Anda di halaman 1dari 21

Nama : Tanda Tangan

NIM :

...........................................................
Narasumber :

............................................

BAB I

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn N
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
RM : 591303
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl. Kajenjeng Dalam 3 No. 29
Tgl. Pemeriksaan : 29 Januari 2019
Rumah Sakit : Poliklinik Mata RSPAD Gatot Soebroto

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 29 Januari 2019

Keluhan Utama : Mata kanan merah


Keluhan Tambahan : penglihatan kabur, dan nyeri pada mata kanan, silau
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan mata
merah pada mata kanan sejak 1 bulan ini. Pasien juga merasakan silau saat terkena
cahaya matahari ataupun lampu. Pasien merasakan keluhan terasa nyeri pada mata
kanan. Pasien mengeluhkan seperti ada yang mengganjal di mata kanan. Kadang
mata kanan pasien merasakan berair. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti
TBC, Pasien tidak memiliki riwayat operasi mata intraokuler sebelumnya seperti

1
operasi katarak, dan riwayat trauma tembus bola mata. Pasien menyangkal adanya
trauma pada kedua daerah matanya.
Kelopak mata tidak bengkak dan tidak sulit dibuka. Bola mata dapat digerakkan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Dua minggu sebelum masuk RS pasien baru saja sembuh dari sakit cacar air.
Riwayat trauma disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Alergi :
Tidak ada riwayat alergi sebelumnya

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Frekuensi nafas : 22 kali/menit
Suhu : 36,3o C
Kepala : normocephal
Leher : pembesaran KGB dan tiroid tidak ada
Thoraks : cor : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : edema (-), akral hangat

2
Status Ophtalmologis

FOTO
Oculus Dextra

1. Visus
OD OS
Tajam penglihatan 2/60 (PH tetap) 6/6
-
Koreksi -
Addisi - -
Distansia pupil 58/56 mm
Kacamata lama Tidak ada

2. Kedudukan bola mata


Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata baik ke segala arah baik ke segala arah

3. Supersilia
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris

4. Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada

3
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra 12 mm 12 mm
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

5. Palpebra inferior
Edema Ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura palpebra 12 mm 12 mm
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Pseudoptosis Tidak ada Tidak ada

6. Konjungtiva tarsalis superior


Hiperemis Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemia Tidak ada Tidak ada

7. Konjungtiva tarsalis inferior


Hiperemis Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemia Tidak ada Tidak ada

8. Konjungtiva bulbi
Injeksi konjungtiva Ada Tidak ada
Injeksi siliar Ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
subkonjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista dermoid Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

4
9. Sistem lakrimalis
Punctum lakrimalis Lakrimasi ada Lakrimasi tidak ada
Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

10. Sklera
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ikterik Tidak ikterik

11. Kornea
Kejernihan Keruh Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm Tidak ada
Sensibilitas Menurun Tidak menurun
Infiltrat Ada Ada
Ulkus Ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Ada Ada
Edema Ada Tidak ada
Tes placibo Tampak bayangan Tampak bayangan
konsentris konsentris

12. Bilik mata depan


Kedalaman Dalam Sedang
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek tyndall Tidak diperiksa Tidak diperiksa

13. Iris
Warna Coklat Coklat
Kriptae Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

14. Pupil
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks cahaya Positif Positif
langsung
Refleks cahaya tak Positif Positif
langsung

5
15. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Ditengah Ditengah
Shadow test Negatif Negatif

16. Badan kaca


Kejernihan Jernih Jernih

17. Fundus okuli


a. Refleks fundus Positif Positif
b. Papil
- Bentuk Bulat Bulat
- Warna Kuning kemerahan Kuning kemerahan
- Batas Tegas Tegas
- CD Ratio 0,3 mm 0,3 mm
c. Arteri vena 2:3 2:3
d. Retina
- Edema Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan Tidak ada Tidak ada
- Eksudat Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
e. Makula lutea
- Refleks fovea Positif Positif
- Edema Tidak ada Tidak ada
- Pigmentosa Tidak ada Tidak ada

18. Palpasi
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli Normal/palpasi Normal/palpasi
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

19. Kampus visi


Tes konfrontasi Sesuai dengan Sesuai dengan
pemeriksa pemeriksa

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Tes Fluoresen (+) dilakukan pemeriksaan dengan Slit Lamp hasilnya OD
Infiltrat(+) lesi berbentuk geographic
2. Tes Sensitifitas Kornea: OD menurun
3. Tes Slit Lamp:
- SLOD : Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikorneal (+) injeksi
konjungtiva (+) kornea nampak keruh di sentral, edema (+), fluoresensi (+),
BMD dalam, detail lain Sulit dievaluasi.

