Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

“ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN”

OLEH :

KELOMPOK 1

18 BKT 13

BELIA FADHILA (18129104 )

SEKAR WIBIYANTI ( 18129311 )

YARSINA DEWI ( )

DOSEN PENGAMPU : Dra. RAHMATINA, M.Pd

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami
kenikmatan terutama nikmat atas diberikannya kesehatan. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Filsafat


Pendidikan yang telah mengembankan tugas ini kepada kami sebagai bahan
pembelajaran. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membantu
dalam proses perkuliahan khususnya pada mata kuliah Filsafat Pendidikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat


jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran dari
ibu yang bersifat membangun untuk perbaikan kami di masa yang akan datang.

Bukittinggi, 26 Oktober 2019

Kelompok 1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pertumbuhannya, filsafat sebagai hasil pemikiran para ahli


filsafat atau para filosof sepanjang kurun waktu dengan objek permasalahan hidup
didunia, telah melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan-pandangan para
filosof itu, ada kalanya satu dengan yang lain hanya bersifat saling kuat-menguatkan,
tapi tidak jarang pula yang berbeda atau berlawanan. Hal ini antara lain disebabkan
oleh pendekatan yang di pakai oleh mereka berbeda, walaupun untuk objek
permasalahannya sama. Karena perbedaan dalam sistem pendekatan itu, maka
kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda pula, bahkan tidak sedikit
yang saling berlawanan. Selain iu faktor zaman dan pandangan hidup yang melatar
belakangi mereka, serta tempat di mana mereka bermukim juga ikut mewarnai
pemikiran mereka.

Menyimak kembali sejarah pertumbuhan dan perkembangan filsafat


sebagaimana yang telah di uraikan dalam bab pertama, akan menjadi jelas adanya
perbedaan tersebut diatas. Begitu pula halnya dengan filsafat pendidikan, bahwa
dalam sejarahnya telah melahirkan bebagai pandangan atau aliran. Karena pemikiran
filsafat yang tidak pernah mandeg.

Untuk mengetahui perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan, di


bawah ini akan diuraikan garis-garis besar aliran-aliran filsafat dalam pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan aliran Esensialisme?

2. Apakah yang dimaksud dengan aliran Progressivisme?

3. Apakah yang dimaksud dengan aliran Perennialisme?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui aliran Esensialisme

2. Untuk mengetahui aliran Progressivisme

3. Untuk mengetahui aliran Perennialisme


BAB II

PEMBAHASAN

A. Aliran Esensialisme

Esensialisme adalah filsafat pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai


kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia. Menurut Joe Park,
esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas. (Zuhairini, 1991: 21).

Prinsp-prinsip Esensialisme, diantaranya:

a. Esensialisme berakar pada ungkapan realisme objektif dan idealisme objektif


yang modern, yaitu alam semesta diatur oleh hukum alam sehingga tugas
manusia memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan
pengelolaannya.

b. Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan


warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilai yang kukuh, tetap
dan stabil.

c. Nilai kebenaran bersifat korespondensi, berhubungan antara gagasan fakta


secara objektif.

d. Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merfleksikan humanisme


klasik yang berkembang pada zaman renaissance.

Imam Bernadib (1981:3), menyebutkan beberapa tokoh utama yang berperan


dalam penyebaran aliran esensialisme, yaitu:
1) Desiderius Erasmus, humananis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan
permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan
hidup yang berpijak pada dunia lain.

2) Johann Amos Comenius yang hidup diseputar tahun 1592-1670, adalah


seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius
berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai
dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan
bertujuan.

3) Johann Friederich Herbert yang hidup pada tahun 1776-1841, sebagais alah
seorang murid Immanuel Kant yang berpendapat dengan kritis, herbert
berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang
dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-
hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan
pendidikan oleh Herbert sebagai ‘pengajaran yang mendidik’.

Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia


dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal
yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme
merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan,
kebenaran dan kegunaan.

B. Aliran Progressivisme

Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus berpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.
Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir,
guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa
terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena
itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Progresivisme
merupkan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar
pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata”, dan juga
pengalaman teman sebaya.

Progresivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan


kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan
dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan
mengancam adanya manusia itu sendiri ( Barnadib, 1994:28 ). Oleh karena kemajuan
atau progres ini menjadi suatu statemen progresivisme, maka menurut Dewey
(Zuhairini dkk, 2012: 24) tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang
demokratis, isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang-bidang studi, seperti IPA,
sejarah, keterampilan serta hal-hal yang berguna atau langsung dirasakan oleh
masyarakat.

