Anda di halaman 1dari 10

PERCOBAAN 1

REAKSI UJI TERHADAP PROTEIN DAN PEMISAHAN PROTEIN DENGAN


CARA FRAKSINASI AMONIUM SULFAT

I. Tujuan
1.1. Menentukan reaksi uji biuret pada larutan albumin telur (1:5)
1.2. Menentukan kelarutan albumin telur (1:5) terhadap larutan logam
1.3. Menentukan kelarutan albumin telur (1:5) terhadap garam
1.4. Menentukan pengaruhi pH terhadap protein
1.5. Menentukan profil dan berat molekul protein setiap fraksi amonium sulfat

II. Teori Dasar

Protein merupakan senyawa organic kompleks yang terdiri dari unsur


N (15.30%hingga 18%), C (52.40%), H (6.90% hingga 7.30%), O (21% hingga
23.50%), S (0.8%hingga 2%) kadang-kadang mengandung unsur P, Fe, dan Cu
(sebagai senyawa kompleks dengan protein) (Sudarmadji, 1989). Chang (2008)
menyatakan bahwa struktur proteinterdiri atas empat kelompok berdasarkan , yaitu
struktur primer, struktur sekunder,struktur tersier, dan struktur kuartener. Perbedaan
antara tiap struktur sebagai berikut.Struktur primer hanya terdiri dari urutan struktur-
strukur asam amino yang membentukrantai polipeptida. Struktur sekunder merupakan
pola teratur dari ikatan-ikatan hidrogen antara gugus CO dan NH dari rantai utama
asam amino, misalnya α-heliks, β-strand dan coil. Struktur tersier berbeda dengan
struktur sekunder karena gugus samping ikutmembentuk ikatan hidrogen dengan asam
amino yang berjauhan. Keseluruhan strukturdari polipeptida (asam amino dengan
banyak peptida) disebut struktur kuartener. Peptidatersusun dari beberapa asam
amino dan gugus karboksil asam amino dihubungkan denganasam amino lain melalui
ikatan peptida (Aisjah, 1993).
Protein memiliki sifat-sifat tertentu. Menurut Marzuki et al.(2010), protein dapat
mengalami denaturasi, ionisasi, dan viskositas. Protein dapat larut dalam air karena
terdiridari beberapa asam amino. Selain itu, menurut Suhardi (1991) tiap-tiap asam
aminomempunyai titik isoelektris yang berbeda-beda. Titik isoelektrik adalah titik
pH ketika pH berada dalam bentuk amfoter (zwitter ion), dan pada titik isoelektrik ini
kelarutan protein menurun sehingga membentuk endapan (Harris & Karmas,
1989). Viskositas (kekentalan) protein meningkat karena molekul berubah
menjadi asimetrik sehingga mengembang (Winarno, 1992). Ketika jumlah muatan
positif dan muatan negatif proteinsama banyak disebut sebagai zwitter ion. Jika protein
mengandung asam amino yang bersifat asam, seperti glutamate dan aspartate, protein
mempunyai titik isoelektrik yang rendah (Elly, 2009). Namun, jika protein mengandung
asam amino basa, seperti lisin, arginin, dan histidin maka titik isoelektrik akan tinggi.

III. Data Pengamatan


Tabel 3.1 Data pengamatan uji protein
Gambar Gambar
Uji Senyawa Keterangan
Sebelum Sesudah

Albumin +
Larutan berwarna
Biuret reagen
ungu transparan
biuret

Albumin + Terbentuk
HgCl2 endapan putih

Pengendapan
dengan
logam

Albumin + Terbentuk
Pb-OAc endapan putih

Pengendapan Endapan +
Endapan berwana
dengan reagen
merah
garam millon
Endapan +
Endapan larut
aqua dm

Filtrat +
Larutan berwarna
reagen
biru transparan
biuret

Larutan keruh,
Albumin +
terbentuk
HCl
endapan putih

Pengaruh pH
terhadap
Albumin + Larutan tidak
protein
NaOH berwarna

Larutan sangat
Albumin + keruh, terbentuk
buffer asetat banyak endapan
putih
Albumin Kontrol

Pengaruh pH 1. Albumin

terhadap + HCl

protein 2. Albumin
+ NaOH
3. Albumin
+ buffer
asetat
4. Albumin
(kontrol)

IV. Pembahasan
Uji Biuret merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menguji keberadaan
protein di dalam larutan. Uji Biuret dilakukan dengan penambahan ion Cu2+ pada
suasana basa. Pada percobaan ini, sumber ion Cu2+ yang digunakan adalah larutan
CuSO4. Larutan CuSO4 merupakan elektrolit kuat, sehingga di dalam larutan akan
terdisosiasi menjadi ion Cu2+ dan ion SO42-.
Uji Biuret akan menghasilkan larutan berwarna violet jika terdapat protein di
dalam larutan. Warna violet tersebut merupakan akibat dari resonansi dari pasangan
elektron bebas atom O pada karbonil yang mana pembentukan ion Cu2+ dengan protein
merupakan pembentukan kompleks. Struktur kompleks yang terbentuk adalah sebagai
berikut

Gambar 4.1 Struktur kompleks Cu - protein


Dalam senyawa kompleks ini, empat atom nitrogen yang terdapat pada ikatan
peptida protein bertindak sebagai donor pasangan elektron untuk ion Cu2+. Atom-atom
oksigen tidak bertindak sebagai donor pasangan elektron karena bersifat sterik relatif
terhadap atom nitrogen akibat keberadaan gugus. Dipeptida dan semua asam amino,
kecuali histidin, serin, dan treonin tidak memberikan sinyal positif pada uji Biuret,
karena tidak memiliki jumlah donor pasangan elektron yang cukup untuk ion Cu2+.
Namun asam amino histidin, serin, dan treonin memiliki jumlah donor pasangan
elektron yang cukup, sehingga dapat membentuk kompleks dengan ion Cu2+. Berikut
ini berturut-turut adalah struktur dari histidin, serin, dan treonin.

Gambar 4.2 Struktur histidin, serin, dan treonin

Penambahan CuSO4 berlebih dapat mengganggu uji karena akan terbentuk


Cu(OH)2 yang dapat mengendap dan dapat mengikat gugus samping protein yaitu NH2,
OH, dan gugus samping lain yang dapat mendonorkan proton. Sementara penambahan
garam amonium juga dapat mengganggu uji biuret, hal ini dikarenakan oleh reagen
biuret dibuat dengan suasana basa agar dapat membentuk kompleks Cu – protein.
Sedangkan garam amonium mengandung NH4+ yang bersifat asam sehingga
menghambat pembentukan kompleks Cu – protein. Ion-ion dari garam ammonium
(NH4+ dan SO42-) lebih mudah mengikat air sehingga kelarutan protein dalam air
berkurang dan membentukendapan.

Pada percobaan ini, laruta albumin telur (1:5) memberikan sinyal positif pada uji
Biuret. Sehingga dapat disimpulkan bahwa albumin telur mengandung protein.

Pengujian protein dapat dilakukan juga melalui pengendapan dengan logam.


Logam yang bermuatan positif akan berinteraksi dengan protein yang bermuatan
negatif, sehingga membentuk senyawa garam yang bersifat non polar. Garam yang
bersifat non polar ini akan membentuk endapan.

Protein pada larutan albumin telur (1:5) yang digunakan pada percobaan ini dapat
berikatan dengan logam yang bermuatan positif dikarenakan proteinnya bermuatan
negatif. Protein yang bermuatan negatif ini diakibatkan oleh pH larutan yang berada di
atas nilai PI. Larutan albumin telur (1:5) memiliki nilai PI sebesar 4,7. Sehingga dengan
penambahan ion Hg2+ dan ion Pb2+, protein dan kedua logam tersebut akan membentuk
garam yang tidak larut dalam air karena muatan protein menjadi netral. Sumber ion
Hg2+ dan Pb2+ pada percobaan ini berturut-turut adalah larutan HgCl2 dan
Pb(CH3COOH)2. Uji ini dapat diaplikasikan sebagai penawar keracunan Pb dengan
putih telur, karena dengan adanya ion positif dari logam berat maka protein dapat
mengikat logam berat tersebut sehingga tidak menggangu aktifitas enzim di dalam
tubuh.

Pengujian protein dilakukan juga dengan menambahkan suatu garam dengan


memanfaatkan fenomena salting in dan salting out. Penambahan garam dengan jumlah
tertentu ke dalam suatu larutan akan menentukan kelarutan suatu zat terlarut dalam
pelarut. Penambahan suatu garam dengan jumlah yang sedikit ke dalam suatu larutan
protein dapat menyebabkan fenomena salting in. Salting in merupakan fenomena yang
menyebabkan zat terlarut dalam larutan menjadi semakin larut diakibatkan oleh
meningkatkan kekuatan ionik larutan sehingga kelarutan zat terlarut meningkat.
Sedangkan, penambahan suatu garam dengan jumlah yang banyak ke dalam suatu
larutan protein dapat menyebabkan fenomena salting out. Salting out merupakan
fenomena yang menyebabkan zat terlarut dalam larutan menjadi semakin tidak larut
diakibatkan oleh molekul- molekul air yang mulanya berikatan dengan molekul protein
lepas dan berikatan dengan ion- ion garam sehingga protein menjadi tidak larut dalam
air lalu mengendap.

Pada percobaan ini, dilakukan fenomena salting out pada larutan albumin telur
(1:5), sehingga protein mengendap. Pengendapan protein dibuktikan dengan dilakukan
uji Biuret pada filtrat yang dihasilkan, uji Millon, dan uji kelarutan terhadap air pada
endapan yang terbentuk. Uji Biuret pada filtrat memberikan hasil berupa larutan
berwarna biru yang menandakan di dalam filtrat tidak terdapat protein. Uji Millon pada
endapan membentuk endapan berwarna merah bata yang menandakan terdapat asam
amino tirosin di dalam endapan yang terbentuk. Uji kelarutan terhadap air pada
endapan menyebabkan endapan menjadi larut dalam air yang menandakan terdapat
protein di dalam endapan yang terbentuk.
Sebenarnya pada proses salting out dan salting in yang dilakukan pada percobaan
ini tidak mendenaturasi protein secara keseluruhan. Denaturasi yang terjadi pada
protein hanya denaturasi parsial saja. Denaturasi yang terjadi yaitu pada bagian
hidrofiliknya saja sehingga dapat ‘diperbaiki’ dengan cara penambahan larutan buffer
sehingga diperoleh protein yang utuh kembali.

Uji Millon digunakan untuk menguji keberadaan asam amino tirosin di dalam
larutan. Reagen Millon merupakan larutan merkuri dalam asam nitrat. Ketika
ditambahkan reagen Millon pertama kali, akan terbentuk endapan putih. Endapan putih
terbentuk karena protein terdenaturasi akibat garam merkuri yang terdapat di dalam
reagen Millon. Setelah dilakukan pemanasan, tirosin akan bereaksi dengan asam nitrat,
dan hasilnya reaksinya akan membentuk kompleks berwarna merah dengan merkuri.
Reaksinya adalah sebagai berikut

Gambar 4.3 Reaksi pembentukan kompleks Hg – tirosin

Kelarutan protein dipengaruhi oleh pH larutan. Pada percobaan ini, larutan


albumin telur (1:5) diberikan berbagai kondisi pH, antara lain pada pH asam, pada pH
basa, pada pI, dan tanpa dilakukan perubahan pH. Pada suasana asam dengan reagen
pembuat suasana asamnya yaitu HCl, protein mengalami denaturasi, sehingga
mengendap dan menghasilkan larutan yang keruh. Pada suasana basa dengan reagen
pembuat suasana basanya yaitu NaOH, protein menjadi bermuatan negatif. Protein
yang bermuatan negatif bersifat polar dan mudah larut dalam air. Pada pI, yaitu pada
penambahan buffer asetat pH 4,7; protein berbentuk zwitter ion, artinya terdapat
muatan positif dan negatif pada satu molekul. Sehingga protein bersifat non polar dan
sulit larut dalam air, akibatnya teramati larutan yang keruh dan terdapat banyak
endapan putih. Pada pH normal, teramati bahwa protein tidak larut sempurna di dalam
air, karena masih terdapat protein yang berbentuk zwitter ion.
Pemisahan protein dilakukan dengan fraksinasi larutan protein albumin dengan
penambahan (NH4)2SO4 jenuh yang dilanjutkan dengan sentrifugasi. Fraksinasi adalah
teknik pemisahan protein berdasarkan jumlah muatan dari campurannya, semakin
sedikit muatan yang dimiliki protein maka semakin cepat membentuk endapannya.
Prinsip yang digunakan adalah prinsip salting out yaitu menambahkan garam anorganik
dengan konsentrasi tinggi yaitu amonium sulfat jenuh. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui setiap tahapan penambahan suatu garam dengan tingkat kejenuhan yang
berbeda dengan hasil yang berupa gradasi kelarutan dari setiap fraksi yang dibuat. Pada
proses fraksinasi ini digunakan amonium sulfat karena energi ionisasinya rendah
sehingga mudah melakukan ionisasi sehingga terjadi reaksi bersaingan antara amonium
sulfat dan protein untuk mengikat air. Kemampuan garam anorganik yaitu amonium
sulfat dalam mengikat air lebih besar daripada protein, karena entropi hidrasi garam
lebih besar. Penambahan garam amonium sulfat yang ditambahkan secara bertahap
hingga 70% kejenuhannya.

Endapan yang dihasilkan dari proses fraksinasi selanjutnya didialisis dengan


menggunakan membran semipermeabel. Dialisis dilakukan berdasarkan prinsip difusi
zat terlarut dan ultra filtrasi cairan melalui membran semipermeabel. Membran selofan
berfungsi sebagai membran semipermeabel yang mengatur zat apa yang dapat masuk
dan keluar dari membran. Protein yang memiliki ukuran molekul lebih besar daripada
ammonium sulfat tidak dapat melewati membran, sedangkan ammonium sulfat dapat
melewatinya. Prinsip difusi menyatakan bahwa zat terlarut akan bergerak dari larutan
dengan konsentrasi yang tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah. Sehingga garam
ammonium sulfat akan bergerak dari larutan fraksi ammonium sulfat yang
konsentrasinya tinggi, menuju larutan buffer pH 7 yang konsentrasinya rendah. Setelah
rentang waktu tertentu, kesetimbangan akan tercapai, dan hampir semua ammonium
sulfat akan keluar dari larutan fraksi ammonium sulfat.

Endapan yang diperoleh kemudian dilarutkan dalam larutan buffer pH 7 dan


dilakukan dialisis. Tujuan dilakukan dialisis pada larutan tersebut adalah untuk
menghilangkan garam ammonium sulfat yang terkandung di dalam larutan sehingga
diperoleh protein yang murni. Larutan fraksi ammonium sulfat dimasukkan ke dalam
membran selofan yang diikat pada kedua ujungnya, yang kemudian dicelupkan
(keadaan menggantung) dalam larutan buffer pH 7.
Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan metode pemisahan
berdasarkanperbedaan hidrofobisitas pada permukaan protein. Hal ini bergantung pada
interaksi hidrofobik antara permukaan protein dengan gugus hidrofobik yang terikat
secara kovalen pada matriks. Pada kondisi kekuatan ion yang tinggi, protein atau enzim
akan terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik. Matriks yang umum
digunakan bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa yakni fenil sefarosa atau butil
sefarosa. Suatu campuran protein dimasukkan ke dalam kolom interaksi hidrofobik
dalam kondisi ionik yang tinggi. Pada kekuatan ion yang tinggi protein terikat kuat
pada matriks melalui interaksi hidrofobik. Semakin hidrofobik suatu protein, maka
semakin kuat ikatannya. Protein yang terikat pada matriks dapat terlepas jika dielusi
dengan eluen yang kekuatanionnya semakin menurun yaitu dengan konsentrasi garam
dari tinggi ke yang lebih rendah.

V. Kesimpulan

Dari hasil percobaan, diperoleh larutan albumin telur (1:5) memberikan hasil
positif pada uji Biuret yaitu terbentuknya larutan berwarna violet transparan. Dengan
larutan logam, larutan albumin telur (1:5) mengendap membentuk endapan warna
putih. Dengan penambahan garam amonium sulfat, albumin telur (1:5) mengendap.
Pada uji pengaruh pH terhadap protein diperoleh hasil pH asam, larutan albumin telur
(1:5) mengalai denaturasi yaitu membentuk endapan putih dan larutan yang lebih
keruh. Pada pH basa, kelarutan albumin telur (1:5) meningkat dan membentuk larutan
tak berwarna. Sedangkan pada pH netral, protein membentuk zwitter ion yang
mengendap karena total muatannya 0. Kemudian pada fraksinasi protein dengan
amonium sulfat, diperoleh endapan paling banyak pada fraksi 70%.

VI. Daftar Pustaka

Aisjah, G. 1993. Biokimia 1. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Chang, R. 2008. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Elly, K. 2009. Pembuatan Konsentrat Protein Dari Biji Kecipir Dengan Penambahan
HCl. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, 9 (2), 115-122.

Haris, R., & Karmas, E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan.
Bandung: ITB.
Marzuki, I., Amirullah, & Fitriana. 2010. Kimia Dalam Keperawatan. Sulawesi
Selatan: Pustaka As Salam.

Suhardi. 1991. Kimia dan Teknologi Protein. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai