Anda di halaman 1dari 49

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam rangka mengupayakan target Pembangunan Milenium di Indonesia,
segala aspek kehidupan manusia Indonesia yang berpengaruh terhadap kesehatan
perlu mendapat perhatian, salah satunya menurunkan angka kematian anak yang
terdapat pada tujuan keempat. Masalah penyebab kematian pada bayi dan
terutama anak balita adalah penyakit infeksi, salah satunya diare. Pencegahan,
deteksi dini, serta penanganan yang cepat dan tepat dapat menekan kematian yang
diakibatkan penyakit ini.
WHO melaporkan bahwa salah satu penyebab kematian pada balita adalah
Diare (post neonatal) 14% dan Pneumonia (post neo-natal) 14% kemudian
Malaria 8%, penyakit tidak menular (post neonatal) 4% injuri (post neonatal) 3%,
HIV/AIDS 2%, campak 1% , dan lainnya 13%. Kematian pada bayi umur <1
bulan akibat Diare yaitu 2%. Terlihat bahwa diare sebagai salah satu penyebab
utama tingginya angka kematian anak di dunia. Dari 6,9 juta kematian anak, 11%
kematian atau lebih dari 750.000 kematian anak disebabkan oleh diare.
Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat morbiditas
dan mortalitas yang tinggi di berbagai negara khususnya di Negara berkembang.
Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun
meninggal setiap tahunnya, sekitar 20% meninggal karena infeksi diare.
Penyakit Diare masih menempati sepuluh penyakit terbanyak di Indonesia.
Pada tahun 2013 insiden diare pada balita adalah (6,7 %) dengan periode prevalen
(7%).

1
Insiden diare pada rentang usia <1 tahun adalah (7%) dengan periode prevalen
sebesar (11,2%), pada usia 1-4 tahun sebesar (6,7%) dengan periode prevalen
sebesar (12,2%).
Berdasarkan Hasil Survei Morbiditas Diare oleh Kementerian Kesehatan
dari tahun 2000 s.d 2010, pada tahun 2000 di Indonesia angka kesakitan balita
1.278 per 1000 turun menjadi 1.100 per 1000 pada tahun 2003 dan naik lagi pada
tahun 2006 kemudian turun pada tahun 2010. Proporsi terbesar penderita diare
pada balita adalah kelompok umur 6-11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu
kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43% kelompok umur 24-29 bulan sebesar
12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54-59 bulan yaitu
2,06%.
Sepuluh provinsi di Indonesia dengan insiden diare balita tertinggi adalah
Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur,
Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Sulawesi tengah, Dimana Sumatera Barat
menempati urutan kedelapan kasus diare balita tertinggi di Indonesia. Insiden
Rate diare di Sumatera Barat sebesar (7,1%) pada tahun 2013.
Di provinsi Jawa Timur sendiri menurut data dinas kesehatan provinsi
Jatim Tahun 2015 penyakit diare dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir
cenderung meningkat, dimana pada tahun 2013 mencapai 118,39 %, dan sedikit
menurun pada tahun 2014 menjadi 100,6 % dan meningkat menjadi 110,66 %
pada tahun 2015. Hal ini terjadi karena penurunan angka morbiditas dari tahun
2012. Kualitas tata laksanan program diare dari sisi pelaporan dalam kurun waktu
7 tahun terakhir belum seluruhnya mencapai target karena angka penggunaan
oralit kurang dari 100 % dan angka penggunaan infus lebih besar dari 1 %.
Untuk Puskesmas Mangaran, penyakit diare masih menjadi masalah utama.
Hal ini terlihat dari laporan setiap tahunnya yang menyebutkan bahwa diare masih
termasuk salah satu penyakit terbanyak yang ditemukan di Puskesmas. Pada tahun
2013, diare masih termasuk 10 penyakit menular terbanyak di Puskesmas
Mangaran. Besarnya prevalensi diare di Puskesmas Mangaran ini mendesak kita
untuk segera menentukan program dalam rangka menurunkan angka kejadian
diare terutama pada balita yang salah satunya dengan penggunaan jamban sehat

2
bagi setiap keluarga. Untuk setiap rumah yang menggunakan jamban sehat
tepatnya di desa tanjung kamal tahun 2016 masih sebesar 49,55 %, jadi rumah
yang belum memiliki akses jamban sehat masih ada sekitar 51 %. Sedangkan dari
sumber data mengatakan rata – rata masyarakat masih mempunyai kebiasaan
BAB di sungai.
Masalah kesehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan
kotoran atau tinja masyarakat merupakan salah satu dari berbagai masalah
kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja
masyarakat terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut
peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku,
tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan
satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan
dan sebagai media bibit penyakit, seperti: diare, typhus, muntaber, disentri,
cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
pada sumber air dan bau busuk serta estetika.
Anak balita merupakan kelompok yang rentan karena daya tahan tubuh anak
masih lemah sehingga kemungkinan tertular penyakit infeksi sangat besar. Anak
berumur di bawah lima tahun mempunyai organ tubuh yang masih sensitif
terhadap lingkungan. Oleh karena itu, anak lebih mudah terserang penyakit
dibandingan orang dewasa. Banyak terjadi serangan alergi pada anak-anak
menyerang sistem pencernaannya sehingga anak mengalami masalah dengan
makanan yang dikonsumsinya dan dapat menjadi diare.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanaGambaran Tingkat
Pengetahuan Ibu Desa Tanjung kamal Tentang Diare dan Penggunaan Jamban
Sehat Sebagai Salah Satu Pencegahan Diare Pada Balita.

