Anda di halaman 1dari 15

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Penggunaan Jamban Sehat

Dari penelitian ini didapatkan hasil tidak terdapat hubungan antara jenis

kelamin dengan perilaku penggunaan jamban sehat. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Jadhav pada tahun 2016 menunjukkan hasil bahwa

jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap perilaku buang air besar sembarangan.

Jadhav meneliti resiko pelecehan seksual pada wanita yang buang air besar di

jamban pribadi, jamban umum dan di udara terbuka. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa resiko terjadi pelecehan seksual pada ketiga kelompok

wanita adalah sama dan jarang terjadi. Hasil penelitian Jadhav mendukung hasil

penelitian ini kemungkinan karena angka kejadian pelecehan seksual hampir tidak

ada di Dusun W sehingga tidak ditemukannya perbedaan antara jenis kelamin

dengan angka kejadian buang air besar di tempat terbuka.

Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lopez pada

tahun 2019 di daerah pedesaan di Ekuador. Dimana responden perempuan 1.5 kali

lebih sering menggunakan jamban dibandingkan dengan responden pria. Hal ini

kemungkinan karena alasan keselamatan terutama ketika hendak buang air besar

pada malam hari.

6.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penggunaan Jamban Sehat

Berdasarkan hasil uji analisis bivariat didapatkan hasil yang signifikan

antara tingkat pendidikan dengan perilaku penggunaan jamban sehat. Hal ini

sesuai dengan data hasil penelitian Panda et al (2017) dengan signifikansi p=0.000

didapatkan korelasi antara status pendidikan dengan defekasi di udara terbuka.

56
Dalam penelitian Panda et al disebutkan bahwa orang yang buta huruf melakukan

defekasi di udara terbuka lebih banyak dibandingkan pada kelompok status

pendidikan lain. Pada penelitian Lopez et al tahun 2017 menunjukkan bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan maka penggunaan jamban secara konsisten

juga semakin meningkat hal ini ditunjukkan dengan responden yang tidak lulus

SD menggunakan jamban 1 kali lebih sering (OR = 1, 95% CI), responden yang

lulus SD menggunakan jamban 1.4 kali lebih sering (OR = 1.4, 95% CI),

responden yang tidak lulus SMP menggunakan jamban 2.1 lebih sering (OR = 2.1,

95% CI) dan responden yang lulus SMP menggunakan jamban 2.4 kali lebih

sering (OR = 2.4, 95% CI).

Pada penelitian Oljira 2016 juga menyebutkan bahwa anak yang

memperoleh pendidikan formal berhubungan dengan penggunaan jamban sehat

dengan nilai p=0.05, hasil dari penelitiann Oljira tidak selaras dengan hasil

penelitian di Puskesmas M kota K yang menyatakan tidak ada hubungan antara

pendidikan dengan perilaku penggunaan jamban sehat.

Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Aiemjoy et al pada tahun 2017

menyebutkan bahwa rumah tangga dengan anak yang melakukan pendidikan

formal mempunyai nilai 2.3 kali lebih sering menggunakan jamban dibandingkan

dengan anak dalam suatu rumah tangga yang tidak memperoleh pendidikan

formal (OR 2.3, 95% CI). Hal ini kemungkinan terjadi karena responden atau

masyarakat dengan pendidikan rendah (tidak sekolah, tamat SD) kurang

pengetahuan dan informasi tentang perilaku buang air besar di jamban.

Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh dalam membentuk pengetahuan,

sikap, persepsi, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap kesehatan,

57
sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka akan semakin sadar dan peduli terhadap kebersihan diri dan lingkungannya.

Berbeda dengan hasil penelitian dari Odagiri et al pada tahun 2017 dimana

status edukasi tidak berpengaruh dengan penggunaan jamban. Dengan nilai

p=0.846 pada responden yang tidak lulus SD p=0.762 pada responden yang lulus

SD, p=0.907 pada responden yang lulus SMP.

