Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

“SKIZOFRENIA PARANOID EPISODIK BERULANG”

Pembimbing:

dr. Tommy Hermansyah, SpKJ

Dibuat oleh:

William Kamarullah 201706010062

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN


PERILAKU

RSUD R. SYAMSUDIN SH, KOTA SUKABUMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA

PERIODE 18 AGUSTUS – 10 SEPTEMBER 2019


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii


BAB I STATUS PSIKIATRI ........................................................................................................ 1
1.1. Identitas Pasien .................................................................................................................. 1
1.2. Riwayat Psikiatri ................................................................................................................ 1
1.3. Riwayat Kehidupan Pribadi ............................................................................................... 2
1.4. Autoanamnesis ................................................................................................................... 4
1.5. Riwayat Perjalanan Penyakit ............................................................................................. 6
1.6. Status Mentalis................................................................................................................... 6
1.7. Pemeriksaan Fisik .............................................................................................................. 7
1.8. Diagnosis Multiaksial ........................................................................................................ 8
1.9. Diagnosis Banding .............................................................................................................. 8
1.10. Diagnosis Kerja ................................................................................................................. 8
1.11. Rencana Terapi .................................................................................................................. 8
1.12. Prognosis.......................................................................................................................... 10
BAB II ANALISA MASALAH .................................................................................................. 11
2.1. Diagnosis Kerja ............................................................................................................... 11
2.2. Diagnosis Banding ........................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 22

ii
BAB I
STATUS PSIKIATRI
1.1 Identitas Pasien
Nama Lengkap : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 17 Maret 1964
Umur : 55 tahun
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Petani
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Cisaat, Sukabumi
Datang ke RS Tanggal : Minggu, 1 September 2019
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 2 September 2019 (auto dan alloanamnesis)
Selasa, 3 September 2019 (autoanamnesis)
1.2 Riwayat Psikiatri
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSUD R. Syamsudin, SH dibawa oleh kakaknya akibat
mengamuk meresahkan warga sekitar sejak 2 jam lalu SMRS.
b. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD R. Syamsudin, SH akibat dilaporkan mengamuk
meresahkan warga sekitar sejak 2 jam lalu SMRS. Awalnya, pasien sudah dilaporkan
sering mengamuk dan berbicara melantur sejak 1 bulan lalu, namun puncaknya adalah
sejak 2 jam lalu SMRS ketika sudah sampai meresahkan warga (merusak-rusak bilik
rumah orang), sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.
Awalnya, menurut kakak pasien, pasien merupakan sosok yang sangat pendiam,
sehingga pasien jarang bercerita mengenai masalah yang dialaminya dan lebih
cenderung untuk menyimpannya sendiri di dalam hati. Kejadian awal dimulai pada 20
tahun lalu, yaitu ketika mertua pasien memaksa pasien untuk bercerai dengan istrinya
akibat mertua pasien sudah tidak tahan melihat anak perempuannya hidup dalam serba
keterbatasan (pada saat itu, pasien sudah memiliki satu anak laki-laki yang baru berusia
6 tahun). Setelah bercerai, pasien sering murung dan mengurung diri di kamar dengan

1
tidak mau makan maupun tidur. Setelah kurang lebih beberapa hari dari kejadian
tersebut, pasien dikatakan mulai berbicara melantur, mengejar bahkan ingin membunuh
orang-orang di sekitarnya dengan menggunakan clurit, sehingga pasien sempat
dipasung. Akibat keluhan tersebut, pasien dibawa ke orang pintar dan hanya dirapalkan
beberapa ucapan doa dari orang pintar tersebut. Setelah itu, pasien dikatakan membaik
dan mulai bekerja kembali sebagai petani.
Pasien sempat menikah kembali pada tahun 2008 dengan seorang istri yang
menderita tuna wicara dan dikaruniai oleh seorang anak perempuan (saat ini telah
berusia 11 tahun). Pada tahun 2014, pasien mulai mengalami gejala-gejala yang sama,
yakni mengamuk dan bicara melantur. Saat ditanyakan oleh kakak pasien, memang
pasien sempat mengatakan bahwa usaha pertaniannya sedang kurang baik dan sering
merasa bahwa mengapa saudara-saudaranya sudah sukses sedangkan dirinya masih
hidup dalam keterbatasan. Pasien kemudian sempat dibawa ke orang pintar kembali dan
hanya diberikan minuman yang sebelumnya dirapalkan oleh doa-doa. Pasien juga
sempat dibelikan motor oleh anak dari istri pertamanya dan setelah itu, gejala pasien
membaik dan kemudian kembali lagi bekerja.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai dilaporkan mengalami
gejala-gejala seperti mengamuk dan bicara kasar dan melantur, namun keluhan yang
terlihat dikatakan paling parah dibandingkan dengan dua serangan sebelumnya (sampai
meresahkan warga sekitar). Kakak pasien mengatakan bahwa dua bulan lalu sebelum
pasien masuk rumah sakit, ibu dari istri pasien meninggal sehingga kakak dari istri
pasien yang tinggal bersama dengan ibunya, menjadi ikut tinggal bersama dengan
pasien. Kakak pasien mengasumsikan bahwa hal tersebut yang mungkin membebani
kembali pikiran pasien sehingga serangan kembali muncul. Kakak pasien mengatakan
bahwa serangan yang saat ini sangat parah sehingga memutuskan untuk dibawa berobat
ke rumah sakit.
Pasien merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Menurut pernyataan kakak
pasien, pasien lahir normal, masa kecil pasien baik, diasuh oleh kedua orang tuanya.
Walaupun keterbatasan ekonomi, hubungan keluarga pasien tergolong harmonis.
Pasien juga dikenal memiliki sopan santun yang baik. Riwayat dirawat di rumah sakit
dan sakit selain keluhan serupa disangkal oleh kakak pasien.
c. Riwayat Gangguan Dahulu
▪ Riwayat Gangguan Psikiatri

