PENDAHULUAN
Hepatitis A merupakan penyakit menular yang menyerang liver, disebabkan oleh virus hepatitis
A, dan dapat dicegah dengan pemberian vaksin. 1 Berdasarkan data WHO 2017, diperkirakan
terdapat 11000 kematian di seluruh dunia akibat hepatitis A di tahun 2015 (sekitar 0,8% dari total
kasus hepatitis viral).2 Di regio Asia Tenggara, diperkirakan terdapat 400.000 kasus setiap
tahunnya, 800 di antaranya berakhir dengan kematian.3 Mode transmisi primer untuk HAV
adalah melalui fekal-oral, melalui kontak dekat (seksual/tinggal serumah) atau eksposur
makanan dan minuman yang terkontaminasi feses manusia, meskipun jumlahnya kecil. Secara
praktis, manusia merupakan host satu-satunya bagi HAV.4
Penyakit ini memiliki beberapa jenis manifestasi klinis, dari yang asimptomatik hingga
berkembang menjadi gagal hati fulminant. Terdapat juga manifestasi ekstrahepatik.5
Perbaikan dalam hal higienitas dan sanitasi memberikan efek yang bermakna terhadap
kejadian hepatitis A. Vaksinasi dan imunisasi pasif juga berperan dalam menurunkan insidens
pada kelompok risiko tinggi.6
BAB II
KASUS
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke poli penyakit dalam RSRT (22/5/2019) dengan
keluhan kulit berwarna kuning sejak 1 hari SMRS. Kuning terjadi di seluruh tubuh hingga ke
bagian mata, disertai rasa gatal ringan. Pasien juga mengeluh nyeri perut kanan atas yang
dirasakan sejak 4 hari SMRS. Nyeri perut muncul tiba-tiba, rasanya seperti ditusuk-tusuk,
berlangsung terus menerus, dan tidak menjalar. Selain itu juga timbul mual-muntah, bersamaan
dengan nyeri perut. Mual dirasakan terus menerus seharian dan semakin parah setiap harinya,
sehingga pasien malas makan dan minum. Pasien mengatakan hanya muntah 1 kali, berupa
makanan yang telah dikunyah, banyaknya sekitar 1 gelas belimbing, tidak ada warna
kehitaman/seperti ampas kopi. Pasien sudah minum obat lambung untuk mengurangi mual dan
nyeri perut. Mual dikatakan agak berkurang, namun tidak ada perbaikan dari nyeri perut.
Pasien mengatakan sempat meriang sekitar 4 hari SMRS. Meriang terjadi terus menerus
sepanjang hari, namun pasien tidak pernah mengukur suhu tubuhnya. Pasien mengaku tidak
menggigil, tidak berkeringat dingin, tidak kejang, namun tubuhnya terasa pegal hingga malas
bangun dari tempat tidur.
Pasien juga mengalami sakit kepala yang terjadi bersamaan dengan meriang, sekitar 4
hari SMRS. Sakit kepala muncul tiba-tiba, rasanya seperti berdenyut di seluruh bagian kepala,
dan berlangsung terus menerus seharian. Pasien hanya minum jahe hangat untuk meredakan
keluhan. Sakit kepala dan meriang dirasakan agak membaik sekitar 2 hari SMRS.
Pasien mengeluh air seninya berwarna coklat seperti teh sejak 1 hari SMRS. Frekuensi
BAK 5 kali dalam sehari. Tidak ada keluhan nyeri berkemih. Pasien tidak mengalami diare, BAB
1 kali sehari, konsistensi lunak, namun tidak memperhatikan warna fesesnya.
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien baru saja lepas rawat inap akibat demam dengue
(pulang tanggal 12/5/19) dan riwayat operasi hernia reponibel inguinal sinistra tahun 2011, di
RSRT. Riwayat alergi, penyakit jantung, paru, DM, hipertensi, penyakit liver, riwayat neonatal
jaundice, kelainan darah disangkal.
Pada riwayat penyakit keluarga, tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami keluhan
badan kuning serupa dengan pasien. Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung-paru, alergi,
penyakit liver, sirosis, kelainan darah disangkal.
Riwayat imunisasi, pasien mengaku imunisasi dasar lengkap, belum pernah mendapatkan
booster.
Riwayat kebiasaan, pasien mengaku lebih sering makan di luar rumah (warung pinggir
jalan), tidak rutin mencuci tangan sebelum makan. Menurut pasien, ia terakhir kali makan di luar
sekitar awal bulan Mei (3 minggu SMRS). Pasien juga jarang berolahraga. Pasien mengatakan
tidak pernah makan makanan laut yang masih mentah, tidak pernah menggunakan narkoba, tidak
merokok, tidak pernah mendapat transfusi darah, dan belum pernah berhubungan seksual.
Riwayat asupan nutrisi, pasien makan 3-4 kali dalam sehari, dengan nasi, lauk daging
(sapi/ayam/ikan), sayur, dan buah segar 2 porsi per hari. Minum sekitar 10 gelas air per hari.
Pemeriksaan Sistem
Kandung Empedu: kontur dan besar baik. Tidak tampak sludge/batu di dalamnya. Dinding KE
regular, tampak penebalan dan edematous
Lien: Kontur dan ukura 11,72 x 6,60 cm. Permukaan regular. Ekostruktur parenkim homogen
normal. Tidak tampak lesi SOL hipo/hiperekoik. Tidak tampak pelebaran vena lienalis.
Pankreas: kontur dan bentuk normal. Permukaan regular. Ekostruktur parenkim homogen
normal. Tidak tampak lesi SOL hipo/hiperekoik. Duktus pankreatikus tidak tampak melebar.
Kedua ginjal: kontur dan bentuk normal. Ekostruktur korteks dan medulla baik. PCS ginjal
kanan dankiri tidak melebar. Tidak tampak batu maupun SOL.
Aorta: kontur dan besar aorta yang dapat tervisualisasi baik. Tidak tampak pembesaran KGB di
sekitarnya.
Buli: kontur dan besar baik. Dinding tidak menebal, tidak tampak batu/SOL. Muara kedua ureter
dan uretra tidak tampak lesi/SOL.
Prostat: ukuran +/- 8,58 ml kontur baik, kapsula intak. Ekostruktur parenkim homogen normal.
Tidak tampak lesi SOL hipo/hiperekoik. Jaringan periprostat tidak tampak lesi/SOL.
Kesan: Hepar fatty liver, tidak tampak gambaran lesi/SOL. KE gambaran cholecystitis. Lien
agak membesar. Prostat dalam batas normal. Pankreas, kedua ginjal, buli, aorta dalam batas
normal. Saran korelasi dengan lab dan klinis.
Resume
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke poli penyakit dalam RSRT (22/5/2019) dengan
keluhan kulit berwarna kuning sejak 1 hari SMRS. Kuning terjadi di seluruh tubuh hingga ke
bagian mata, disertai rasa gatal ringan. Keluhan tambahan berupa nyeri perut kanan atas sejak 4
hari SMRS, rasanya seperti ditusuk-tusuk, kontinu. Pasien juga mengeluh mual terus menerus
dan muntah berisi sisa makanan 1 kali. Ada meriang sekitar 4 hari SMRS dan berlangsung terus
menerus, suhu tubuh tidak pernah diukur, disertai sakit kepala berdenyut. Air seni berwarna
coklat seperti teh sejak 1 hari SMRS, BAB tidak ada diare namun warnanya tidak diperhatikan
pasien. Pengobatan yang sudah diberikan: obat lambung (hanya mengurangi mual), jahe hangat
(meredakan sakit kepala dan meriang).
Pada riwayat penyakit dahulu, pasien baru saja lepas rawat inap akibat demam dengue
(pulang tanggal 12/5/19) dan riwayat operasi hernia reponibel inguinal sinistra tahun 2011, di
RSRT.
Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami keluhan badan kuning serupa dengan
pasien.
Riwayat kebiasaan, pasien mengaku lebih sering makan di luar rumah (warung pinggir
jalan), tidak rutin mencuci tangan sebelum makan. Menurut pasien, ia terakhir kali makan di luar
sekitar awal bulan Mei (3 minggu SMRS).
Pemeriksaan fisik didapatkan jaundice, pasien tampak sakit sedang, antopometri obesitas
grade 1 (IMT 33,2). Sklera ikterik bilateral. PF abdomen palpasi didapatkan hepatomegaly 2 jari
di bawah arcus costae, konsistensi lunak, permukaan teraba licin, nyeri tekan kuadran kanan atas
dan nyeri tekan epigastrium.
Diagnosis:
Tatalaksana
1. Farmakologi:
Domperidone 3x1 tab a.c
Pantoprazole IV 1 x 40 mg
Minophagen (glycyrrhizin) 2 amp + NaCl 0,9% 100ml 1x/hari
Paracetamol 3 x 500 mg k/p
Dexametason IV 3 x 1 amp
Asam ursodeoksikolat 2 x 250 mg
2. Non farmakologi:
Infus triofuchsin 500ml/12 jam
Diet tinggi protein 120g/hari, makanan lunak (nasi tim), rendah lemak
Rencana evaluasi:
Prognosis
Ad vitam: ad bonam
Ad functionam: ad bonam
Ad sanationam: ad bonam
Kesimpulan
Seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang didapatkan diagnosis Hepatitis A akut, fatty liver, dan obesitas grade 1.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Hepatitis A merupakan penyakit menular yang menyerang liver, disebabkan oleh virus hepatitis
A, dan dapat dicegah dengan pemberian vaksin.1
3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO 2017, diperkirakan terdapat 11000 kematian di seluruh dunia akibat
Hepatitis A di tahun 2015 (sekitar 0,8% dari total kasus hepatitis viral). 2 Di region Asia Tenggara,
diperkirakan terdapat 400.000 kasus setiap tahunnya, 800 di antaranya berakhir dengan
kematian. Namun, penyakit ini tidak termasuk dalam daftar prioritas masalah kesehatan
masyarakat, mengingat region ini termasuk endemik hepatitis A sehingga kebanyakan orang
telah memiliki kekebalan akibat infeksi HAV di masa kecilnya (biasanya bersifat asimptomatik).
Oleh karena itu, vaksin Hepatitis A tidak dimasukkan dalam program wajib imunisasi universal.3
HAV banyak diderita di regio Afrika, Asia, dan Amerika Selatan, dengan bukti infeksi di
masa lampau yang hampir universal. Biasanya infeksi ini terjadi di masa kanak-kanak dan
bersifat asimptomatik. Tidak ada predileksi seks pada penyakit ini. HAV umumnya diderita oleh
petugas social, homoseksual (gay), dan pekerja gorong-gorong/saluran limbah. Semakin
bertambahnya umur, penyakit akan lebih simptomatik dan kemungkinan timbulnya sekuele lebih
besar. Mortalitas akibat gagal hati fulminant juga meningkat seiring usia.6
3.3 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis A. Berdasarkan penelitian cloning molekuler dari
genom RNA virus hepatitis A tahun 1980, virus ini diklasifikasikan dalam family Picornaviridae,
genus Hepatovirus. Memiliki RNA satu-untai (single-stranded), positive sense dengan panjang
sekitar 7.5kb.7
Virus ini memiliki dua bentuk. Yang pertama, virion yang tidak memiliki envelop
(“naked”), terdapat dalam feses individu yang terinfeksi. Ukurannya kecil, diameter 27nm,
memiliki kapsid protein icosahedral yang membungkus genomnya. Bentuk kedua adalah Quasi-
enveloped virion (eHAV) yang disekresi secara non-litik dari sel-sel yang terinfeksi. 7 Ditemukan
dalam darah serta cairan supernatant dari kultur sel yang terinfeksi. Virion diselubungi host-
derived membrane yang melindungi kapsid dari antibodi, hingga quasi-envelopnya didegradasi
dalam kompartemen endosom. Virion jenis kedua tetap sama infeksiusnya seperti virion non-
envelop.8
Virus Hepatitis A relatif stabil pada pH rendah, juga di temperatur beku hingga moderat.
Virus akan inaktif pada suhu tinggi (>85C selama 1 menit) dan disinfeksi menggunakan larutan
natrium hipoklorit dalam air (perbandingan 1:100).9
Virus HepA sangat resisten terhadap deterjen dan pelarut organic seperti ether dan
kloroform. Cara efektif untuk membasminya dengan autoklaf (suhu 121C)
Virus ini dapat bertahan selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan di air tawar yang
terkontaminasi, air laut, air limbah (selokan), tanah, sedimen laut, tiram hidup. Tiram yang telah
dikemas kalengan juga masih dapat menyebarkan Hepatitis A.
Mode transmisi primer untuk HAV adalah melalui fekal-oral, melalui kontak dekat
(seksual/tinggal serumah) atau eksposur makanan dan minuman yang terkontaminasi feses
manusia, meskipun jumlahnya kecil. Secara praktis, manusia merupakan host satu-satunya bagi
HAV.
Masa inkubasi HAV rata-rata 28 hari, dengan rentang 15-50 hari. Pasien dianggap dapat
menularkan HAV selama 2 minggu sebelum dimulainya gejala, hingga 1-2 minggu setelah
timbul gejala. Virus masih dapat diekskresikan dalam tinja selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan, terutama pada anak-anak dengan kondisi imunokompromais.
Pada kasus, pasien mengatakan makan di luar terakhir kali di awal bulan Mei. Rentang
waktu hingga timbulnya gejala sekitar 3 minggu (21 hari). Dengan asumsi makanan yang
dikonsumsinya terkontaminasi HAV, maka cocok dengan masa inkubasi yang berkisar
antara 15-50 hari.
Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kemungkinan infeksi HAV harus
menerapkan standar keselamatan dengan penggunaan sarung tangan, mencuci tangan dengan
sabun dan air hangat. Perlu diingat bahwa HAV kemungkinan tidak bisa diinaktivasi hanya
dengan penggunaan hand-rub berbasis alkohol.
Traveler atau pekerja (termasuk militer) yang pergi ke daerah endemic Hepatitis A
Native Americans
Hubungan seks dengan sesama laki-laki
Pemakai zat illegal, baik injeksi maupun tidak
Pekerjaan berkaitan dengan virus Hepatitis A atau primata
Orang dengan penyakit liver kronik (fibrosis tingkat lanjut atau sirosis)
Tinggal di area dengan tingkat kejadian hepatitis A yang tinggi atau sedang mewabah
Tinggal di kamp pengungsian
Tinggal dan kontak dekat dengan penderita hepatitis A
Bekerja di penitipan anak/day-care
Terekspos makanan atau air yang terkontaminasi
Pada kasus, hanya ditemukan satu faktor risiko: terekspos makanan/air yang
terkontaminasi. Wabah hepatitis A di lingkungan pasien disangkal.
3.6 Patofisiologi5
HAV utamanya bereplikasi di dalam hepatosit. Namun, studi yang dilakukan pada hewan juga
menunjukkan antigen HAV di sel epitel kripta usus dan lamina propria di usus halus, sehingga
ada kemungkinan HAV juga bereplikasi di tempat-tempat ini.
Virus masuk secara per oral, menuju traktus gastrointestinal, kemudian dibawa ke
membrane basolateral hepatosit melalui sirkulasi portal. Kerusakan hepatoseluler pada infeksi
HAV akut dimediasi oleh berbagai mekanisme imun. Virus akan merangsang sel T untuk
melepaskan interferon gamma yang bersifat sitotoksik. Sistem imun non-adaptif juga
mengadakan apoptosis sel hepar yang terinfeksi dan inflamasi. Virus yang telah bereplikasi akan
disekresi dalam empedu lalu dikeluarkan lewat tinja.
1. Infeksi asimptomatik
2. Simptomatik (jaundice, urin berwarna gelap, tinja berwarna pucat seperti dempul)
3. Hepatitis kolestasis dengan peningkatan alkali fosfatase, bilirubin, dan pruritus
4. Infeksi relaps
5. Hepatitis fulminan
Infeksi HAV akut pada orang dewasa biasanya bersifat self-limiting. Simptom muncul pada
lebih dari 70% kasus dewasa, dan sangat jarang dijumpai pada anak di bawah 6 tahun. Gejala
yang timbul berupa nausea dan muntah yang muncul tiba-tiba, malaise, dan nyeri perut. Dalam
waktu beberapa hari, terdapat urin berwarna gelap (bilirubinuria), tinja berwarna pucat, diikuti
jaundice dan pruritus (40-70% kasus). Jaundice akan memuncak dalam waktu 2 minggu.
Pada kasus, pasien berada pada fase simptomatik, dengan keluhan kulit kuning di seluruh
tubuh, urin berwarna seperti teh. Gejala lain yang cocok ditemukan berupa nausea dan
muntah yang timbul mendadak, nyeri perut, malaise, disertai rasa gatal ringan pada kulit.
Temuan pemeriksaan fisik meliputi demam, jaundice, sclera ikterik, hepatomegaly (80%
kasus), dan nyeri kuadran kanan atas. Dalam beberapa kasus dapat juga ditemui splenomegaly
dan manifestasi ekstrahepatik. HAV dikeluarkan melalui tinja dalam konsentrasi tinggi dari 2-3
minggu sebelum onset klinis hingga 1 minggu setelah onset.
Pada kasus, pasien hanya mengalami meriang (ada kemungkinan demam ringan, namun
tidak dapat dipastikan karena pasien tidak pernah mengukur suhu di rumah selama
periode meriang), sclera ikterik bilateral, hepatomegali sebesar 2 jari di bawah arcus
costae, tepi tajam, permukaan licin, disertai nyeri tekan kuadran kanan atas dan
epigastrium.
Gagal hati fulminant didefinisikan sebagai kerusakan liver parah disertai ensefalopati dan
gangguan sintesis liver (ditandai dengan kadar INR ≥1.5, biasanya terjadi pada pasien >50 tahun
dan pasien menderita gangguan liver lain seperti hepatitis B dan C.11
Didapatkan limfositosis ringan, jarang sekali didapatkan pansitopenia dan hemolysis ringan.
Pemeriksaan PT (prothrombin time) biasanya dalam batas normal atau mendekati normal. Jika
didapatkan pemanjangan, perlu dilakukan pemantauan ketat.
Peningkatan ALT dan AST sensitive untuk infeksi HAV.6 Didapatkan peningkatan serum
aminotransferase (>1000 IU/dL, rata-rata 1952-3628 IU/L), alkali fosfatase meningkat
hingga 400 U/L, rata-rata 319–335 IU/L.12 Serum aminotransferase meningkat terlebih
dahulu sebelum terjadi kenaikan bilirubin, dan mencapai puncaknya sekitar 1 bulan
pasca-paparan virus dan menurun hingga 75% per minggu. Kadar bilirubin serum
menurun dalam 2 minggu. Temuan lain berupa peningkatan reaktan fase akut dan
penanda inflamasi.11
Kadar bilirubin meningkat segera setelah onset bilirubinuria, dan dapat tetap tinggi
selama beberapa bulan. Jika melebihi 3 bulan mengindikasikan infeksi HAV kolestatik.
Rata-rata kadarnya mencapai 7–13 mg/dL. Bilirubin direk dan indirek sama-sama
meningkat pada keadaan hemolysis.6 Namun jika didapatkan pemanjangan PT <40% dan
kadar bilirubin yang tinggi tanpa adanya bukti hemolysis mengindikasikan hepatitis berat
dengan potensi terjadi gagal hati akut.12
Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan monositosis. Masih terdapat kemungkinan
adanya hemolysis ringan, karena ditemukan juga peningkatan bilirubin indirek, di
samping bilirubin total dan bilirubin direk. Penanda inflamasi berupa hs-CRP juga
meningkat. SGOT dan SGPT meningkat akibat kerusakan hepatosit. Peningkatan gamma-
GT menandakan adanya kolestasis sementara akibat hepatitis.
Digunakan untuk menegakkan diagnosis infeksi HAV. Tes ini positif pada saat onset
gejala, biasanya bersamaan dengan peningkatan ALT. Pemeriksaan ini sensitive dan
spesifik, hasilnya dapat tetap positif selama 3-6 bulan pasca infeksi primer, pada 25%
kasus bahkan bertahan selama 12 bulan. Pada pasien dengan hepatitis relaps, IgM akan
tetap ada.6
Namun anti HAV IgM juga bisa tidak terdeteksi pada 6-11% pasien simptomatik,
terutama jika sampel diambil pada fase awal gejala. Untuk itu diperlukan pemeriksaan
ulang anti HAV IgM 2-5 hari setelah pemeriksaan pertama, jika didapatkan kecurigaan
klinis. Jika didapatkan serokonversi (anti HAV IgM positif pada pemeriksaan kedua),
maka diagnosis hepatitis A bisa ditegakkan. Jarang sekali didapatkan hasil false-positive
(8-20% kasus pada orang yang baru mendapatkan vaksin HAV).12
Pada pasien, didapatkan titer anti-HAV IgM positif 2.60, hal ini menandakan benar
terinfeksi HAV. Sementara titer HbsAg non reaktif, kemungkinan hepatitis B dapat
disingkirkan.
Akan muncul setelah IgM dan bertahan hingga bertahun-tahun. Temuan anti HAV IgG
positif tanpa adanya IgM mengindikasikan infeksi pada masa lampau atau karena
vaksinasi.
3.8.4. Pencitraan
Biasanya tidak diperlukan pada infeksi HAV. Ultrasonografi mungkin dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding, dan wajib dilakukan jika pasien mengidap gagal hati
fulminant.6
Hasil yang mungkin ditemukan dari pemeriksaan USG pada hepatitis A meliputi
hepatomegaly, penebalan dinding kandung empedu >3mm (80% kasus). Pemeriksaan CT scan
kemungkinan dapat dijumpai ‘low attenuating halo’ di sekitar vena porta kanan (periportal
tracking) dan pembesaran limfonodus perihepatik.12
Pada pasien, dilakukan pemeriksaan USG abdomen dengan kesan hepar fatty liver, serta
tanda peradangan pada kandung empedu, kemungkinan penyebabnya sekunder akibat
hepatitis. Kemungkinan jaundice karena malformasi atau obstruksi saluran bilier sudah
dapat disingkirkan.
