Anda di halaman 1dari 6

Turki

Keramik tersusun dari tanah liat dan material anorganik yang lain seperti kuarsa, feldspar,
dan karbonat. Tanah Liat merupakan material awal yang paling penting dalam pembutan keramik
karena pembentukan keramik sangat dipengaruhi oleh sifat dari material asal. Oleh karena itu
diperlukan karakterisasi material awal sehingga proses pembuatan bisa dilakukan secara optimal.
Salah satu karakterisasi yang cukup penting adalah mengetahui sifat termal bahan, karena sifat ini
sangat berpengaruh saat proses pembakaran terjadi. Analisis sifat termal suatu material dapat
menggunakan TGA/DTA.

(a) (b)
Gambar 1. Termogram TGA/DTA tanah liat (a) aflyon (b) Istanbul

Analisis sifat termal tanah liat telah dilaporkan adalah tanah liat dari Turki.(Celik, 2010)
Tanah liat yang dianalisis dengan menggunakan DTA/TGA adalah tanah liat yang berasal adari
Afyon dan Istanbul (Turki). Analisis dengan DTA/TGA menunjukkan terdapat puncak endotermik
pada 111,3 ºC untuk tanah liat dari Afyon dan 128 ºC untuk tanah liat dari Istanbul. Kedua puncak
endotermik ini menunjukkan terdapat hilangnya air yang diserap dan air yang terdapat pada
interlayer pada tanah liat. Jumlah massa yang hilang pada tanah liat Afyon sebesar 7.2 % dan untuk
Istanbul sebesar 1.2 %. Reaksi eksotermik yang terjadi antara suhu 200-400 ºC merupakan
dekomposisi dari material organik. Pada suhu 560 ºC ( Afyon) dan 558 ºC (Istanbul) menunjukkan
terdapat puncak endotermik menunjukkan terjadinya dehidroksilasi dan transformasi kursa. Pada
suhu ini massa yang hilang sebesar 2,2 % untuk tanah liat di Afyon dan 9,6 % untuk tanah liat dari
Istanbul. Penurunan massa yang cukup besar pada tanah liat yang berasal dari Istanbul disebabkan
karena kandungan mineral dari tanah liat Istanbul yang tinggi. Termogram DTA/TGA pada tanah
liat Afyon menunjukkan terdapat dehidroksilasi montmorilonit. Pembentukan γ-Al2O3 dari
metakaolin ditunjukkan pada puncak eksotermik pada suhu 915 ºC ( Afyon) dan 945 ºC (Istanbul).
Pucak eksotermik 1078 °C untuk tanah liat Afyon dan 1122 °C untuk tanah liat Istanbul
menunjukkan terdapat kristalisasi dari mulit. Kandungan kaolin dari tanah liat Istanbul lebih tinggi
dari pada Afyon, hal ini terlihat intensitas puncak tanah liat Istanbul pada daerah sekitar 900 °C
lebih tinggi jika dibandingkan dengan intensitas puncak tanah liat Afyon.

Cambodia

Penelitian mengenai tanah liat yang digunakan sebagai material awal keramik juga di
lakukan oleh Ngun dkk., (2011). Analisis termal dilakukan pada tanah liat yang berasal dari negara
Kamboja. Tanah liat yang dianalisis terdiri dari 4 sampel yaitu 3 sampel yang berasal dari
Chhnang (C1, C2, dan C3) dan satu sampel berasal dari Kandal (C4). Hasil analisis DTA/TGA
ditunjukkan pada gambar 2. Termogram DTA sampel C1, C2, C3, dan C4 menunjukkan tedapat
tiga puncak endotermik dan tidak ada satupun puncak eksotermik. Puncak endotermik pertama
yang muncul pada daerah sekitar 100 ºC menunjukkan hilangkan air yag terikat pada tanah liat.
Pada suhu 100 ºC massa yang hilang untuk sampel C1, C2, C3, dan C4 adalah 5.8, 6.0, 2.7, dan
3.3 %. Puncak endotermik kedua muncul pada suhu sekitar 500 ºC menunjukkan terjadinya
dehidroksilasi dan pada suhu ini kaolinit berubah menjadi metakaolin dan melepaskan air. Massa
yang hilang pada suhu sekitar 500 ºC untuk sampel C1, C2, C3, dan C4 sebesar 4.5, 3.0, 2.6, dan
3.2%. Puncak endotermik yang ketiga terdapat pada daerah antara1060 dan 1100 ºC. Pada suhu
ini kemungkinan terbentuk cairan silikat . (Ngun dkk., 2011)
Gambar 2. Termogram DTA/TGA Tanah liat Chhnang (C1, C2, dan C3) dan Kandal (C4)

Tunisia

Gambar 3. Temogram DTA/TGA tanah liat Djebel Oust, Tunisia

Mahmoudi dkk. pada tahun 2008 melaporkan hasil analisis termal yang berasal dari
Tunisia. Sampel yang digunakan adalah Tanah liat berasal dari Djebel Oust, Tunisia. Hasil
DTA/TGA ditujukkan pada gambar 3. pada suu rendah sekitar 117 dan 120 °C menunjukkan
hilangnya air. Ketika suhu dinaikan hingga 530-540 °C terjadi dehidroksilasi dan terbentuk
material amorf dari kedua sampel. Reaksi dekarbonasi kalsit tampak pada suhu 716–770
°C(Mahmoudi dkk., 2008).