6.3 Hubungan Jumlah Keluarga dengan Perilaku Penggunaan Jamban

Sehat

Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan hasil, hal ini menjelaskan bahwa

variabel jumlah keluarga tidak berpengaruh terhadap perilaku penggunaan jamban

sehat. Hal ini kemungkinan dikarenakan aktivitas masing-masing anggota

keluarga di Dusun W Kelurahan X berbeda-beda. Pada satu Kepala Keluarga atau

rumah tangga, kegiatan antara satu anggota dengan yang lain berbeda, ada yang

bekerja ke sawah, pergi ke sekolah atau ke tempat lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Oljira (2016) yang membagi

kelompok keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 5 dan lebih dari

sama dengan 5 dimana p=>0.05 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara

jumlah anggota keluarga dengan perilaku penggunaan jamban sehat. Begitu juga

dengan penelitian Odagiri pada tahun 2017 yang menunjukkan angka p=0.288

pada keluarga beranggotakan sebanyak 1-3 orang dan p=0.880 pada keluarga

yang beranggotakan sebanyak 4-6 orang, sehingga menjelaskan tidak ada

hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan penggunaan jamban.

58
6.4 Hubungan Pengetahuan Tentang Jamban dengan Perilaku

Penggunaan Jamban Sehat

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa tingkat pengetahuan

tentang jamban tidak berhubungan dengan perilaku penggunaan jamban sehat.

Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan responden tentang pentingnya memiliki

jamban keluarga dirumah. Pengetahuan yang dibahas dalam penelitian ini adalah

tentang pemanfaatan jamban. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan

tindakan seseorang.

Kemungkinan hal ini disebabkan karena kurangnya ketersediaan lahan,

alat dan bahan dalam membangun jamban pribadi pada masyarakat RW 01 Dusun

W Kelurahan X. Hal lain yang mungkin jadi pertimbangan responden meskipun

sudah mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi mengenai jamban ialah rasa

segan untuk meminjam jamban di rumah tetangga jika menggunakannya terlalu

sering.

Pada penelitian dari Odagiri et al pada tahun 2017 menunjukkan bahwa

sebagian besar responden merasa defekasi di pantai atau sungai merupakan

sebuah masalah dengan angka signifikansi sebesar p=0.030. Penelitian dari

Odagiri tidak sejalan dengan hasil penelitian dari Puskesmas Y kota Z tentang

hubungan pengetahuan dengan perilaku penggunaan jamban sehat.

Penelitian lain yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang jamban

berhubungan dengan perilaku penggunaan jamban sehat dipaparkan pada hasil

penelitian Oljira et al pada tahun 2016 yang menunjukkan bahwa orang yang

pernah mendengar tentang jamban 3.34 lebih sering menggunakan jamban

59
dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mendengar tentang jamban,

dengan nilai signifikansi p=0.05. Penelitian dari Patil et al pada tahun 2014

menunjukkan bahwa rumah tangga yang pernah mendengar informasi tentang

sanitasi sehat dari media massa angka untuk menggunakan jamban lebih tinggi

dibandingkan kelompok control yaitu yang tidak pernah mendengar informasi

tentang sanitasi sehat, dengan angka p=0.000.

6.5 Hubungan Sikap Terhadap Jamban dengan Perilaku Penggunaan

Jamban Sehat

Dari hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa sikap terhadap

jamban tidak berhubungan dengan perilaku penggunaan jamban sehat. Sikap tidak

berhubungan signifikan dalam penelitian ini berarti bahwa terwujudnya suatu

sikap menjadi perbuatan yang nyata, diperlukan faktor pendukung atau kondisi

yang memungkinkan seperti fasilitas dan dukungan pihak lain. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena ketidaksediaan jamban pribadi di rumah

responden, serta jarak yang jauh dari rumah menuju jamban umum atau tetangga

sehingga responden memilih untuk buang air besar di kali yang terletak di

belakang rumah.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Odagiri et al.,

2017 mempunyai nilai signifikansi sebesar p=0.076 yang menyatakan bahwa

melihat orang defekasi di ruang terbuka merupakan hal yang memalukan, hasil ini

menunjukkan bahwa sikap tidak berpengaruh dengan perilaku penggunaan

jamban sehat karena nilai p>0.05.

Hal ini bertolak belakang dengan penelitian dari Shiras et al pada tahun

2018 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku

60
penggunaan jamban sehat. Dimana membersihkan toilet meningkatkan angka

penggunaan jamban. Penelitian oleh Tumwebaze tahun 2015 menunjukkan angka

p=0.05 untuk mengetahui antara perilaku kebersihan dengan penggunaan jamban.