Pada gagal hati fulminant, terdapat kerusakan sel ekstensif dengan ‘balooning’, yang merupakan
tanda proses apoptosis, seperti ditunjukkan gambar di bawah
Diagnosis banding infeksi HAV termasuk virus lainnya yang juga dapat menyebabkan hepatitis,
dan dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan serologic:
Hepatitis B, C, D, dan E
Hepatitis A dan E merupakan infeksi akut yang sama-sama disebarkan lewat transmisi
fekal-oral. Hepatitis B dan C dapat bermanifestasi secara akut maupun kronik, dan
transmisinya melalui cairan tubuh. Infeksi oleh virus hepatitis D dapat termanifestasi
sebagai hepatitis akut jika pasien tersebut sudah terinfeksi virus hepatitis B.
Virus Epstein-Barr dan cytomegalovirus adanya gangguan fungsi hati disertai demam,
rasa lelah, limfadenopati
Virus Yellow Fever ditransmisikan oleh nyamuk di daerah endemis. Gejalanya berupa
malaise dan keluhan tidak spesifik berupa demam dan gangguan gastrointestinal
Virus Herpes Simplex dapat menyebabkan komplikasi hepatitis, biasanya fulminant,
terjadi pada orang imunokopromais
Adenovirus dapat menyebabkan komplikasi hepatitis, juga pada orang dengan daya tahan
tubuh yang lemah
Infeksi HIV dapat menyebabkan hepatitis, meskipun kasusnya jarang.
3.10 Tatalaksana
Tidak ada tatalaksana spesifik untuk infeksi HAV, pengobatan bersifat simptomatik. Pasien boleh
beraktivitas sesuai batas kemampuannya, dan diet tinggi kalori dan protein. Jika terjadi mual
muntah berat, disarankan rawat inap untuk pemasangan jalur IV.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien sudah tepat, dengan obat asimtomatik. Untuk
mengatasi mual diberikan domperidone 3x1 tab. Pantoprazole inj untuk mencegah stress-
related ulcer dan dyspepsia karena os tidak nafsu makan. Dexametason mengurangi
peradangan. Hepatoprotektor (glycyrrhizin) bukanlah tatalaksana wajib, namun jika
diberikan bermanfaat untuk menghambat apoptosis dan nekrosis sel-sel hati, sifatnya
sebagai antiinflamasi, serta antiviral (khususnya infeksi HCV). Asam ursodeoksikolat
berperan meningkatkan sekresi hepatobilier lewat jalur MAPK dan melindungi hepatosit
dari apoptosis akibat asam empedu yang stasis. Parasetamol diresepkan namun diberikan
jika perlu (selama perawatan, pasien tidak pernah minum paracetamol karena tidak
demam dan nyeri perut membaik cukup dengan pemberian pantoprazole).
3.11 Komplikasi
Komplikasi berupa manifestasi ekstrahepatik: gagal ginjal akut, kolesistitis, pankreatitis, efusi
pleura atau pericardial, hemolysis, hemofagositosis, pure red-cell aplasia, artritis reaktif akut,
kemerahan di kulit, dan manifestasi neurologis: mononeuritis, Guillain-Barre Syndrome,
transverse myelitis. Sekitar 10-20% pasien dapat mengalami hepatitis relaps dan kolestasis
berkepanjangan (kolestasis hepatitis) selama lebih dari 6 bulan. Kurang dari 1% pasien dewasa
dengan HAV akan progresif menjadi gagal hati fulminant.4
Jika infeksi HAV terjadi pada wanita hamil (terutama pada trimester kedua dan ketiga)
dapat memicu terjadinya kontraksi prematur, separasi plasenta (abruptio placentae), ketuban
pecah dini.12
Sekitar 10% pasien mengalami relaps gejala dalam kurun waktu 6 bulan. Durasi relaps
pada umumnya kurang dari 3 minggu. Penyebab relaps masih belum diketahui, dan tidak
ada faktor pencetusnya.
Pasien tampak membaik secara klinis setelah terjadi infeksi akut, kadar serum
aminotransferase hampit normal. Ketika relaps, manifestasi klnisnya biasanya lebih
ringan daripada saat awal infeksi. Serum anti-HAV IgM antibodi tetap positif dan virus
dapat ditemukan dalam tinja selama periode relaps. Pada umumnya, terjadi kesembuhan
sempurna pada pasien.
Dalam kasus yang jarang, infeksi HAV dapat menjadi pencetus terjadinya hepatitis
autoimun pada individu yang rentan. Didefinisikan sebagai hepatitis kronis yang ditandai
dengan hiperglobulinemia, adanya autoantibodi yang bersirkulasi dalam tubuh (ANA,
antismooth muscle, antiactin antibodies) dan tampak peradangan pada histologi liver.
3.12 Pencegahan17
Untuk mencegah hepatitis A dapat dilakukan dengan vaksinasi, immunoglobulin, dan praktik
kebersihan.
3.12.1 Vaksinasi
Semua anak berusia 12-23 bulan (sebelum umur 2 tahun) saat control ke dokter
Anak berusia 2-18 tahun yang tinggal di daerah dengan program vaksinasi rutin hepatitis
A
Orang yang akan bepergian/bekerja di negara dengan prevalensi menengah/tinggi
hepatitis A
Bayi berusia 6-12 bulan yang akan bepergian ke luar negeri
Hubungan seksual antar sesama laki-laki
Pengguna obat-obatan terlarang (injeksi dan noninjeksi)
Oang yang pekerjaannya terkait HAV (primata yang terinfeksi, petugas laboratorium)
Pasien penyakit liver kronik (hepatitis B dan C)
Pasien dengan gangguan factor koagulasi
Orang yang kontak langsung dengan penderita hepatitis A
Atas permintaan sendiri
Vaksin yang tersedia di Amerika: HAVRIX dan VAQTA. Terdapat juga vaksin kombinasi
HAV dan HBV (TWINRIX), HAV dan tifoid (Hepatyrix dan Vivaxim), serta HAV hidup yang
dilemahkan (BioVacA di India, MEDVAC-A di Guatemala, Filipina, Banglades, Nepal,
Uzbekistan, dan Chile). Pada individu yang sehat, vaksin HAV dapat memicu terbentuknya
antibodi dan dapat bertahan dalam kadar >95% selama lebih dari 20 tahun pasca vaksinasi.
Untuk individu sehat ≤40 tahun, dosis pertama vaksin diberikan segera sebelum bepergian ke
daerah endemis hepatitis A. Untuk individu >40 tahun, kondisi imunokompromais, dan
mengidap penyakit kronik (liver maupun kondisi medis lainnya) dan tidak memiliki waktu untuk
mendapat dua dosis vaksin sebelum bepergian, dosis pertama diberikan bersama dengan satu
dosis immunoglobulin (tempat injeksi harus berbeda).
Jika terjadi masalah sehubungan dengan jadwal pemberian vaksin, dosis kedua dapat
diberikan tanpa harus mengulang vaksinnya. Disarankan menggunakan merek vaksin yang sama.
Jika tidak dimungkinkan, boleh menggunakan merek lain (contoh HAVRIX dibooster dengan
VAQTA). Efek samping vaksinasi adalah demam, reaksi di tempat suntikan, timbul ruam, dan
sakit kepala. Vaksin HAV (virus inaktif) dapat diberikan bersamaan dengan vaksin difteri,
tetanus, pneumokokus, tifoid, kolera, rabies, tanpa mengubah imunogenesitas maupun
keamanannya.
Pemberian immunoglobulin dapat menurunkan insidens infeksi hepatitis A hingga lebih dari
90%. Berikut ini kelompok yang disarankan mendapat injeksi immunoglobulin ditambah dengan
vaksin hepatitis A:
Imunoglobulin yang tersedia (GamaSTAN), dosis 0,1 ml/kg IM (untuk perlindungan selama
maksimal 1 bulan) atau dinaikkan menjadi 0,2ml/kg IM (perlindungan hingga maksimal 2
bulan). Jika butuh perlindungan lebih lama, diberikan dosis ulangan 0,2ml/kg setiap dua bulan.
Mencuci tangan (setelah dari toilet, setelah mengganti popok bayi, sebelum memasak dan
makan)
Menghindari minum air keran dan makanan mentah di daerah dengan sanitasi buruk
Memanaskan makanan dengan benar (>85C dalam 1 menit). Makanan yang telah
dimasak tetap dapat mentransmisikan HAV jika temperatur memasaknya tidak adekuat
untuk membunuh virus, atau jika makanan terkontaminasi setelah dimasak
Penggunaan klorin, iodin, cairan desinfektan (1:100)
3.13 Prognosis6
Secara umum, prognosisnya baik. Penderita akan mendapatkan imunitas jangka panjang setelah
terinfeksi HepA. Biasanya tidak terjadi rekurensi maupun relaps, dan tidak ada sekuelae.
Kematian akibat HepA cukup jarang, jika terjadi biasanya pada pasien usia lanjut dan komorbid
penyakit liver lainnya. Penyebab kkematian karena gagal hati akut. Mortalitas akibat HepA
fulminant sekitar 1,8% pada orang berusia di atas 50 tahun.
BAB IV
KESIMPULAN
Hepatitis A merupakan peradangan pada liver yang disebabkan virus hepatitis A, endemic di
Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Penyakit ini ditransmisikan secara fekal-oral, kontak dekat
dengan penderita, serta terekspos dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Terdapat
lima pola klinis infeksi HAV, mulai dari yang asimptomatik hingga berkembang menjadi gagal
hati fulminant, juga pernah dilaporkan adanya manifestasi ekstrahepatik.
Untuk mendiagnosis infeksi HAV, selain dari pemeriksaan fisik, juga dibantu dengan
pemeriksaan penunjang: darah, tes fungsi hati, pemeriksaan serologic, dan pencitraan serta
histologi jika diperlukan. Tatalaksananya dengan pengobatan suportif, dan prognosis pada
umumnya baik, tidak berkembang menjadi kronik, sembuh tanpa gejala sisa. Namun alangkah
baiknya jika dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum terjangkit hepatitis A. Hal ini dapat
dicapai dengan vaksinasi, pemberian immunoglobulin, serta praktik kebersihan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hepatitis A Information | Division of Viral Hepatitis | CDC [Internet]. Cdc.gov. 2019
[cited 1 July 2019]. Available from: https://www.cdc.gov/hepatitis/hav/index.htm
2. Global hepatitis report, 2017. Geneva: World Health Organization; 2017.
3. Viral Hepatitis in the WHO South-East Asia Region [Internet]. New Delhi: World Health
Organization; 2011 [cited 1 July 2019]. Available from: http://hepcasia.com/wp-
content/uploads/2015/03/who_searo_viral-hepatitis-report.pdf
4. Koenig K, Shastry S, Burns M. Hepatitis A Virus: Essential Knowledge and a Novel
Identify-Isolate-Inform Tool for Frontline Healthcare Providers. Western Journal of
Emergency Medicine [Internet]. 2017 [cited 1 July 2019];18(6):1000-1007. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5654866/
5. Iorio N, John S. Hepatitis A [Internet]. Florida: StatPearls; 2019 [cited 1 July 2019].
Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459290/#_NBK459290_pubdet_
6. Gilroy R. Hepatitis A: Background, Pathophysiology, Etiology [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2019 [cited 1 July 2019]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/177484-overview#a2
7. Lemon S, Ott J, Van Damme P, Shouval D. Type A viral hepatitis: A summary and update
on the molecular virology, epidemiology, pathogenesis and prevention. Journal of
Hepatology [Internet]. 2018 [cited 2 July 2019];68(1):167-184. Available from:
https://www.journal-of-hepatology.eu/article/S0168-8278(17)32278-X/fulltext#s0060
8. McKnight K, Xie L, González-López O, Rivera-Serrano E, Chen X, Lemon S. Protein
composition of the hepatitis A virus quasi-envelope. Proceedings of the National
Academy of Sciences [Internet]. 2017 [cited 2 July 2019];114(25):6587-6592. Available
from: https://www.pnas.org/content/114/25/6587
9. Hofmeister M, Klevens M, Nelson N. Chapter 3: Hepatitis A [Internet]. Cdc.gov. [cited 3
July 2019]. Available from: https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/surv-manual/chpt03-
hepa.pdf
10. APPENDIX 2. Transfusion [Internet]. 2009 [cited 3 July 2019];49:45S-233S. Available
from: https://onlinelibrary.wiley.com/toc/15372995/2009/49/s2
11. Lai M, Chopra S. Hepatitis A virus infection in adults: Epidemiology, clinical
manifestations, and diagnosis [Internet]. Uptodate.com. 2019 [cited 4 July 2019].
Available from: https://www.uptodate.com/contents/hepatitis-a-virus-infection-in-adults-
epidemiology-clinical-manifestations-and-diagnosis
12. Shin E, Jeong S. Natural History, Clinical Manifestations, and Pathogenesis of Hepatitis
A. Cold Spring Harbor Perspectives in Medicine [Internet]. 2018 [cited 4 July
2019];8(9):1-14. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29440324
13. Klatt E. Robbins and Cotran atlas of pathology. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier; 2010.
14. Harrison T, Longo D. Harrison's manual of medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill
Medical; 2013.
15. Fantry L. Hepatitis A [Internet]. Nhchc.org. [cited 4 July 2019]. Available from:
https://www.nhchc.org/wp-content/uploads/2012/01/HepatitisA.pdf
16. Chopra S, Lai M. Hepatitis A virus infection: Treatment and prevention [Internet].
Uptodate.com. 2019 [cited 4 July 2019]. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/hepatitis-a-virus-infection-treatment-and-prevention