3
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menurunkan angka kejadian
diare pada balita.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mengetahui tingkat pengetahuan ibu desa tanjung kamal tentang diare dan
penggunaan jamban sehat sebagai salah satu pencegahan diare pada balita.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :
1. Penulis
Mampu menambah pengetahuan mengenai upaya pencegahan diare
pada balita dengan penggunaan salah satunya jamban sehatdan
menambah pengalaman dalam melakukan penelitian.
2. Puskesmas/ Dinas Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan masukan
bagi pemegang program Keslinguntuk melihat pengetahuan ibu dalam
upaya pencegahan diare pada balita dan informasi yang didapat dari
hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk menyusun
program selanjutnya.
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
berguna terutama para ibu mengenai upaya pencegahan diare pada
balita sehingga mampu melakukan tindakan preventif dan mengubah
pola hidup, seperti tidak membuang tinja sembarangan dan
menggunakan jamban sehat yang tersedia.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan (knowledge)


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan melalui
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan seseorang terhadap objek memiliki intensitas yang berbeda.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior).
2.1.1 Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah.
2.1.2 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar.
2.1.3 Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya .
2.1.4 Analisis
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi , dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.5 Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.

5
2.1.6 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian – penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria – kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek
penelitian atau responden, kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan – tingkatan diatas.

2.2 Diare
2.2.1 Definisi
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses
tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare
akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare
kronik. Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta
dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan
tanda-tanda dehidrasi. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan
sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam.

2.2.2. Klasifikasi Diare


Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Berdasarkan lamanya diare:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut, bersifat hilang-timbul, atau
berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit
sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun.
Lama diare kronik lebih dari 30 hari.

6
c. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:


a. Diare sekresi (secretory diarrhea)
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)

2.2.3 Epidemilogi

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus


diare pada orangdewasa di seluruh dunia setiap tahun.Di Amerika Serikat,
insidens kasus diaremencapai 200 juta hingga 300 juta kasusper tahun. Sekitar
900.000 kasus diare perluperawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia,sekitar 2,5
juta kasus kematian karena diareper tahun. Di Amerika Serikat, diare
terkaitmortalitas tinggi pada lanjut usia. Satu studidata mortalitas nasional
melaporkan lebihdari 28.000 kematian akibat diare dalamwaktu 9 tahun, 51%
kematian terjadi padalanjut usia. Selain itu, diare masih merupakanpenyebab
kematian anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana sudah maju.
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk diIndonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta
anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut
terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia
disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh
bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%
dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena
diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.

7
2.2.4 Etiologi Diare
a. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri: Vibrio,
E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan
sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi
parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa
(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
2. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,
seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi
dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan
diare terutama pada anak yang lebih besar.
e. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status
pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan
rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan
status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan

8
faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat
pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.
f. Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata
mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja
sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat
pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar
dengan penyakit.
g. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
h. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena
itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan
diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal
karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi
dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70
dengan BB per TB.

2.2.5 Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia).
Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa

9
melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui
penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri
adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang,
output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air
dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan
asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi
sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c)
Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.

2.2.6 Manifestasi klinis


Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit menurun, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin
disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-
hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan
keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan
cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput

10
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan
berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik,
dan hipertonik.

Penilaian A B C
1. Lihat
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus, ingin Malas minum atau
tidak haus Minum banyak tidak bisa minum
2. Periksa
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
Lambat
3. Derajat Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat.
Dehidrasi ringan/sedang. Bila ada 1 tanda *
Bila ada tanda * ditambah satu atau
ditambah satu atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
Tabel Penilaian Derajat Dehidrasi

11
2.2.7 Diagnosis
1) Anamnesis

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik


tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung
kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah
banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan
dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali
berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah
dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif
datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam,
dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri
patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif,
dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai
beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan
makanan karena toksin yang dihasilkan.

2) Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,


frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung
atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir,
mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary
refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.

12
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat
dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik
harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus,
lemak, dan lain-lain. Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya
leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain.

2.2.8 Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE
yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4. Antibiotik Selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak
tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air
matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru

13
dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan
muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus
segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi
(Kemenkes RI, 2011).
A. Diare tanpa dehidrasi :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

B. Diare dengan dehidrasi ringan sedang :


Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
C. Diare dengan dehidrasi berat :
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.

Tabel 2.2. Kebutuhan Jumlah oralit yang Jumlah oralit yang


Oralit per Kelompok diberikan tiap BAB disediakan di rumah
Umur Umur
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4
bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5
bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari

2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus
yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.

14
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus
diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:

a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari

b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan
lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi
yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah
diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan.

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak
dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah

15
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat
anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Pemberian Nasihat

Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang


berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :


a. Diare lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari.

