Anda di halaman 1dari 27

NAMA : LELLI ASTRIANI

NPM : 4119050

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA


STROKE

A. KONSEP PENYAKIT STROKE


1. Definisi
Stroke adalah kehilangan sebagian fungsi otak yang diakibatkankarena
berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke adalah neurologik primer di dunia,
meskipun upaya pencegahan sangat menyebabkan terjadi penurunan insiden dalam
beberapa tahun terakhir, penyakit stroke menduduki peringkat ketiga penyebab
kematian, dengan laju mortalitas 18% sampai 37% untuk stroke pertama dan
sebesar 62%. Terdapat 2 juta orang bertahan hidup dari penyakit stroke yang
mempunyai beberapa ketidaksempurnaan hidup bahkan cacat, dari angka ini, 40%
memerlukan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan tidak bisa melakukan aktivitas
sendiri (Smeltzer & Bare, 2013).
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak
(Junaidi Iskandar, 2011).
Stroke atau cedera serebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smelter & Bare, 2001
dalam Andra & Yessie, 2013).
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral, merupakan suatu gangguan
neurologis fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada
pembuluh darah serebral (Price & Wilson, 2013).
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak dan sereberum.
Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, ada empat
tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal,
temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa.
Bagiain fossa anterior, berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer, bagian tengah
fossa berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi
batang otak dan medula (Smeltzer & Bare, 2013).
a. Meningen
Menurut Smeltzer & Bare (2013) komposisi meningen berupa jaringan serabut
penghubung yang melindungi mendukung dan memelihara otak. Meningen
terdiri dari tiga bagian:
1) Dura meter
Lapisan paling luar yang menutup otak dan medulla spinalis. Sifat durameter
liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut berwarna abu-abu.
2) Arakhnoid
Merupakan membran bagian tengah, membran yang bersifat tipis dan lembut
ini menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid. Membran
ini berwarna putih karena tidak dialiri darah.
3) Pia meter
Membran yang paling dalam, berupa dinding tipis, transparan, yang menutup
otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak.
b. Serebrum
Menurut Smeltzer & Bare (2013), sereberum terdiri dari dua hemisfer dan empat
lobus. Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan
substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Keempat lobus
serebrum sebagai berikut:
1) Frontal
Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku
individu, membuat keputusan, perencanaan aktivitas, kreativitas, kepribadian
dan menahan diri.
2) Parietal
Lobus sensori. Area ini menginterprestasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak
berpengaruh adalah bau, mengatur individu mengetahui posisi dan letak
bagian tubuhnya.
3) Temporal
Berfungsi mengintregasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
4) Oksipital
Terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab
menginterprestasikan penglihatan.
c. Diensefalon
Menurut Smeltzer & Bare (2013), diensefalon atau fossa bagian tengah terdiri
dari tiga bagian yaitu:
1) Talamus
Berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya
sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima, implus memori dan
sensasi nyeri.
2) Hipotalamus
Terletak pada anterior dan inferior talamus. Berfungsi mengontrol dan
mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan
hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan
suhu tubuh melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasodilatasi dan
mempengaruhi sekresi hormonal kelenjar hipofisis, dan sebagai pusat lapar
dan mengontrol berat badan.
3) Hipofisis
Dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah hormon-hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal,
pankreas, organ-organ reproduksi, tiroid, korteks adrenal dan organ-organ
lain.
1. Fungsi Kortek Serebral
Sel-sel kortek serebri terlihat sama walupun sel-sel ini sangat bervarian.
Bagian posterior pada masing-masing hemisfer (misal lobus oksipital) berperan
pada semua aspek persepsi penglihatan. Bagian lateral, atau lobus temporal
bergabung sebagai pusat pendengaran. Daerah pusat bagian tengah atau zona
parietal, posterior sampai fisura berkaitan dengan sensasi, dan bagian anterior
berkaitan dengan gerakan otot yang disadari. Daerah luas dibawah dahi (misalnya
lobus frontal) mengandung sekumpulan jaras saraf yang berperan memutuskan
sikap emosi dan responnya dan berperan dalam mengolah pikiran (Smeltzer &
Bare, 2013).
a. Batang Otak
Menurut Smeltzer & Bare (2013), batang otak terletak pada fossa anterior.
Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari 2 bagian yaitu:
1) Otak tengah
Menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini
berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat reflek pendengaran dan
penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
dan merupakan jembatan antar dua bagian serebelum, dan juga antara medula
dan sereberum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik.
2) Medula oblangata
Meneruskan beberapa serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan
beberapa serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut-serabut
tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat terpenting
dalam mengontrol jantung, pernapasan dan tekanan darah.
b. Serebelum
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral,
lipatan durameter, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu
merangsang, menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi
dan gerakan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan,
posisi dan mengintegrasikan input sensorik (Smeltzer & Bare, 2013).
c. Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari curah jantung atau 750 ml per
menit. Sirkulasi ini sangat dibutuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan,
sementara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak
ini unik, karena melawan arah gravitasi. Dimana darah arteri mengalir mengisi
dari bawah dan vena mengalir dari atas (Smeltzer & Bare, 2013).
d. Barier Darah-Otak
Sistem saraf pusat tidak dapat dimasuki beberapa zat yang ada pada sirkulasi
darah misalnya zat warna, obat-obatan dan antibiotik. Setelah disuntikan
kedalam aliran darah, zat-zat ini tidak menjangkau neuron-neuron SSP.
Fenomena ini disebut barier darah otak. Sel-sel endotel pada kapiler-kapiler otak
membentuk persimpangan penghubung yang kuat, hal ini menciptakan barier
terhadap molekul makro dan gabungan beberapa zat (Smeltzer & Bare, 2013).
e. Cairan Serebrospinal
Merupakan cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007,
diproduksi di dalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla
spinalis melalui sistem ventikular. Ventrikel terdiri dari 4 ventrikel yaitu
ventrikel lateral kanan, kiri, ventrikel ketiga dan keempat. Kedua ventrikel
lateral keluar ke ventrikel ketiga pada foramen antara ventrikular dan foramen
monro. Ventrikel ketiga dan keempat berhubungan melalui saluran sylvius.
Ventrikel keempat menyuplai CSS ke ruang subarakhnoid dan turun ke medulla
spinalis pada permukaan darah dorsal (Smeltzer & Bare, 2013).