Turki

Gambar 4. Termogram DTA dan TGA dari tanah liat Denizli, Turki

Analisis termal untuk tanah liat yang berasal dari Denizli, Turki telah dilaporkan oleh
Semiz (2017). Hasil analisis menunjukkan terdapat dua puncak endotermik yaitu pada suhu sekitar
100 °C dan pada suhu sekitar 450 °C. Pada puncak endotermik yang pertama menunjukkan
terdapat air yang terserap dan air interlayer yang hilang. Suhu endotermik yang kedua (450 °C)
menunjukkan hilangnya gugus hidroksi dari struktur tanah liat. Pada suhu lebih dari 750 °C tidak
terdapat massa yang hilang, hal ini menunjukkan tidak terdapat reaksi dekarbonasidari karbonat.
Pada keempat sampel tidak tampak puncak ekstermik, kecuali pada sampel TR1 dimana terdapat
puncak eksotermik yang kecil pada suhu sekitar 900 °C pada suhu ini terjadi pembentukan γ-Al2O3
spinel dari metakalonit (Semiz, 2017)
SEM

Kaolin merupakan salah material yang dapat digunakan sebagai bahan keramik. Yanik dkk.
(2010) melaporkan tentang penggunaan kaolin yang berasan dari Kesan, Turki. Salah satu proses
dalam pembuatan keramik adalah proses pembakaran dimana pada proses pembakaran akan
terbentuk mulit. Salah satu cara untuk mengamati pembentukan mulit adalah dengan analisis
menggunakan SEM. Gambar 5 merupakan hasil analisis kaolin dengan menggunakan SEM.
Gambar 5 a kaolinit yang membentuk buku-buku dengan berbagai macam ukuran. Dari hasil SEM
tidak tampak adanya partikel tunggal dan sebagian besar dari kaolinit memiliki tepi yang kasar.
Ukuran serpihan kaolinit berkisar kurang dari 2 μ dan sebagaian besar partikel berukuran kurang
dari 3 μ. PArtikel kaolin membentuk serpihan dan berbuku-buku dan sebagian besar berbebtuk
pseudohexagonal dan yang lainnya memiliki bentuk yang tidak teratur. Gambar 5b merupakan
morfologi ketika sampel telah dibakar pada suhu 1140 °C selama 70 menit. Proses pembakaran
menyebabkan terbentuknya ukuran submikrometer. Terdapat tiga tipe mulit yang terbentuk,Mulit
primer (Tipe 1) memiliki ukuran kurang dari 0.5 μm (panjang). Mulit sekunder (Tipe II) memiliki
bentuk memanjang dengan ukuran panjang 6-7 μm dan lebar 0.5 μm, Dan kristal mulit yang
menyerupai jarum (tipe III) juga terlihat akan tetapi jumlahnya sedikit (Yanık dkk., 2010).
Celik, H. (2010), “Technological Characterization and Industrial Application of Two Turkish
Clays for the Ceramic Industry.” Applied Clay Science, Vol. 50, No. 2, Hal. 245–54.

Mahmoudi, S., Srasra, E., dan Zargouni, F. (2008), “The Use of Tunisian Barremian Clay in the
Traditional Ceramic Industry: Optimization of Ceramic Properties.” Applied Clay Science, Vol.
42, No. 1–2, Hal. 125–29.

Ngun, B.K., Mohamad, H., Sulaiman, S.K., Okada, K., dan Ahmad, Z.A. (2011), “Some
Ceramic Properties of Clays from Central Cambodia.” Applied Clay Science, Vol. 53, No. 1, Hal.
33–41.

Semiz, B. (2017), “Characteristics of Clay-Rich Raw Materials for Ceramic Applications in


Denizli Region (Western Anatolia).” Applied Clay Science, Vol. 137, , Hal. 83–93.

Yanık, G., Esenli, F., Uz, V., Esenli, V., Uz, B., dan Külah, T. (2010), “Ceramic Properties of
Kaolinized Tuffaceous Rocks in Kesan Region, Thrace, {NW} Turkey.” Applied Clay Science,
Vol. 48, No. 3, Hal. 499–505.

Anda mungkin juga menyukai