2.2.9 Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006)
adalah sebagai berikut:
1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai
daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang
disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah
tumbuhnya bakteri penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula

16
biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan
terjadinya gizi buruk.
2. Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap


mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan
masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping
ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit
lain yang menyebabkan kematian.

Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan


pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi
masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan
sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih
sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua
makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan
pemberian ASI bila mungkin.

b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-


bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging,
kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam
makanannya. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.
c) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa
makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar
sebelum diberikan kepada anak

3. Menggunakan air bersih yang cukup


Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan
atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,
makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.

17
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat
yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai
dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

4. Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting


dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare.

5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,
dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.

b) Bersihkan jamban secara teratur.

c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air
besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan
tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari
buang air besar tanpa alas kaki.

18
6. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal
ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak
dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal
yang harus diperhatikan:
a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau
kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan
mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau
anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun
besar dan buang ke dalam kakus.

c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya

7. Pemberian Imunisasi Campak


Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak
segera setelah berumur 9 bulan.
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah
penyakit TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan
tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio.

2.2.10 Komplikasi
Merupakan komplikasi utama, terutamapada lanjut usia dan anak-anak.
Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan terjadi secara mendadak
sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat
mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolik.Pada kasus-kasus yang
terlambat mendapatpertolongan medis, syok hipovolemik sudahtidak dapat diatasi
lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi

19
organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairantidak
adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.Haemolityc Uremic Syndrome
(HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC. Pasien HUSmenderita gagal
ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS
meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi
hubungannya dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.Sindrom
Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan komplikasi
lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain – Barreinfeksi
C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan
mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain
– Barre belum diketahui. Artritis pasca-infeksi dapat terjadi beberapa minggu
setelah penyakit diare karena Campylobacter,Shigella, Salmonella, atau Yersinia
spp.

2.2.11. Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat,perawatan yang mendukung, dan


terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di
Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%.
Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan
dengan sindrom uremik hemolitik.

20
2.3 Jamban
2.3.1 Definisi
Pembuangan tinja merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang
harus memenuhi sanitasi dasar bagi setiap individu. Pembuangan kotoran yang
baik harus dibuang ke dalam tempat penampungan kotoran yang disebut jamban.
Jamban atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan yang
dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut
kakus/WC dan memenuhi jamban sehat dan baik.

2.3.2 Jenis-jenis jamban


Terdapat beberapa jenis jamban sesuai bentuk dan namanya, antara lain:
1. Jamban cubluk (pit privy)
Jamban ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah
sedalam 2,5 sampai 8 meter dengan diameter 80-120cm. Dindingnya
diperkuat dari batu bata ataupun tidak. Sesuai dengan daerah pedesaan
maka rumah jamban tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan
atap daun kelapa. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15
meter.

Gambar 2.1 Jamban cubluk

21
2. Jamban cemplung berventilasi (ventilated improved pit latrine)
Jamban ini hampir sama dengan jamban cubluk, bedanya
menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa ventilasi ini
dapat dibuat dari bambu.

Gambar 2.2 Jamban cubluk berventilasi

3. Jamban empang (fish pond latrine)


Jenis jamban ini dibangun di atas empang ikan. Sistem jamban empang
memungkinkan terjadi daur ulang (recycling) yaitu tinja dapat langsung
dimakan ikan, ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan
tinja, demikian seterusnya.

Gambar 2.3 Jamban empang

22
4. Jamban pupuk (the compost privy)
Secara prinsip jamban ini seperti jamban cemplung tetapi lebih
dangkal galiannya, di dalam jamban ini juga untuk membuang kotoran
binatang, sampah, dan daun-daunan.

5. Septic tank
Jamban jenis septic tank merupakan jamban yang paling memenuhi
syarat. Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan
untuk kelompok kecil yaitu rumah tangga dan lembaga yang memiliki
persediaan air yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan
sistem penyaluran limbah masyarakat.Septic tank merupakan cara yang
terbaik yang dianjurkan oleh WHO tapi memerlukan biaya mahal,
tekniknya sukar dan memerlukan tanah yang luas.

Untuk mencegah penularan penyakit yang berbasis lingkungan digunakan


pembagian 3 jenis jamban, yaitu:

1. Jamban Leher Angsa


Jamban iniperlu air untuk menggelontor kotoran.Air yang terdapat pada leher
angsa adalah untuk menghindarkan bau dan mencegah masuknya lalat dan
kecoa. Ini merupakan pilihan jamban yang paling sehat.

2. Jamban Cemplung
Jamban initidak memerlukan air untuk menggelontor kotoran. Untuk
mengurangi bau serta agar lalat dan kecoa tidak masuk, lubang jamban perlu
ditutup.

3. Jamban Plengsengan
Jamban iniperlu air untuk menggelontor kotoran. Lubang jamban perlu juga
ditutup

23
Gambar 2.4 Jenis-jenis jamban

2.3.3 Cara memilih jamban


a. Jamban cemplung digunakan untuk daerah yang sulit air
b. Jamban tangki septik/leher angsa digunakan untuk daerah yang cukup air
dan daerah padat penduduk karena dapat menggunakan multiple latrine
yaitu satu lubang penampungan tinja/tangki septik digunakan oleh
beberapa jamban (satu lubang dapat menampung kotoran/tinja dari 3-5
jamban)
c. Daerah pasang surut, tempat penampungan kotoran/tinja hendaknya
ditinggikan kurang lebih 60cm dari permukaan air pasang.

2.3.4 Manfaat dan fungsi jamban


Terdapat beberapa alasan diharuskannya penggunaan jamban,yaitu:
1. Menjaga lingkungan bersih, sehat, dan tidak berbau
2. Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitamya.
3. Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular
penyakit diare, kolera, disentri, thypus,cacingan, penyakit saluran pencernaan,
penyakit kulit dan keracunan.

24
Jamban juga berfungsi sebagai pemisah tinja dari lingkungan. Jamban
yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit


2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman
3. Bukan tempat berkembangnya serangga sebagai vektor penyakit
4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan

Pemanfaatan jamban adalah perbuatan masyarakat dalam memanfaatkan


atau menggunakan jamban ketika membuang air besar. Atau dengan kata lain
pemanfaatan adalah penggunaan jamban oleh masyarakat dalam hal buang air
besar. Pemanfaatan jamban berhubungan erat dengan bahaya yang dapat
diakibatkan oleh penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh adanya kotoran tinja
manusia yang dapat menjadi sumber penyakit.
Tinja yang tidak tertampung ditempat tertutup dan aman dapat
menyebabkan beberapa penyakit menular seperti polio, kholera, hepatitis A dan
lainnya. Penyakit-penyakit ini dilatarbelakangi tidak tersedianya sanitasi dasar
seperti penyediaan jamban. Bakteri E.Coli dijadikan sebagai indikator
tercemarnya air, dan seperti kita ketahui bahwa bakteri ini hidup dalam saluran
pencernaan manusia.
Mutmainna (2009:2) menjelaskan bahwa pembuangan tinja perlu
mendapat perhatian khusus karena merupakan satu bahan buangan yang banyak
mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit,
seperti diare, tifus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta
estetika.
Tujuan jamban keluarga yaitu tidak membuang tinja ditempat terbuka
melainkan membangun jamban untuk diri sendiri dan keluarga. Penggunaan
jamban yang baik adalah kotoran yang masuk hendaknya disiram dengan air yang
cukup, hal ini selalu dikerjakan sehabis buang tinja sehingga kotoran tidak tampak
lagi. Secara periodik bowl, leher angsa dan lantai jamban digunakan dan

25
dipelihara dengan baik, sedangkan pada jamban cemplung lubang harus selalu
ditutup jika jamban tidak digunakan lagi, agar tidak kemasukan benda-benda lain.
Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan penggunaan jamban
keluarga adalah dilakukan untuk menjaga higienitas lingkungan yang lebih baik,
lebih sehat, lingkungan lebih bersih, lebih nyaman dan keselamatan lebih terjaga,
serta dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit.
Hubungan antara pembuangan tinja dengan status kesehatan penduduk
bisa berdampak langsung maupun tidak langsung. Efek langsung bisa
mengurangi insidens penyakit yang ditularkan karena kontaminasi dengan tinja
yaitu sebagian besar penyakit yang menginfeksi saluran cerna sepeti kolera,
disentri, tifus dan sebagainya. Sedangkan efek tidak langsung dari pembuangn
tinja berkaitan dengan komponen sanitasi lingkungan seperti menurunnya kondisi
hygiene lingkungan. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial
masyarakat dengan mengurangi pencemaran tinja manusia pada sumber air
minum penduduk.

2.3.5 Kriteria jamban sehat


Jamban Sehat (improved latrine)merupakan fasilitas pembuangan tinja
yang memenuhi syarat :

1. Tidak mengkontaminasi badan air.


2. Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
3. Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau
serangga vektor lainnya termasuk binatang.
4. Menjaga buangan tidak menimbulkan bau
5. Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna

26
Ventilasi yg
cukup
dinding pelindung

tempat sabun
Penampung
tinja

tempat persediaan
air

Gambar : Contoh Jamban Sehat

Terdapat beberapa bagian sanitasi pembuangan tinja antara lain:


a. Rumah Jamban: Berfungsi sebagai tempat berlindung dari lingkungan
sekitar, harus memenuhi syarat ditinjau dari segi kenyamanan maupun
estetika. Konstruksi disesuaikan dengan keadaan tingkat ekonomi rumah
tangga.
b. Lantai Jamban: Berfungsi sebagai sarana penahan atau tempat pemakai yang
sifatnya harus baik, kuat dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap air.
Konstruksinya juga disesuaikan dengan bentuk rumah jamban.
c. Tempat Duduk Jamban:Fungsi tempat duduk jamban merupakan tempat
penampungan tinja, harus kuat, mudah dibersihkan, berbentuk leher angsa
atau memakai tutup yang mudah diangkat.
d. Kecukupan Air Bersih:Jamban hendaklah disiram minimal 4-5 gayung yang
bertujuan menghindari penyebaran bau tinja dan menjaga kondisi jamban
tetap bersih. Juga agar menghindari kotoran tidak dihinggapi serangga
sehingga dapat mencegah penularan penyakit.

27
e. Tersedia Alat Pembersih: Tujuan pemakaian alat pembersih, agar jamban
tetap bersih setelah jamban disiram air. Pembersihan dilakukan minimal 2-3
hari sekali meliputi kebersihan lantai agar tidak berlumut dan licin.
Sedangkan peralatan pembersih merupakan bahan yang ada di rumah jamban
didekat jamban.
f. Tempat Penampungan Tinja: Adalah rangkaian dari sarana pembuangan tinja
yang berfungsi sebagai tempat mengumpulkan kotoran/tinja. Konstruksi
lubang harus kedap air dapat terbuat dari pasangan batu bata dan semen,
sehingga menghindari pencemaran lingkungan.
g. Saluran Peresapan:Merupakan sarana terakhir dari suatu sistem pembuangan
tinja yang lengkap berfungsi mengalirkan dan meresapkan cairan yang
bercampur tinja.

2.3.6 Cara pemeliharaan jamban


Cara yang dapat dilakukan untuk memelihara jamban antara lain:
a. Lantai jamban selalu bersih dan tidak ada genangan air
b. Bersihkan jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih
c. Di dalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat
d. Tidak ada serangga (kecoa, lalat) dan tikus yang berkeliaran
e. Tersedia alat pembersih (sabun, sikat dan air bersih)
f. Bila ada kerusakan segera diperbaiki

28
2.3.7 Penggunaan jamban sehat di indonesia
Sampai saat inidiperkirakan sekitar 47% masyarakat Indonesia (khususnya
yang tinggal di daerah pedesaan) masih buang air besar sembarangan, seperti di
sungai, kebun, sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya. Masyarakat
pedesaan tersebut enggan untuk buang air besar di jamban karena banyak yang
beranggapan membangun jamban sangat mahal, lebih enak BAB di sungai, tinja
dapat digunakan untuk pakan ikan, dan alasan lain yang dikatakan merupakan
kebiasaan sejak dulu dan diturunkan dari nenek moyang. Perilaku tersebut sangat
merugikan kesehatan, karena tinja merupakan media tempat hidup bakteri coli
yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare dan berisiko menjadi
wabah penyakit bagi masyarakat.
Tinja merupakan bentuk kotoran yang merugikan dan membahayakan
kesehatan masyarakat, maka tinja harus dikelola, dibuang dengan baik dan benar.
Maka itu tinja harus dibuang pada suatu tempat yaitu jamban. Jamban keluarga
adalah suatu istilah yang digunakan sebagai tempat pembuangan kotoran manusia
dalam suatu keluarga. Semua anggota keluarga harus menggunakan jamban untuk
membuang tinja, baik anak-anak (termasuk bayi dan balita) dan orang dewasa.
Pembuatan jamban keluarga yang sehat, sebaiknya mengikuti beberapa syarat,
yaitu: tidak mengotori tanah maupun air permukaan di sekeliling jamban tersebut,
tidak dapat terjangkau oleh serangga, terutama lalat dan kecoak, tidak
menimbulkan bau, mudah dipergunakan dan dipelihara, sederhana serta dapat
diterima oleh pemakainya.

29
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain dalam penelitian ini adalah studi deskriptif, dengan metode
pengumpulan data secara cross sectionaldimana data dikumpulkan pada satu
waktu tertentu, setiap subjek studinya hanya satu kali pengamatan selama
penelitian. Sehingga berguna untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu desa
tanjung kamal terhadap diare dan penggunaan jamban sehat sebagai salah satu
pencegahan diare pada balita.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian


Tempat penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Kamal
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai bulan September 2017 sampai dengan bulan Oktober
2017.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di
Desa Tanjung Kamal.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di desa
Tanjung Kamal yang bersedia menjadi responden penelitian dengan
memberikan persetujuan menjadi responden baik secara lisan maupun
tulisan dengan mendatangani informed consent.

30
3.4. Cara Pemilihan Sampel
Cara pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik total sampling dimana pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan
kriteria inklusi dan eklusi di desa Tanjung Kamal.

3.5. Estimasi Besar Sampel


Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang datang dan
memiliki balita.

3.6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

3.6.1. Kriteria Inklusi


Seluruh ibu yang memiliki balita yang bersediamenjadiresponden.

3.6.2. Kriteria Eklusi


Ibu dari balita yang tidak bersedia menjadi responden.

3.7. InstrumenPenelitian
Alat ukur penelitian ini berbentuk kuisioner, dengan kategori tingkat
pengukuran ordinal. Keseluruhan jawaban yang masuk akan diberi skor dengan
menggunakan skala Guttman untuk tingkat pengetahuan ibu desa tanjung kamal
terhadap diare dan penggunaan jamban sehat sebagai salah satu pencegahan diare
pada balita.

3.8. Cara Kerja


Cara kerja dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data
primer.Data primer adalah data yang dihasilkan secara langsung dari responden
dengan membagikan dan meminta responden untuk mengisi kuisioner agar
mendapatkan jawaban dari pernyataan yang diberikan oleh peneliti.Pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat didalam kuisioner dibuat untuk menilai tingkat
pengetahuan Ibu Desa Tanjung Kamal Terhadap Diare dan Jamban Sehat Sebagai
Salah Satu Pencegahan Diare Pada Balita.

31
Jenis daftar pertanyaan kuesioner untuk menggali pengetahuan tersebut
adalah dalam bentuk pertanyaan tertutup (menggunakan pertanyaan multiple
choice) untuk memudahkan mentabulasi data atau mengolah data. Instrument
yang digunakan berupa kuisioner dengan 14pertanyaan. Bila jawaban responden
benar akan diberi nilai 1, jika jawaban salah akan diberi nilai 0.
1. Baik : jika jawaban yang benar > 80% (total skor > 11)
2. Cukup : jika jawaban yag benar antara 60-80% (total skor 8 - 11)
3. Kurang : jika jawaban yang benar < 60% (total skor < 8)

3.9. Analisa Data


Dalam penelitian ini data yang telah dikumpulkan dari setiap responden
akan dianalisis melalui beberapa tahap :

1. Proses editing
Dilakukan pengecekan kelengkapan data yang dikumpulkan. Bila terdapat
kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dan
dilakukan pendataan ulang.
2. Proses coding
Data yang diperoleh dari setiap pertanyaan diberi kode sesuai dengan
petunjuk.
3. Proses tabulating
Dilakukan dengan memasukkan data kedalam tabel berdasarkan variabel
yang ada, sehingga memudahkan dalam menganalisa data.
4. Entry
Memasukkan data kedalam komputer sehingga memudahkan dalam
menganalisa data.

32
BAB 4
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

4.1. Keadaan Geografis


Puskesmas Mangaran merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten
Situbondo yang terletak didaerah pesisir dan di sebelah utara berbatasan langsung
dengan selat Madura, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kapongan,
sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Panji, serta sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Panarukan.
Luas wilayah kerja Puskesmas Mangaran adalah 3.570,396 km² dan
merupakan dataran rendah. Luas wilayah per desa dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

33
Tabel Luas Wilayah Menurut Desa di Puskesmas Mangaran :

LUAS
No DESA
KM Ha
1. Mangaran 3,40 340,125
2. Tanjung Kamal 9,18 918,400
3. TanjungGlugur 3,40 340,396
4. TanjungPecinan 11,71 1.170,646
5. Semiring 2,42 242,341
6. Trebungan 5,59 558,515
JumlahDesa: 6 3.570,396
Sumberdata :KecamatanMangaranDalamAngkaTahun 2015.

Dari 6 desa yang ada, terdiri dari 4 desa memiliki pantai dan 2 desa
tidak memiliki pantai yaitu desa Mangaran dan desa Trebungan.
Sedangkan jarak baik dari desa ke Ibukota Kecamatan maupun dari
ibukota Kecamatan ke Kabupaten Situbondo adalah sbb :

JarakkeIbukota (Km)
No Desa
Kecamatan Kabupaten
1 Trebungan 3,0 5,5
2 Mangaran 0,2 7,0
3 Tanjung Kamal 2,0 9,0
4 TanjungGlugur 2,5 9,5
5 TanjungPecinan 4,0 8,5
6 Semiring 6,0 7,0
Sumberdata :KecamatanMangaranDalamAngkaTahun 2015.

34
4.2. Wilayah Administrasi
Wilayah administrasi di Kecamatan Mangaran terbagi menjadi :
 Desa/Kelurahan :
 Dusun
 Rukun Warga/RW : 7
 Rukun Tetangga : 17
Jumlah dusun terbanyak didominasi oleh dua desa Yaitu Desa Tanjung
Pecinan dan Desa Trebungan, sedangkan untuk kelurahan Kecamatan Mangaran
tidak mempunyai Kelurahan. Dari 6 desa yang ada 3 desa yakni desa Semiring,
Tanjung Pecinan, Tanjung Glugur dan Tanjung Kamal berbatasan dengan selat
Madura.
(Sumber data : Kecamatan Mangaran Dalam Angka Tahun 2015.)
4.3. Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Mangaran berdasarkan data inmakro BPS
tahun 2015 adalah 32.183 jiwa sedangkan tahun 2015 mencapai 32.575jiwa yang
terdiri dari 15.790 penduduk laki – laki dan 16.785 penduduk perempuan dengan
sex ratio sebesar 92,77 sehingga dalam kurun waktu 1 (satu ) tahun terjadi
kenaikan jumlah penduduk sebesar 0,98 persen. Angka kepadatan penduduk di
wilayah Kecamatan Mangaran setiap kilometer adalah 912 jiwa. Dari keenam
desa tersebut yang terpadat adalah desa Semiring sebanyak 1.521 jiwa setiap
kilometer persegi dan terjarang adalah desa Tanjung Pecinan sebanyak 581 jiwa
setiap kilometer persegi persen hal ini berarti setiap 100 penduduk perempuan
terdapat 92,77 persen penduduk laki-laki. Sedangkan masyarakat miskin (Maskin)
di Kecamatan Mangaran adalah 16.581 jiwa yang tersebar di 6 desa.

35
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel jumlah penduduk, jumlah
penduduk miskin di Puskesmas Mangaran Tahun 2015 sebagai berikut
Penduduk
No Desa
LK PR JumlahPenduduk JumlahMaskin
1 Tribungan 3.410 3.559 6.969 2.168
2 Mangaran 2.232 2.344 4.576 1.700
3 Tanjung Kamal 3.237 3.405 6.642 3.598
4 TanjungGlugur 1.825 2.065 3.890 1.176
5 TanjungPecinan 3.295 3.508 6.803 2.665
6 Semiring 2.078 1.617 3.695 1.664
Jumlah 16.077 16.498 32.575 12.971
SumberData:KecamatanMangaranDalamAngkadanPuskesmasMangaran
Tahun 2015
4.4. SaranaPendidikan
Sarana pendidikan disatu wilayah sangat berpengaruh terhadap
tingkat pendidikan dari masyarakat dan juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pencapaian program kesehatan, semakin banyak sarana
pendidikan yang ada maka akan semakin tinggi tingkat pendidikan
masyarakat
Untuk lebih jelasnya sarana pendidikan di wilayah Kecamatan
Mangaran dapat dilihat pada table pendidikan dibawah ini :
SARANA PENDIDIKAN
NO NAMA DESA
PAUD TK RA SD MI MTs SMP MA SMK
1 Trebungan 7 1 - 4 2 1 1 1 -
2 Mangaran 4 2 2 2 2 3 1 1 -
3 Tanjung Kamal 7 1 - 5 - - 1 - 1
4 TanjungGlugur 3 1 2 2 2 - - - -
5 TanjungPecinan 4 2 1 2 4 - 2 - -
6 Semiring 2 1 3 - - 1 - 1
JUMLAH 27 8 5 18 10 4 6 2 2
Sumberdata :KecamatanMangaranDalamAngkaTahun 2015

36
4.5. Data UmumOrganisasi
Sesuai dengan PERMENKES nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo Nomor:
440/148.1/431.201.1.1/2016 tentang Struktur Organisasi Pusat Kesehatan
Masyarakat se Kab. Situbondo terdiri dari :
a) KepalaPuskesmas
b) JabatanFungsionalTertentu
 DokterUmum
 Dokter Gigi
 Perawat
 Bidan
 AhliGizi
 Sanitaraian
 PelaksanaFarmasi
c) Tim Mutu
 Tim Perencanaan Tingkat Puskesmas
 Tim Audit
 Tim ManajemenResiko
d) Sub Bagian Tata Usaha membawahi :
1. AdministrasiUmum
2. Sistem InformasiPuskesmas
3. Kepegawaian
4. BendaharaPenerimaanPembantu
5. BendaharaPengeluaranpembantu
6. Bendehara BOK
7. PengurusBarang
8. Loket
9. Pengemudi
10. Keamanan
11. Kebersihan

37
e) UpayaKesehatanMasyarakat :
Membawahi :
1. Program Essensial :
 PromosiKesehatan&UpayaKesehatanSekolah
 KesehatanLingkungan
 KesehatanIbu, Anak&KeluargaBerencana Yang bersifat
UKM
 Gizi
 PencegahandanpengendalianPenyakit
 Keperawatan
2. Program Pengembangan :
 KesehatanJiwa
 Kesehatan Gigi Masyarakat
 KesehatanTradisionalKomplementer
 Kesehatan Olah Raga
 KesehatanIndera
 KesehatanLansia
 KesehatanKerja

f) JaringandanJejaringFasilitaasPelayananKesehatan:
1. PuskesmasPembantu
 PustuTanjung Kamal
 PustuSemiring
 PustuTrebungan
2. Poskesdes
 PoskesdesTanjung Kamal
 PoskesdesTanjungGlugur
 PoskesdesTanjungPecinan
 PoskedesMangaran
3. Puskesmaskeliling
4. BidanDesa

38
5. JejaringFasilitasPelayananKesehatan
g) UpayaKesehatanPerorangan
1. PemeriksaanUmum
2. Kesehatan Gigi danMulut
3. KesehatanIbu, anak&KeluargaBerencana yang bersifat UKP
4. GawatDarurat
5. Gizi yang bersifat UKP
6. Persalinan
7. RawatInap
8. Kefarmasian
9. Laboratorium

39
4.2 VISI DAN MISI PUSKESMAS
Untuk mencapai target diakhir tahun 2016 dari rencana yang sudah
ditetapkan tahun sebelumnya maka Visi dari Puskesmas Mangaran adalah
sbb :

TERWUJUDNYA MASYARAKAT MANGARAN YANG BERIMAN,


SEJAHTERA DAN BERKEADILAN

Untuk mewujudkan visi tersebut ada empat (4) misi yang


akandijalankan oleh semua pelaksana kegiatan di puskesmas Mangaran yaitu
:

1. MENDORONG MASYARAKAT BERPERILAKU HIDUP


BERSIH DAN SEHAT
2. MEMBERDAYAKAN INDIVIDU, KELUARGA DAN
MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
3. MENINGKATKAN KUALITAS SDM DAN MANAJEMEN
KESEHATAN
4. MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN YANG
BERMUTU, TERJANGKAU DAN MERATA

Ke empat (4 ) misi tersebut bertujuan :

MEWUJUDKAN MASYARAKAT MANGARAN YANG SEHAT


SECARA MANDIRI

40
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Kamal Kecamatan Mangaran.

5.3 Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu
yang memiliki balita. Jumlah sampel sebanyak 20 orang yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi.

5.4 Hasil Analisis Data

Tabel 5.1 Distribusi Kara kteristik Responden Berdasarkan Tingkat


Pengetahuan

Frekuensi Persen
Baik 5 25.0
Cukup 13 65.0
Kurang 2 10.0
Total 20 100.0

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan ibu desa
tanjung kamal tentang diare dan penggunaan jamban sehat sebagai salah satu
pencegahan diare pada balita dalam kategori cukup. Dimana yang tergolong
dalam kategori cukup sebanyak 13 responden (65%) dan yang tergolong dalam
kategori baik sebanyak 5 responden (25%) dan yang tergolong dalam kategori
kurang sebanyak 2 responden (10%).

41
Tabel 5.3 Diagram Tabel Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Tingkat Pengetahuan

Distribusi Karakteristik Responden


Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Frekuensi Persentasi

100

65

25 20
13 10
5 2

Baik Cukup Kurang Total

42
Tabel 0.1 Distribusi Frekuensi Responden pada Pertanyaan Pengetahuan

No. Pertanyaan Benar % Salah %


1. Apakah yang dimaksud dengan 17 85,0% 3 15%
penyakit diare?
2. Manakah penyebab diare yang 11 55,0% 9` 45%
paling sering terjadi pada balita?
3. Apakah bahaya diare pada anak 17 85,0% 3 15%
bila tidak segera ditangani?
4. Apa tanda-tanda kekurangan 8 40% 12 60,0%
cairan (dehidrasi) pada anak?
5. Apa penanganan awal ibu dirumah 16 80,0% 4 20,0%
jika anak terkena diare?
6. Kemana ibu/anggota keluarga 20 100% 0 0%
membawa berobat jika diare anak
semakin parah?
7. Upaya kesehatan lingkungan apa 14 70,0% 6 30,0%
yang dilakukan untuk mencegah
penyebab terjadinya penyakit diare
pada anak dilingkungan rumah?
8. Apakah yang dimaksud dengan 15 75,0% 5 25,0%
jamban?

9. Manakah dari berikut ini yang 12 60,0% 8 40,0%


merupakan pilihan jamban yang
paling tepat?
10. Apakah fungsi jamban sehat bagi 18 90,0% 2 15%
keluarga?

11. Manakah yang termasuk syarat 10 50,0% 10 50,0%

43
utama pembuatan jamban sehat?
12. Apa bahaya yang dapat terjadi 14 70,0% 6 30,0%
pada lingkungan jika tidak BAB di
jamban, terutama bagi kesehatan
balita?
13. Manakah gejala atau penyakit 14 70,0% 6 30,0%
yang bisa ditimbulkan akibat
pemakaian jamban yang tidak
sehat, terutama untuk balita?
14 Apakah penyakit tersebut dapat 13 65,0% 7 35,0%
menular ke anak yang lain atau
orang sekitar?

Berdasarkan tabel 5.2 diatas terlihat bahwapertanyaan yang paling


banyak dijawab dengan “salah” oleh respondenyaitu pertanyaan pada nomor 4
yaitu60%, dimana tanda-tanda kekurangan cairan (dehidrasi) pada anak yaitu anak
gelisah, rewel, mulut kering, dan mata cekung. Sesuai Panduan pedoman diare
akut IDAIbahwa tanda dehidrasi pada anak seperti ubun-ubun cekung, mata
cowong, mukosa mulit kering, dan anak gelisah. Sedangkan pertanyaan yang
paling banyak dijawab dengan “benar” oleh responden adalah pertanyaan nomor
10 sebanyak 90% yaitu fungsi jamban sehat bagi keluarga.

44
BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan:
Hasil penelitian yang dilakukan kepada 20 responden bahwa tingkat
pengetahuan ibu tentang diare dan penggunaan jamban sehat sebagai pencegahan
diare pada balita adalah “cukup” sebanyak 13 responden atau 65%. Sedangkan
yang berpengetahuan “baik” adalah sebanyak 5 orang atau 25.0% dan yang
berpengetahuan “kurang” adalah sebanyak 2 orang atau 10.0%.

6.2. Saran
Berdasarkan hasil yang didapati pada penelitian ini, maka dikemukakan beberapa
saraan seperti berikut:
a. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penyuluhan kepada
masyarakat terutama ibu yang mempunyai balita untuk lebih peduli
terhadap kesehatan anak serta edukasi yang baik dan meneliti beberapa
variabel/faktor lain yang belum terdapat pada penelitian ini.
b. Bagi ibu yang memiliki balita untuk selalu memperhatikan kesehatan anak
terutama dalam hal makanan dan higinitas dirumah maupun lingkungan
sekitar untuk pencegahan diare.
c. Perlunya penyuluhan tentang jamban sehat dari pihak terkait baik pihak
Kecamatan ataupun puskesmas kepada masyarakat desa Tanjung Kamal
akan pentingnya penggunaan jamban untuk pencegahan berbagai penyakit.
d. Melakukan tindakan persuatif kepada masyarakat agar mau membangun
jamban di rumah masing-masing.

45
DOKUMENTASI

46
47
48
49

Anda mungkin juga menyukai