2. Medulla Spinalis
Medulla spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari
hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf
perifer seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan menipis pada jari-
jari. Medulla spinalis ini memanjang dari foramen magnum di dasar tengkorak
sampai bagian atas lumbar kedua tulang belakang, yang berakhir di dalam berkas
serabut yang disebut konus medullaris (Smeltzer & Bare, 2013).
a. Jaras Visual
Adalah serabut-serabut yang berhubungan dengan saraf optik berakhir pada
pangkal masing-masing hemisfer. Sel-sel penerima ini bertanggung jawab
terhadap penglihatan (Smeltzer & Bare, 2013).
b. Sistem Motorik
Berkas korteks vertikel pada masing-masing hemisfer serebri memerintahkan
gerakan-gerakan tubuh yang disadari. Pada lokasi yang tepat diketahui
sebagai korteks motorik. Lokasi yang tepat pada otak dimana gerakan-
gerakan disadari pada otot wajah, ibu jari, tangan, lengan, batang tubuh dan
bagian kaki. Sebelum seseorang dapat menggerakan otot, sel-sel khusus
mengirim stimulus turun sepanjang serabut-serabut saraf. Jika sel-sel ini
distimulus oleh serabut listrik, maka otot yang dikontrol oleh saraf ini
berkontraksi (Smeltzer & Bare, 2013).
c. Saraf Motorik Atas dan Bawah
Menurut Smeltzer & Bare (2013), setiap serabut otot yang mengatur gerakan
disadari melalui dua kombinasi sel-sel saraf. Yang pertama disebut sebagai
neuron motorik atas (upper motor neuron) UMN, dan yang kedua disebut
sebagai neuron motorik bawah (lower motor neuron) LMN.
1) Neuron motorik atas (UMN)
UMN dapat melibatkan korteks motorik, kapsul internal, medulla spinalis
dan struktur-struktur lain pada otak dimana sistem kostikospinal
menuruninnya. Jika UMN rusak atau hancur sering menyebabkan stroke,
paralisis (kehilangan gerak yang disadari).

2) Neurin motorik bawah (LMN)


Pada indivudu yang mengalami kerusakan LMN pada satu saraf motor
antara otot dan medula spinalis berakibat rusak berat pada jaras ke otot.
Akibat dari rusaknya LMN adalah otot menjadi lumpuh dan orang tersebut
tidak mampu menggerakan otot.
d. Kontrol Motor Ekstrapiramidal
Kegiatan serebelum adalah mengatur kontraksi kelompok-kelompok otot
yang berlawanan, dimana hubungan antara satu dengan lainnya saling
menguntungkan secara maksimal seperti layaknya mesin, kontraksi-
kontraksi otot-otot kuat dapat sepenuhnya berlangsung terus menerus pada
tegangan saraf yang dikehendaki dan tanpa adanya fluktuasi yang berarti, dan
gerakan-gerakan timbal balik dapat dihasilkan pada kecepatan tinggi dan
konstan. Keadaan ini terjadi dengan upaya yang relatif kecil, seperti pada saat
meniru gerakan (Smeltzer & Bare, 2013).
e. Fungsi Sensori
Talamus berfungsi untuk mengintegrasi implus sensori, yaitu mengenal nyeri,
temperatur atau sentuhan. Talamus bertanggung jawab untuk merasakan
gerakan, posisi dan kemampuan mengenal ukuran bentuk dan kualitas benda.
Juga bertanggung jawab untuk perjalanan semua stimulus seneori menuju
korteks serebri, dan juga mengirim dan menerjemahkan stimulus sensori
kedalam ke dalam respon yang tepat (Smeltzer & Bare, 2013).
f. Sistem Saraf Autonomik
Kontraksi otot-otot yang tidak di bawah kontrol kesadaran, seperti otot
jantung, sekresi semua digestif dan kelenjar keringat dan aktifitas organ-
organ endokrin, dikontrol oleh sebagian besar komponen sistem saraf yang
dikenal sebagai sistem saraf yang dikenal sebagai sistem saraf autonom.
Sistem saraf autonom tidak diatur oleh korteks serebri, sistem ini menyerupai
sistem ekstrapiramidal yang berpusat pada serebelum dan basal ganglia.
Namun sistem ini sangat unik, pertama sistem saraf autonom mempengaruhi
pengaturan dimana sel-selnya tidak bersifat individual, tetapi meluas pada
sebagian besar jaringan dan seluruh organ. Kedua, respon yang muncul tidak
cepat tetapi hanya setelah periode yang lambat. Respon ini bersifat terus
menerus dengan jangka waktu yang panjang, yang tidak dimiliki oleh respon
neurologenik lainnya (Smeltzer & Bare, 2013).
g. Sistem Saraf Simpatis dan Parasimpatis
Menurut Smeltzer & Bare (2013), sistem saraf autonom mempunyai dua
pembagian yaitu:
1) Saraf simpatis
Sistem ini siap siaga untuk membantu proses kedaruratan. Di bawah
keadaan stres, baik yang disebabkan oleh fisik maupun emosional dapat
menyebabkan peningkatan yang cepat pada implus simpatis. Neuron
simpatis terletak pada luas tulang torakal dan lumbal yaitu pada susunan
medula spinalis, akson-aksonnya disebut serabut preganglion, muncul
melalui jalan pada semua akar saraf anterior dari ruas tulang leher
(servikal) kedelapan atau tulang torakal pertama menuju ruas tulang
lumbal kedua dan ketiga.
2) Saraf parasimpatis
Fungsi saraf parasimpatis sebagai pengontrol dominan untuk kebanyakan
efektor viseral dalam waktu lama. Selama keadaan diam kondisi tanpa
stres, implus dari serabut-serabut parasimpatis (kolenergik) yang
menonjol. Serabut-serabut sistem parasimpatis terletak pada dua bagian,
satu pada batang otak dan yang lainnya pada segmen spinal dibawah L2.
3. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah
di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab
stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi
arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun
(Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah
salah satu jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di
otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang
menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan
b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul
mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2000)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder (Arif Muttaqin, 2008)
4. Etiologi
Penyebab stroke dapat dibagi tiga, yaitu:
a. Trombosis serebri
Anterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulai serebral adalah penyebab
utama trombosis serebral yang adalah penyebab paling umum dari stroke.
Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah
dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitan dengan kerusakan lokal
dibandingkan pembuluh darah ateroklerosis.
b. Emboli serebri
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama
stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan dengan
penderita trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari satu trombus
dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan
perwujudan penyakit jantung.
c. Hemoragi
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural atau
epidural) dibawah durameter (hemorai subdural) diruang subarachnoid
(hemoragi subarachnoid atau dalam substansial otak hemoragi intra
serebral) (Andra & Yessie, 2013).
5. Faktor Risiko Stroke
Faktror risiko stroke menurut Black & Hawks (2014) :
a. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus / kencing manis adalah penyakit kronik dengan
konsetrasi gula dalam darah yang tinggi. Seseorang yang beresiko tinggi
terkena penyakit diabetes mellitus adalah :
1) Yang mempunyai saudara, orangtua atau kakek nenek dengan diabetes
mellitus
2) Mengalami obesitas
3) Mempunyai tekanan darah tinggi atau kolestrol tinggi
b. Hipertensi
Seseorang dikatakan hipertensi bila secara konsisten menunjukan tekanan
sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi, dan tekanan diastolik 90 mmHg atau
lebih tinggi. Angka tekanan darah orang dewasa dinyatakan normal adalah
<120/80 mmHg.
c. Obesitas
Secara tidak langsung obesitas memicu terjadinya stroke yang diperantarai
oleh sekelompok penyakit yang ditimbulkan akibat obesitas, selain itu
obesitas juga salah satu pemicu utama dalam peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler (AHA, 2015).
d. Usia
Stroke dapat terjadi pada semua rentang usia namun semakin
bertambahnya usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke. Usia diatas
50 tahun risiko stroke menjadi berlipat ganda pada setiap pertambahan usia
(Riskesdas, 2013).
6. Patofisiologi
Obesitas, kolesterol, penyakit jantung dan perokok merupakan
faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non hemoragik yang dimana
dapat menyebabkan trombosis dan emboli. Trombosis lebih sering terjadi
pada penyumbatan aliran darah karena adanya perubahan bentuk dinding
pembuluh darah yaitu pembekuan dinding pembuluh darah karena lemak
(aterosklerosis), sedangkan emboli tidak disebabkan oleh patologi
pembuluh darah lokal melainkan aorta, karotis, vertebralis, dan material
emboli lain seperti udara, lemak, benda asing yang memasuki sirkulasi
sistemik. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran darah
serebral. Kondisi yang menyebabkan perubahan pada vaskularisasi darah
pada serebral dapat menyebabkan keadaan hipoksia. Kekurangan oksigen
dalam satu menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti
kehilangan kesdaran, sedangan kekurangan oksign dalam waktu yang
lebih lama menyebabkan nekrosis neuron yang disebut infark. Perfusi
jaringan serebral tidak efektif dapat menyebabkan fungsi otak yang
mempersyarafi 12 syaraf kranial mengalami penurunan ataupun
terganggu, maka muncul masalah keperawaatan ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral, defisit nutrisi, gangguan mobilitas fisik, gangguan
persepsi sensori, dan gangguan komunikasi verbal (Nurarif & Kusuma,
2015).
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2013) :
a. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik,
karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
b. Kehilangan Komunikasi. Fungsi otak lainnya yang akan dipengeruhi
oleh stroke adalah kemampuan bahasa dan komunikasi. Disfungsi
bahasa dan komunikasi pada pasien dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut :
1) Disartria (kesulitan berbicara) ditujukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
2) Disfasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama
ekspresif atau reseptif.
3) Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan suatu tindakan yang
dipelajari sebelumnya) seperti ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
c. Gangguan Persepsi adalah ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengkibatkan disfungsi
persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual - spasial dan
kehilangan sensori.
d. Disfungsi Persepsi Visual karena gangguan jarak sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan
setengah lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin
sementara atau permanen.
e. Gangguan Hubungan Visual – Spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuannya untuk mencocokan pakaian ke
bagian tubuh. Untuk membantu pasien ini, perawat dapat mengambil
langkah untuk mengatur lingkungan dan menyingkirkan perabot karena
pasien dengan masalah persepsi mudah terdistraksi.
f. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan beberapa
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
sehingga aktivitas terganggu yang menyebabkan kualitas hidup
terganggu.
g. Kerusakan Fungsi Kognitif dan Efek Psikologik bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori, atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak, disfungsi ini dapat
mempengaruhi pasien seperti, lapang perhatian yang terbatas, kesulitan
dalam memahami sesuatu, lupa, dan kurangnya motivasi, yang
menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program
rehabilitas mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh
respons alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah
psikologik lain juga umum terjadi dan dimanisfestasikan oleh labilitas
emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
h. Disfungsi Kantung Kemih. Setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan kontrol motorik
dan postural, kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi
atonik, dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian
kandung kemih.
i. Defisit Lapang Penglihatan
a) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang
penglihatan) tidak menyadari orang atau objek di tempat
kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak.
b) Kehilangan penglihatan perifer : kesulitan melihat pada malam
hari, tidak menyadari objek, atau batas objek.
c) Diplopia, penglihatan ganda.
j. Defisit motorik
a) Hemiparesis : kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama.
b) Hemiplegia : paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
c) Ataksia : berjalan tidak mantap, tegak tidak mampu menyatukan
kaki, perlu dasar berdiri yang luas
d) Disatria : kesulitan dalam membentuk kata.
e) Disfagia : kesulitan dalam menelan.
k. Defisit Sensori pada penderita stroke akan kebas dan kesemutan pada
bagian tubuh dan kesulitan dalam propriosepsi.
l. Defisit Verbal
a) Afasia eksprerif : tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b) Afasia reseptif : tidak mampu memahami kata yang dikatakan
kepada pasien, mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
c) Afasi global : kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
m. Defisit kognitif pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka
pendek dan koma, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan
untuk berkonsetrasi, alasan abstrak buruk koma, perubahan penilaian.
n. Defisit emosional penderita akan mengalami kontrol diri, labilitas
emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress,
depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan rasa marah, perasaan
isolasi.
8. Komplikasi
a. Aspirasi
Aspirasi adalah kondisi dimana suatu benda yang masuk kesaluran
pernapasan. Benda asing ini berupa makanan,air liur,atau cairan perut
saat memuntahkan makanan. Ini biasanya terjadi pada orang-orang
yang mengalami kesulitan menelan.
b. Paralitic ileus
Paralitic illeus adalah kondisi dimana otot usus mengalami
kelumpuhan, sehingga pencernaa makanan serta fungsi lainnya
terganggu.
c. Peningkatan TIK
Peningkatan tekanan intrakranial adalah meningkatnya nilai tekanan
didalam rongga kepala. Tekana ini berada didalam tulang tengkorak
yang artinya meliputi jaringan otak,cairan serebrospinal dan pembuluh
darah otak.
d. Hidrochepalus
Sebagai penderita stroke hemoragik dapat mengalami hidrochepalus.
Hidrochepalus adalah komplikasi yang terjadi akibat menumpuknya
cairan otak didalam rongga otak (ventrikel).
e. Atrial fibrilasi
Atrial fibrilasi adalah kondisi jantung dimana denyut jantung tidak
beraturan dan sering kali cepat. Kondisi ini dapat meningkatan resiko
stroke.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi sistem saraf
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan,obstruksi arteri, oklusi atau ruftur.
2) CT-scan
Memperlihatkan adanya eodema, hematoma, iskemia dan adanya
infark.
3) Elektro encepaligraphy
Mengidentifikasikan masalah didasarkan pasa gelombang otak
atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
4) Magnetic imaging resnance (MRI)
Menunjukan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada
trombosisi, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjukan hemoragik subarachnoid atau
perdarahan intrakranial.
5) Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri
karotis atau aliran darah/ arterosklerosis).
6) Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada
perdarahan subarachnoid. ( Andra & Yessi, , 2013)
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Fungsi lumbal
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA.
Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein total meningkatkan pada kasus
trombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
2) Pemeriksaan kimia darah
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
3) Pemeriksaan darah rutin
4) Urinalisis (Doengoes, 2000 dalam Andra & Yessi, 2013)
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus
bila disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi bertahap bila
hemodinamik stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila pelu berikan
oksigen 1-2 liter permenit bila ada hasil gas darah.
3) Kandung kemih yang penuh di kosongkan dengan kateter
4) Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal
5) Suhu tubuh harus dipertahankan.
6) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik,
bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun,
dianjurkan pipih NGT
7) Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontrak indikasi.
b. Penatalaksanaan medis
1) Trombolitik (streptokinase)
2) Anti platelet/ anti trombolitik (asetosol, ticlopidin, cilostazol,
dipiridamol)
3) Antikoagulan (heparin)
4) Hemorrhagea (pentoxyfilin)
5) Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
6) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)
c. Penatalaksanaan khusus/ komplikasi
1) Atasi kejang (antikonvulsan)
2) Atasi tekanan intrakranial yang meninggi 9 manitol, gliserol,
purosemit, intubasi, steroid dll)
3) Atasi deskompresi (kraniotomi)
Untuk penatalaksanaa faktor resiko atasi hipertensi (anti hipertensi),
atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia) dan atasi hiperurisemia (anti
hiperurisemia) (Andra & Yessie, 2013)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
e. Pengkajian Fokus
1) Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2) Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
3) Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.

4) Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
5) Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
6) Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7) Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka
8) Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara
nafas, whezing, ronchi.
9) Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
10) Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi

2. Diagnosis Keperawatan Prioritas


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
b. Hambatan mobilitas fisik
c. Hambatan komunikasi verbal
d. Defisit perawatan diri
e. Ketidakefektifan pola napas
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Rasional
NOC NIC
Keperawatan
1. Ketidakefektifa NOC : NIC: Intrakranial Pressure
n perfusi -Circulation status Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
jaringan -Tissue Prefusion: cerebral (ICP) Monitoring 1. Observasi:
serebral Observasi: a. Mengetahui apa
Tujuan: a. Catat respon ada perubahan dari
Setelah dilakukan tindakan pasien terhadap luar dan dalam
keperawatan selama 3 x 24 stimuli tubuh yang
jam diharapkan masalah b. Monitor tekanan mempengaruhi
perfusi jaringan serebral intrakranial respon pada pasien
dapat efektif dengan pasien dan respon b. Mengetahui apa
neurology tekanan
Kriteria Hasil : terhadap aktivitas intrakanial dan
1. Mendemonstrasikan c. Monitor intake aktivitas sarafnya
status sirkulasi yang dan output cairan berperngaruh
ditandai dengan: Mandiri: dalam
Tekanan systole dan Posisikan pasien pada keterbatasan
diastole dalam posisi semifowler aktivitas
rentang yang Kolaborasi: c. Mencegah
diharapkan, tidak Kolaborasi pemberian terjadinya
ada antibiotic dehidrasi
ortostatikhipertensi, Mandiri:
tidak ada tanda tanda Untuk meminimalisir
peningkatan tekanan adanya nyeri
intrakranial (tidak Kolaborasi:
lebih dari 15 mmHg Pemberian obat untuk
2. Mendemonstrasikan mengurangi nyeri
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan:
berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi memproses
informasi membuat
keputusan dengan
benar
3. Menunjukkan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter.

2. Hambatan Joint Movement : Active Exercise therapy : Exercise therapy :


mobilitas fisik Mobility Level ambulation ambulation
Self care : ADL Observasi:
Transfer performance a. Monitoring vital Observasi:
sign a. Mengetahui apa
Tujuan: sebelum/sesudah ada perubahan
Setelah dilakukan tindakan latihan dan lihat tekanan darah,
keperawatan selama 3 x 24 respon pasien saat suhu, yang
jam diharapkan masalah latihan mempengaruhi
hambatan mobilitas fisik b. Kaji kemampuan pasien ketika
dapat terjadi dengan pasien dalam beraktivitas lebih
mobilisasi b. Mengetahui apa
Kriteria Hasil : Mandiri: saja kegiatan yang
1. Klien meningkat a. Bantu klien untuk mampu dilakukan
dalam aktivita fisik menggunakan oleh klien ataupun
2. Mengerti tujuan dari tongkat saat tidak
peningkatan berjalan dan
mobilitas cegah terhadap Mandiri:
3. Memverbalisasikan cedera a. Membantu pasien
perasaan dalam b. Latih pasien utnuk menjaga
meningkatkan dalam pemenuhan keseimbangan dan
kekuatan dan kebutuhan ADLs mencegah
kemampuan secara mandiri terjadinya cedera
berpindah sesuai b. Melatih mobilisasi
4. Memperagakan kemampuan klien agar tidak
penggunaan alat c. Dampingi dan terjadi kekauan
bantu untuk Bantu pasien saat pada anggota
mobilisasi (walker) mobilisasi dan gerak dan
bantu penuhi membuat klien
kebutuhan ADLs lebih mandiri
ps. c. Untuk membantu
Health Education: pasien melakukan
Ajarkan pasien bagaimana aktivitas yang
merubah posisi dan
berikan bantuan jika tidak mampu
diperlukan dilakukan
Kolaborasi: Health Education:
Konsultasikan dengan Agar pasien mengetahui
terapi fisik tentang posisi mana yang
rencana ambulasi sesuai membahayakan untuk
dengan kebutuhan dirinya sendiri
Kolaborasi:
Ahli terapi fisik lebih tau
apa saja yang dibutuhkan
pasien untuk peningkatan
ambulasi

3. Hambatan Komunikasi: Ekspresif Peningkatan komunikasi Peningkatan komunikasi


komunikasi Komunikasi: Reseptif : defisit wicara : defisit wicara
verbal Tujuan: Observasi : Observasi :
Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kempauan 1) Mengetahui sampai
keperawatan selama …X24 untuk berbicara, dimana kemampuan
jam diharapkan klien mampu dan memahami pasien dalam berbiacara
menciptakan metode b. Kaji kemapuan dan pemahamannya
komunikasi yang dapat untuk melakukan 2) Mengetahui apa ada
dipahami dengan komunikasi keterbatasan komunikasi
Kriteria Evaluasi : dengan keluarga antara klien dan
1. Mengidentifikasi c. Kaji bahasa utama keluarganya
pemahaman tentang Mandiri
masalah komunikasi a. Dorong pasien
3) Mengetahui apa si klien
2. Membuat metode untuk hanya mampu berbicara
komunikasi dimana berkomunikasi dengan menggunakan
kebutuhan dapat secara perlahan bahasa daerah atau bahasa
diekspresikan dan untuk Indonesia
3. Menggunakan mengulangi Mandiri
sumber-sumber permintaan 1) Untuk membuat
dengan tepat b. Berikan pengutan komunikasi klien lebih
positif dengan lancar dan tidak segan
sering atas upaya memberitahukan bila ada
pasien untuk keterbatasan yang dialami
berkomunikasi 2) Membuat pasien agar
c. Bimbing termotivasi untuk lebih
komunikasi satu berusaha berkomunikasi
arah, dengan tepat dengan baik dengan orang
HE lain
Beri anjuran kepada3) Mencegah kebingungan
pasien dan keluarga yang dialami pasien
tentang penggunaan alat HE
bantu bicara (mis. Laring Untuk memudahkan
buatan) pasien agar dapat
Kolaborasi berkomunikasi dengan
Gunakan penerjemah, lancar
sesuai kebutuhan Kolaborasi
Memudahkan pasien agar
dapat berkomunikasi
dengan lancar

4. Defisit Self care : Activity of Daily NIC : Self Care assistane : ADLs
perawatan diri Living Self Care assistane : Observasi:
(ADLs) ADLs a. Untuk mengetahui
Observasi: apa ada
Tujuan: a. Monitor keterbatasan pada
Setelah dilakukan tindakan kemampuan klien klien untuk
keperawatan selama 3 x 24 untuk perawatan melakukan
jam diharapkan masalah diri yangmandiri. perawatan diri
defisit perawatan diri dapat b. Monitor b. Mengetahui apa
teratasi dengan kebutuhan klien yang bisa dibantu
untuk alat-alat oleh keluarga
Kriteria Hasil : bantu untuk kepada klien
a. Klien terbebas dari kebersihan diri, dalam melakukan
bau badan berpakaian, perawatan diri
b. Menyatakan berhias, toileting Mandiri:
kenyamanan dan makan. a. Untuk melatih
terhadap Mandiri: kemampuan
c. kemampuan untuk a. Sediakan bantuan secara bertahap
melakukan ADLs sampai klien pada klien
d. Dapat melakukan mampu secara b. Melatih
ADLS dengan utuh kemandirian klien
e. bantuan b. untuk melakukan agar tidak
self-care. bergantung pada
c. Dorong klien orang lain untuk
untuk melakukan melakukan
aktivitas sehari- aktivitas yang
hari masih mampu
d. yang normal dilakukan sendiri
sesuai c. Mencegah
kemampuan yang terjadinya hal-hal
dimiliki. yang tidak
e. Dorong untuk dinginkan saat
melakukan secara klien tidak mampu
mandiri, tapi beri melakukan
aktivitas tertentu
f. bantuan ketika d. Kalau pada usia
klien tidak remaja mungkin
mampu masih banyak
melakukannya. aktivitas yang bisa
g. Pertimbangkan dilakukan sendiri,
usia klien jika tetapi kalau lansia
mendorong mungkin aktivitas
pelaksanaan yang bisa
h. aktivitas sehari- dilakukan mandiri
hari. terbatas
Health Education:
Melatih kemandirian klien
Health Education: agar tidak bergantung pada
Ajarkan klien/ keluarga orang lain untuk
untuk mendorong melakukan aktivitas yang
kemandirian, masih mampu dilakukan
untuk memberikan sendiri
bantuan hanya jika pasien
tidak
mampu untuk
melakukannya.
5. Ketidakefektifa NOC : NIC Airway Management
n pola napas - Respiratory status : Airway Management Observasi
Ventilation Observasi a. Respirasi yang
- Respiratory status : a. Monitor respirasi normal akan
Airway patency dan status O2 menentukan status
Tujuan : Setelah dilakukan b. Auskultasi suara oksigen
tindakan asuhan nafas, catat b. Indikasi
keperawatan adanya suara menentukan
diharapkan terjadi tambahan gangguan pada
keefektifan pola napas. c. Identifikasi pasien pernapasan
perlunya c. Alat bantu
Kriteria Hasil : pemasangan alat pernapasan
a. Mendemonstrasikan jalan nafas buatan digunakan ketika
batuk efektif dan Mandiri pasien telah
suara nafas yang a. Buka jalan nafas, diindikasi untuk
bersih, tidak ada guanakan teknik menggunakan alat
sianosis dan dyspneu chin lift atau jaw bantu pernapasan.
(mampu thrust bila perlu Mandiri
mengeluarkan b. Posisikan pasien a. Untuk
sputum, mampu untuk memaksimalkan
bernafas dengan memaksimalkan jalan nafas pada
mudah, tidak ada ventilasi pasien
pursed lips)
b. Menunjukkan jalan c. Lakukan b. Menyesuaikan
nafas yang paten fisioterapi dada dengan tingkat
(klien tidak merasa jika perlu kenyamanan
tercekik, irama d. Keluarkan sekret pasien untuk
nafas, frekuensi dengan batuk atau memaksimalkan
pernafasan dalam suction ventilasi
rentang normal, e. Berikan c. Untuk
tidak ada suara nafas bronkodilator bila memperlancar
abnormal) perlu pengeluaran secret
c. Tanda vital dalam f. Berikan pelembab d. Mengajarkan
rentang normal udara Kassa basah bagaimana cara
(tekanan darah, nadi, NaCl Lembab batuk efektif agar
pernafasan) g. Atur intake untuk secret mudah
cairan keluar
mengoptimalkan e. Memberikan pada
keseimbangan. pasien yang
Terapi Oksigen diindikasi oleh
Observasi dokter untuk
a. Monitor aliran menggunakan
oksigen bronkodilator
b. Observasi adanya mempertahankan
tanda tanda sirkulasi
hipoventilasi f. Agar cairan
c. Monitor adanya didalm tubuh
kecemasan pasien tetap seimbang
terhadap dan memperlancar
oksigenasi pengeluaran secret
Mandiri Terapi Oksigen
a. Bersihkan mulut, Observasi
hidung dan secret a. Mengidentifikasi
trakea normal tidaknya
b. Pertahankan jalan aliran oksigen
nafas yang paten b. Tindakan
c. Atur peralatan pencegahan
oksigenasi sebelum terjadi
d. Pertahankan posisi hipeventilasi
pasien c. Menganjurkan
Health Education agar pasien tidak
a. Mengajarkan perlu cemas
teknik batuk
efektif Mandiri
b. Menginformasika a. Membersihkan
n kepada pasien sisa-sisa secret
dan keluarga tidak pada area tersebut
boleh merokok b. Agar klien tidak
dalam ruangan merasa sesak nafas
c. Jika klien
diindikasi untuk
memberikan
oksigen
d. Sesuai dengan
kenyamanan
pasien
Health Education
a. Untuk
mempermudah
pengeluaran secret
b. Asap rokok dapat
menimbulkan
sesak pada pasien
termasuk orang-
orang disekitar
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi ke-2.Yogyakarta : Dianloka Printika; 2009.

Andra, S. W., & Yessie, M. P. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika; 2013.

Artini, Ria. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan, Jakarta: EGC; 2009.

Brunner dan Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudarth.Vol 2. Edisi 8.Editor ;Smeltzer SC, Bare BG. Jakarta: EGC; 2013.

Junaidi, Iskandar. Stroke waspadai ancamannya, Yogyakarta : ANDI. Yogyakarta;


2011.
Muttaqin, Arif. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.

Nanda, Nic-Noc. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis, Edisi Revisi


Jilid 2. Yogyakarta; 2013.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. APLIKASI ASUHAN


KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA
NIC-NOC, jilid 3. Jojakarta:MediAction; 2015.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC; 2013.

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klnis proses-proses penyakit, edisi 6


vol 2. Jakarta: EGC; 2014.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo,
dkk. EGC: Jakarta; 2001.

Anda mungkin juga menyukai