6
- SLOS : Konjungtiva hiperemis (-) kornea jernih, iris cokelat,
kripte (+), pupil bulat, sentral RC (+), lensa jernih

Gambar SLOD Gambar SLOD dengan flouresensi


(+)

V. RESUME
Pasien Laki-Laki, Tn. N, 42 tahun, datang ke poliklinik mata RSPAD Gatot
Soebroto dengan keluhan mata merah sejak 1 bulan ini. Pasien juga merasakan silau
saat terkena cahaya matahari ataupun lampu. Pasien merasakan keluhan terasa nyeri
pada mata kanan. Pasien mengeluhkan seperti ada yang mengganjal di mata kanan.
Kadang mata kanan pasien merasakan berair.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal. Pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD 2/60 (PH tetap), pada konjungtiva
terdapat pelebaran pembuluh darah, infiltrat punctata pada kornea dan tes fluoresin
(+). SLOD : Konjungtiva hiperemis (+) injeksi perikornea (+) injeksi konjungtiva
(+) kornea nampak keruh di sentral, edema (+), fluoresensi (+), BMD sedang, detail
lain sulit dievaluasi. Tes fluoresens: OD (+) defek berbentuk geografik.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Keratitis herpetika geografik OD

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Ulkus Kornea
2. Keratokonjungtivitis

VIII. KOMPLIKASI
1. Gangguan refraksi
2. Jaringan parut permanen
3. Ulkus kornea

7
IX. PENATALAKSANAAN
 Terapi topikal
- C. Hervis 3x1 tts OD
- C. Hyalub 6x1 tts OD
 Terapi oral
- Formuno Kap 1x1

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB II

KERATITIS

I. PENDAHULUAN

Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat. Seorang ahli
mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih dan memiliki daya bias
sebesar 43D. Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan maupun paparan
patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur). Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek
epitelial di kornea, maka jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan
peradangan pada kornea (keratitis).1
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya secret yang
purulen yang biasa terdapat pada keratitis herpetika. Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh
bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis,
Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. Penyebab lain bisa karena virus, jamur, dan mikro
organisme lainnya.1
Herpes simpleks (HSV) tipe I merupakan penyebab yang sering dan penting pada
penyakit mata. Herpes simpleks tipe 2 yang menyebabkan penyakit kelamin kadang dapat
menyebabkan keratitis. 2

Gambar 1. Gambaran fluoresensi keratisis herpetika

9
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

II. 1. Anatomi Kornea

Gambar2. Anatomi kornea


Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm
horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan
kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata
manusia. Kornea juga merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya,
kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui
lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus.
Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan
sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh
banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf
siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran
Bowman melepas selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua
lapis terdepan. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 3
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan selaput bening
mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan lapis dari jaringan yang
menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan
yang terdiri atas: 4,5
1. Epitel
- Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat
dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan

10
macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan

2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,
pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen
ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-
kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrana Descemet
- Membrane aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel
melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan

11
system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea.
Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya, dan deturgensinya.1

II.2 Fisiologi kornea

Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah “jendela” yang
dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang
avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang sifat deturgescencenya. Transparansi stroma
dibentuk oleh pengaturan fisis special dari komponen-komponen fibril. Walaupun indeks
refraksi dari masing-masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil
(300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan
regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan dengan inhomogenitas
optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi
barbier dari epitel dan endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan
kada air sebanyak 78%.6,7
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah
penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari total 58,6
kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh kekuatan dioptri mata
normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup
signifikan dalam fungsi fisus seseorang.8
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat lah
sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membrana bowman dan
berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi
sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi
pada kornea.7
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi taktil
yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan pada kornea
(erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf
sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme),

