Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN POSTPARTUM

Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami selaku penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas mengenai Asuhan Keperawatan Postpartum . Makalah ini dibuat
dengan tujuan agar kita dapat memperoleh suatu ilmu yang berguna dalam bidang
studi keperawatan dan dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu
dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan


hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta
bimbingan dari dosen pembimbing Soliha,S.Kep,.NS,.MAP tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa.

Penulis menyadari walaupun sudah berusaha dengan kemampuan kami yang


maksimal, mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang kami miliki, makalah
ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa,
pengolahan maupun dalam penyusunan.Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun demi tercapainya suatu
kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
sekalian.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Post partum atau masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Orang tua terutama ibu perlu memiliki
pengetahuan dan kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui anak. Breast
caremerupakan salah satu bagian penting yang harus diperhatikan sebagai
persiapan untuk menyusui nantinya, hal ini dikarenakan payudara merupakan
organ esensial penghasil ASI yaitu makanan pokok bayi baru lahir sehingga
perawatannya harus dilakukan sedini mungkin. Dalam meningkatkan pemberian
ASI pada bayi, masalah utama dan prinsip yaitu bahwa ibu-ibu membutuhkan
bantuan dan informasi serta dukungan agar merawat payudara pada saat
menyusui bayinya. Pada saat melahirkan sehingga menambah keyakinan bahwa
mereka dapat menyusui bayinya dengan baik dan mengetahui fungsi dan manfaat
breast care pada saat menyusui (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).

Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI,


2007) diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak
menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka
cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3%. Di Provinsi Jawa Timur dalam indikator
kinerja upaya perbaikan gizi masyarakat tahun 2010-2014 disebutkan bahwa
target cakupan pemberian ASI secara eksklusif tahun 2011 adalah sebesar 67%.
Berdasarkan laporan yang diterima dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo
tahun 2013 diketahui bahwa cakupan pemberian ASI secara eksklusif tahun 2013
adalah sebesar 68,3% dari target sebesar 75%. Dengan menyelenggarakan
program cakupan pemberian ASI secara eksklusif diharapkan target ini berhasil.
Dan dari hasil wawancara dengan jumlah responden 10 ibu postpartum,
didapatkan 50% ibu memiliki pengetahuan kurang dan 50% ibu memiliki
pengetahuan baik. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-
2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu
lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan selama
masa nifas (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).

Berdasarkan penelitian di Surabaya pada tahun 2004 menunjukkan 46% ibu yang
memberikan ASI eksklusif pada anaknya dan yang melakukan perawatan
payudara sekitar 34% dan yang sisanya tidak melakukan perawatan payudara
dikarenakan pengetahuannya kurang mengenai fungsi dan manfaat breast care
(Varney, H., Kriebs, J & Gegor, Cdalam Nur,2012). Menurut Pramudhita, 2013
hasil penelitiannyatentang tingkat pengetahuan ibu nifas tentang perawatan
payudara di Polindes desa Girikerto Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi
menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan ibu nifas di Polindes Desa Girikerto
Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi mempunyai pengetahuan cukup tentang
perawatan payudara sebesar 18% (60 orang), sebanyak 5 responden (17%)
mempunyai pengetahuan baik dan sebanyak 7 responden (23%) mempunyai
pengetahuan kurang. Dan berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti saat
praktek di RSUD. Dr. Hardjono Ponorogo banyak ibu postpartum belum tau cara
breast care pada saat nifas. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa
ketidaklancaran ASI banyak dipengaruhi oleh breast care yang kurang. Oleh
karena itu, breast care sangat penting dilakukan bagi ibu yang telah melahirkan
utuk mencegah masalah-masalah yang timbul selama laktasi, seperti:
pembengkakan payudara, penyumbatan saluran ASI, radang payudara dan
sebagainya. Untuk mengatasi permasalahan diatas, lakukan breast care selama
menyusui. Untuk mengurangi sakit pada payudara maka lakukan pengurutan
payudara secara perlahan, kompres air hangat sebelum bayi menyusui karena
panas dapat merangsang aliran ASI kemudian kompres air dingin setelah
menyusui untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan. Sehingga dengan
pengurutan payudara secara perlahan, mengompres air hangat dan air dingin
pada payudara, serta membersihkan puting secara benar dan teratur diharapkan
ASI dapat keluar lancar dan proses laktasi pun berjalan lancar. Ibu yang menyusui
tidak akan mengalami kesulitan dalam pemberian ASI bila sejak awal telah
mengetahui bagaimana perawatan payudara(breast care) yang tepat dan benar.
Apabila selama menyusui ibu tidak melakukan perawatan payudara dan perawatan
tersebut hanya dilakukan sewaktu di rumah sakit, maka akan menimbulkan
beberapa permasalahan, seperti ASI tidak keluar atau ASI keluar setelah beberapa
hari kemudian, puting susu tidak menonjol sehingga bayi sulit menghisap, produksi
ASI sedikit, dan tidak cukup dikonsumsi bayi, infeksi pada payudara, payudara
bengkak, bernanah, dan muncul benjolan di payudara. Dan akibatnya bayi pun
tidak mau menyusu atau minum ASI ibunya, padahal pemberian ASI merupakan
metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari
6 bulan, selain itu juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan
cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama
kehidupannya. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan
utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi
semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI). Jika bayi tidak mau minum ASI, maka kebutuhan gizi bayi tidak akan
terpenuhi secara baik dan bayi akan mudah terkena penyakit (Saryono dan
Pramitasari, 2009 dalam Nur, 2012).

Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah memberikan pengarahan


tentang breast care kepada ibu menyusui sedini mungkin, melakukan Health
Education melalui penyuluhan-penyuluhan pada ibu hamil yang disertai
demonstrasi cara breast caresebelum dan setelah melahirkan dengan benar, serta
peragaan tentang breast carepada saat kontrol kehamilan dan kunjungan masa
nifas, dimana penyuluhan tepat pada waktu ibu mengembangkan kemampuan
dalam mengambil keputusan yang merupakan informasi keterpaduan menalar
ilmiah dan sistematis (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).

Upaya ini dapat meningkatkan kemampuan ibu dalam breast care secara baik dan
benar sebagai upaya preventif terhadap masalah menyusui sehingga proses
menyusui dapat berjalan dengan lancar dan merupakan upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi. (Saryono dan Pramitasari, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan postpartum ?

2. Bagaimana tahapan postpartum ?

3. Apa saja kebutuhan dasar perawatan postpartum ?

4. Bagaimana perubahan fisiologis masa postpartum ?

5. Bagaimana fisiologi masa postpartum ?

6. Apa saja tanda-tanda bahaya dan komplikasi pada masa postpartum ?

7. Bagaimana penatalaksanaan postpartum ?

8. Bagaimana perjalanan atau WOC dari posrpartum ?

9. Bagaimana asuhan keperawatan masa postpartum ?

1.3 Tujuan

a. Tujuan umum

1) Sebagai acuan refrensi atas asuhan keperawatan pada postpartum


2) Untuk memenuhi tugas maternitas

b. Tujuan khusus

1) Untuk menghetahui asuhan keperawatan pada postpartum

1.4 Manfaat

a. Manfaat Teoritis

1) Mahasiswa mampu mengetahui postpartrum

2) Mahasiswa mampu mengetahui tahapan postpartum

3) Mahasiswa mampu mengetahui kebutuhan dasar perawatan postpartum

4) Mahasiswa mampu mengetahui perubahan fisiologis masa postpartum

5) Mahasiswa mampu mengetahui fisiologi pada masa postpartum

6) Mahasiswa mampu mengetahui apa saja tanda-tanda bahaya dan


komplikasi pada masa postpartum

7) Mahasiswa mampu mengetahui Bagaimana penatalaksanaan postpartum

8) Mahasiswa mampu mengetahui WOC dari postpartum

9) Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan padA postpartum

b. Manfaat Praktis

1) Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada postpartum


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Post Partum


Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan
(Suherni,2009). Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang
penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis
menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat
membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan
suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau penyulit,
yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan
kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini
sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009).

2.2 Tahapan Masa Postpartum

Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah :

a. Puerperium dini : Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.

b. Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ


genital, kira-

kira 6-8 minggu.

c. Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi
(Suherni, 2009).
2.3 Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum

Nutrisi dan cairan pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian
yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan
ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus
bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung
cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti
mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk
mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3
liter air setiap hari. Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar
secepat mungkin bidan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya
dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi
menahan ibu postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah
melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam
24-48 jam postpartum. Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa
BAK spontan. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih tau sekali
berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau
ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu 8 jam untuk kateterisasi. Ibu
postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah hari kedua postpartum. Bila
lebih dari tiga hari belum BAB bisaa diberikan obat laksantia. Ambulasi secara dini
dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat dan
diit tinggi serat sangat dianjurkan.

Personal higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang ibu
sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting
untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009). Ibu postpartum
sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali
keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu
untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk menyusui bayinya nanti
(Jannah, 2011).

Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa
rasa nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan
hubungan seksual sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan.
Keputusan tersebut tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Jannah,
2011). Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai
hari kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk
mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki
sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan,
memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca
melahirkan (Suherni, 2009).

2.4 Perubahan Fisiologis Masa Postpartum

1. Perubahan Sistem Reproduksi

Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar.
Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site)
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami
nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca
persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4
minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). Perubahan vagina dan perineum
Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau
kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada
laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi
kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan
perawatan dengan baik (Suherni, 2009).

2. Perubahan pada Sistem Pencernaan

Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya karena
makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat
merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan.
Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada
masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya
kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses
pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).

3. Perubahan Perkemihan

Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :

a. keadaan/status sebelum persalinan

b. lamanya partus kala II dilalui

c. besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.

Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak
menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi
sering terjadi exstravasasi yaitu keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di
dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
4. Perubahan dalam Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem


endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin
tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang
ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin
menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer
bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan
menstruasi. Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding
vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.

5. Perubahan Tanda- tanda Vital

Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka
perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post
partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium),
pembengkakan payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah
melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya
80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan.
Takhikardia kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan
kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa jam setelah
melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang
ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga
46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah
melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15
mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa
menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut.
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke
enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).

2.5 Fisiologi Postpartum

1. Adaptasi Psikologi Postpartum

Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa nifas
juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan
antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin
mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat
gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa
kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui,
mengganti popok saja tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium,
menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga. Dalam menjalani
adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :
a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang
berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan
proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.

b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnyadalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan
kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan
kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan
kesehatan yang diperlukan ibu nifas.

c. Fase letting goyaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya.
Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan
diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui
sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri
dalam menjalani peran barunya.

2. Adaptasi Fisiologi Postpartum

a. Infolusi uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelahcmelahirkan, proses


ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibatckontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan,cuterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilikuscdengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus.
Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11
kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60
gr. Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.

b. Kontraksi

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat
besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh
darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan.
Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama
1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
menjadi tidak eratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu
yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang
pelepasan oksitosin.

2.6 Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum

Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan.
Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi dan
bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas
yang harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa
nifas ini adalah :

a. Demam tinggi hingga melebihi 38°C.

b. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih
dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali
dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau
busuk.

c. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta
nyeri ulu hati.

d. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.

Komplikasi yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum


adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat
genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Sementara itu yang dimaksud dengan
Febris Puerperalis adalah demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum
terjadinya infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi,
Payudara, Saluran kemih, Sistem vena. Perdarahan postpartum adalah
perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin. Perdarahan nifas
dibagi menjadi dua yaitu :

(1). Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24
jam pertama persalinan. Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan laserasi,
hematoma.

(2). Perdarahan lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam.


Faktor resiko : sisa plasenta, infeksi, sub-involusi.

2.7 Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum


Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan
penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang
kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan
darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat
dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).

Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:

1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.

2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :

a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah


luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.

b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan
menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.

c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan


robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir.
Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa
vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut
secara jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit
dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena
robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut
kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis
seperti menjahit robekan perineum tingkat I.

f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum, Menurut Mochtar (1998) persalinan


yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku
Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan
perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh
tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan, dilakukan
berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :

1) Monitor TTV

Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi


suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.

2) Pemberian cairan intravena

Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah dan


menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
3) Pemberian oksitosin

Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan cairan
infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan
mengurangi perdarahan post partum.

4) Obat nyeri

Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik dan
antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara regional/
umum (Hamilton, 1995).

2.8 WOC Postpartum

Postpartum Normal
Perubahan fisiologi Perubahan psikologi

Resiko perubahan para menjadi orang tua

Proses Involusi Vagina & Perineum Laktasi Takin In


Takin Hold Letting go

(ketergantungan
(kemandirian)

Peningkatan kadar Ruptur Jaringan Struktur & karakte

Oxcytosin, peningkatan payudara ibu Butuh perlindungan

Kontraksi uterus

Nyeri

Hor. estrogen aliran darah

Hh trauma Personal Pembuluh di payudara berurai belajar


mengenai perub. kondisi tubuh
Mekanis Hygiene darah rusak dari uterus (Involusi)
perawatan diri & bayi

Kurang baik berfokus pd diri

Nyeri akut

Sendiri dan lemas

Genetalia kotor perdarahan

Resiko terjadi infeksi

Prolaktin Retensi darah butuh reformasi

Gangguan pola tidur

Syok di pembuluh darah

Kurangnya pengetahuan

Hipovelemik payudara

Pembentukan ASI
ASI keluar penyempitan pd duktus intiverus

Prawiro hardjo, 2002

Irene M. Bobak, 2001 Payudara bengkak ASI tdk keluar


Retensi ASI masitis

A.

Menyusui tidak efektif

Marlinn E. Doenges,2001

2.2 Asuhan Keperawatan Postpartum

1. Pengkajian

Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?

b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?

2) Pola nutrisi dan metabolik

a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?

b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?


c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?

d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?

3) Pola aktivitas setelah melahirkan

a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?

b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?

c. Apakah ibu tampak mengantuk ?

4) Pola eliminasi

a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?

b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?

5) Neuro sensori

a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?

b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?

c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?

d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?

e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?

6) Pola persepsi dan konsep diri

a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini

b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan

penampilan tubuhnya saat ini ?


7) Pemeriksaan fisik

a. Keadaan Umum

a) Pemeriksaan TTV

b) Pengkajian tanda-tanda anemia

c) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis

d) Pemeriksaan reflek

e) Kaji adanya varises

f) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )

b. Payudara

a) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )

b) Kaji adanya abses

c) Kaji adanya nyeri tekan

d) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti

e) Kaji pengeluaran ASI

c. Abdomen atau uterus

a) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri

b) Kaji adnanya kontraksi uterus

c) Observasi ukuran kandung kemih

d. Vulva atau perineum


a) Observasi pengeluaran lokhea

b) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi

c) Kaji adanya pembengkakan

d) Kaji adnya luka

e) Kaji adanya hemoroid

8) Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah

Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum. Nilai
hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.

b. Pemeriksaan urin

Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter dengan tehnik


pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling
di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk
menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin
(Bobak, 2004).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan.


(Doenges, 2001)

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan.


(Doenges, 2001)
c. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan
cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004)

d. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi.