Menurut penelitian di Uganda yang dilakukan pada tahun 2014 menunjukkan

bahwa salah satu kunci keberhasilan dari manajemen sanitasi bersama salah

satunya adalah pembersihan jamban secara kolektif.

6.6 Hubungan Kepemilikan Akses Jamban Sehat Terhadap Perilaku

Penggunaan Jamban Sehat

Berdasarkan hasil uji bivariat pada penelitian ini didapatkan hasil yang

signifikan antara kepemilikan jamban dengan perilaku penggunaan jamban.

Kepemilikan jamban bagi keluarga merupakan salah satu indikator rumah sehat

selain pintu ventilasi, jendela, air bersih, tempat pembuangan sampah, saluran air

limbah, ruang tidur, ruang tamu, dan dapur. Jamban sehat berfungsi untuk

membuang kotoran manusia. Hal ini disebabkan karena menggunakan jamban

pribadi dinilai lebih nyaman, aman dan bersih.

Hal ini sesuai dengan penelitian dari Odagiri pada tahun 2017 yang

menyatakan bahwa responden yang tidak memiliki jamban cenderung

mempraktekkan defekasi di ruang terbuka. Dimana rumah tangga yang tidak

memiliki jamban 0.21 lebih sering mempraktekkan defekasi di ruang terbuka

dibandingkan dengan rumah tangga yang sudah memiliki jamban (OR 0.21, 95%

CI).

Hasil penelitian lain yang sesuai dilakukan oleh Husna pada tahun 2016

menunjukkan data Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,029 (p<0,05) yang

61
berarti ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kebiasaan masyarakat

buang air besar sembarangan.

6.7 Hubungan Sarana Sumber Air Bersih dengan Perilaku Penggunaan

Jamban Sehat

Dari hasil uji bivariat pada penelitian ini didapatkan hubungan yang

signifikan antara sumber air bersih dengan perilaku penggunaan jamban sehat.

Dimana hasil ini sesuai dengan penelitian dari Patil et al pada tahun 2014

menunjukkan hasil yang berbeda, dimana ketersediaan air dan infrastruktur cuci

tangan berpengaruh dalam penggunaan jamban sehat dengan angka sebesar

p=0.007. Hal ini dikarenakan pada dusun W penggunaan jamban pribadi

memerlukan air untuk membersihkan kotoran yang ada.

Berbeda dengan hasil yang dipaparkan pada penelitian yang telah

dilakukan oleh Odagiri pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa ketersediaan

sarana air selama 1 tahun penuh tidak berpengaruh terhadap perilaku penggunaan

jamban sehat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Odagiri, menunjukkan angka

signifikansi sebesar p=0.067 yang menyatakan bahwa faktor sarana air tidak

berpengaruh terhadap perilaku penggunaan jamban sehat.

6.8 Hubungan Peran Serta Tenaga Kesehatan Dengan Perilaku

Penggunaan Jamban Sehat

Dari hasil uji bivariat didapatkan hasil yang signifikan antara hubungan

peran serta tenaga kesehatan dengan perilaku penggunaan jamban di Dusun W

Kelurahan X. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan data hasil penelitian dari

Nzioki dan Korir yang dilakukan pada tahun 2018. Penelitian yang dilakukan di

Kenya ini meneliti tentang intervensi edukasi pada pekerja kesehatan dalam

62
cakupan jamban. Dari penelitian ini responden dibagi menjadi dua kelompok

yaitu kelompok intervensi dan kelompok control. Kelompok intervensi

menunjukkan hasil yang signifikan dengan p=<0.001 dibandingkan dengan

kelompok control dengan nilai p=>0.05.

Hasil penelitian dari Amar pada tahun 2015 juga menunjang penelitian di

Dusun W Kelurahan X dimana penelitian yang dilakukan oleh Amar meneliti

program pelatihan bahaya dari defekasi di tempat terbuka dengan dilakukan pre-

test dan post-test. Rata-rata skor pengetahuan dari bahaya defekasi terbuka saat

pre-test sebanyak 7.70 sedangkan skor rata-rata post-test menunjukkan

peningkatan menjadi 21.21, dengan nilai signifikansi sebesar p=<0.05.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Crocker et al pada tahun 2016

menunjukkan bahwa intervensi berupa pelatihan mengenai jamban sehat terhadap

pemimpin komunitas berhubungan dengan perilaku penggunaan jamban sehat.