12
refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera
kornea.9
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur jaringan
yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti penyembuhannya juga lambat.
Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu :9

 Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya


 Difusi dari humor aquous
 Difusi dari film air mata

Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan
membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan pasien akan
melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air mata juga melindungi
mata dari infeksi.4

III. ETIOLOGI

Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap awal. Jika pengobatan
antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata memperoleh pemulihan visual yang
baik. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa, dan parasit. Faktor risiko
umum untuk infeksi keratitis meliputi trauma okular, memakai lensa kontak, riwayat operasi
mata sebelumnya, mata kering, gangguan sensasional kornea, penggunaan kronis steroid
topikal, dan imunosupresi sistemik. Patogen umum termasuk Staphylococcus aureus,
koagulase-negatif Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan
spesies Serratia. Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat adalah keratitis bakteri yang
teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur bakteri. Apusan kornea untuk
kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk ulkus kornea dengan ukuran yang besar,
berlokasi di sentral kornea, mencapai daerah stroma.8
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. 9

IV. PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya inflamasi pada
kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa

13
kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif
topical maupun sistemik.9
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh
sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme
pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim),
epitel hidrofobik yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk
beregenerasi secara cepat dan lengkap.9
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke
dalam kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman
menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk bakteri,
amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia adalah merupakan pathogen kornea bacterial,
pathogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang
immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial,
beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari Lesi pada kornea yang selanjutnya
agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi pada daerah struma kornea respon tubuh
berupa pelepasan antibodi yang akan menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya,
akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih
luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea. Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion
(umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) dan
selanjutnya agen pathogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalamii
atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan menghasilkan
descematocele yang dimana hanya membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin
progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini
disebut ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya.
Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresef dan bola mata akan menjadi
lunak.7

V. GEJALA KLINIS
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien yang terkait
dengan perjalan penyakit keratitis herpetika. Pasien dapat mengeluhkan adanya pengeluaran
air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, iritasi okuler dan
blefarosspasma dan kadang juga di temukan hypopion pada kamera anterior.4

14
Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya, lesi kornea
sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama ketika lesinya berada dibagian
central.7
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia multiple
sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi epithelia yang didapatkan pada
keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval atau
bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak
apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah
diberi flouresent.7
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi tidak pernah
menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks. Walaupun umumnya respons
konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva
bulbar dapat dilihat pada pasien.6

VI. DIAGNOSIS

Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien yang datang
dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau (fotofobia) dan merasa
kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan
kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis
superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.6
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang
dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda-
tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi secara
luas mulai dari penebalan epitel, Punctate Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk
pseudodendrites. Dapat menjadi reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak.
Pada pewarnaan fluorescein terutama terihat pada posisi pukul 3 dan pukul 9 kornea, edema
ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada
keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang
bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea.6,7
Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kacamata, jika pasien tidak memiliki
kacamata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa pergerakan lensa kontak dan defect
kornea pada slit lamp. Minta pasien melepaskan lensa kontak jika mampu, dapat menggunakan

15
satu tetes proparacaine atau anestesi topikal lain untuk membuka mata agar dapat diperiksa
secara koperatif.7
Periksa reaktivitas pupil dengan senter, pemeriksaan slit lamp dengan memperhatikan
daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap papillae atau folikel, permukaan
kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan reaksi pada ruang anterior mata.7
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis melalui
inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel
superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat
tersebut dapat digunakan sebuah loup dan dengan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus
melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh
kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.7
Keratitis herpetikadisebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster, yang disebabkan
oleh herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Hal yang murni epitelial
adalah dendritik dan stromal adalah diskiformis. Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa
campuran epitel dan stroma. Perbedaan ini akibat mekanisme kerusakannya berbeda. Pada
yang epitelial kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan
mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Stromal diakibatkan
reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang menyerang. Antigen (virus) dan
antibodi (pasien) bereaksi di dalam stroma kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang
lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen(virus) yang juga akan
merusak jaringan stromal di sekitarnya.4
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan air mata yang
berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral.
Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik berwarna abu – abu yang kecil. Tidak
adanya terapi spesifik untuk keadaan ini, tergantung faktor penyebabnya.5
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble yang tersedia
dalam beberapa sediaan: dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik (benoxinate atau
proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun dalam zat pengawet sebagai tetes
mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens akan menempel pada defek epithelial pungtata
maupun yang berbentuk makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran
akan lesi yang tidak bebrbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang
terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma kornea dan
tampak dengan warna hijau pada kornea.2

16
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Ulkus kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus kornea
yaitu ulkus kornea sentral dan marginal atau perifer.1
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes simpleks.
Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah Streptokokkus alfa hemolitik,
Streptokokkus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas aeruginosa, Nocardia asteroids,
Alcaligenes sp., Streptokokkus beta hemolitik, dll. Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur
dan bakteri akan terdapat defek epite yang dikelilingi leukosit polimorfnuklear. Bila infeksi
disebabkan virus, akan terlihat reaksi hipersensitivitas disekitarnya.1
Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, lipatan descement reaksi
jaringan uvea, berupa hipopion, hifema dan sinekia posterior. Pemeriksaan laboratorium sangat
berguna untuk membuat diagnosa kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus
yang memakai larutan KOH.1

2. Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang


menutupi belakang kelopak dan bola mata.Konjungtivitis menunjukkan gejala yaitu hiperemi
konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis
akibat kelopak membengkak dan mata terasa seperti ada benda asing.
Ulkus kornea dapat diadiagnosis banding dengan konjungtivitis dilihat dari gejala mata
merah yang terjadi.Pada konjungtivitis kornea masih jernih dan terang sehingga
tidakada gangguan visus yang berbeda dengan ulkus kornea dimana terjadi kekeruhan lensa.

3. Keratomikosis
Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea oleh jamur. Biasanya dimulai oleh suatu
ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian-bagian tumbuhan. Setelah
beberapa hari pasien akan merasa sakit hebat pada mata dan silau.1
Keratomikosis dapat didiagnosis banding dengan ulkus kornea karena menujukkan
gambaran yang sama pada kornea. Untuk mendiagnosis keratomikosis perlu dilakukan
pemerikasaan KOH dimana diharapkan pada kerokan kornea ditemukan adanya hifa.1

17
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin sangatlah penting
dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen. Diagnosis dari setiap jenis infeksi
keratitis pada dasarnya meliputi langkah-langkah berikut:1

1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan mengambil
apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media kultur untuk bakteri dan
fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga harus diambil dan di kultur untuk
memastikan sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil untuk
mendeteksi bakteri.
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan dimana hasil
sensitivitasnya akan berkurang.

IX. PENATALAKSANAAN
Berhenti memakai lensa kontak, jika dicurigai terjadi infeksi pada kornea, pasien harus
menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh dokter mata sesegera mungkin untuk menyingkirkan
ulkus kornea. Jika tidak ada akses yang tepat ke dokter mata: ambil apusan/smear dan kultur
dari apusan ulkus dengan spatula kecil, mulai antibiotik spektrum luas topikal dengan cakupan
gram negatif seperti fluorokuinolon (misalnya, ofloxacin atau ciprofloxacin) 6 sampai 8 kali
per hari dan cycloplegic tetes, jangan menggosok mata dan segera ke dokter mata. Pengobatan
empiris harus sesuai dengan anjuran dokter mata.7
Beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis pungtata superfisial. Terapi
suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial seringkali adekuat pada kasus-kasus
yang ringan. Air mata artifisial dapat mengurangi sisa produk inflamasi yang tertinggal pada
reservoir air mata. Mereka tidak hanya bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen
pembersih, pembilas dan dilusi dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel
superfisial untuk membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air
mata.7
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata artifisial dengan viskositas
berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada pasien dan diaplikasikan
dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat pemaparan (exposure keratitis ), jel atau
krim dengan viskositas yang tinggi digunakan karena waktu retensinya yang panjang.4

18
Prosedur collagen cross-linking (CXL) digunakan dalam pengobatan infeksi keratitis
hampir identik dengan standar protokol pengobatan keratoconus, dengan penggunaannya
setelah setelah penggunaan obat anestesi tetes mata, jaringan epitel longgar dan epitel yang
nekrosis di sekitar daerah infeksi diangkat dari kornea. Tujuannya untuk menghilangkan epitel
kornea agar terjadi penetrasi riboflavin yang adekuat pada daeah kornea. Riboflavin (riboflavin
/ dekstran solusi 0,5-0,1%) ditanamkan pada permukaan kornea dengan jangka waktu 20-30
menit pada interval dari 2-3 menit. Hal ini diikuti dengan pencahayaan kornea menggunakan
lampu UV-X, UV-A 365 nm, dengan radiasi 3.0mW/cm2 dan total dosis 5,4 J/cm2.8
Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat infeksi atau
didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin maupun ofloxacin memiliki
penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani
pasien hingga seluruh lesi di kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga
pasien dapat mencapai titik kenyamanan.4
Terapi pembedahan, emergency keratoplasty diindikasikan untuk mengobati suatu
descemetocele atau ulkus kornea perforasi pada daerah nekrosis yang luas dan memerlukan
flap konjungtiva untuk mempercepat penyembuhan. Stenosis atau penyumbatan dari sistem
lakrimal yang lebih rendah yang mungkin mengganggu penyembuhan ulkus harus dikoreksi
melalui pembedahan.1

Sesegera mungkin melakukan pemeriksaan tes bakteriologis dan tes resistansi untuk
mendapatkan hasil yang lebih dini, agar dokter segera melakukan terapi empiris pada agen
patogen. Pada keadaan keratitis yang tidak berespon dengan pengobatan mungkin agen
patogen tersebut belum diidentifikasi secara positif, pasien tidak menggunakan antibiotik yang
dianjurkan dokter, agen patogen tersebut resisten terhadap antibiotik, ataukah keratitis ini tidak
disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh salah satu patogen berikut: 1.Herpes simplex virus,
2.Jamur, 3. Acanthamoeba, atau agen patogen langkah seperti 4. Nocardia atau mycobacteria.1

X. KOMPLIKASI
Komplikasi keratitis herpetika dapat berupa :1
1. Hypopyon: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan uveal
anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs bermigrasi melalui iris
ke kamera anterior.
2. Penyembuhan: membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi sebelumnya. Sikatriks
yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula dan leukoma.
 Leukoma : di stroma . Dengan mata telanjang bisa dilihat
19
 Makula disubepitel. Dengan senter bisa dilihat
 Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan lup bisa dilihat
3. Ulkus kornea
4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis dan mengalami
perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior membran kornea, Kondisi ini lebih
umum sebagai sekuel keratitis virus
5. Perforasi

XI. PROGNOSIS
Dengan pengobatan dini yang memadai, banyak jenis keratitis dapat sembuh dengan
sedikit atau tanpa bekas luka sama sekali, secara umum prognosis dari keratitis herpetika
adalah baik jika tidak terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan
metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis
herpetika sangat baik. Jika infeksi mengenai bagian mata yang lain, terapi tambahan mesti
dilakukan untuk menyingkirkan infeksi.1,10

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas. 2nd edition.
Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
2. James bruce, et all. Lecture note oftalmology. Edisi Kesembilan. Penerbit erlangga
2006. h.67-69
3. K.Weng Sehu et all. Opthalmologic Pathology. Blackwell Publishing. UK. 2005. p.62.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology. Thieme.
2006. p. 97-99
6. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ Books. p. 17-19.
7. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2007
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc Graw-Hill. 2002.
9. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S. M. Lai. New
Treatments for Bacterial Keratitis. Department of Ophthalmology, Queen Mary
Hospital, Hong Kong. 2012
10. Ann M. Keratitis, Available, at URL : http://www.mdguidelines,com/keratitis. Accesed
januari 31st, 2013

21

Anda mungkin juga menyukai