(Bobak, 2004)

e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,


proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)

3. Fokus Intervensi dan Rasional

a. Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan Tujuan


: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang Kriteria Hasil :

a) Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4

b) Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman

c) c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-37 derajat celcius , N 60-
100 x/menit, RR 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg

Intervensi :

1. Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan


pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang
mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )

Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri

2. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri


Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan
keperawatan sesuai dengan respon klien

3. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang

Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri

4. Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien
pada hal lain

Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari


rasa nyeri

5. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri

b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara


perawatan Vulva

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan


bertambah

Kriteria hasil :

1. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya

2. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri

3. Perawatan pervagina berkurang

4. Vulva bersih dan tidak inveksi

5. Tidak ada perawatan

6. Vital sign dalam batas normal


Intervensi :

1. Pantau vital sign

Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi

2. Kaji daerah perineum dan vulva

Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum

3. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post partum

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya

4. Ajarkan perawatan vulva bagi pasien

Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya

5. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya

Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi

6. Lakukan perawatan vulva

Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi


pasien

c. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara


perawatan payudara bagi ibu menyusui

Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui


Kriteria hasil :

1. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui

2. Asi keluar

3. Payudara bersih

4. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri

5. Bayi mau menetek

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan


intervensi selanjutnya.

2. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care

Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah terjadinya bengkak


pada payudara

3.Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui

Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi

4. Jelaskan cara menyusui yang benar

Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi

d. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi

Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi

Kriteria hasil :
1. Pasien mengatakan sudah BAB

2. Pasien mengatakan tidak konstipasi

3. Pasien mengatakan perasaan nyamannya

Intervensi :

1. Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun

Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi

2. Observasi adanya nyeri abdomen

Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB

3. Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat

Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB

4. Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat

Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB

5. Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan

Rasional : Penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang peristaltik usus


dengan perlahan atau evakuasi feses

e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan darah dan intake ke oral

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil :
1. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu untuk
memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian cairan
lewat IV.

2. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine


adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik

Intervensi :

1. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital

Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari


keadaan normal

2. Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok

Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda- tanda
syok

3. Memberikan cairan intravaskuler sesuai program

Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami difisit
volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung
masuk ke pembuluh darah.

f. Gangguan polatidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis,


proses persalinan dan proses melelahkan Kemungkinan dibuktikan oleh
mengungkapkan laporan kesulitan jatuh tidur / tidak merasa segera
setelahistirahat, peka rangsang, lingkaran gelap di bawah mata sering menguap.

Tujuan : istirahat tidur terpenuhi

Kriteria hasil :
1. Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang
diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru. Melaporkan
peningkatan rasa sejahtera istirahat

Intervensi :

1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan
dan jenis kelahiran

Rasional : Persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila terjadi malam
meningkatkan tingkat kelelahan.

2. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat

Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi, menurunkan


rangsang

3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali


ke rumah

Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih awal
serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta
menyadari kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi penilaian
psikologis, suplai ASI dan penurunan reflek secara psikologis.

g. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan


dengan kurang mengenai sumber informasi

Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi

Kriteria hasil :

1. Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan individu

Intervensi :
1. Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama persalinan dan
tingkat kelelahan klien

Rasional : Terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk


melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan dari atau perawatan
bayi

2. Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan pasangan dalam
mengidentifikasi hubungan

Rasional : Periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif bila


penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan
ibu maturasi, dan kompetensi

3.Berikan informasi tentang peran progaram latihan postpartum progresif

Rasional : Latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai, menghasilkan


tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan sejahtera secara umum

4. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat, berkunjung


pelayanan kesehatan masyarakat

Rasional : Meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan untuk


adaptasi pada perubahan multiple.

4. Implementasi Postpartum

Mengubah kata perintah dari intervensi keperawatan menjadi kata kerja.

5. Evaluasi

S : - Pasien mengatakan luka jahitan pada kemaluan sudah tidak terasa sakit.

- Pasien mengatakan sakit juga tidak terasa apabila sedang cebok setelah
berkemih dan buang air besar.
- Pasien mengatakan nyeri payudaranya sudah berkurang dan air ASI nya sudah
lancar.

O : - Pasien meringis saat berpindah posisi

- Pasien postpartum hari ke 36 hari

- Riwayat persalinan pertama kali

- TD : 110/70 mmHg. N : 84 x/menit

A : Tujuan tercapai

P : Intervensi dihentikan.

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan
(Suherni,2009). Adapun tahapan-tahapan masa postpartum yaitu postpartum dini,
intermedial dan puerperium. Sedangkan perubahan pada postpartum terjadi pada
reproduksinya, dll. Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur
perineum adalah apabila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak
lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau
plasenta lahir tidak lengkap.
Diagnosa Keperawatan dalam postpartum yaitu Nyeri berhubungan dengan
involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges, 2001), Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges, 2001), Resiko
menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan
payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004), Gangguan pola eliminasi bowel
berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004) , Resiko tinggi kekurangan
volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan darah dan intake ke
oral. (Doenges, 2001), Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon
hormonal psikologis, proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)

3.2 SARAN

Belajar asuhan keperawatan tentang postpartum sangatlah penting bagi dunia


keperawatan. Selain asuhan keperawatannya yang harus kita pahami, kita sebagai
perawat juga harus tahu bahwa suatu saat kita pasti akan berkolaborasi dengan
seorang bidan baik itu di dunia praktek ataupun di lapangan nyata. Oleh karena itu
belajar asuhan keperawatan tentang postpartum ini sangatlah membantu kita
suatu hari ini.

DAFTAR PUSTAKA

Saputra, Dr Lyndon, 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Fisiologis dan Ptologis.
Tangerang Selatan : Binarupa Aksara Publisher,

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8251

MAKALAH
TINDAKAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM

Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat – alat kandungan kembali seperti pra – hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pemantauan Involusi Uteri................................................................... 3
B. Perawatan Vulva Masa Nifas............................................................... 5
C. Perawatan Luka Perineum.................................................................... 7
D. Perawatan Payudara Pada Ibu Nifas ( Breast Care )............................ 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .......................................................................................... 20
B. Saran .................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 21

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra – hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8
minggu. (Askeb Ibu Masa Nifas, 2011)
Masa nifas tidak kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 8 hari setelah akhir
persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan bayi. (Bennet dan Brown,
1999, P : 590)
Pada masa nifas, ibu akan mengalami perubahan perasaan, dimana keadaan ini
disebut Post Partum Blues. Post Partum Blues termasuk depresi ringan yang terjadi pada
ibu-ibu setelah melahirkan. Sekitar 70% dari semua ibu yang melahirkan pernah mengalami
Post Partum Blues (The NFC Foundation, 2000).
Asuhan masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan,
dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2006 : 122).
Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah sekitarnya pada pasien wanita
yang sedang nifas atau tidak dapat melakukannya sendiri. Pasien yang harus istirahat di
tempat tidur (misalnya, karena hipertensi, pemberian infus, sectio caesarea) harus
dimandikan setiap hari dengan pencucian daerah perineum yang dilakukan dua kali sehari
dan pada waktu sesudah selesai membuang hajat.
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara
paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada
masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancarkan pengeluaran ASI
(Prawirohardjo, 2006).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pemantauan involusi uteri
2. Bagaimana konsep perawatan vulva masa nifas
3. Bagaimana konsep perawatan luka perineum
4. Bagaimana konsep perawatan payudara pada ibu nifas (breast care)

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pemantauan involusi uteri
2. Untuk mengetahui perawatan vulva masa nifas
3. Untuk mengetahui perawatan luka perineum
4. Untuk mengetahui perawatan payudara pada ibu nifas (breast care)

BAB II
PEMBAHASAN

A. PEMANTAUAN INVOLUSI UTERI


1. Pengertian
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus. (Ambarwati dan Wulandari, 2008)
Menurut (Hincliff, 1999) Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu
organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah
melahirkan.

2. Proses Involusi Uterus


Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia, yaitu kekurangan darah pada
uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama
seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang pergi ke uterus
di dalam masa hamil, karena uterus harus membesar menyesuaikan diri dengan
pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus dapat
mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka
pengaliran darah berkurang, kembali seperti biasa. Dan aliran darah dialirkan ke buah dada
sehingga peredaran darah ke buah dada menjadi lebih baik. Demikianlah dengan adanya
hal-hal diatas, uterus akan mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus
mengalami otropi kembali kepada ukuran semula.

3. Bekas Implantasi Uteri


Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol. Otot-otot uterus berkontraksi
segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara anyaman-anyaman
otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta lahir.
Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum
uteri segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan diameter 7,5 sering disangka
sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu diameternya menjadi 3,5
cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih.

4. Lokia
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Menurut Rustam Mochtar (1998) pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan
jumlah dan warna sebagai berikut :
a. Lokia rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks
kaseosa. Lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lokia sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 pasca
persalinan.
c. Lokia serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca
persalinan.
d. Lokia alba cairan putih, setelah 2 minggu
e. Lokia purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lokia astastis lokia tidak lancar keluarnya.

5. Teknik Pengukuran Involusi Uteri


Pengukuran involusi uteri dilakukan dengan cara palpasi, yaitu dengan
mengumpulkan uterus, setelah itu diraba dan diukur dengan jari seberapa jarak uterus
antara pusat sampai simpisis.

B. PERAWATAN VULVA MASA NIFAS


1. Pengertian
Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah sekitarnya pada pasien wanita
yang sedang nifas atau tidak dapat melakukannya sendiri. Pasien yang harus istirahat di
tempat tidur (misalnya, karena hipertensi, pemberian infus, sectio caesarea) harus
dimandikan setiap hari dengan pencucian daerah perineum yang dilakukan dua kali sehari
dan pada waktu sesudah selesai membuang hajat. Meskipun ibu yang akan bersalin
biasanya masih muda dan sehat, daerah daerah yang tertekan tetap memerlukan perhatian
serta perawatan protektif
Setelah ibu mampu mandi sendiri (idealnya, dua kali sehari), biasanya daerah
perineum dicuci sendiri dengan menggunakan air dalam botol atau wadah lain yang
disediakan khusus untuk keperluan tersebut. Penggantian tampon harus sering dilakukan,
sedikitnya sesudah pencucian perineum dan setiap kali sehabis ke belakang atau sehabis
menggunakan pispot. Payudara harus mendapatkan perhatian khusus pada saat mandi yang
bisa dilakukan dengan memakai spons atau shower dua kali sehari. Payudara dibasuh
dengan menggunakan alat pembasuh muka yang disediakan khusus untuk keperluan ini.
Kemudian masase payudara dilakukan dilakukan dengan perlahan – lahan dan puting
secara hati – hati ditarik keluar. Jangan menggunakan sabun untuk membersihkan puting

2. Tujuan
a. Untuk mencegah infeksi
b. Untuk penyembuhan luka jahitan perineum.
c. Untuk kebersihan perineum, vulva juga memberikan rasa nyaman bagi klien.

