Anda di halaman 1dari 3

Dentuman kendang membahana seluruh aula,

Gemerlap lampu seolah memainkan mata,


Datang dari satu sudut pentas, penari yang sudah rupawan
Sanggul menjulang, kain terikat dipinggang.

Bermain dipentas tanpa alas kaki, Dan Segera membentuk posisi,


musik klasik yang sudah dimulai sedari tadi, penari melentikan jari,
menggerakan kaki, menggoyangkan diri,
dan segera menari

Kebaya merah muda nan mewah, tersorot sinar lampu pentas


Lekuk tubuh dan lentik jemari lima penari mengindah semua pesona,
Setiap sudut pentas terhenyak menatap tarian penuh kemolekan.
Cantik! Begitulah banyak kata yang keluar dari para penonton.

Masa sudah bergerak sekian lama,


Perasaan para pelihat yang tiada jemu terus menuju.
Terkejut sudah saat penari membalikan diri,
Dan segera memalingkan kembali wajah mereka yang tak asli.

Tawa geli yang tertahan membuat muka merah padam,


Tak tahan ingin melampiaskan,
Senyum sudut yang menakut hati
Tergambar diseluruh pesona diri.

Semakin beraksi mereka diatas pentas


Menari tak tau diri dan tak terpatri suci
Tarian yang awalnya indah
Berubah sudah arah.
Diposkan oleh serpihan kata untuk merangkai sebuah asa di 03:19 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz

Aku ingin Melihat Surga

Dalam mimpi aku berjalan serasa melayang


Banyak cahaya dalam setiap langkahku
Kumenoleh kebelakng, jejak kakiku
Menumbuhkan bunga yang mekar
Dalam aku melihat sebuah titik pijar,
Yang menyala dan menembus iga raga
Senyum tipis mengembang diudara
Dan bicara padakau, “inilah surga”
Aku terhenyak dari mimpi yang kualami
Ku berkhayal itu menjadi nyata
Hari itu aku awali dengan mimpi
Dan kumulai kembali
Hari ini semakin menjadi
Kududuk sendiri dikursi
Dan angin tipis semilir
Menerpa tubuhku yang lunglai
Ini seolah menjadi fabula drama
Yang kubuat dalam dimensi lain
Dibawah kesadaranku
Yang bias menghilang seketika.
Diposkan oleh serpihan kata untuk merangkai sebuah asa di 03:15 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz

Lamunan Malam

Panasnya hati yang tadinya beku,


Dingin dan sudah lama membatu
Dalam kelamnya masa lalu
Yang dirasakan jiwa yang hanya Satu

Hatiku sudah lama meringis


Semakin sakit dipelipis
Hujan perlahan mulai turun gerimis
Membuatku semakin menipis

Akankah aku terbebas dari batas impian


Yang menyesatkanku dalam kegelapan?
Sepi sendiri tak ada yang dating
Hanya lamunan yang semakin petang

Anda mungkin juga menyukai