Sifat-sifat aliran Progressivisme

1) Sifat-sifat Negatif, dalam artian bahwa, Progressivisme menolak otoritarisme


dan absolutisme dalam segala bentuk, seperti terdapat dalam agama, politik,
etika dan epitemologi.

2) Sifat-sifat Positif, dalam arti bahwa Progressivisme menaruh kepercayaan


terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi
oleh manusia dari alam sejak lahir.
Maka tugas pendidikan menurut pragmatisme, ialah meneliti sejelas-jelasnya
kesanggupan-kesanggupan manusia itu dan menguji kesanggupan-kesanggupan itu
dalam pekerjaan praktis.

Perkembangan aliran Progressivisme

Dalam asas modern – sejak abad ke-16 Francis Bacon, John Locke, Rousseau,
Kant dan Hegel dapat dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang dalam proses
terjadinya aliran pragmatisme-Progressivisme. Dalam abad ke-19 dan ke-20 ini
tokoh-tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika Serikat. Thomas Paine dan
Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme karena kepercayaan
mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap dogmatis, terutama dalam
agama.

Tokoh-tokoh Aliran Progresivisme, diantaranya:

1) William James ( 1842-1910 )

James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari
eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan
dia menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata
pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi teologis, dan menempatkannya da atas dasar
ilmu prilaku.

2) John Dewey ( 1859-1952 )

Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme yang lebih menekankan


kepada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri. Maka
muncullah “Cild Centered Curiculum”, dan “Cild Centered School”. Progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.

3) Hans Vaihinger ( 1852-1933 )


Hans Vaihinger menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis.
Persesuaian dengan objeknya mungkin dibuktikan, satu-satunya ukuran bagi berpikir
ialah gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian didunia.

Adapun pandangan progresivisme dan penerapannya di bidang pendidikan,


ialah Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya. Tanpa
terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh karena itu aliran filsafat
progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter
akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang
gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara
fisik maupun psikis anak didik.

Filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes


(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan
zamannya. Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya
yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan
atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah,
melainkan harus terintegrasi dalam unit. Dengan adanya mata pelajaran yang
terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik mauopun
psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

C. Aliran Perenialisme

Perennialisme diambil dari kata perennial, yang artinya kekal dan abadi, dari
makna yang terkandung dalam kata itu’ aliran Perennialisme mengandung
kepercayaan filsafat yang berpegang teguh pada nilai-nilai dan norma-norma yang
bersifat kekal abadi. Esensi filsafat Perennial yakni berpegang teguh pada nilainila
atau norma-norma yang bersifat abadi (Dinn W, dkk, 2008:4.27). Selanjutnya,
Perenialisme memandang bahwa keadaan zaman modern adalah zaman yang
mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan, dan
kesimpangsiuran. Akibat zaman modern ini, telah menimbulkan banyak krisis di
berbagai bidang kehidupan umat manusia (Djumransjah, 2006:186).

Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya


yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan
buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak
memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.

Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik ke arah


kematangan. Matang dalam arti hidup akalnya. Jadi, akal inilah yang perlu mendapat
tuntunan ke arah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan
pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca,
menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-
pengetahuan yang lain.

Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik


ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama
guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak
didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam bidang akalnya sangat tergantung
kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.

Tokoh-tokoh aliran perenialisme : (Dinn W, dkk, 2008:4.28)

1) Plato
Berpendapat, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi, yaitu nafsu,
kemauan, dan akal. Program pendidikan yang ideal adalah berorientasi pada
tiga potensi itu agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat
terpenuhi.

2) Aristoteles

Menurutnya tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapainya,


aspek fisik, intelek, dan emosi harus dikembangkan secara imbang, bulat, dan
totalitas (Djumransjah, 2006:187-188).

3) St. Thomas Aquinas

Sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13

4) Hutchins

Mengkritik kekacauan pendidikan tinggi disebabkan oleh tiga kondisi utama


dalam masyarakat, yaitu:

a) Kecintaan pada uang

b) Suatu konsep yang keliru tentang demokrasi

c) Suatu gagasan yang keliru tentang kemajuan (Redja Mudyahardja,


2010:165).

Pandangan tentang Pendidikan menurut Perenialisme:

1) Pendidikan Perenialisme memandang education as cultural regression:


pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap
ideal (Dinn W, dkk, 2008:4.29).
2) Kurikulum bersifat subject centered, berpusat pada materi pelajaran yang
mengarah kepada pembentukan rasionalitas manusia, sebab demikianlah
hakikat manusia. Oleh karena itu, aliran ini cenderung menitikberatkan pada
pelajaran sastra, matematika, bahasa, dan humaniora termasuk sejarah (liberal
arts) yang mempunyai status tertinggi dan rational content yang lebih besar
(Dinn W, dkk, 2008:4.30).

3) Metode Pendidikan Perenialis menggunakan metode pendidikan dengan


membaca dan diskusi dalam rangka mendisiplinkan pikiran (Dinn W, dkk,
2008:4.30).

Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman


kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan
pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia ( rindu akan hal-hal yang
sudah lampau semata-mata ) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-
kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.

Prinsip-prinsip pendidikan Perennialisme

1) Di bidang pendidikan, Perennialisme saangat dipengaruhi oleh: Plato,


Aristoteles, dan Thomas Aquinas. Dalam hal ini pokok pikiran Plato tentang
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi daripada hukum
universal. Maka tujuan utama pendidikan adalah “ membina pemimpin yang
sadar dan mempraktekan asas-asas normatif itu dalam semua aspek
kehidupan.

2) Menurut Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu : nafsu,
kemauan, dan pikiran. Bagi Aristoteles, tujuan pendidikan adalah
‘kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani,
emosi, dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.
3) Seperti halnya Plato dan Aristoteles, tujuan pendidikan yang diinginkan oleh
Thomas Aquinas adalah sebagai “Usaha mewujudkan kapasitas yang ada
dalam individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Dalam hal ini
peranan guru adalah mengajar – memberi bantuan pada anak didik untuk
mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal


dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin
mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar dimasa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-
bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu
pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan
ilmunisasi zaman yang sudah lampau.

Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal
tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua
keuntungan yakni :

1) Anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah
dipikirkan oleh orang-orang besar.

2) Mereka telah memikirkan peristiwa-peristiwa dan karya-karya tokoh tersebut


untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan ( reverensi ) zaman
sekarang.

Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan karya-karya buah


pikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui
bagaimana pemikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik
dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat
berguna bagi mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka
pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme
tersebut.

Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak


didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan.
Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas
pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran ( pengetahuan ) kepada
anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru,
dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perennialisme diambil dari kata perennial, yang berarti abadi atau kekal.
Perennialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke dua
puluh. Pola dasar pendidikan perennialisme hanya dibatasi pada prinsip-prinsip
umum dari teori dan praktek pendidikan yang dilaksanakan oleh penganut
Perennialisme. Perennialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi
atau perennial. Tujuan dari pendidikan, menurut pemikir perenialis, adalah
memastikan bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau
gagasan-gagasan besar yang tidak berubah.

Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan kumpulan yang didirikan pada tahun
1918. Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini
tidak mungkin benar dimasa mendatang.

Esensialisme muncul pada awal tahun 1930, dengan beberapa orang pelopornya,
seperti William C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed, dan Isac L. Kandell.
Pada tahun 1938 mereka membentuk suatu lembaga yang disebut “The Esensialist
Commite for the Advancement of American Education”.

B. Saran

Tidak ada yang sempurna didunia ini kecuali ciptaan-Nya. Apalagi manusia tidak
ada daya apa-apa untuk menciptakan sesuatu. Demikian juga dengan karya ilmiah ini
yang jauh dari kesempurnaan. Penulis harap karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua
pihak yang telah membantu dan para pembaca. Kritik dan saran senantiasa saya
terima demi penyempurnaan karya ilmiah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Prof. Imam. 1994. Filsafat Pendidikan: Sistem & Metode. Cetakan
kesepuluh. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Djumransjah, Drs. H. M. 2006. Filsafat Pendidikan. Edisi kedua, cetakan pertama.


Malang: Bayumedia Publishing.

Mudyahardjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidikan. Cetakan keenam. Jakarta: PT Raja


Garfindo Persada.

Wahyudin, Dinn dkk. 2008. Pengantar Pendidikan. Edisi pertama, cetakan ketiga.
Jakarta: Universitas Terbuka.

http://kumpulanmakalahdanartikelpendidikan.blogspot.com/2011/01/aliranesensialis
me-dalam-filsafat.html

http://setyomulyono.blogspot.com/2013/06/makalah-filsafat-pendidikanaliran_9.html
(diakses 10

Anda mungkin juga menyukai