Dimana penelitian dilakukan di 3 daerah yang berbeda di sebuah desa di Ghana.

Ketiga desa menunjukkan peningkatan kepemilikan jamban yang dapat dilihat

dari hasil pre-test dan post-test. Hasil post-test menunjukkan peningkatan setelah

dilakukan intervensi pelatihan oleh petugas kesehatan, nilai signifikansi

menunjukkan angka p=<0.05. Penelitian yang dilakukan oleh Orgill et al pada

tahun 2019 menunjukkan bahwa peran petugas kesehatan dan kader

mempengaruhi dalam peningkatan kesadaran masyarakat dalam mengakses

jamban sehat.

Fungsi atau peran petugas kesehatan adalah membina peran serta

masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat. Dalam

hal penggunaan jamban, kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan antara

63
lain adalah memberikan penyuluhan secara berkala tentang manfaat dan syarat-

syarat jamban sehat, juga melakukan pembinaan kepada masyarakat untuk

meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat memiliki dan menggunakan

jamban keluarga. Dimana masyarakat dusun W Kelurahan X merasa diperhatikan

oleh tenaga kesehatan dan masyarakat sangat terbuka dengan kunjungan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan setempat.

Penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda dari Patil et al pada tahun

2014 yang menyatakan bahwa rumah tangga yang mendapatkan informasi dari

kunjungan pribadi oleh tenaga kesehatan tidak menunjukkan hasil yang signifikan

terhadap penggunaan jamban, dimana angka signifikansi sebesar p=0.127.

6.9 Komparasi Pre dan Post Konseling

Penelitian ini membandingkan antara sikap, pengetahuan dan perilaku

sebelum dan sesudah konseling.. Dari hasil uji Mc Nemar menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan saat pre test dengan saat

post test dengan nilai signifikansi (p=0,000). Selain itu hasil uji juga menunjukkan

perbedaan yang signifikan antara sikap saat pre test dengan saat post test dengan

nilai signifikansi (p=0,000), serta perilaku saat pre test dengan saat post test

dengan nilai signifikansi (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku menjadi lebih baik setelah diberikan

konseling.

Penelitian lain yang menyatakan bahwa konseling berpengaruh pada

perubahan pengetahuan dipaparkan oleh Ammar et al 2015. Penelitian yang

dilakukan di pedesaan India tersebut menggunakan metode planned teaching.

Langkah-langkah penelitian sama seperti yang dilakukan penelitian ini, yaitu: (a)

64
Melakukan pretest dengan menggunakan kuisioner diberikan waktu 10 menit

untuk mengisi kuisioner yang behubungan dengan data demografik dan 10 menit

untuk kuisioner bekaitan dengan pengetahuan mengenai bahaya open defekasi, (b)

Memberikan edukasi kepada warga mengenai bahaya open defekasi (c)

Melakukan pos test dengan kuisioner yang sama pada saat pre test. Hasil

penelitian menyatakan adanya pengaruh signifikan planned teaching terhadap

pengetahuan (p<0.05)

Penelitian yang sudah dilakukan di 42 Desa Kota Bogor oleh Hariani et al

pada tahun 2019 juga memaparkan pengaruh edukasi pembuatan jamban

terhadap pengetahuan dan perilaku BAB di jamban. Penelitian tersebut

menggunakan Demand Driven Approach yang dilakukan pada 42 desa dengan

kegiatan yaitu: (a) Melakukan pembangunan jamban umum pada masing-masing

RT (b). Melakukan edukasi yang berkaitan dengan sanitasi kesehatan, yang diikuti

oleh perangkat desa, dan para wanita dari 42 desa (c) Mendirikan kelompok terdiri

dan laki2 dari 42 desa yang mendukung serta mensuplai sumber sanitasi. Anggota

kelompok berpartisipasi dalam pembangunan berupa buruh dan pengawasan,

makanan dan minuman, dan material bangunan. Dengan ini dilakukan pula

edukasi tentang pembuatan jamban sehat dengan budget minimal dan pentingnya

jamban serta system sanitasi lingkungan. Selanjutnya kelompok ini bertugas

melakukan pelatihan pada masyarakat di lingkungannya dan dilakukan evaluasi

dengan menggunakan quasi experimental , dan metode kualitatif dengan FGD.

Kemudian didapatkan hasil signifikan antara pengetahuan dan perilaku BAB

sembarangan sebelum dan sesudah intervensi. Namun pada penelitian ini terdapat

ketidaksesuaian materi edukasi tentang pembuatan jamban sehat menggunakan

65
budget minimal dengan prinsip dasar pemicuan berdasarkan Permenkes No 3

Tahun 2014. Prinsip dasar pemicuan ialah membiarkan orang-orang

menyampaikan inovasi jamban-jamban/kakus yang sederhana, sedangkan pada

penelitian ini mempromosikan rancangan/desain jamban/kakus khusus.

Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini ialah penelitian Summer et.

al tahun 2014 yang mencanangkan Total Sanitation Campaign di India, penelitian

ini juga membuktikan adanya perbedaan perilaku BAB di jamban sebelum dan

sesudah dilakukan TSC. Kegiatan yang dilakukan meliputi (a) Melakukan

promosi kesehatan dengan sekolah sanitasi dan edukasi higienitas, “anganwandhi”

untuk mengedukasi pembangunan jamban yang baik, dan membentuk komunitas

peduli sanitasi ; (b) Subsidi finansial untuk pembangunan jamban pribadi ,

menyediakan material untuk pembangunan jamban yang berkualitas (c)

Memberikan dukungan mobilisasi sosial dan perubahan perilaku warga di seluruh

tingkatan baik desa dan kota, memberikan teknologi yang fleksibel, dan

memberikan penghargaan berupa uang “nirmal gram puraskar” kepada daerah

yang berhasil ODF. Namun pada penelitian ini terdapat ketidaksesuaian kegiatan

subsidi finansial dengan prinsip dasar pemicuan berdasarkan Permenkes No 3

Tahun 2014. Prinsip dasar pemicuan ialah tanpa subsidi sedangkan pada

penelitian ini justru menawarkan subsidi finansial.

Penelitian yang sudah dilakukan di Zambia oleh Joseph pada tahun 2016

juga memaparkan pengaruh edukasi pembuatan jamban terhadap pengetahuan dan

perilaku BAB di jamban. Penelitian tersebut terdiri dari kegiatan diskusi alur

kontaminasi beserta simulasi kontaminasi.

66
Pemberian konseling mengarahkan klien untuk merubah pengetahuan,

sikap dan perilaku tanpa menggurui tapi dengan cara memfasilitasi proses,

meminta pendapat dan mendengarkan. Konseling secara tidak langsung membuat

individu menyadari sendiri sehingga merubah sikap dan perilakunya. Hal tersebut

sesuai dengan Prinsip Dasar Pemicuan yang diatur dalam Permenkes No 3 Tahun

2014.

Hal tersebut juga didasari oleh teori ( Stefflre (1970) dalam Rosjidan (1994 :

5) yang memaparkan tujuan konseling yaitu membuat klien belajar tentang

kehidupannya. Apabila dia harus membuat pilihan pilihan yang berarti, dia harus

mengetahui tentang dirinya sendiri fakta-fakta tentang situasi yang dimilikinya

sekarang, dan kemungkinan-kemungkinan serta konsekuensi-konsekuensi yang

sangat mungkin adanya dari berbagai pilihan tersebut

Konseling dalam penelitian ini menggunakan teknik 5A yang

diimplementasikan melalui media lembar balik, poster dan leaflet. Teknik 5A

dipilih karena sesuai dengan prinsip dasar pemicuan STBM yang diatur dalam

Permenkes No 3 Tahun 2014. Teknik 5A yang terdiri dari Asses, Advise, Agree,

Assist dan Arrange memungkinkan klien menyadari sendiri apa yang baik dan apa

yang buruk terkait dengan sikap dan perilaku penggunaan jamban.

Penyusunan lembar balik mempertimbangkan teknik 5A yang berisi

pertanyaan-pertanyaan seputar pengetahuan tentang BAB sembarangan, dampak

yang ditimbulkan dari BAB Sembarangan disertai persetujuan untuk berperilaku

BAB di jamban. Saat sesi konsuling, klien juga diajak untuk mendiskusikan alur

kontaminasi disertai pemutaran video tentang transmisi fecal oral.Selanjutnya

67
klien diajak untuk menempel poster di dinding kamar mandi dan dilanjutkan

dengan pembagian leaflet berisi anjuran STOP BABS. Pemilihan media lembar

balik beserta isinya yang diimplementasikan dari teknik konseling 5A sesuai

dengan langkah-langkah pemicuan STBM yang diatur dalam Permenkes No 3

Tahun 2014. Langkah pemicuan yang dimaksud ialah tentang diskusi alur

kontaminasi dimana fasililator tidak boleh memberikan komentar apapun, biarkan

mereka berfikir dan ingatkan kembali hal ini ketika membuat rangkuman pada

akhir proses analisis.

Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini ialah penelitian Mahbub

Ul Alam. Et. Al tahun 2017. Penelitian tersebut menggunakan media poster yang

ditempel di tiap dinding atau bilik, kemudian dilakukan pertemuan penyuluhan

STBM menggunakan lembar balik tiap minggu di bulan pertama kemudian tiap 2

minggu selama 5 bulan.

Penelitian yang sudah dilakukan di Zambia oleh Joseph pada tahun 2016

juga mengaplikasikan langkah-langkah pemicuan berupa diskusi alur kontaminasi

beserta simulasi kontaminasi. Penelitian tersebut melakukan pelatihan yang

menjelaskan bahwa warga selama ini memakan feses nya sendiri dikarenakan

sanitasi dan higienitas yang buruk, selanjutnya mengajak partisipan berkeliling

pada lokasi open defekasi dengan membawa beberapa feses lalu ditunjukkan

makanan yang diletakkan di samping feses dan ada lalat yang hinggap. Kegiatan

tersebut merupakan rangkaian simulasi kontaminasi.

Penelitian lain oleh Caruso tahun 2019 di India juga menggunakan

serangkaian kegiatan pemicuan yang sama dengan penelitian ini, salah satunya

dengan kegiatan Positive Deviant Household Recognition yaitu setiap Kepala

68
Keluarga memasang poster depan rumah dan menyatakan kontribusinya menuju

‘desa yang bersih, sehat, dan indah. Selanjutnya ada kegiatan Household visit

yaitu kunjungan door to door ke rumah yang terdapat jamban, dan mengingatkan

kembali tentang komitmen menuju ‘desa yang bersih, sehat, dan indah dengan

pemberian poster.

6.10 Hubungan Petugas Kesehatan Sebelum Konseling Terhadap Penerapan

Pilar 1 STBM

Berdasarkan tabel 5.4 hasil multivariate ,petugas kesehatan sebelum

dilakukan konseling memiliki kemungkinan 0.071 kali terhadap terjadinya

penerapan pilar 1 STBM. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Jony Crocker, et al tahun 2016 di Ethiopia bahwa petugas kesehatan dan

pemimpin daerah sangat berpengaruh dalam pelaksanaan konseling terhadap

buang air besar sembarangan. Buang air besar sembarangan menurun 13.8% di

ethiopia (Crocker J, et al, 2016)

6.11 Hubungan Tingkat Pengetahuan Setelah Konseling Terhadap

Penerapan Pilar 1 STBM

Berdasarkan tabel 5.4 hasil multivariate, tingkat pengetahuan sesudah

dilakukan konseling memiliki kemungkinan 3.239 kali terhadap terjadinya

penerapan pilar 1 STBM. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kristen Aimjoy et al tahun 2017 di ethiopia bahwa anak – anak yang memiliki

pengetahuan tentang buang air besar sembarangan dapat membawa keluarganya

untuk tidak buang air besar sembarangan, hal ini menurunkan risiko terjadinya

buang air besar sembarangan di ethiopia (Aimjoy K, et al. 2017)

69
Setelah dilakukan konseling oleh petugas terhadap peningkatan

pengetahuan hal ini membuat tingkat pengetahuan merupakan faktor yang paling

berpengaruh terhadap penerapan tidak buang air besar sembarangan (Aimjoy K, et

al. 2017)

70

Anda mungkin juga menyukai