TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
D. Etiologi
Faktor-faktor penyebab prolaps uteri adalah :
a. Proses Melahirkan
- Tarikan janin pada Persalinan yang lama
- Pembukaan belum lengkap
- Laserasi dinding vagina bawah pada kala II
- Penataksanaan pengeluaran plasenta
- Reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik
b. Menopouse : Hormon esterogen telah berkurang sehingga otot-otot
dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.
c. Ascites dan tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya hal
tersebut. Biasanya prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, faktor
penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan
penunjang uterus. (Wiknjosastro, 2007).
d. Prolapsus terjadi bila otot dan ligamentum dasar panggul sangat
teregang terutama akibat persalinan lama atau usia tua ( umumnya
prolapsus terjadi pada usia diatas 55 tahun ) selain hal tersebut etiologi
lain adalah :
- Obesitas
- Keganasan uterus
- Diabetes
- Bronchitis chronis
- Asma
- Pekerjaan
- Pengangkat beban berat terutama bila otot panggul sudah lemah
atau uterus retroversio
E. Patofisiologi
Prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari yang paling
ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan,
khususnya persalinan per vaginam yang susah, dan terdapatnya
kelemahan-kelemahan ligamen-ligamen yang tergolong dalam fasia
endopelvik, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Juga dalam
keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan
memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot
mengurang seperti pada penderita dalam manopause (Wiknjosastro, 2007).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut, dan lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus
dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya
trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang
dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat
menjadi besar karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau yang
diselesaikan dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel
harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada divertikulum keadaan
uretra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang uretra ada lubang,
yang membuat kantong antara uretra dan vagina (Wiknjosastro, 2007).
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma
obstetrik atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum
kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen
vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum
dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan menonjol
kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum
(Wiknjosastro, 2007).
G. Pemeriksaan Diagnosis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya
dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Friedman
dan Little, menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut :
Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan
dengan pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal,
atau porsio sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar
dari vagina. Selanjutnya anjurkan penderita untuk berbaring dengan posisi
litotomi, ditentukan pula panjangnya servik uteri. Serviks uteri yang lebih
panjang biasanya dinamakan elongsio kolli (Wiknjosastro, 2007).
Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek
dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita
mengejan. Jika dimasukkan kateter logam kedalam kandung kemih,
kateter itu diarahkan kedalam sistokel, dapat diraba keteter tersebut dekat
sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah dari
sistokel, dekat pada orifisium urethrae eksternum (Wiknjosastro, 2007).
Menegakkan diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rectum ke
lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong,
memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk
memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan selanjutnya
dapat diraba dinding rektokel yang menonjol lumen vagina. Enterokel
menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan
rectal dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat diatas rectum
(Wiknjosastro, 2007).
H. Penanganan
1. Pengobatan Medis non operatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup
membantu. Cara ini dilakukan pada prolapsus uteri ringan tanpa
keluhan, atau penderita masih ingin mendapatkan anak lagi, atau
penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan
untuk dioperasi (Wiknjosastro, 2007).
a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus uteri ringan, terutama yang
terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya
untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang
mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat
listrik, elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang
dimasukkan ke dalam vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif,
yakni menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Oleh karena itu
jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian
pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding
vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus
tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang
paling baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium cincin, terbuat
dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunkan
pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (steam)
dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan
ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan
tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi
sokongan kepada pessarium. Pessarium dapat dipakai selama beberapa
tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang
sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa dengan
inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium
dibersihkan dan disucihamakan, dan kemudian dipasang kembali.
Kontraindikasi terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang
pelvis akut atau sub akut, dan karsinoma.
Jenis-jenis Pessarium:
1. Gambar A, B, C, D dan K adalah Pessarium Cincin
2. Gambar F, G, H dan J adalah Pessarium Karet
3. Gambar E dan I adalah Pessarium Napier
Cara pemasangan pessarium
Pessarium diberi zat pelican dan dimasukkan miring sedikit ke dalam
vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersubut
ditempatkan ked lam forniks vaginae posterior. Prinsip pemakaian
pessarium adalah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding
vagina bagian atas, sehingga bagain dari vagina tersebut beserta uterus
tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. (Wiknjosastro
(2007)
2. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu
ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri, atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Indikasi untuk melakukan
operasi pada prolapsus vagina adalah adanya keluhan.
I. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2007), komplikasi yang dapat menyertai
prolapsus uteri ialah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio);
karena itu mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut,
dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan
paha dan pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang,
dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian,
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita
berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk
mendapat kepastian akan adanya karsinoma.
3. Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan
penyokong uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian
uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah – serviks uteri
mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan
periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih
panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung
kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa
juga menyempitkan ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter
dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut
antara kandung kencing dan uretra yang dapat menimbulkan stress
incontinence.
5. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang
terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan
pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau
sama sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu partus
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan
dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan
persalinan terhalang.
8. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi
dan timbul hemoroid.
9. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan
laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.