2
Pasien pernah mengalami gangguan serupa sebelumnya berupa mengamuk dan
bicara melantur 20 tahun lalu dan 11 tahun lalu.
▪ Riwayat Gangguan Medis Non-Psikiatri
o Riwayat trauma kepala : disangkal
o Riwayat penyakit infeksi : disangkal
o Riwayat epilepsi : disangkal
▪ Riwayat Zat Psikoaktif
o Riwayat penggunaan narkotika : disangkal
o Riwayat minum alkohol : disangkal
o Riwayat merokok : pasien memikiki kebiasaan
merokok 3 batang per hari.
▪ Riwayat Berobat ke Orang Pintar
Pasien sempat berobat ke orang pintar sebelumnya untuk mengobati keluhan
serupa, yakni 20 tahun lalu dan 11 tahun lalu.
1.3 Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Masa Kanak/Remaja (0 s.d. 18 tahun)
▪ Riwayat Pendidikan
Dari alloanamnesis dengan kakak pasien, pasien menempuh pendidikan sampai
tingkat SMA. Selama sekolah pasien tidak pernah mengalami kesulitan dalam
pendidikan.
▪ Riwayat Berinteraksi Sosial
Dari alloanamnesis dengan kakak pasien, pasien suka berinteraksi dengan
teman sebayanya dan memiliki cukup banyak teman.
▪ Relasi dengan Keluarga
Dari alloanamnesis dengan kakak pasien, pasien akrab dengan ayah dan
mendiang ibunya. Kedua orang tua telah cerai mati. Pasien juga memiliki
hubungan baik dengan istri dan anaknya saat ini.
▪ Persepsi diri dan lingkungan
Dari alloanamnesis dengan kakak pasien, persepsi diri dan interaksi dengan
lingkungan sekitar baik, namun pasien memang cenderung pendiam.
▪ Riwayat Psikoseksual
Pasien tidak memiliki penyimpangan orientasi seksual.
2. Riwayat Masa Dewasa
▪ Riwayat Riwayat Pekerjaan

3
Setelah lulus SMA, pasien bekerja sebagai petani membantu ayahnya.
▪ Riwayat Perkawinan
Pasien menikah sebanyak 2 kali. Pernikahan pertamanya, pasien dikaruniai satu
anak laki-laki. Pada pernikahan dengan istri keduanya, pasien dikaruniai satu
anak perempuan.
▪ Aktivitas Sosial
Interaksi sosial pasien dengan orang-orang dan lingkungan sekitar baik.
▪ Pelanggaran Hukum
Pasien diketahui tidak pernah bermasalah ataupun memiliki pelanggaran hukum
sebelumnya.
▪ Situasi Kehidupan Sekarang
Saat ini pasien tinggal bersama istri, anak, dan kakak kandungnya. Pasien
tergolong memiliki kesulitan dalam hal ekonomi.
▪ Riwayat Psikoseksual
Pasien tidak memiliki penyimpangan orientasi seksual.
▪ Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pasien saat ini memiliki
istri (pernikahan keduanya) dan satu anak perempuan (dari pernikahan
keduanya). Ibu kandung pasien sudah meninggal sejak lama dan bapak kandung
pasien tidak tinggal bersama dengan pasien sejak pasien menikah (20 tahun
lalu). Di keluarga pasien, tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Genogram Keluarga

4
Keterangan:
= Laki - Laki
= Perempuan
= Pasien
= Meninggal
// = Cerai
1.4 Autoanamnesis
Wawancara Psikiatri Autoanamnesis:
Senin, 2 September 2019 pukul 08.30 WIB di Bangsal Kemuning
D: Dokter Muda, P: Pasien
D : Selamat pagi pak A, kenalin saya dokter muda W, koas jiwa, boleh ngobrol
sebentar ga pak?
P1 : (Pasien saat diwawancara sedang berada di dalam sel penjara, terlihat ekspresi
wajah marah, berpakaian kaos dan celana lusuh, terdapat bercak buang air besar
di celana kaos dan celananya (higiene buruk), makanan pasien tercampur feses,
dan sedang mengetuk-ketuk secara kasar gembok dan jeruji besi pada sel
penjaranya).
Buka! Buka! Anj*ng lo anj*ng!
D : Pak A, sebentar pak saya tanya-tanya sebentar aja ya. Pak A tinggal dimana?
P2 : (Pasien masih mengetuk-ketuk secara kasar gembok dan jeruji besi pada sel
penjaranya).
Anj*ng lo! Keluarin gua! Anj*ng!!
D : Pak A, terakhir sekolahnya sampai apa pak?
P3 : Buka! Buka! Buka!
D : Pak A, umur berapa pak sekarang?
P4 : Ban*ke lu! Anj*ng keluarin!
D : Bapak udah berkeluarga pak? Sekarang sibuk kerja apa pak?
P5 : Bukaaaa!!!!!
D : Pak A, sebentar ya pak saya mau bapak tenang! Bapak ada rasa apa pak
sekarang?
P6 : (Pasien membuka celananya dan melemparnya ke arah luar penjara. Pasien
juga melemparkan air, makanan, dan feses yang ada di dalam sel penjaranya ke
arah luar).
Bukaaa anj*ng!!

5
D : Ya udah, tenangin dulu ya pak. Jangan marah-marah atuh.
P7 : Anj*ng keluarin! Di dieu aya setan!
D : Dimana atuh pak? Ga ada.
P8 : Ban*ke! Setan! Mau dibunuh, keluarin!
D : Ya udah, ya udah tenang ya pak.
Wawancara Psikiatri Autoanamnesis:
Selasa, 3 September 2019 pukul 13.15 WIB di Bangsal Kemuning
D: Dokter Muda, P: Pasien
D : Selamat siang pak A, saya dokter muda W, koas jiwa.
P9 : (Pasien sedang setengah tertidur, lalu terbangun dengan tatapan curiga terlebih
dahulu. Pasien berpakaian kaos dan celana, namun sudah tidak terdapat bercak
BAB di tubuhnya)
Siapa teh mau jahatin saya ya?
D : Engga, saya teh dokter.
P10 : Oh bener dokter? (Muka curiga)
D : Iya dokter. Kalau dokter mah ga jahat atuh pak.
P11 : Ada apa atuh dok?
D : Kenalan dulu yuk pak. Bapak namanya siapa?
P12 : Saya A, lahiran 64, rumah di Cisaat.
D : Udah berkeluarga belum pak?
P13 : Udah saya. Ada anak saya perempuan di rumah.
D : Kemarin kesini kenapa pak? Kok dianter ke RS?
P14 : Kemarin sama pak lurah, sama bu Yeni (padahal nama kakak pasien adalah bu
Yulia), saya teh bingung katanya mau diajak ke rumah sakit, orang saya lagi tidur di
sebelah kambing saya, tiba-tiba saya dikagetin. Saya teh paling ga bisa dok dikagetin,
bawaannya mau marah-marah saya.
D : Oh, bapak kagetan ya orangnya. Kemarin marah-marah emang ada yang
kagetin pak?
P15 : Kemarin teh maap ya dok ya, itu kenapa orang-orang (tunjuk ke pasien-pasien
lain) pada jahat sama saya.
D : Yang mana atuh pak jahatin bapak?
P16 : Pada jahat, saya teh makanya gedor-gedor ini penjara biar pada pergi semua.
D : Bapak suka denger ada yang bisik-bisik ga pak?
P17 : Sekarang teh ga ada dok.

6
D : Kemarin-kemarin ada denger emang?
P18 : Ada dok. Ngomongnya teh “Bunuh! Bunuh!”. Saya teh takut dok.
D : Oh, kalau liat bayangan suka ga pak?
P19 : Disini teh ada syaiton dok.
D : Mana atuh syaitonnya?
P20 : Kalau siang mah engga ada dok. Ini kenapa si dok tanya-tanya? (Tatapan
curiga)
D : Mau sembuh ga? Kalau mau sembuh teh nurut sama pak dokter. Bapak
ngerokok ga?
P21 : Ngerokok mah ada dok. Kadang-kadang.
D : Kalau pake narkoba pernah ga pak?
P22 : Engga lah dok, saya masih punya Tuhan.
D : Sekarang ada rasa apa ga?
P23 : (Pasien memanjat jeruji besinya sambil menunjuk-nunjuk salah satu pasien
lain). Naha anjen ningali kuring? Indit jauh!
D : Tenang atuh pak, turun nanti jatuh! Ga ada kok yang jahatin bapak.
P24 : Dok saya mau tidur dulu dok. Nuhun ya dok.
D : Pak ini terakhir teh pertanyaan buat bapak. Ini dimana pak?
P25 : Di bunut ini mah dok.
D : Sekarang pagi, siang, apa sore?
P26 : Siang dok. Ngapain atuh dok nanya terus?
D : Ya udah sok, tidur.
Wawancara Psikiatri Alloanamnesis dengan Kakak Kandung Pasien (Ibu Y):
Senin, 2 September 2019 pukul 09.00 WIB via telepon
D: Dokter Muda, K: Keluarga Pasien (Kakak Kandung Pasien)
D : Assalamualaikum, dengan ibu Y betul?
K1 : Waalaikumsalam, iya betul pak. Ini teh dari mana?
D : Pagi ibu Y, saya dokter muda W bu, koas jiwa Atma Jaya. Mau tanya ibu
kakaknya pak A betul?
K2 : Iya betul. Oh dari bunut. Iya dok ada apa dok gimana si A?
D : Iya bu, saya disini telepon mau tanya cerita dari si A kenapa bisa sampai begini
bu.
K3 : Oh boleh atuh dok.
D : Ibu teh lagi sibuk ga sekarang?

7
K4 : Engga dok.
D : Oke saya minta waktunya bentar ya bu ya. Mau tanya nih bu, awalnya pak A
itu kenapa itu bu bisa sampai seperti ini?
K5 : Oh iya dok. Boleh dok. Jadi gini dok, pas tahun 1999 itu, dia itu sempet cerai
sama istrinya karena mertuanya yang paksa. Jadi teh mertuanya itu dia ga
seneng sama si A karena teh ibarat ga bisa kasih yang terbaik untuk anaknya.
D : Ooo, jadi ibarat secara uang kurang ya bu ya?
K6 : Iya dok, namanya juga kerja di kebun, ternak gitu, ya pasti ya kita serba pas-
pasan lah dok. Jadi teh mertuanya ga seneng, akhirnya disuruh cerai paksa. Nah
sejak itu dok, dia jadi murung dalem kamar, ga mau makan, ga mau tidur. Terus
teh abis itu dia mah ngamuk-ngamuk, sambil bilang “tong ngaganggu, tong
nyusahkeun saya!”, saya teh kaget, ngomongnya ngelantur kasar gitu. Sampe
dipasung waktu itu gara-gara mau ngejer-ngejer orang sampe mau bunuh orang
dok pake clurit.
D : Ooo, yang dia kejer-kejer itu semua orang bu?
K7 : Iya dok, Kayaknya mah halu. Makanya dipasung.
D : Terus abis itu teh gimana diobatin ga tuh bu?
K8 : Berobat dok, cuma namanya kita orang kurang mampu ya dok ya, jadi
bawanya ke orang pinter aja, didoain gitu. Dijampi-jampi dok ibaratnya.
D : Ooo, tapi engga sempet bawa ke dokter ya berarti?
K9 : Engga dok, orang teh kita ga ada uang. Sekarang aja ada BPJS makanya teh
bisa berobat ke bunut atuh.
D : Ooo iya bu. Terus teh abis dijampi-jampi gitu, sembuh ga bu Y?
K10 : Mendingan lah dok, engga marah-marah lagi, ngomong juga biasa atuh kayak
orang normal. Cuma agak lama itu teh dia kayaknya ada berbulan-bulan baru
mendingan gitu dok.
D : Ooh, oke bu. Tapi waktu itu sempet mau bunuh diri gitu ga bu pas dia di kamar
gitu?
K11 : Engga si dok. Ngomong teh mau, cuma sedikit aja lebih diem, makan juga
susah, kadang juga engga tidur. Terus teh tiba-tiba ngamuk mau bunuh orang
kita mah kaget atuh dok.
D : Oke bu. Terus, setelah membaik gitu, dia balik kerja lagi gitu ya?
K12 : Iya, itu kerjaan balik lagi normal. Kalau lagi engga kumat teh dia mah
ngomong baik dok, sopan banget. Kalau lagi angot ya gitu serem dok.

8
D : Oh, emang pernah berapa kali kumat bu dia?
K13 : Dia teh abis itu kan kerja terus dia kawin lagi dok sama istri baru. Itu teh tahun
2008, sekarang ada anak satu cewe. Udah kelas 6 SD mah sekarang, berarti teh
11 tahun itu dok.
D : Oh, udah punya anak ya. Kalau sama istri pertama ada anak juga?
K14 : Ada juga dok, satu cowo. Cuma sekarang ya ikut emaknya.
D : Abis normal-normal gitu, kumatnya kapan lagi tuh bu?
K15 : Itu teh waktu itu tahun 2014 kalau ga salah, dia teh sempet ngomong, tahun
ini kurang bagus hasil panen ya. Terus teh dia kayak merasa kok saudara adik-
adiknya pada udah sukses, sedangkan kok dia masih gitu-gitu aja. Nah, udah
pas itu mulai dia ngamuk-ngamuk, ngomong ga jelas. Akhirnya mah bawa lagi
itu ke orang pinter. Di kasih minuman jampi-jampi gitu dok. Cuma,
Alhamdulillah membaik lagi. Itu juga dia dapet motor dari anak dari istri ke satu
dia. Anaknya mah baik itu dok jadi si A bisa kerja lagi.
D : Oh oke bu. Setelah itu, normal lagi ya. Terus ada kumat lagi ga sebelum ke
Kemuning ini?
K16 : Ga ada dok, kumatnya lagi teh kemaren makanya bawa ke Kemuning. Cuma
itu ibarat puncaknya karena sampe keluar rumah ngerusak bilik-bilik rumah
tetangga. Makanya saya bilang harus ke rumah sakit. Kan kebetulan udah ada
BPJS, jadi coba berobat ke dokter saja.
D : Itu ibu tau ga kenapa dia bisa kayak begitu? Ada masalah apa mungkin?
K17 : Kalau menurut saya dok, itu teh jadi dua bulan lalu, ibu istri keduanya
meninggal, nah kakak istrinya itu ada gangguan juga mirip-mirip sama si A,
cuma teh engga terlalu parah. Cuma diem aja. Nah kan kakak istrinya tinggal
sama ibunya. Ibunya udah meninggal akhirnya tinggal bareng si A dan istrinya.
Mungkin ini jadi beban pikiran kali, dia jadi pusing mikirin uang mungkin, jadi
gitu dok kumat lagi.
D : Ooo, iya-iya ngerti-ngerti.
K18 : Kurang lebih begitu dok, awal ceritanya teh. Dia mau dibawa ke bunut aja
susah banget itu sampe rame-rame maksa dia masuk ke mobil.
D : Ibu, mau tanya, pas masih kecil, kehidupan si A gimana bu? Baik-baik ga sama
keluarga, sama temen-temen gitu?
K19 : Alhamdulillah baik dok, dia mah disayang sama ayah ibu. Sekolah juga biasa
main sama temen. Cuma emang dia agak pendiem orangnya, mungkin tipenya