3. Persiapan Alat
a. Kapas sumblimat
b. Alas pantat
c. Botol cebok berisi larutan desinfektan sesuai dengan kebutuhan
d. Betadin dan kain kasa
e. Bengkok

4. Cara Ibu Nifas Melakukan Vulva Hygiene Sendiri.


Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan diri Ibu nifas
adalah sebagai berikut :
1) Membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Langkah pertama ibu membersihkan
daerah sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, kemudian membersihkan
daerah anus. Dan sebaiknya ibu membersihkan daerah sekitar vulva setiap kali selesai BAK
atau BAB.
2) Mengganti pembalut atau kain pembalut 2 kali sehari, kain dapat digunakan ulang jika
telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari dan disetrika.
3) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelaminnya.
4) Jika ibu mempunyai luka episotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah tersebut (Saifuddin, 2002).

5. Penatalaksanaan
Sebelum dilakukan vulva hygiene hendaknya perawat memberikan penjelasan
terlebih dahulu tentang hal yang akan dilakukan kepada klien.
Pelaksanaan
1) Pintu dan jendela ditutup dan jika perlu pasanglah sampiran
2) Alat-alat didekatkan pada pasien dan pasien diberitahu tentang hal yang akan dilakukan
3) Perawat mencuci tangan
4) Pakaian pasien bagian bawah dikeataskan atau dibuka.
5) Pengalas dan dipasang dibawah bokong pasien, sikap pasien dorsal recumbent
6) Perawat memakai sarung tangan (tangan kiri)
7) Siram vulva dengan air cebok yang berisi larutan desinfektan
8) Kemudian ambil kapas sublimat untuk membuka labia minora. vulva dibersihkan mulai
dari labia minora kiri, labia minora kanan, labia mayora kiri, labia mayora kanan,
vestibulum, perineum.
9) Cara mengusap dari atas ke bawah bila masih kotor diusap lagi dengan kapas sublimat
yang baru hingga bersih.
10) Keadaan perineum diperhatikan jahitannya, bagaimana jahitannya apakah masih basah,
apakah ada pembengkakan, iritasi dan sebagainya
11) Jahitan perineum dikompres dengan betadin
12) Setelah selesai pasien dirapihkan dan posisinya diatur kembali
13) Peralatan dibereskan, dibersihkan dan dikembalikan ke tempat semula.

C. PERAWATAN LUKA PERINEUM


1. Pengertian
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis,
sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat (Aziz, 2004). Perineum
adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis,
2000). Post Partum adalah selang waktu antara kelahiran placenta sampai dengan
kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil (Mochtar, 2002). Perawatan
perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang
dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan
kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.

2. Tujuan Perawatan Perineum


Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah mencegah terjadinya
infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.
Sedangkan menurut Moorhouse et. al. (2001), adalah pencegahan terjadinya infeksi
pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari setelah kelahiran anak atau aborsi.

3. Bentuk Luka Perineum


a. Rupture
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara
alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan.
Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan
penjahitan. (Hamilton, 2002).
b. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara
vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi (Eisenberg, A., 1996).
Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina yang sedang
dalam keadaan meregang. Tindakan ini dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek
teregang oleh kepala janin, harus dilakukan infiltrasi perineum dengan anestasi lokal,
kecuali bila pasien sudah diberi anestasi epiderual. Insisi episiotomi dapat dilakukan di
garis tengah atau mediolateral. Insisi garis tengah mempunyai keuntungan karena tidak
banyak pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah diperbaiki (Jones
Derek, 2002).
Pada gambar berikut ini dijelaskan tipe episotomi dan rupture yang sering dijumpai
dalam proses persalinan yaitu :
a. Episiotomi medial
b. Episiotomi mediolateral

Sedangkan rupture meliputi


a. Tuberositas ischii
b. Arteri pudenda interna
c. Arteri rektalis inferior

4. Dampak Dari Perawatan Luka Perinium


Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini :
a. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.
b. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun
pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir.
c. Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post
partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah (Suwiyoga, 2004).
5. Waktu Perawatan
a. Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut,
untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu,
untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
b. Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi
air seni padarektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu
diperlukan pembersihan perineum.
c. Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk
mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya
bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.

6. Penatalaksanaan
Langkah-langkah pejahitan robekan perineum
a. Persiapan Alat
1) Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan
- Wadah berisi : Sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril,
pincet
- Kapas DTT
- Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT
- Patahkan ampul lidokain
2) Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi di tepi tempat tidur
3) Pasang kain bersih di bawah bokong ibu
4) Atur lampu sorot atau senter ke arah vulva / perineum ibu
5) Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir
6) Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
7) Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan
letakkan kembali ke dalam wadah DTT
8) Lengkapi pemakaian sarunga tangan pada tangan kiri
9) Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke
perineum
10) Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya
merupakan derajat satu atau dua.
b. Anestesi Lokal
1) Beritahu ibu tentang apa yang akan dilakukan
2) Tusukkan jarum suntik pada daerah kamisura posterior yaitu bagian sudut bahwa vulva.
3) Lakukan aspirasi untuk memastikan tidak ada darah yang terhisap
4) Suntikan anestesi sambil menarik jarum suntik pada tepi luka daerah perineum
5) Tanpa menarik jarum suntik keluar dari luka arahkan jarum suntik sepanjang luka pada
mukosa vagina
6) Lakukan langkah 2-5 diatas pada kedua tepi robekan
7) Tunggu 1-2 menit sebelum melakukan penjahitan
c. Penjahitan Laserasi pada Perineum
1) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di mukosa vagina. Setelah itu
buat ikatan dan potong pendek benang dari yang lebih pendek. Sisakan benang kira-kira 1
cm.
2) Tutup mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah ke arah cincin hymen
3) Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke belakang
cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi kemudian ditarik keluar pada luka
perineum
4) Gunakan teknik jelujur saat menjahit lapisan otot. Lihat kedalam luka untuk mengetahui
letak ototnya.
5) Setelah dijahit sampai ujung luka, putarlah jarum dan mulailah menjahit kearah vagina
dengan menggunakan jahitan subkutikuler
6) Pidahkan jahitan dari bagian luka perineum kembali ke vagina di belakang cincin hymen
untuk diikat dengan simpul mati dan dipotong benangnya
7) Masukkan jari ke dalam rectum
8) Periksa ulang kembali pasa luka
9) Cuci daerah genital dengan lembut kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang
diinginkan
10) Nasehati ibu untuk :
a) Menjaga perineum selalu bersih dan kering
b) Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya
c) Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3-4 x per hari
d) Kembali dalam seminggu untuk memeriksa luka

D. PERAWATAN PAYUDARA PADA IBU NIFAS ( BREAST CARE)


1. Pengertian perawatan payudara pada masa nifas
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada
masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancarkan pengeluaran ASI
(prawirohardjo,2006).
Perawatan payudara adalah perawatan yang dilakukan pada payudara selama
kehamilan (terutama pada trimester 3) dan setelah persalinan dimulai sedini mungkin yaitu
1-2 hari sesudah bayi dilahirkan. Dilakukan 2 x sehari (saleha, 2009).
Perawatan payudara (Breast care) adalah suatu cara merawat payudara yang dilakukan
pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI, selain itu untuk kebersihan
payudara dan bentuk puting susu yang masuk ke dalam atau datar. Puting susu demikian
sebenarnya bukanlah halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik dengan mengetahui
sejak awal, ibu mempunyai waktu untuk mengusahakan agar puting susu lebih mudah
sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting memperhatikan kebersihan personal
hygine (Rustarmadji, 2006).

2. Tujuan perawatan payudara


Perawatan Payudara pasca persalinan merupakan kelanjutan perawatan payudara
semasa hamil, yang mempunyai tujuan sebagai berikut :
 Untuk menjaga kebersihan payudara sehingga terhindar dari infeksi
 Untuk mengenyalkan puting susu, supaya tidak mudah lecet
 Untuk menonjolkan puting susu
 Menjaga bentuk buah dada tetap bagus
 Untuk mencegah terjadinya penyumbatan
 Untuk memperbanyak produksi ASI
 Untuk mengetahui adanya kelainan
Pelaksanaan perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini mungkin yaitu 1 –
2 hari sesudah bayi dilahirkan. Hal itu dilakukan 2 kali sehari (sulistiyawati, 2009).

3. Persiapan perawatan payudara


Persiapan Alat:
 Baby oil/minyak kelapa
 Kapas/kassa secukupnya
 Handuk 1 buah
 Waslap bersih 2 buah
 Bengkok/ember
 Baskom berisi cairan (air hangat dan dingin)
 BH yang bersih, menyangga payudara dan dapat menyerap keringat Ibu
Pelaksanaan:
 Memberikan prosedur yang akan dilaksanakan
 Mengatur lingkungan yang aman dan nyaman
 Mengatur posisi klien dan alat-alat peraga supaya mudah dijangkau
 Cuci tangan sebelum dilaksanakan perawatan payudara
 Pasang handuk di pinggang klien satu dan yang satu dipundak
 Ambil kapas dan basahi dengan minyak dan kemudian tempelkan pada areola mamae
selama 5 menit kemudian bersihkan dengan diputar.
 Kedua tangan diberi minyak dengan rata kemudian lakukan pengurutan (Suherni, 2009).

4. Cara perawatan payudara


Langkah-langkah pengurutan payudara
a. Pengurutan pertama
Terdiri dari empat gerakan yang dilakukan pada kedua payudara selama lima menit.
Berikut tahap-tahap yang dilakukan pada pengurutan pertama:
 Licinkan kedua tangan dengan minyak
 Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara
 Lakukan pengurutan, dimulai kearah atas, lalu telapak tangan kiri kearah sisi kiri dan
telapak tangan kanan ke arah sisi kanan
 Lakukan terus pengurutan ke bawah / ke samping. Selanjutnya, pengurutan melintang.
Telapak tangan mengurut ke depan, lalu kedua tangan dilepas dari payudara
 Ulang gerakan 20-30 kali tiap satu payudara
Pengurutan kedua
Sokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan
sisi kelingking dari arah tepi ke arah puting susu. Lakukan gerakan ini sekitar 30 kali.
b. Pengurutan ketiga
Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dua atau tiga jari tangan kanan
membuat gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara dan berakhir pada
puting susu. Lakukan tahap yang sama pada payudara kanan. Lakukan dua kali gerakan
pada setiap payudara.
 Pengompresan
Lakukan tahap pengompresan. Sebelumnya, siapkan alat berupa dua buah wadah/baskom
kecil yang masing-masing diisi dengan air hangat dan air dingin serta dua buah waslap.
Selanjutnya, kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama dua menit, lalu ganti
dengan kompres waslap dingin selama satu menit. Kompres bergantian selama tiga kali
berturut-turut dan akhiri dengan kompres air hangat.
 Perawatan puting susu
Berikut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merawat puting susu :
a) Kompres kedua puting susu dengan kapas yang telah dibasahi minyak selama lima menit
agar kotoran disekitar puting mudah terangkat
b) Jika puting susu normal, lakukan perawatan berikut. Oleskan minyak pada ibu jari dan
telunjuk, lalu letakkan keduannya pada puting susu. Lakukan gerakan memutar kearah
dalam sebanyak 30 kali putaran untuk kedua puting susu. Gerakan ini untuk meningkatkan
elastisitas otot puting susu
c) Jika puting susu datar atau masuk kedalam, lakukan tahap berikut :
- Letakkan kedua ibu jari di sebelah kiri dan kanan puting susu, kemudian tekan dan
hentakkan ke arah luar menjauhi puting susu secara perlahan
- Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah puting susu, lalu tekan serta hentakkan ke
arah luar menjauhi puting susu secara perlahan.
Catatan :
 Hindari gerakan yang dapat memarkan puting susu
 Hindari penarikan puting susu dan payudara keluar karena dapat merusak jaringan-
jaringan payudara
 Hindari penggesekan diatas payudara karena dapat menimbulkan rasa panas pada kulit
payudara
Selesai melakukan perawatan payudara, pakailah bra atau BH yang menyangga payudara
dengan sempurna. Diharapkan dengan melakukan perawatan payudara, proses menyusui
nantinya dapat berjalan dengan lancar.

5. Perawatan payudara dengan masalah


a. Putting susu lecet
Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bisa mengistirahatkan 24 jam
pada payudara yang lece dan memerah ASI secara manual dan di tampung pada botol steril
lalu di suapkan menggunakan sendok kecil . Olesi dengan krim untuk payudara yang lecet.
Bila ada madu, cukup di olesi madu pada puting yang lecet (Mellyna, 2009).
b. Penyumbatan kelenjar payudara
Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian
perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hatilah pada area yang
mengeras. Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi
dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan
penuh semangat pada awal sesi menyusui, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.
Lanjutkan dengan mengeluarkan air susu dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika
bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut. Tempelkan handuk
halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam
sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di
sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke
arah puting susu. (Suririnah, 2007).
c. Pengerasan payudara
Menyusui secara rutin sesuai dengan kebutuhan bisa mambantu mengurangi
pengerasan, tetapi jika bayi sudah menyusui dengan baik dan sudah mencapai berat badan
ideal, ibu mungkin harus melakukan sesuatu untuk mengurangi tekanan pada payudara.
Sebagi contoh, merendam kain dalam air hangat dan kemudian di tempelkan pada payudara
atau mandi dengan air hangat sebelum menyuusi bayi. Mungkin ibu juga bisa
mengeluarkan sejumlah kecil ASI sebelum menyusui, baik secara manual atau dengan
menggunakan pompa payudara. Untuk pengerasan yang parah, gunakan kompres dingin
atau es kemasan ketika tidak sedang menyusui untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan
mengurangi pembengkakan (Nichol, 2006).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis. Diperkirakan bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan,
dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Vulva hygiene adalah membersihkan vulva dan daerah sekitarnya pada pasien wanita
yang sedang nifas atau tidak dapat melakukannya sendiri. Pasien yang harus istirahat di
tempat tidur (misalnya, karena hipertensi, pemberian infus, sectio caesarea) harus
dimandikan setiap hari dengan pencucian daerah perineum yang dilakukan dua kali sehari
dan pada waktu sesudah selesai membuang hajat.
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara
paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu
Perawatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada
masa nifas (masa menyusui) untuk memperlancarkan pengeluaran ASI
(Prawirohardjo, 2006).

B. Saran
Pengetahuan akan perawatan masa nifas sangat penting untuk dikuasai. Karena
dalam periode masa nifas banyak sekali perubahan yang terjadi pada pasien sehingga perlu
perawatan yang benar agar tubuh kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA
Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Yayasan Bidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Ibrahim, Christin S, 1993, Perawatan Keebidanan (Perawatan Nifas), Bharata Niaga Media Jakarta
Pusdiknakes, 2003. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta: Pusdiknakes.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Suherni, 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai