DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang meng-
akibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai
ke jaringan tubuh yang membutuhkan. WHO(World Health Organization) pada
tahun 2008 memperkirakan bahwa hipertensi menyebabkan 7,5 juta kematian
sedangkan tahun 2013 penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi telah
menyebabkan 17 juta kematian tiap tahun, Peringkat tertinggi hipertensi adalah
Afrika 46% baik itu pria maupun wanita.Prevalensi terendah menurut WHO
diwilayah Amerika sekitar 35% baik itu pria maupun wanita. Pria lebih tinggi
dibandingkan wanita (39% untuk pria dan 32% untuk wanita).
Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat di
negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan dari tahun 2000
sampai 2025, sekitar 80% kasus hipertensi terutama di negara berkembang
mengalami peningkatan dari 639 juta menjadi 1,15 milyar. Hipertensi lebih
banyak menyerang orang-orang pada usia setengah baya yaitu pada golongan
usia 55-64 tahun. Hipertensi di Asia, pada tahun 1997, diperkirakan telah
mencapai 8-18%. Bahkan, di negara berkembang dari 50% orang yang diketahui
mengalami hipertensi, hanya 25% yang mendapat pengo-batan dan dari 25%
tersebut hanya 12,5% yang mendapat perawatan atau pengo-batan dengan baik
(Boedhi, 2009).
Tekanan darah tinggi masih merupakan tantangan besar Indonesia.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang besar dengan prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun
sebesar 25,8 %, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan
(30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi
hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga
kesehatan sebesar 9,5%, yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau sedang
minum obat sebesar 9,4 % (Trihono 2013).
Salah satu penanganan penyakit hipertensi adalah dengan melakukan
terapi non-farmakologis. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bentuk
penatalaksanaan terapi non-farmakologis yang sangat penting untuk mencegah
tekanan darah tinggi. Semua pasien dengan hipertensi harus melakukan
modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat mengurangi berlanjutnya
tekanan darah ke hipertensi tingkat berikutnya. Relaksasi napas dalam adalah
pernapasan pada abdomen dengan frekuensi lambat serta perlahan, berirama,
dan nyaman dengan cara memejamkan mata saat menarik napas. Efek dari
terapi ini ialah distraksi atau pengalihan perhatian (Setyoadi dkk 2011, h. 127).
Studi dokumen pada tahun 2012 prevalensi hipertensi di Puskesmas Kesesi I
berjumlah 329 orang, tahun 2013 prevalensi hipertensi berjumlah 419 orang dan
pada tahun 2014 prevalensi hipertensi berjumlah 534 orang.
Teknik relaksasi napas dalam merupakan salah satu terapi relaksasi yang
mampu membuat tubuh menjadi lebih tenang dan harmonis, serta mampu
memberdayakan tubuhnya untuk mengatasi gangguan yang menyerangnya.
Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu teknik untuk melakukan napas
dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan. Teknik relaksasi napas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah.
Penatalaksanaan non-farmakologis terapi relaksasi napas dalam untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dipilih karena terapi
relaksasi napas dalam dapat dilakukan secara mandiri, relatif mudah dilakukan
daripada terapi non-farmakologis lainnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk
terapi dan mampu mengurangi dampak buruk dari terapi farmakologis bagi
penderita hipertensi (Suwardianto, 2011).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil pengamatan kami selama melakukan praktek
keperawatan medikal bedah di rumah sakit Stella Maris Makassar, upaya yang
dilakukan untuk menurunkan tekanan darah yaitu dengan melakukan tindakan
pemberian obat oral. Selama ini kami belum pernah mendapatkan penerapan
terapan non farmakologis untuk menurunkan tekanan darah. Atas dasar
tersebut, kami tertarik untuk meneliti “Apakah ada manfaat terapi relaksasi
napas dalam pada pasien hipertensi di ruangan St. Bernadeth III B ?”
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dari inovasi terapi relaksasi napas dalam
adalah sebagai berikut :
Terapi relaksasi napas dalam dapat menurunkan tekanan darah pasien
Hipertensi di ruangan St. Bernadeth III B di Rumah Sakit Stella Maris Makassar.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi pasien dan keluarga
Diharapkan melalui inovasi ini, dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga tentang adanya terapi Non Farmakologis, yaitu terapi relaksasi
napas dalam untuk menurunkan tekanan darah pasien hipertensi.
2. Bagi perawat
Diharapkan melalui inovasi ini dapat menambah pengetahuan perawat
tentang manfaat terapi relaksasi napas dalam untuk menurunkan tekanan
darah pasien hipertensi, sehingga dapat dijadikan health education bagi
pasien hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Inovasi
Istilah inovasi memang selalu diartikan secara berbeda-beda oleg
bebrapa para ahli. Menurut suryani, 2008, inovasi dalam konsep yang luas
sebenarnya tidak hanya terbatas pada produk. Inovasi dapat berupa ide, cara-
cara ataupun obyek yang dipersiapkan oleh sesorang sebgai sesuatu yang baru.
Inovasi juga digunakan untuk merujuk pada perubahan yang dirasakan sebagai
hal yang baru oleh masyarakat yang mengalami.
Kata inovasi dapat diartikan sebagai “proses” atau “hasil” pengembangan
dan atau pemanfaatan atau mobilisasi pengetahuan, keterampilan ( termasuk
keterampilan tekhnologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau
memperbaiki produk, proses yang dapat memberikan nilai yang lebih berarti.
Menurut Rosenfelt dalam sutarno ,2012 inovasi adalah transfosmasi
pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru, tindakan menggunakan
sesuatu yang baru.
Menurut UUD no. 18 tahun 2002 inovasi adalah kegiatan penelitian,
pengembangan, dan atau perekasayaan yang betujuan mengembangkan
penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru
untuk menerapakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada kedalam
produk atau proses produksi.
B. Isi Inovasi
1. Teknik Relaksasi Napas Dalam
Nafas dalam merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur
pernafasan secara dalam yang dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan
pernafasan spontan dilakukan oleh medulla oblongata. Nafas dalam dilakukan
dengan mengurang frekuensi bernafas 16-19 kali dalam satu menit menjadi 6-10
kali dalam satu menit. Nafas dalam yang dilakukan akan merangsang munculnya
oksida nitrit yang akan memasuki paru-paru bahkan pusat otak yang berfungsi
membuat orang menjadi lebih tenang sehingga tekanan darah yang dalam
keadaan tinggi akan menurun.
Relaksasi napas dalam adalah pernafasan pada abdomen dengan
frekuensi lambat serta perlahan, berirama, dan nyaman dengan cara
memejamkan mata saat menarik nafas. Efek dari terapi ini ialah distraksi atau
pengalihan perhatian (Setyoadi dkk 2011, h. 127). Hasil penelitian terapi
relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah baik itu tekanan sistolik
maupun diastolik. Kerja dari terapi ini dapat memberikan pereganggan
kardiopulmonari (Izzo 2008, h.138). Stimulasi peregangan di arkus aorta dan
sinus karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata
(pusat regulasi kardiovaskuler), dan selanjutnya terjadinya peningkatan refleks
baroreseptor. Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan
merangsang saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis, sehingga
menjadi vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan kontraksi jantung.
Perangsangan saraf parasimpatis ke bagian – bagian miokardium lainnya
mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume sekuncup menghasilkan suatu
efek inotropik negatif. Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan volume
sekuncup dan curah jantung. Pada otot rangka beberapa serabut vasomotor
mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
akibatnya membuat tekanan darah menurun (Muttaqin 2009, hh. 18-22).
Relaksasi adalah suatu prosedur dan teknik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan dan kecemasan, dengan cara melatih pasien agar
mampu dengan se-ngaja untuk membuat relaksasi otot-otot tubuh setiap saat,
sesuai dengan keingin-an. Menurut pandangan ilmiah, relaksasi merupakan
suatu teknik untuk mengu-rangi stres dan ketegangan dengan cara
meregangkan seluruh tubuh agar mencapai kondisi mental yang sehat (Varvogli
& Darvivi, 2011). Relaksasi terbagi menjadi dua kelompok, yaitu relakasi yang
mene-kankan pada fisik, seperti yoga, relaksasi otot progresif, latihan
pernafasan. Semen-tara jenis relaksasi yang menekankan pada mental/psikis
adalah autogenic suggestion, imagery, relaxating self talk dan meditasi.
Dalam dunia kedokteran, intervensi berupa teknik relaksasi juga telah
dilaku-kan. Praktisi yang bergelut di dunia medis menyebutkan bahwa relaksasi
mempunyai dampak yang positif terhadap pasien. Pada awalnya, teknik
relaksasi dikem-bangkan untuk menangani kecemasan yang merupakan
gangguan emosi, contoh-nya pada phobia. Apabila relaksasi dite-rapkan pada
manajemen penyakit, maka tujuannya adalah untuk mengurangi kece-masan,
sebab kecemasan dapat mening-katkan rasa sakit. Oleh sebab itu, relaksasi
dapat menurunkan kecemasan sehingga rasa sakit dapat berkurang. Penelitian
yang akan dilakukan ini bertujuan untuk melanjutkan dan melengkapi penelitian
mengenai relaksasi yang telah ada. Relak-sasi banyak digunakan untuk
mengontrol rasa sakit. Adapun hipotesis yang diaju-kan dalam penelitian ini
adalah ada pe-ngaruh pelatihan relaksasi terhadap pe-ningkatan kualitas hidup
penderita hipertensi.
2. Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam terhadap Penurunan
Hipertensi.
Hasil penelitian terapi relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan
darah baik itu tekanan sistolik maupun diastolik. Kerja dari terapi ini dapat
memberikan pereganggan kardiopulmonari (Izzo 2008, h.138). Stimulasi
peregangan di arkus aorta dan sinus karotis diterima dan diteruskan oleh saraf
vagus ke medula oblongata (pusat regulasi kardiovaskuler), dan selanjutnya
terjadinya peningkatan refleks baroreseptor. Impuls aferen dari baroreseptor
mencapai pusat jantung yang akan merangsang saraf parasimpatis dan
menghambat pusat simpatis, sehingga menjadi vasodilatasi sistemik, penurunan
denyut dan kontraksi jantung. Perangsangan saraf parasimpatis ke bagian –
bagian miokardium lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume
sekuncup menghasilkan suatu efek inotropik negatif. Keadaan tersebut
mengakibatkan penurunan volume sekuncup dan curah jantung. Pada otot
rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang
menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan akibatnya membuat tekanan darah
menurun (Muttaqin 2009, hh. 18-22). Tekanan darah yang turun setelah
mendapatkan pelatihan relaksasi dapat dijelaskan bahwa di dalam sistem saraf
manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem
saraf pusat adalah mengendalikan gerakan-gerakan yg dikehendaki, misalnya
gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom berfungsi
mengendalikan gerakan-gerakan yang bersifat otomatis, misalnya fungsi digestif,
proses kardio-vaskuler, dan gairah seksual. Sistem saraf otonom terdiri sendiri
terdiri dari subsis-tem yang kerjanya saling berlawanan, terdiri dari sistem saraf
simpatetis dan sistem saraf parasimpatetis. Sistem saraf simpatetis bekerja
untuk meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu
meningkatnya denyut jantung dan pernafasan, menimbulkan penyempitan
pembuluh darah tepi dan pembesaran pembuluh darah pusat, menurunkan
temperatur kulit dan daya tahan kulit, serta akan menghambat proses digestif
dan seksual. Sebaliknya sistem saraf parasimpatetis bekerja untuk mensti-mulasi
turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatetis dan
menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatetis.
Selama sistem-sistem tersebut berfungsi secara normal dan seimbang, maka
bertam-bahnya aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan efek
sistem yang lain. Dalam kondisi relaks, tubuh akan mengalami fase istirahat.
Pada saat itulah, tubuh akan mengaktifkan sistem saraf parasimpatetis.
Bekerjanya saraf parasimpatetis menyebabkan terjadinya penurunan detak
jantung, laju pernafasan dan tekanan darah. Sebaliknya, ketika tubuh dalam
keadaan tegang atau berada dalam kondisi tidak nyaman maka syaraf simpatik
dan otot-otot pembuluh darah akan berkontraksi sehingga diameter penampang
pembuluh darah kecil akan menurun yang berakibat meningkatnya tekanan
darah.
Oksida nitrit merupakan vasodilator yang penting untuk mengatur tekanan
darah dan dilepaskan secara kontinu dari endotelium arteri dan arteriol yang
akan menyebabkan shear stress pada sel endotel akibat viskositas darah
terhadap dinding vaskuler. Stres yang terbentuk mampu mengubah bentuk sel
endotel sesuai arah aliran dan menyebabkan peningkatan pelepasan nitrit oksida
yang kemudian mengakibatkan pembuluh darah menjadi rileks, elastis dan
mengalami dilatasi. Pembuluh darah yang rileks akan melebar sehingga sirkulasi
darah menjadi lancar, tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP)
menurun, dan kerja jantung menjadi optimal. Penurunan CVP akan diikuti
dengan penurunan curah jantung, dan tekanan arteri rerata. Vena memiliki
diameter yang lebih besar daripada arteri yang ekuivalen dan memberikan
resistensi yang kecil. Oleh karena itu vena disebut juga pembuluh kapasitans
dan bekerja sebagai reservoir volume darah (Ward, 2005).
BAB III
METODE PENULISAN
A. Tahapan Penulisan
Dengan sistem kelompok yang dibimbing langsung oleh dosen pembimbing
dengan sistem diskusi dan mencari solusi KMB yang sudah dilakukan oleh
perawat, dengan observasi dan sistem wawancara langsung dan praktek pada
perawat ruangan ditemukan data diantaranya :
1. Pemberian teknik batuk efektif untuk memudahkan dalam mengeluarkan
sekret.
2. Pemberian terapi Range of motion untuk mencegah atrofi otot pada pasien
stroke.
3. Pemberian teknik relaksasi dingin untuk meringankan nyeri pada pasien.
4. Manfaat teknik relaksasi napas dalam untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi di ruangan B II A.
Sehingga kami melaksanakan satu dari beberapa fenomena diatas yaitu manfaat
teknik relaksasi napas dalam untuk menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi di ruangan B II A.
B. Sumber penulisan
1. Hartanti, 2016. Tenaga Relaksasi Napas Dalam Menurunkan Tekanan Darah
Pasien Hipertensi (diakses pada tanggal 25 Februari 2019, pukul 20.00)
2. Sulistyarini.2013. Terapi Relaksasi untuk Menurunkan Tekanan Darah dan
Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi (Diakses pada tanggal 25
Februari 2019, pukul 20.15)
3. Wardani. 2015. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Sebagai Terapi
Tambahan Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Tingkat 1 ( Diakses pada tanggal 25 Februari 2019, pukul 20.30)
C. Sasaran penulisan
1. Bagi pasien
Pasien dapat menerima terapi napas dalam sebagai terapi non farmakologis
untuk menurunkan tekanan darah.
2. Bagi perawat
Perawat dapat menjadikan manfaat terapi napas dalam sebagai terapi non
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi
sehingga dapat dijadikan health education bagi pasien hipertensi.
3. Bagi Inovator
Sebagai pedoman untuk menurunkan tekanan darah pada pada pasien
Hipertensi..
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil Observasi
Berdasarkan hasil observasi kami selama menjalani praktek keperawatan
medikal bedah, di rumah sakit Stella Maris Makassar di ruang St. Bernadeth II A
upaya yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dengan pemberian obat
Amblodipin. Pemberian terapi non farmakologis sebagai upaya untuk menrunkan
tekanan darah belum diterapkan.
B. Manfaat
Berdasarkan tinjauan teoritis di atas, inovasi pemberian teknik relaksasi
nafas dalam ini bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah baik sistolik
maupun diastole pada pasien dengan hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Hartanti, R. D., Wardana, D. P., & Fajar, R. A. (2016, Maret). Terapi Relaksasi Napas
Dalam Menurunkan Tekanan Darah Pasien Hipertensi. Jurnal Ilmu Kesehatan,
IX.
Sulistyarini, I. (2013, Juni). Terapi Relaksasi Untuk Menurunkan Tekanan Darah. Jurnal
Psikologi, 40, 28.