9
mendem gitu ya, jadi engga suka cerita. Jadi uneg uneg tuh disimpen sendiri
makanya bisa jadi kayak begini.
D : Kalau hobi ada ga bu biasa dia?
K20 : Hobi teh cuma kerja aja atuh, engga ada yang lain. Namanya orang desa dok.
D : Berarti bu, kalau lagi engga kumat mah dia normal-normal aja ya?
K21 : Iya biasa dok, ngomongnya sopan kok, bener-bener beda kalau lagi kumat.
Kadang yah dia masih suka ngehalu, ngomong sendiri, cuma teh engga marah-
marah. Palingan tuh dok sejak ini teh belakangan sering lupa.
D : Oh oke. Berarti ada halu gitu ya? Kayak denger bisik-bisik gitu ya bu?
K22 : Iya dok, orang teh ngomong sendiri, engga ada yang ngomong, dia mah
ngomong sendiri.
D : Kalau lihat bayangan halu gitu juga ada ga bu si A? Ibu tau ga?
K23 : Ada dok, kadang katanya suka ngeliat item-item, duh saya jadi merinding dok.
Hahaha.
D : Hahaha, iya bu oke. Kalau di keluarga ada yang begini juga ga bu?
K24 : Engga ada si dok, paling kakak istrinya kan yang saya bilang.
D : Oh iya iya. Kalau si A dia ngerokok ga bu? Sama pernah pake narkoba ga gitu?
K25 : Narkoba mah ga pernah dok. Kan narkoba juga buat orang kaya doang, dia aja
ga ada duit mau beli dimana.
D : Iya bu betul. Kalau ngerokok bu?
K26 : Kalau ngerokok mah iya atuh, paling 2 sampe 3 batang per hari. Jadi teh
gimana si A dok kondisinya?
D : Iya bu, kondisinya baru saya liat si hari ini, jadi belum bisa dinilai membaik
apa engga, cuma emang lama ini mah prosesnya. Cuma masih suka ngomong
ngelantur sama ngomongnya masih kasar si bu. Sama halu masih ada si bu.
K27 : Ooo. Iya dok kalau mau tanya-tanya lagi, telepon saya aja dok ga apa-apa.
Karena teh yang tau mah saya, istrinya aja engga tau apa-apa, kan istrinya ga
bisa bicara.
D : Oke bu, saya kira cukup ini dulu yang mau saya tanyakan. Nuhun ya bu,
Assalamualaikum.
K28 : Iya dok, sami-sami, Waalaikumsalam.

10
1.5 Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien dipaksa
Pasien mulai Tambahan beban
cerai oleh
mengalami yang harus
mertuanya, pasien
kembali keluhan ditanggung (kakak
mulai murung di
Tahun kamar, lalu Tahun serupa (ngamuk, dari istri pasien
ngamuk dan
bicara melantur). SMRS akibat ibu dari istri
1999 bicara melantur. 2014 Dikatakan akibat pasien meninggal).
hasil panen yang Pasien mengamuk
Dipasung dan
kurang baik tahun hingga meresahkan
berobat ke dukun.
itu. warga.
Lalu, membaik.

1.6 Status Mentalis


a) Roman Muka : Marah (P1), Curiga (P9, P10, P15, P20, P23)
b) Penampilan : Memakai kaos dan celana pendek lusuh, berlumuran
BAB (higiene buruk). Terlihat agresif, cenderung tidak kooperatif (P1-P8, P9,
P20)
c) Pikiran
Bentuk Pikiran : Autistik (P1-P24)
Jalan Pikiran : Inkoheren (P1-P8)
Isi Pikiran : Waham persekutorik (P8, P9, P15, P23, P26), Koprolalia
(P1-P8)
d) Gangguan Persepsi : Halusinasi visual (P7, P19, K23), Halusinasi auditorik
(P18, K22)
e) Gangguan Perhatian : Distraktibilitas (P1-P8)
f) Bicara & Bahasa : Volume bicara keras (P1-P26), nada terdengar marah
(P1-P26)
g) Tingkah Laku : Agresi (sedang mengetuk-ketuk secara kasar gembok
dan jeruji besi pada sel penjaranya dan melemparkan air, makanan, dan feses
yang ada di dalam sel penjaranya ke arah luar. Pasien memanjat jeruji besi dan
menunjuk-nunjuk salah satu pasien) (P1, P2, P6, P23), Koprofagia (P1)
h) Mood dan Afek
Mood : Iritabel (P1-P26)
Afek : Serasi (P1-P26)
i) Dekorum
Gizi : Baik

11
Higienis : Buruk (P1)
Sopan Santun : Buruk (P1-P10)
j) Kognisi : Orientasi baik (P25, P26), memori jangka panjang
menurun (P14)
k) Tilikan : 1 (P14, K18)
l) Reliabilitas : Kurang dapat dipercaya (P1-P10)
1.7 Pemeriksaan Fisik
Status Internus
Keadaan Umum : Tampak agresif
Keasadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37.0 oC
Frekuensi Nadi : 98 kali/menit
Frekuensi Napas : 22 kali/menit
Mata : KA -/-, SI -/-
Hidung : deformitas (-), epistaksis (-)
Mulut : mukosa bibir lembab
Leher : pembesaran KGB (-)
Telinga : normotia
Gigi : lengkap
Thorax : simetris
Abdomen : supel, NT (-), BU (+), Normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), agresi (sedang
mengetuk-ketuk secara kasar gembok dan jeruji besi pada sel penjaranya dan
melemparkan air, makanan, dan feses yang ada di dalam sel penjaranya ke arah luar.
Pasien memanjat jeruji besi dan menunjuk-nunjuk salah satu pasien)
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : (-)
Mata
Gerakan : Baik ke segala arah
Bentuk : Bulat isokor
Refleks Cahaya : +/+ (langsung, tidak langsung)
Motorik

12
Tonus : Baik
Turgor : Baik
Kekuatan : Baik
Koordinasi : Baik
Refleks : Tidak dilakukan
Otonom : miksi (+), defekasi (+), keringat (+)
1.8 Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang
Aksis II : Tidak ada
Aksis III : Tidak ditemukan kelainan organobiologik
Aksis IV : Masalah terhadap kondisi ekonomi
Aksis V : GAF = 31-40, beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita &
komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi
1.9 Diagnosis Banding
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
1.10 Diagnosis Kerja
F20.03 Skizofrenia Paranoid Episodik Berulang
1.11 Rencana Terapi
a. Farmakologi
o Risperidone tablet 2 mg (3 x 1)

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang


dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
Misalnya pada contoh sbb:
Chlorpromazine dan Thiridazine yang efek samping sedatif kuat
terutama digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan: gaduh
gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku, dll.
Sedangkan Trifluoperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping
sedatif lemah digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan:
apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan insiatif, hipoaktif,
waham, halusinasi, dll. Untuk pasien yang sampai timbul “tardive dyskinesia”
obat anti psikosis yang tanpa efek samping ekstrapiramidal adalah Clozapine.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran

13
miskin) dan gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak
terkendali) terdapat pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis atipikal
perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat
mentolelir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan
adanya gejala ekstrapiramidal.
Risperidone merupakan salah satu golongan obat antipsikotik atipikal
derivat Benzisoxazole. Pemberian obat antipsikotik atipikal diberikan pada
pasien skizofrenia dengan gejala positif, maupun gejala negatif. Pada pasien ini,
ditemukan gejala positif berupa waham kejar, halusinasi auditorik, halusinasi
visual, dan perilaku agresif, serta gejala negatif seperti, penarikan diri terhadap
lingkungan sekitar). Pemberian antipsikotik pada kasus akut adalah pemberian
Haloperidol, Fluphenazine, atau golongan Benzisoxazole tergantung dari
adanya gejala positif atau negatif yang dialami oleh pasien. Pemberian golongan
antipsikotik atipikal juga mengingat pasien sudah hampir menyentuh lanjut usia
(menjaga fungsi kognitif.
Gejala ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson:
tremor, bradikinesia, dan rigiditas), pusing, kelelahan, kantuk, kelelahan,
kenaikan berat badan, merasa panas atau dingin, sakit kepala, nafsu makan
meningkat, gelisah, cemas, masalah tidur (insomnia), mual, muntah, sakit perut,
konstipasi, batuk, sakit tenggorokan, hidung meler atau tersumbat, atau ruam
kulit, gangguan metabolisme seperti dislipidemia.

o Trihexyphenidyl 2 mg (3 x 1)
Merupakan obat antikolinergik dan antiparkinson untuk mengatasi gejala
ekstrapiramidal oleh obat antipsikosis (Risperidone). Walaupun efek samping
yang ditimbulkan oleh Risperidone hanya positif satu, menurut referensi buku
Kaplan dan Saddock, Risperidone adalah obat antipsikotik atipikal yang
tergolong mudah menyebabkan gejala ekstrapiramidal (even at low dose),
sehingga pemberian antikolinergik dan antiparkinson sangat disarankan.
Walaupun indikasi pemberian antikolinergik dan antiparkinson adalah jika ada
riwayat gejala ekstrapiramidal sebelumnya, baik organik maupun akibat efek
samping obat dan pemakaian dosis tinggi, pemberian antikolinergik dan
antiparkinson tetap disarankan pada pemberian Risperidone.
o Chlorpromazine 100 mg (1 x 1) (malam hari)

14
Merupakan obat sedatif kuat untuk menangani gejala psikosis dominan: gaduh
gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku.
Gejala efek samping:
- Hipotensi ortostatik
- Mulut kering
- Sulit miksi dan defekasi
- Hidung tersumbat
- Tekanan intraokuler meningkat
- Gangguan irama jantung
- Disfungsi ereksi
- Berat badan naik
b. Non Farmakologi
▪ Psikoterapi individu
- Pengenalan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, dan
efek samping pengobatan.
- Memotivasi pasien minum obat teratur dan rajin kontrol setelah pulang dari
bangsal.
- Membantu pasien untuk menerima realitas dan menghadapinya.
- Memberikan pasien kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan
keluhannya sehingga pasien merasa lega.
▪ Terapi berorientasi keluarga
- Memberikan pengertian kepada keluarga tentang gangguan yang dialami pasien.
- Menyarankan kepada keluarga pasien agar memberikan suasana yang kondusif
bagi pasien.
1.12 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

BAB II
ANALISA MASALAH
2.1 Diagnosis Kerja

15
Skizofrenia Paranoid Kasus

Epidemiologi Dapat terjadi pada seluruh usia (1 dari Pasien didiagnosis pertama
100 orang terkena skizofrenia). Onset kali pada tahun 1999 (saat
munculnya gejala adalah rentang usia berusia 35 tahun)
10 – 35 tahun, namun 10 – 25 tahun
(laki-laki), 25 – 35 tahun (wanita).
Pasien yang sudah menikah memiliki Pasien sudah menikah dan
risiko lebih tinggi akibat stresor lebih cerai dengan istri pertamanya.
tinggi.
Umumnya untuk skizofrenia paranoid, Pasien berada di usia
terjadi pada seseorang yang sudah produktif.
bekerja dimana tingkat stresor dan
tingkat ambisi untuk lebih tinggi dari
orang lain juga meningkat

16
Gejala Diagnosis PPDGJ III
• Memenuhi kriteria umum diagnosis
skizofrenia
- Harus ada sedikitnya satu gejala
berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila
gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):
a) Thought echo, thought
insertion or withdrawal,
thought broadcasting
b) Delusion of control, delusion of
influence, delusion of
passivity,
c) Halusinasi auditorik Pasien mengalami halusinasi
auditorik
d) Waham-waham menetap jenis Pasien mengalami waham
lainnya, yang menurut budaya kejar (persekutorik) yang
setempat dianggap tidak wajar mengatakan bahwa orang-
dan sesuatu yang mustahil. orang disekitarnya ingin
- Atau paling sedikit dua gejala menyakitinya.
dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a) Halusinasi yang menetap
selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus
(break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.

17
c) Perilaku katatonik, seperti
keadaan gaduh-gelisah
(excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme,
mutisme, dan stupor.
d) Gejala-gejala NEGATIF
- Adanya gejala-gejala khas tersebut
diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih
dan harus ada suatu perubahan yang
konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality)
dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self-absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.
• Sebagai tambahan untuk subtipe
paranoid:
• Halusinasi dan/atau waham harus
menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang Pasien mengalami halusinasi
mengancam pasien atau auditorik yang menyuruh
memberi perintah, atau pasien untuk membunuh
halusinasi auditorik tanpa bentuk orang-orang di sekitarnya.
verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung
(humming), atau bunyi tawa
(laughing);

18
b) Halusinasi pembauan atau
pengecapan-rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh; halusinasi visual mungkin
ada tetapi jarang menonjol
c) Waham dapat berupa hampir Pasien mengalami waham
setiap jenis, tetapi waham kejar (persekutorik) yang
dikendalikan (delusion of mengatakan bahwa orang-
control), dipengaruhi (delusion orang disekitarnya ingin
of influence), atau "passivity" menyakitinya.
(delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang
paling khas;
• Gangguan afektif, dorongan
kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak
nyata/tidak menonjol.

19
Terapi Farmakologi
Antipsikotik
Pemilihan jenis obat anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Chlorpromazine 1x100 mg
1. Chlorpromazine dan Thiridazine (malam hari)
yang efek samping sedatif kuat
terutama digunakan terhadap Sindrom
Psikosis dengan gejala dominan: gaduh
gelisah, hiperaktif, sulit tidur,
kekacauan pikiran, perasaan dan
perilaku, dll.
2. Sedangkan Trifluoperazine,
Fluphenazine, dan Haloperidol yang
efek samping sedatif lemah digunakan
terhadap Sindrom Psikosis dengan
gejala dominan: apatis, menarik diri,
perasaan tumpul, kehilangan minat dan
insiatif, hipoaktif, waham, halusinasi,
dll.
3. Untuk pasien yang sampai timbul
“tardive dyskinesia” obat anti psikosis
yang tanpa efek samping
ekstrapiramidal adalah Clozapine.
4. Apabila gejala negatif (afek tumpul, Risperidone 3x2 mg
penarikan diri, hipobulia, isi pikiran
miskin) dan gejala positif (waham,
halusinasi, bicara kacau, perilaku tak
terkendali) terdapat pada pasien
Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis
atipikal perlu dipertimbangkan.
Khususnya pada penderita Skizofrenia
yang tidak dapat mentolelir efek

20
samping ekstrapiramidal atau
mempunyai risiko medik dengan
adanya gejala ekstrapiramidal.
5. Pemberian golongan antipsikotik Risperidon 3x2 mg
atipikal juga mengingat pasien sudah
hampir menyentuh lanjut usia (menjaga
fungsi kognitif) (golongan antipsikotik
tipikal dapat mengurangi BDNF (brain
derived neurotrophic factors) sehingga
dapat menurunkan fungsi kognisi. Pada
pasien ini, sudah ditemukan gejala
penurunan fungsi memori jangka
panjang, sehingga pemilihan
antipsikotik atipikal dipertimbangkan.

Antikolinergik-Antiparkinson
Risperidone adalah obat antipsikotik Trihexyphenidyl 3x2 mg
atipikal yang tergolong mudah
menyebabkan gejala ekstrapiramidal
(even at low dose), sehingga pemberian
antikolinergik dan antiparkinson sangat
disarankan. Walaupun indikasi
pemberian antikolinergik dan
antiparkinson adalah jika ada riwayat
gejala ekstrapiramidal sebelumnya,
baik organik maupun akibat efek
samping obat dan pemakaian dosis
tinggi, pemberian antikolinergik dan
antiparkinson tetap disarankan pada
pemberian Risperidone.

21
Non-farmakologi
Psikoterapi adalah terapi kejiwaan
yang harus diberikan apabila penderita Psikoterapi individu
telah diberikan terapi psikofarmaka dan - Pengenalan terhadap
telah mencapai tahapan di mana penyakitnya, manfaat
kemampuan menilai realitas sudah pengobatan, cara
kembali pulih dan pemahaman diri pengobatan, dan efek
sudah baik. Secara sistematis, samping pengobatan.
penggolongannya adalah sebagai - Memotivasi pasien minum
berikut : obat teratur dan rajin
kontrol setelah pulang dari
➢ Psikoterapi individual
bangsal.
1. Terapi suportif
- Membantu pasien untuk
2. Social skill training menerima realitas dan

3. Terapi okupasi menghadapinya.


- Memberikan pasien
4. Terapi kognitif dan perilaku
kesempatan untuk
➢ Psikoterapi kelompok mengungkapkan perasaan
➢ Psikoterapi keluarga dan keluhannya sehingga
pasien merasa lega.
▪ Terapi berorientasi
keluarga
- Memberikan pengertian
kepada keluarga tentang
gangguan yang dialami
pasien.
- Menyarankan kepada
keluarga pasien agar
memberikan suasana yang
kondusif bagi pasien.

22
Prognosis Gambaran klinik yang dikaitkan Quo ad Vitam: Bonam
dengan prognosis baik, yaitu: Quo ad functionam: Dubia ad
1. Awitan gejala-gejala psikotik aktif bonam
terjadi dengan cara mendadak Quo ad Sanationam: Dubia ad
2. Awitan terjadi setelah umur 30 malam
tahun, terutama pada perempuan
3. Fungsi pekerjaan dan social
premorbid (sebelum sakit) baik.
Performa sebelumnya tetap
merupakan predictor terbaik untuk
meramalkan performa di masa
datang
4. Kebingungan sangat jelas dan
gambaran emosi menonjol, selama
episode akut (symptom positif);
5. Kemungkinan adanya stressor
yang mempresipitasi psikosis akut
dan tidak ada bukti gangguan
susunan saraf pusat (SSP).
6. Tidak ada riwayat keluarga
skizofrenia.
Prognosis dapat memburuk jika pasien
memiliki riwayat penyalahgunaan zat
atau hidup dalam keluarga yang tak
harmonis.

23
2.2 Diagnosis Banding

Skizofrenia Hebefrenik Kasus

Epidemiologi Dapat terjadi pada seluruh usia (1 dari Pasien didiagnosis pertama
100 orang terkena skizofrenia). Onset kali pada tahun 1999 (saat
munculnya gejala adalah rentang usia berusia 35 tahun)
10 – 35 tahun, namun 10 – 25 tahun
(laki-laki), 25 – 35 tahun (wanita).
Pasien yang sudah menikah memiliki Pasien sudah menikah dan
risiko lebih tinggi akibat stresor lebih cerai dengan istri pertamanya.
tinggi.
Umumnya untuk skizofrenia Pasien memiliki kepribadian
hebefrenik, memiliki kepribadian yang cenderung pendiam pada
pendiam. saat sebelum sakit.

24
Gejala Kriteria PPDGJ III
• Memenuhi kriteria umum diagnosis Pasien mengalami halusinasi
skizofrenia auditorik
Pasien mengalami waham
kejar (persekutorik) yang
mengatakan bahwa orang-
orang disekitarnya ingin
menyakitinya.
• Kepribadian premorbid Sebelum sakit, pasien
menunjukkan ciri khas: pemalu dan cenderung memiliki sifat
senang menyendiri pendiam.
• Diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar
bertahan:
- Perilaku yang tidak Pasien sempat membuka
bertanggungjawab dan tak dapat celananya dan melemparnya
diramalkan, serta mannerisme; ke arah luar penjara. Pasien
ada kecenderungan untuk selalu juga melemparkan air,
menyendiri dan makanan, dan feses yang ada
(solitary),
perilaku menunjukkan hampa di dalam sel penjaranya ke
tujuan dan hampa perasaan; arah luar.
- Afek pasien dangkal (shallow) Afek pasien serasi, tidak ada
dan tidak wajar (inappropriate), giggling, grimacing, tertawa
sering disertai oleh cekikikan sendiri.
(giggling), atau perasaan puas
diri (self-satisfred), senyum
sendiri, sikap tinggi hati, tertawa
menyeringai, mannerisme,
mengibuli secara bersenda
gurau, keluhan hipokondrial,

25
dan ungkapan kata yang Terdapat koprolalia.
diulang-ulang.
- Proses pikir mengalami Proses pikir pasien inkoheren.
disorganisasi dan pembicaraan
tak menentu serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan Gangguan afektif tidak
kehendak, serta gangguan proses pikir menonjol.
umumnya menonjol. Halusinasi dan Halusinasi dan waham
waham mungkin ada tetapi biasanya menonjol.
tidak menonjol (fleeting and
fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas,
yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal
dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya. Makin
mempersukar orang memahami jalan
pikiran pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, HI, Sadock BJ, In: Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical


Psychiatry, 11th Edition, 2015.
2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2013.
3. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. PT Nuh Jaya Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai