1. Mengevaluasi jadwal latihan pak”
kegiatan harian klien “assalamualaikum,

9
2. Memberikan perkenalkan nama saya
kesempatan pada klien .., asal dari bontang,
mempraktikkan cara nama bapak siapa, hobi
berkenalan. bapak asal bapak dari
3. Mengajak klien mana?”
berkenalan dengan “assalamualaikum,
orang pertama (seorang kenalkan nama saya ..,
perawat) maen tenis meja hobi,
4. Menganjurkan klien asal dari bontang, nama
memasukkan kedalam bapak siapa, hobi bapak
jadwal kegiatan harian asal bapak dari mana?”
“masukkan jam 11.00
dan 16.00 saja pak”

O:
 Klien menyebutkan
cara berkenalan.
 Klien mempraktikan
berkenalan dengan
seorang perawat
 Kontak mata kurang
 Afek tumpul
 Bicara lambat
 Klien dapat
memasukkan latihan
berkenalan dengan
satu orang kedalam
jadwal hariannya
yaitu pada pukul
11.00 dan 16.00.

A: SP2P tercapai

P:
Perawat :
Lanjutkan SP3P

10
isolasi sosial pada
pertemuan ke-3 pada
hari selasa 8 mei
2013 pukul 08.00
diruang perawatan
pasien.
Klien:
Memotivasi klien
latihan berkenalan
dengan perawat lain
sesuai jadwal yang
dibuat.
Selasa 8 3 Isolasi sosial SP3P isolasi Melakukan SP3P isolasi S: “walaikumsalam”
mei 2013 sosial sosial: “saya tadi jam 11.00 dan
08.00 1. Mengevaluasi jadwal jam 16.00 latihan
kegiatan harian klien berkenalan dengan
2. Memberikan perawat dan teman saya
kesempatan pada klien pak”
mempraktikkan cara “assalamualaikum,
berkenalan dengan perkenalkan nama saya
orang pertama. ...,asal dari bontang,
3. Melatih klien berinteraksi nama bapak siapa, hobi
secara bertahap bapak asal bapak dari
(berkenalan dengan mana?”
orang kedua-seorang “assalamualaikum,
klien). kenalkan nama saya ..,
4. Menganjurkan klien asal dari bontang, nama
memasukkan ke dalam bapak siapa, hobi bapak
jadwal kegiatan harian. asal bapak dari mana?”
“masukkan jam 13.00
saja pak”

O:
 Klien
mempraktekkan
berkenalan dengan

11
seorang perawat dan
klien lain.
A.
SP3P Tercapai

BINA HUBUNGAN SALING PERCAYA (BHSP)

1. Fase Orentasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat Pagi pak!” Perkenalkan saya perawat...., biasa di panggil..., saya mahasiswa poltekkes
Poso. Saya praktek disini mulai dari hari ini dan saya bertugas untuk merawat bapak. Kalau boleh
tahu nama bapak siapa? Senang di panggil siapa? Boleh saya berbicara dengan bapak
b. Validasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini ?”
c. Kontrak
- Topik
“ Senang ya bisa berkenalan dengan bapak hari ini, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang untuk lebih saling mengenal sekaligus tentang keadaan bapak?”
- Waktu
“ berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana
kalau 20 menit saja?
- Tempat
“ di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Ya sudah... di ruangan ini saja kita
berbincang-bincang...”
- Tujuan
“Agar bapak dengan saya dapat saling mengenal sekaligus saya tau keadaan bapak
sekarang bagaimana.”
2. Fase kerja
“baiklah pak, kalau boleh tau kenapa bapak di bawah kemari?, oh jadi begitu, apa bapak tau apa
keuntungan berinteraksi dengan orang lain? Bagaimana kalau suster ajarkan cara berkenalan dengan
orang lain?”

12
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tadi?”
b. Tindak Lanjut
“yaa.. bapak tadi kita tadi sudah berbincang-bincang mengenai keadan bapak dan bagaimana
kalau nanti kita berbincang-bincang mengenai keuntungan berinteraksi dan cara berkenalan
dengan orang lain?“
c. Kontrak yang akan datang
1. Topik
“baiklah... pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan berbincang-bincang lagi
tentang keuntungan berinteraksi dan cara berkenalan dengan orang lain?
2. Waktu
“besok saya datang kembali jam 10:00, berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-
bincang dengan saya besok? Bagaimana kalau 20 menit saja?”
3. Tempat
“ di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya besok? Ya sudah... diruangan ini saja
kalau begitu”.

Evaluasi :

S:

“Pagi suster”. “nama saya y, saya senang di panggil y”. “boleh suster”. “saya merasa baik
suster”. “iya suster”. “20 menit saja suster”. “di ruangan ini saja suster:” “iya suster”. “saya sering
menyendiri di rumah suster, saya lebih suka di dalam kamar dan saya tidak mau bicara dengan
orang yang ada di rumah ataupun tetangga saya”. “tidak tau suster” “mau suster”. “iya suster”. “iya
suster 20 menit saja”. “di ruangan ini saja suster”.

O:

1. Pasien menjawab salam


2. Pasien mau berjabat tangan
3. Pasien mau menjawab pertanyaan
4. Pasien mau menceritakan keadaannya

A:

BHSP Tercapai

13
P:

Lanjutkan SP1P : keuntungan berinteraksi dan cara berkenalan dengan orang lain

Pengkajian keperawatan jiwa

Ruang rawat : Tanggal di rawat : 18/10/2019

I. Identitas Klien
MRS ke :1
Nama/inisial : Tn.y (L) Tanggal pengkajian : 20/10/2019
Umur : 35 tahun RM No. :
Informan : Ny.P Hub. Dengan klien : Ibu pasien
II. Alasan Masuk
a. Keluhan saat MRS :
Pasien masuk rumah sakit jiwa pada tanggal 18/10/2019 dengan keluhan sering menyendiri di
rumah, berdiam diri di kamar dan tidak mau bersosialisasi baik dengan orang yang ada di
rumahnya dan tetangga sekitarnya.
b. Keluhan saat di kaji :
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan tidak mau menjalin hubungan dengan orang
lain. Pasien terlihat berbaring di tempat tidur, dengan posisi miring ke kiri dan kaki di tekuk. Pasien
malas bicara, kontak mata kurang, tidak mau berinteraksi dengan orang lain, dan lebih sering
menyendiri.
III. Faktor predisposisi
Pasien mengatakan baru pertama kali masuk rumah sakit jiwa,pernah mengalami aniaya fisik oleh
temannya pada masa sekolah, tidak pernah mengalami aniaya seksual, tidak pernah mengalami
kekerasan dalam keluarga, tidak ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pada masa sekolah
SMA pernah mengalami pembulian oleh teman-temannya karena penampilannya yang kurang mampu
dan tidak pernah melakukan tindakan bunuh diri.
IV. Fisik
1. Tanda-tanda vital :
TD: 110/80 mmHg RR: 16x/m
N : 76x/m S:36,2oC
2. Ukur :
TB = 162 cm BB: 58 kg
3. Keluhan fisik :
Pasien mengatakan badanya terasa lemas.
V. Psikososial
1. Genogram

14
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Pasien mengatakan tubuhnya terlalu kurus, jelek, badan bau, dan tidak memiliki kelebihan
apapun. Pasien juga mengatakan kalau pria berbadan besar itu akan di segani orang.
b. Identitas diri
Pasien mengatakan menerima dirinya sebagai laki-laki, pasien adalah anak ke dua dari dua
bersaudara. Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit bekerja sebagai seorang
penjaga toko.
c. Peran
Peran pasien dalam keluarga adalah pasien membantu orang tua mencari nafkah, namun
semenjak masuk rumah sakit jiwa ia tidak pernah peduli lagi dengan perannya.
d. Ideal diri
Pasien mengatakan ingin terlihat lebih gemuk dan tampan. Pasien mengatakan juga ingin
cepat sembuh dari penyakitnya dan segera pulang. Karena ingin bekerja layaknya orang sehat
e. Harga diri
Pasien merasa sedih karena merasa tidak berguna lagi buat keluarganya semenjak masuk
rumah saki jiwa.
3. Hubungan sosial
Pasien mengatakan orang yang berarti bagi kehidupannya adalah keluarganya. Pasien tidak ikut
dalam organisasi masyarakat yang ada di lingkungan tempat tinggalnya, tetapi kadang di waktu
sore ia pergi bermain bola. Pasien mengatakan malas berhubungan dengan orang lain karena
merasa tidak ada yang penting untuk di bicarakan, pasien lebih sering diam.

15
4. Spiritual
Pasien mengatakan jarang melakukan ibadah sholat lima waktu.
VI. Status Mental
1. Penampilan
Pasien terlihat kurang rapi, rambut tidak tertata, tampak lesu, dan kusam. Pasien mengatkan mandi
2x sehari.
2. Pembicaraan
Pasien tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu, menjawab pertanyaan seperlunya saja,
pembicaan biasanya tidak nyambung antara satu kalimat ke kalimat lain (inkoheren). Biasanya jika
sendiri pasien sering tertawa.
3. Aktivitas motorik
Ketika memulai interaksi, kontak mata kurang, dan lebih banyak diam.
4. Alam perasaan
Pasien merasa sedih karena keluarganya tidak memperdulikannya lagi semenjak masuk rumah
sakit jiwa.
5. Afek
Datar, karena saat berinteraksi pasien lebih banyak diam.
6. Interaksi selama wawancara
Saat berinteraksi tidak ada kontak mata
7. Persepsi
Pasien mengatakan pernah mendengar suara-suara untuk menyuruhnya memukul tembok saat
sedang melamun, dan saat suara itu datang dirinya merasa kesal.
8. Proses pikir
Kehilangan asosiasi karena saat berinteraksi pasien mengatakan sesuatu yang tidak ada
hubungannya antara satu kalimat ke kalimat yang lain.
9. Isi pikir
Pasien berfikir adanya gangguan pada tubuhnya karena merasa terlalu kurus.
10. Tingkat kesadaran
Pasien terlihat bingung karena sulit mengenali seseorang
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Pasien mampu berhitung dengan baik, saat di beri soal penjumlahan ia bisa menjawabnya.
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan, karena pasien masih bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

16
14. Daya titik diri
Mengingkari penyakit yang di derita, kerena pasien menyadari bahwa merasa sehat dan tidak perlu
pengobatan khusus.
VII. Analisa Data
Data Masalah
Ds: Isolasi sosial
1. Pasien mengatakan tidak mau berinteraksi
2. Pasien mengatakan malas bicara
Do :
1. Pasien lebih banyak berdiam diri
2. Kontak mata kurang
3. Pasien sering menyendiri
4. Pasien tidak mau bicara
5. Pasien tidak pernah memulai pembicaraan
6. Pasien terlihat berbaring di tempat tidur, dengan posisi miring ke
kiri dan kaki di tekuk.
Ds : Harga diri rendah
1. Pasien mengeluh hidup tidak bermakna
2. Tidak memiliki kelebihan apapun
3. Pasien mengatakan dirinya jelek dan tidak mampu
4. Pasien mengatakan tidak menyukai tubuhnya karena terllihat
kurus
Do :
1. Kontak mata kurang
2. Menghindar dari orang lain
3. Menarik diri

Ds : Risiko Halusinasi
1. Pasien mengatakan pernah mendengar suara yang
menyuruhnya untuk memukul tembok
2. Pasien mengatakan saat suara itu datang dirinya merasa kesal
Do :
1. Pasien lebih sering menyendiri
2. Pasien sering melamun

17
VIII. Pohon Masalah

Effect Resiko Persepsi Sensori


Halusinasi

Isolasi Sosial
Core Problem

Cause Harga Diri Rendah Kronik

IX. Diagnosa Keperawatan


1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. Risiko persepsi sensori Halusinasi

X. Intervensi Keperawatan
PERENCANAAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
Isolasi Sosial Setelah 2 kali pertemuan pasien SP.1.P (tgl 22/10/19)
mampu : 1. Identifikasi penyebab isolasi sosial
1. Pasien dapat membina hubungan pasien
saling percaya 2. Berdiskusi dengan pasien tentang
2. Pasien mengetahui keuntungan keuntungan berinteraksi dengan orang
berhubungan dengan orang lain lain
dan kerugian tidak berhubungan 3. Berdiskusi dengan pasien tentang
dengan orang lain kerugian berinteraksi dengan orang lain
3. Pasien dapat mempraktekan cara 4. Mengajarkan pasien cara berkenalan
berkenalan dengan orang lain dengan satu orang
4. Pasien memasukan kegiatan 5. Menganjurkan pasien memasukan
latihan berbincang-bincang ke kegiatan latihan berbincang-bincang
dalam kegiatan harian dengan orang lain dalam kegiatan harian

18
Setelah 3 kali pertemuan pasien SP.2 P (tgl 24/10/19)
mampu : 1. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien
1. Pasien mampu berkenalan Sp. 1
dengan satu orang 2. Memberikan kesempatan pada pasien
2. Pasien memasukan kegiatan mempraktekan cara berkenalan dengan
latihan berbincang-bincang ke satu orang
dalam kegiatan harian 3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien,
latihan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian

Setelah 4 kali pertemuan pasien SP.3P (tgl 24/10/19)


mampu : 1. Evaluasi kegiatan yang lalu Sp.1 dan
1. Pasien mampu berkenalan Sp.2
dengan 2 orang atau lebih 2. Memberikan kesempatan kepada pasien
2. Pasien memasukan kegiatan mempraktekan cara berkenalan dengan
latihan berbincang-bincang ke 2 orang atau lebih
dalam kegiatan harian 3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian pasien

XI. Strategi Pelaksanaan Tindakan KeperawatanSP1P Isolasi Sosial


Hari/Tanggal : kamis, 23/10/2019
Jam : 10:00 WIB
1. Kondisi pasien
Ds:
1. Pasien mengatakan tidak mau berinteraksi
2. Pasien mengatakan malas bicara

Do :
1. Pasien lebih banyak berdiam diri
2. Kontak mata kurang

3. Pasien sering menyendiri

4. Pasien tidak mau bicara

5. Pasien tidak pernah memulai pembicaraan

19
6. Pasien terlihat berbaring di tempat tidur, dengan posisi miring ke kiri dan kaki di tekuk

Diagnosa
1. Isolasi sosial
Intervensi : SP1P
1. Identifikasi penyebab isolasi sosial pasien

2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain

4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang

5. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain

dalam kegiatan harian

2. Strategi komunikasi tindakan keperawatan


SP.1 P
1. Fase Orentasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat Pagi bapak!” masih ingat dengan saya? Benar pak! saya suster ...
b. Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini?”
c. Kontrak
- Topik
“sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan berbincang-bincang tentang
keuntungan dan kerugian berintraksi dan juga cara berkenalan dengan orang lain...”
- Waktu
“berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana
kalau 20 menit saja?
- Tempat
“di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya? Ya sudah... di ruangan ini saja
kita berbincang-bincang...”
2. Fase kerja
“bapak”, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan bapak siapa? Menurut bapak
apa keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain? Kalau bapak tidak tahu saya akan memberitahukan keuntungan dari berinteraksi dengan
orang lain yaitu bapak punya banyak teman, saling menolong, saling bercerita, dan tidak selalu
sendirian. Sekarang saya akan mengajarkan bapak cara berkenalan, begini pak.“selamat pagi,
kenalkan nama saya .., hobi bermain alat musik, asal dari poso, nama bapak siapa?, hobi

20
bapak apa?, asal bapak dari mana?”. Coba bapak praktekan yang saya ajarkan tadi. Bagus...
bapak dapat mempraktekkan apa yang saya ajarkan tadi..bagaiman kalau kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain di masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
1. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tadi?”
2. Evaluasi Objektif
“coba bapak ceritakan kembali keuntungan berinteraksi dan kerugian tidak
berinteraksi dengan orang lain?”
b. Tindak Lanjut
“tadi saya sudah menjelaskan keuntungan dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain dan cara berkenalan yang benar. Saya harap bapak dapat mencobanya bagaimana
berinteraksi dengan orang lain!“
c. Kontrak yang akan datang
1. Topik
“baiklah... pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan berbincang-bincang lagi
tentang jadwal yang telah kita buat dan mempraktekkan cara berkenalan dengan orang
lain?
2. Waktu
“besok saya datang kembali jam 10:00, berapa lama bapak punya waktu untuk
berbincang-bincang dengan saya besok? Bagaimana kalau 15 menit saja?”
3. Tempat
“ di mana bapak mau berbincang-bincang dengan saya besok? Ya sudah... bagaimana
kalau besok kita melakukannya di teras depan saja?
Evaluasi :
S:
“selamat pagi,”
“masih suster ....kan?”
“baik suster.”
“iya suster.”
“iya suster 15 menit saja.”
“di ruangan ini saja suster”
“ibu saya suster orang yang paling dekat dengan saya.”
“saya tidak tau suster.”

21
bapak dari mana?”
“baiklah suster saya akan memasukan dalam jadwal harian saya”
“saya merasa senang suster karena bisa tau keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang
lain serta tau cara berkenalan dengan orang lain.”
“keuntungan dari berinteraksi dengan orang lain yaitu punya banyak teman, saling menolong,
saling bercerita, dan tidak selalu sendirian.”
“iya suster”.
“iya suster 15 menit saja seperti hari ini”.
“terserah suster”.
“baik suster’. “selamat pagi, kenalkan nama saya .., hobi main alat musik, asal dari poso, nama
bapak siapa?, hobi bapak apa?
O:
Pasien mampu menyebutkan kerugian dan keuntungan berinteraksi.
Pasien menyebutkan cara berkenalan
Kontak mata kurang
Bicara lambat
Klien dapat memasukkan latihan berkenalan kedalam jadwal hariannya
A:
SP1P tercapai
P:
Perawat :Lanjutkan SP2P: berkenalan dengan satu orang
Pasien : Memotivasi pasien latihan berkenalan sesuai jadwal yang dibuat.

22
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

SP2P Isolasi Sosial

Hari/Tanggal : jumat, 24/10/2019


Jam : 10:00 WIB
1. Kondisi Pasien
Ds:
1. Pasien mengatakan sudah mau berinteraksi

2. Pasien mengatakan malas bicara

Do :
1. Pasien lebih banyak berdiam diri

2. Kontak mata kurang

3. Pasien sering menyendiri

4. Pasien mau memulai pembicaraan

Diagnosa
1. Isolasi sosial

Intervensi: SP2P
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien Sp. 1

2. Memberikan kesempatan pada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang

3. Masukan dalam jadwal kegiatan pasien, latihan berbincang-bincang dengan orang lain

sebagai salah satu kegiatan harian

2. Strategi komunikasi tindakan keperawatan


1. Fase Orentasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat Pagi bapak!” masih ingat dengan saya? Benar pak! saya suster ...
b. Validasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini ? masih ingat dengan yang kemarin saya ajarkan?”
c. Kontrak
- Topik
“ sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini kita akan mempraktekkan bagaimana cara
berkenalan dengan satu orang...”

23
- Waktu
“ sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, kita akan melakukannya selama 15 menit...
bagaimana menurut bapak?
- Tempat
“kesepakatan kita kemarin!! Kita akan melakukannya di teras depan... apakah bapak
setuju?”
2. Fase kerja
“sebelum kita berkenalan dengan orang lain, coba bapak perlihatkan kepada saya bagaimana
cara berkenalan dengan orang lain? Hebat... bapak dapat melakukannya dengan baik...
sekarang, mari kita melakukannya dengan satu orang yang bapak belum kenal!! Bagus...
bapak dapat mempraktekkan dengan baik dan sesuai dengan apa yang saya
ajarkan..bagaimana kalau kegiatan berkenalan dengan orang lain yang baru dikenal di
masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?
3. Fase Terminasi

a. Evaluasi

1. Evaluasi Subyektif

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tadi?

Siapa nama orang yang bapak ajak berkenalan tadi?”

2. Evaluasi Objektif

“pasien terlihat berkenalan dengan orang yang baru di kenalnya sebanyak 1 orang”

b. Tindak Lanjut

“bapak saat saya tidak ada bapak dapat melakukan hal seperti yang bapak lakukan tadi

dengan orang yang belum bapak kenal... kemudian bapak ingat nama yang pernah bapak

ajak kenalan atau bisa di catat di buku saat berkenalan.”

c. Kontrak yang akan datang

- Topik

“baiklah... pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan melakukan interaksi/

berkenalan dengan orang lain sebanyak 2 orang atau lebih”

- Waktu

“sebentar sore saya datang kembali jam 16:30, berapa lama bapak punya waktu untuk

berbincang-bincang dengan saya besok? Bagaimana kalau 15 menit saja?”

24
- Tempat

“ di mana bapak bisa melakukannya besok? Ya sudah... bagaimana kalau besok kita

melakukannya di tempat ini lagi?...

selamat siang pak!!!”

Evaluasi :
S:
“selamat pagi,”
“masih ingat suster kan?.”
“baik suster”.
“ingat suster tentang cara berkenalan dengan orang lain.”
“iya suster.”
“iya suster 15 menit saja.”
“selamat pagi, kenalkan nama saya .., hobi main alat musik, asal dari poso, nama bapak siapa?,
hobi bapak apa?, asal bapak dari mana?”
“baiklah suster”
“selamat pagi, kenalkan nama saya .., hobi main alat musik, asal dari poso, nama bapak siapa?,
hobi bapak apa?, asal bapak dari mana?”.”
“baiklah suster saya akan memasukan dalam jadwal harian saya”
“saya merasa senang suster karena mendapat teman baru”.
“bapak S ”.
“iya suster saya akan coba melakukannya lagi dengan orang lain”
“iya suster 15 menit saja seperti hari ini”.
“iya suster besok kita ketemu di sini lagi”.
“selamat pagi suster”.
O:
Pasien menyebutkan cara berkenalan.
Pasien mempraktikan cara berkenalan dengan orang lain
Kontak mata kurang
Bicara lambat
Klien dapat memasukkan latihan berkenalan dengan satu orang kedalam jadwal hariannya
A:
SP2P tercapai
P:
Perawat : Lanjutkan SP3P: berkenalan dengan 2 orang atau lebih
Pasien : Memotivasi pasien latihan berkenalan sesuai jadwal yang dibuat.

25
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

SP3P Isolasi Sosial

Hari/Tanggal : jumat, 24/10/2019


Jam : 16:30 WIB
1. Kondisi Pasien
Ds:
1. Pasien mengatakan sudah mau berinteraksi

2. Pasien mengatakan malas bicara

Do :
1. Pasien lebih banyak berdiam diri

2. Kontak mata kurang

3. Pasien sering menyendiri

4. Pasien mau memulai pembicaraan

Diagnosa
1. Isolasi social

Intervensi :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu Sp.1 dan Sp.2

2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan 2 orang

atau lebih

3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien

2. Strategi komunikasi tindakan keperawatan


1. Fase orentasi
a. Salam Terapeutik
“ Selamat Pagi pak!” masih ingat dengan saya? Benar pak! saya suster ...
b. Validasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini ? masih ingat dengan yang kemarin bapak lakukan?”
c. Kontrak
- Topik

26
“ sesuai dengan janji kita kemarin, hari ini bapak akan melakukan interaksi dengan orang
lain sebanyak 2 orang atau lebih pada orang yang tidak bapak kenal atau orang baru...”
d. Waktu

“ sesuai dengan kesepakatan kita kemarin, kita akan melakukannya selama 15 menit...

bagaimana menurut bapak?

e. Tempat

“kesepakatan kita kemarin!! Kita akan melakukannya di teras... apakah bapak setuju?

2. Fase kerja
“sebelum kita berkenalan dengan orang lain, coba bapak perlihatkan kepada saya bagaimana

cara berkenalan dengan orang lain? Hebat... bapak dapat melakukannya dengan baik...

sekarang, mari kita melakukannya dengan orang lain yang bapak tidak kenal sebanyak 2

orang atau lebih!! Bagus... bapak dapat mempraktekkan dengan baik dan mulai berkembang

dalam berinteraksi dengan orang lain..bagaimana kalau kegiatan berkenalan dengan orang

lain yang baru dikenal di masukkan kedalam jadwal kegiatan harian?

3. Fase Terminasi
a. EvaluasiSubyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tadi?
Siapa-siapa saja nama orang yang bapak ajak berkenalan tadi?”
b. Evaluasi Objektif
“pasien terlihat berkenalan dengan orang yang baru di kenalnya sebanyak 3 orang”
c. Tindak Lanjut
“nah..saat saya tidak ada, bapak dapat melakukannya hal seperti yang bapak lakukan tadi
dengan orang yang baru bapak kenal... kemudian bapak ingat nama yang pernah bapak ajak
kenalan atau bisa bapak catat di buku saat berkenalan.”
d. Kontrak yang akan datang
“baiklah... pertemuan hari ini kita akhiri. Besok saya tidak datang lagi ya pak...? hari ini
terakhir saya dinas di ruangan ini. Sama-sama pak”.“Permisi pak”.
Evaluasi :
S:
“selamat pagi,”
“masih ingat suster kan?.”
“baik suster”
“ingat suster kemarin saya berkenalan dengan satu orang.”

27
“iya suster.”
“iya suster 15 menit saja.”
“setuju suster”.
“selamat pagi, kenalkan nama saya .., hobi main alat musik, asal dari poso, nama bapak siapa?,
hobi bapak apa?, asal bapak dari mana?”
“baiklah suster”
“selamat pagi, kenalkan nama saya .., hobi main alat musik, asal dari poso, nama bapak siapa?,
hobi bapak apa?, asal bapak dari mana?”.”
“baiklah suster saya akan memasukan dalam jadwal harian saya”
“saya merasa senang suster karena mendapat teman baru”.
“bapak S, bapak D dan bapak A”.
“iya suster saya akan coba melakukannya lagi dengan orang lain”
“iya suster terimakasih atas bimbingannya beberapa hari ini”.
“iya suster besok”.
O:
Pasien mempraktikan cara berkenalan dengan orang lain
A.
SP3P Tercapai

28
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Trimeilia. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Isolasi Sosial. Jakarta Timur: TIM.

29

Anda mungkin juga menyukai