Anda di halaman 1dari 46

Perencanaan

Lapisan Perkerasan Jalan

Leo Sentosa, Gunawan Wibisono


Tujuan Perencanaan (Desain)

Mendapatkan komposisi dan ketebalan


perkerasan yang paling ekonomis untuk
kondisi setempat dan beban lalu-lintas
sampai akhir masa layan tertentu.
Prinsip Rekayasa Perkerasan

• Melindungi tanah dasar (subgrade)


• Kuat menahan beban (tidak terdeformasi)
• Tidak mudah retak akibat kelelahan
• Tahan terhadap kondisi lingkungan setempat
• Memiliki permukaan sesuai dengan
kebutuhan berkendaraan
• Layak secara finansial (dibuat dan dirawat)
Parameter Dasar Desain
Tanah Dasar
Kekakuan dan karakteristik drainase menentukan jumlah dan
ketebalan lapisan perkerasan, batasan beban lalu-lintas, perbaikan
tanah dasar yang diperlukan, serta desain drainase jalan.

Beban (lalu lintas)


Perkiraan beban lalu-lintas menjadi masukan untuk desain campuran
dan struktur perkerasan, menentukan komposisi perkerasan, tipe dan
tebal lapisan perkerasan yang berpengaruh pada umur perkerasan.

Lingkungan
Berdampak pada kinerja material perkerasan. Suhu dan air
mempengaruhi ketahanan material, reologi bitumen, daya dukung
struktur, umur dan kerusakan perkerasan.
Daya Dukung Tanah Dasar

• Bagian paling kritikal pada perencanaan perkerasan


 penentu ketebalan perkerasan
• Penentuan kekuatan daya dukung umum:
– California Bearing Ratio (CBR)
• Perkerasan kaku
• Perkerasan lentur (desain empiris)
– Propertis elastisitas tanah: modulus, kuat geser,
Poisson’s Ratio
• Desain perkerasan lentur mekanistik
• Analisis elemen hingga
Tanah Dasar

Faktor Penentu Kekuatan Tanah Dasar

• Kepadatan di lapangan dan kadar air yang didapatkan


• Keragaman tanah dasar
• Perubahan kadar air selama masa layan
• Alur pekerjaan pematangan tanah (galian/timbunan)
• Drainase bawah tanah, kedalaman muka air tanah
• Keberadaan lapisan tanah lunak di bawah lapisan tanah
dasar
Tanah Dasar

Kepadatan dan
Daya Dukung Tanah

Variasi nilai CBR


terhadap kepadatan 95% of the
dan kandungan air standard
maximum
tanah dry density
Tanah Dasar

Metode Penentuan CBR Tanah Dasar

• lapangan
– Uji CBR lapangan (hanya di permukaan)
– Dynamic Cone Penetrometer/DCP (sampai kedalaman 2m)
– Static Cone Penetromer/SCP (sampai kedalaman 1m)
– Electric friction cone penetrometer/CPT (dalam)
– Clegg (impact) hammer (di permukaan)
– Falling Weight Deflectometer/FWD

• laboratorium
– Uji CBR laboratorium (tanah tak terganggu)
– Remoulded CBR (unsoaked, soaked, EMC)
– Uji triaksial pada rentang kadar air tertentu
Tanah Dasar

Uji CBR Lapangan dan Laboratorium


Tanah Dasar

Static Cone Penetrometer

Direct dial gauge


reports Qc (kg/cm²)

Qc ≈ (2.5 to 3.3)CBR
Tanah Dasar

Dynamic Cone Penetrometer (DCP)


9kg
weight
• Consists of f16mm rod with f20mm
cone tapered to a point at 300
510mm
• A 9kg weight set to drop 510mm slides drop
between stops on the main shaft
• The weight is manually lifted and
allowed to drop
• Penetration is measured in mm/blow f16mm
• CBR = 315.2 x-1.14 where x = mm/blow shaft

600

f20mm
cone
Tanah Dasar

Electric Friction Cone Penetrometer

• 36mm cone hydraulically driven


into soil
• Measurments
– tip resistance qc
– sleeve friction fs
• Calculations
– Friction ratio Rf = qc/fs x 100
– Friction ratio gives soil type
– CBR ≈ 4.5qc (qc in kN) (36mm
cone)
Tanah Dasar

Clegg Hammer
• 4.5 kg hammer with
accelerometer to measure impact
deceleration
• Measurements
– Clegg Impact Value CIV
• Calculations
– CBR ≈ 0.06CIV² + 0.52CIV + 1
• Gives surface value only
Tanah Dasar

Falling Weight Deflectometer (FWD)

Beberapa perangkat lunak yang dapat dipakai:


EFromD3 (ARRB Group)
ELMOD (Dynatest)
Evercalc (Washington State DOT)
CBR ≈ Modulus/10

Log(CBR) = 3.264 – (1.018log(D900 x 700kPa/Load))


(D in microns)

CBR = ((D900 x 700/Load)/0.694)(1/-0.68)


(D in mm)
Tanah Dasar

Perhitungan CBR Berdasarkan Gradasi


• Hanya untuk material berbutir halus (75% lolos 2.36mm)
• Merepresantasikan kepadatan CBR terendam @ 95% MDD (modified)
• Estimasi pertama
log CBR  1.688  0.00506 P0.425  0.00186 P0.075
 LS 0.0168  0.000385 P0.075  P2.35 = % lolos 2.35mm
P0.425 = % lolos 0.425mm
P0.075 = % lolos 0.075mm
• Estimasi kedua
LS = Linear shrinkage
PI = Plasticity index
log CBR  1.886  0.00372 P2.36  0.0045 P0.425
P0.075  P0.075  3
  5.15  0.0456 10  0.0143PI
P0.425  P0.425 
• CBR ≈ (3CBRmin + CBRmax)/4
Tanah Dasar

Uji Triaksial Beban Berulang (Dinamik)

• memberikan nilai modulus


tanah pada beberapa kondisi
tekanan beban.
• Beban vertical dan pengekangan
dapat divariasikan
• Modulus pada beberapa kondisi
tegangan
• Pengujian pada beberapa
kondisi kadar air
• Dapat digunakan pada desain
mekanistrik perkerasan
Tanah Dasar

Kondisi Tanah Dasar Tak Seragam

• Pada proyek skala besar, kondisi tanah dasar beragam


A
B
A
Fill C
B
D
CBR Fill + CBR B
CBR A

CBR C
CBR Fill + CBR B

CBR B

CBR C + CBR D
CBR Fill

CBR B + CBR C
CBR A + CBR B
Tanah Dasar

Penentuan CBR pada suatu Titik


Metode Jepang biasa digunakan untuk menghitung CBR
efektif tanah dasar pada suatu titik pengamatan,

  hiCBRi
3
0.33

CBRtitik =  i  ≤ 20
 
 i
hi


CBR lapisan di bawah harus lebih kecil


Lapisan harus lebih tebal dari 0,2m
Total hi = 1.0m
Tanah Dasar

Contoh Metode Jepang


• Terdapat 3 lapisan tanah dengan kondisi berikut,
– Lapis 1: h1 = 0.2m CBR1 = 8%
– Lapis 2: h2 = 0.5m CBR2 = 4%
– Lapis 3: h3 = 0.3m CBR3 = 2%

  hiCBRi
3
0.33

CBRtitik =  i 
 
 i
hi


3
=  0.2  8
0.33
 0.5  4  0.3  2
0.33 0.33
 = 3.8%
 
 0.2  0.5  0.3 
Pembagian Segmen
• Ruas jalan yang didesain harus dikelompokkan
berdasarkan kesamaan segmen yang mewakili kondisi
tanah dasar yang dapat dianggap seragam (tanpa
perbedaan yang signifikan).
• Pengelompokan awal  berdasarkan hasil penyelidikan
tanah (kondisi geologi, pedologi, kondisi drainase dan
topografi, karakteristik tanah; seperti gradasi dan
plastisitas).
• CBR segmen dapat ditentukan dengan cara:
– Distribusi Normal (beban lalu-lintas rendah)
CBR = rerata CBR – k x deviasi standar
– Nilai CBR terendah yang paling logis (beban tinggi)
Tanah Dasar
CBR Tanah Dasar suatu Segmen Jalan

• Cara analitis :
CBR segmen = CBR rata-rata – (CBR mak – CBR min )/R
Tanah Dasar
CBR Tanah Dasar suatu Segmen Jalan
CBR segmen Metoda Grafis
CBR Ruas : 1

Analisa CBR segmen Metoda Grafis


No CBR (%)
1 7,29
2 3,85 CBR Jumlah > %>

3 3,81 0 15 15/15 * 100 % 100 %


4 0,62 1 12 12/15 * 100 % 80 %
5 6,98
2 11 11/15 * 100 % 73,3333 %
6 3,87
3 10 10/15 * 100 % 66,6667 %
7 3,95
4 5 5/15 * 100 % 33,3333 %
8 7,27
5 5 5/15 * 100 % 33,3333 %
9 9,17
10 3,54 6 5 5/15 * 100 % 33,3333 %

11 9,74 7 4 4/15 * 100 % 26,6667 %


12 2,22 8 3 3/15 * 100 % 20 %
13 0,83
9 2 2/15 * 100 % 13,3333 %
14 0,17
15 1,15
Tanah Dasar
CBR segmen Metoda Grafis

100
% SAMA ATAU LEBIH DARI

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2.8 % CBR
Tanah Dasar

Lapisan Lunak di Bawah Tanah Dasar


• Keberadaan lapisan lunak di bawah tanah dasar harus
diperhitungkan.
– Jika terdapat keraguan, uji CBR sebaiknya dilanjutkan
sampai setidaknya 1 m di bawah lapisan tanah dasar
Beban Lalu Lintas
• Tebal perkerasan jalan ditentukan dari besar
beban yang akan dipikul.
• Besar beban lalu lintas dapat diperoleh dari :
– Analisa lalu lintas saat ini
– Perkiraan pertumbuhan jumlah kendaraan
selama umur rencana
Beban Lalu Lintas

Umur Rencana
• Umur Rencana perkerasan  jumlah repetisi beban lalu
lintas (Equivalent Standard Load, ESAL) yang diperkirakan
akan melintas dalam kurun waktu tertentu.
• Biasanya dibuat untuk 10 tahun dengan catatan terdapat
pemeliharaan berkala di paruh waktu (5 tahun)
• Kondisi Lelah (fatigue) perkerasan diperkirakan akan muncul
pada akhir Umur Rencana  perlu peningkatan struktur.
• Jika kondisi lelah muncul sebelum akhir umur rencana
kerusakan dini.
• Kerusakan dini dapat disebabkan oleh kualitas jalan yang di
bawah standar dan atau beban berlebihan (overload).
• Overloading adalah suatu kondisi muatan gandar kendaraan
melebihi beban standar yang dipakai dalam asumsi desain.
Lintas Ekivalen
• Lintas ekivalen adalah repetisi beban yang dinyatakan
dalam lintas sumbu standar diterima oleh konstruksi jalan.

• Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah besarnya lintas


ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka
LEP = Σ LHRi x Ei x Ci x (1 x i)n

• Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah besarnya lintas ekivalen


pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan (akhir umur
rencana)
LEA = LEP (1 + r)n

• Lintas Ekivalen Selama Umur Rencana (AE18KSAL/N) adalah


jumlah lintasan ekivalen yang akan melintasi jalan selama
masa layan dari saat dibuka sampai akhir umur rencana.
Lintas Ekivalen
Nilai Kondisi
(NK)
Kondisi NK Peningkatan
Pemeliharaan
Perencan o Rutin dan
aan Ideal Berkala

Rehabilitasi

Masa Pemeliharaan Rutin dan


Berkala
Kondisi
Kritis NKT
Penunjang
Masa Peningkatan
Kondisi NK
K
Runtuh
Masa Rekonstruksi

Masa Layan
N (log)
Pedoman penentuan jumlah Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (m)

lajur L< 5,5 m 1 lajur

5,5 m < L < 8,25 m 2 lajur

8,25 m < L < 11,25 m 3 lajur

11,25 m < L < 15,00 m 4 lajur

15,00 m < L < 18,75 m 5 lajur


18,75 m < L < 22,00 m 6 lajur

Jumlah Lajur Kendaraan Ringan * Kendaraan Berat **


1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

Koefisien distribusi lajur 1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00


2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,48
4 lajur 0,30 0,45
5 lajur 0,25 0,43
6 lajur 0,20 0,40

• *Berat Total < 5 ton


• ** Berat Total > 5 ton
Beban Lalu Lintas

Beban Sumbu Standar


(Standar Axle Load)

• Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam


variasi ukuran, beban, konvigurasi sumbu.
• Perlu ada beban standar
• Beban standar adalah beban sumbu tunggal roda
ganda seberat 18.000 pound (8.16 Ton)
33 cm

Tekanan Angin =
5.5 kg/cm2

8.16 ton

11 cm
Beban Lalu Lintas
ESAL (Equivalent Standard
Axle Load)
(Metode Bina Marga, 1989)
4
 L 
ESAL  k  
 8.16 

L = Beban satu sumbu kendaraan


k =1 ; untuk sumbu tunggal
= 0.086 ; untuk sumbu tandem
= 0.031 ; untuk sumbu triple
Beban Lalu Lintas

Nilai ESAL Menurut NAASRA (Australia)

• Sumbu tunggal roda tunggal


E = (Beban sumbu tunggal, kg /5400)4
• Sumbu tunggal roda ganda
E= (Beban sumbu tunggal, kg / 8200)4
• Sumbu ganda, roda ganda
E = (Beban sumbu gadar, kg / 13600)4
Beban Lalu Lintas

ESAL Bina Marga 2005, (Pd T-05-2005-B)


Beban Lalu Lintas

Beban Konfigurasi Sumbu Strandar


• Besar konfigurasi beban sumbu standar yang diadopsi dari
Austroads yang menjadi acuan pada Standar Departemen
Pekerjaan Umum, 2005, Nomor Pd T-05-2005-B adalah sebagai
berikut ;

sumbu tunggal roda tunggal (STRT) = 5,4 ton


sumbu tunggal roda ganda (STRG) = 8,2 ton
sumbu ganda roda ganda (SGRG) = 13,6 ton
sumbu triple roda ganda (STrRG) = 18,1 ton
Beban Lalu Lintas

Muatan Sumbu Terberat (MST)


• Muatan berlebih  meningkatkan daya rusak 
memperpendek umur pelayanan jalan.
• Pengendalian  pengaturan pembatasan beban lalu
lintas dengan konsep Muatan Sumbu Terberat (MST).
• Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah beban gandar
maksimum yang diijinkan pada jalan raya.
• MST dipakai sebagai Dasar Hukum dalam
pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan di
jalan.
• Berdasarkan keputusan Departemen Perhubungan,
dilakukan pembatasan beban kendaraan dengan MST
di atas 10 ton, MST = 10 ton dan MST = 8 ton
Beban Lalu Lintas

MST di beberapa negara


• MST bervariasi untuk masing-masing negara tergantung dari nature dan
kemampuan keuangan, berikut ini ketentuan Muatan Sumbu Terberat
(Legal Axle Limit) di berbagai negara :
• Belgia : MST = 12.000 kg
• Denmark : MST = 10.000 kg
• Jerman : MST = 11.000 kg
• Finland : MST = 10.000 kg
• Perancis : MST = 13.000 kg
• Inggris : MST = 10.170 kg
• Italia : MST = 12.000 kg
• Belanda : MST = 11.500 kg
• Portugal : MST = 12.000 kg
• Spanyol : MST = 11.000 kg
• Kesepakatan MEE : MST = 13.000 kg
• Emirat Arab : MST TIDAK TERBATAS (UNLIMITED)
Beban Lalu Lintas
Konfigurasi Sumbu, MST (Muatan Sumbu Terberat) Dan Jumlah Berat Yang
Diizinkan (JBI) Kendaraan Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Hubdat No.
SE.02/Aj.108/DRJD/2008
Konfigurasi Sumbu, MST (Muatan Sumbu Terberat) Dan Jumlah Berat Yang
Diizinkan (JBI) Kendaraan Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Hubdat No.
SE.02/Aj.108/DRJD/2008 (Lanjutan)
Konfigurasi Beban dan Nilai VDF Kendaraan Berat Pada Kondisi
MST 8 ton
Konfigurasi Beban dan Nilai VDF Kendaraan Berat Pada
Kondisi MST 10 ton
Kondisi Lingkungan

• Mempengaruhi sifat teknis konstruksi


perkerasan dan komponen material
perkerasan
• Pelapukan bahan material
• Mempengaruhi penurunan tingkat pelayanan
dan tingkat penyamanan perkerasan jalan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi
• Air Tanah dan hujan, adanya aliran air disekitar
badan jalan mengakibatkan perembesan air ke
badan jalan yang mengakibatkan perlemahan ikatan
antar butiran agregat dengan aspal, dan perubahan
kadar air akan mempengaruhi daya dukung tanah
dasar.
• Kemiringan medan, untuk mempercepat pengaliran
air.
• Perubahan temperatur, bahan aspal adalah meterial
termo plastis.
Keseimbangan Air
Edge
effects on
outer wheel
path can be
critical

Based on Austroads 2004


Pedoman/Manual
Desain Perkerasan di Indonesia

Lentur Lentur Kaku


Lapis Tambah Konstruksi baru / Konstruksi baru, di
dengan Lendutan Pelebaran atas lentur (komposit)

1. Pd T-05-2005-B 1. Pt T-01-2002-B 1. Pd T-14-2003 (Pedoman


(Perencanan Tebal Lapis (Pedoman Perencanaan Perencanaan Perkerasan
Tambah dengan Metode Tebal Perkerasan Lentur) Jalan Beton Semen)
Lendutan), dengan 2. AASHTO’93 2. AASHTO’93
pembaharuan di Pedoman 3. SNI 03-1732-1989
Interim No.002/P/BM (Analisa Komponen BM)
/2011
2. Road Note / RDS

Manual Desain Perkerasan Jalan


04/SE/Db/2017
Structural Number (SN)
Angka Struktur

• Mewakili seluruh syarat yang dibutuhkan struktur


perkerasan agar dapat bertahan pada desain
pembebanan.

“Nilai abstrak yang mengekspresikan


kekuatan struktur perkerasan yang
disyaratkan oleh kombinasi daya dukung
tanah (MR), total beban lalu lintas standar
(ESAL), kemampuan layan akhir dan
lingkungan.”
Angka Struktur

SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3

a1, a2, a3 = koefisien struktur lapisan; lapis


permukaan/aus, base, dan subbase.
D1, D2, D3 = ketebalan lapisan; lapis permukaan/aus,
base, dan subbase (dalam inci).
m2, m3 = koefisien drainase lapisan base dan
subbase

Anda mungkin juga menyukai