Anda di halaman 1dari 10

Nama : Sulfiani

NIM : 70100116026

Kelas : Farmasi B

1. Jelaskan metode dan cara pengujian antikanker (LDH, MTT, protein assay, dan neutral
red assay)

a. LDH

LDH adalah enzim yang dimiliki hampir semua sel di dalam tubuh, termasuk sel
darah, otot, otak, ginjal, pankreas, jantung, dan hati. Di dalam tubuh, LDH bertugas
untuk mengubah gula yang didapat dari makanan menjadi energi yang dibutuhkan
masing-masing sel.

LDH adalah enzim yang berada di dalam sel dan membantu proses perubahan gula
menjadi energi. Maka dalam keadaan sehat, kadarnya juga haruslah normal. Namun,
ketika sel mengalami kerusakan yang bisa disebabkan oleh berbagai hal, misalnya
timbul kanker atau luka pada jaringan akibat infeksi, maka LDH akan keluar ke
pembuluh darah. Hal ini yang kemudian membuat LDH tinggi di dalam darah.

Kenaikan kadar LDH biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan yang akut
maupun kronis, tapi untuk mengetahui detilnya, maka akan dianjurkan melakukan tes
lain. Sebaliknya, penurunan kadar LDH sangat jarang terjadi. Pasalnya, LDH
berperan penting dalam pembentukan energi dalam sel. Biasanya, kadar LDH dapat
menurun ketika tubuh mengalami kelelahan akibat olahraga yang cukup berat.
Namun, kondisi tersebut tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan tertentu,
dengan mengisi kembali asupan Anda, maka kadar LDH akan kembali normal.

Untuk setiap uji LDH, digunakan suspensi darah yang mengandung parasitemia 1%
dan haematokrit 2%. Kontrol pembacaan sel darah merah yang terparasit dan tidak
terparasit dari ekstrak dan standar menggunakan metode candle jar yang diinkubasi
selama 48 jam pada 37oC. Setelah 48 jam, ditambahkan 100 µL Malstat (Flow Inc.,
Portland, OR). Sebanyak 25 µL suspensi darah dipindahkan ke dalam pelat yang
mengandung campuran Malstat dan NBT. Pembacaan absorbans pada 630 nm
menggunakan ELISA reader (MRX Microplate Reader, Dynex Technologies, USA).

Klorokuin dan artemisinin berfungsi sebagai kontrol positif (Najila et al., 2002).
Prosentase inhibisi parasit ditentukan dengan menghitung IC50 menggunakan analisis
Grafit (Grafit v.4.09, Erithacus Software Limited).

b. MTT

Uji sitotoksik 3-(4,5-dimetilazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT) merupakan


metode kolorimetri, dimana pereaksi MTT ini merupakan garam tetrazolium yang dapat
dipecah menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium reduktase yang
terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel yang masih hidup.
Kristal formazon ini memberi warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya dengan
menggunakan Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) reader (Pamilih, 2009).
Penetapan jumlah sel yang bertahan hidup pada uji sitotoksik dapat dilakukan
berdasarkan dengan adanya kerusakan membran meliputi perhitungan sel yang
mengambil (up take) atau dengan bahan pewarna seperti biru tripan. Sedangkan
perubahan morfologi diketahui dengan mikroskop elektron.

Uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC50. Nilai IC50
menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50%
dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu senyawa terhadap sel. Nilai ini merupakan
patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika sel. Nilai IC50 dapat menunjukkan
potensi suatu senyawa sebagai sitotoksik. Semakin besar harga IC50 maka senyawa
tersebut semakin tidak toksik. Akhir dari uji sitotoksik dapat memberikan informasi % sel
yang mampu bertahan hidup, sedangkan pada organ target memberikan informasi
langsung tentang perubahan yang terjadi pada fungsi sel secara spesifik. Prinsip reaksi 3-
(4,5-dimetilazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT) menurut Mosmann (1983)
sebagai berikut:
*Uji Anti kanker

Uji sitotoksik terhadap kanker dengan metode MTT dilakukan dengan cara: Sel kanker
dengan konsentrasi 3 x 103 sel/100 μL didistribusikan kedalam sumuran dan diinkubasi
selama 24 jam didalam inkubator CO2 agar sel beradaptasi dan menempel di sumuran.
Selanjutnya pada tiap sumuran ditambahkan 100 μL media kultur (MK) yang
mengandung sampel dengan variasi kadar dan diinkubasi kembali selama 48 jam. Pada
akhir inkubasi, media kultur yang mengandung sampel dibuang dan dicuci dengan 100
μL PBS (phosphate Buffered saline). Kemudian kedalam asing-masing sumuran
ditambahkan 100 μL media kultur yang mengandung MTT dan diinkubasi kembali
selama 4 jam pada suhu 370 C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk
formazan yang berwarna ungu. Setelah 4 jam, pada tiap sumuran ditambahkan reagen
stopper untuk membunuh sel dan melarutkan kristal formazan. Plate di shaker selama 10
menit kemudian diinkubasi pada suhu kamar dalam ruang gelap selama semalam.
Selanjutnya, absorbansi tiap sumuran dibaca dengan ELISA reader pada panjang
gelombang 595 nm.

c. PROTEIN ASSAY

Kadar protein kapang KT30 dilakukan dengan menggunakan bicinchoninic acid


(BCA) protein assay kit. Larutan standar bovine serum albumin (BSA) dengan
konsentrasi 20-2000 µg/mL dibuat sebagai tahap persiapan. Pembuatan larutan
standar BSA dengan konsentrasi 20-2000 µg/mL. Working reagent dibuat dengan
mencampurkan reagent A dan B (50:1). Protein kapang KT30 sebanyak 0,1 mL
ditambahkan 2 mL working reagent yang dibuat sebelumnya, dan diinkubasi pada
suhu 37oC selama 30 menit. Absorbansi sampel protein kapang KT30 di ukur pada
panjang gelombang 562 nm.

d. NEUTRAL RED ASSAY


2. Jenis sel kanker yang digunakan untuk pengujian kanker leukemia, payudara, serviks,
kolon, dan naspfaring

1. Leukemia Ada berbagai jenis leukemia dan pengobatan yang dilakukan berbeda-beda
tergantung pada jenis leukemia yang dihadapi. Menurut presentasi klinis, leukemia
bisa diklasifikasikan secara luas menjadi leukemia akut dan kronis Keduanya bisa
diklasifikasikan lagi menurut jenis sel yang terpengaruh

a. Leukemia myeloid akut (AML): kanker sel darah myeloid yang belum dewasa.
Merupakan jenis leukemia yang paling umum terjadi pada orang dewasa. Tingkat
pertumbuhan sel kanker ini biasanya cepat dan memengaruhi produksi sel darah
normal pada awalnya. Pasien biasanya akan mengalami gejala rendahnya jumlah sel
darah (misalnya anemia, infeksi karena jumlah sel darah putih yang rendah,
pendarahan abnormal karena jumlah trombosit yang rendah).

b. Leukemia Limfoblastik Akut (ALL): kanker sel limfoid yang belum dewasa. Lebih
sering terjadi pada anak-anak dan merupakan leukemia yang paling umum diderita
oleh anak-anak. Presentasinya mirip dengan AML.

c. Leukemia myeloid kronis (CML): kanker sel myeloid dewasa yang terkait dengan
kehadiran kromosom Philadelphia. Jenis leukemia ini kebanyakan terdeteksi pada
orang dewasa. Sel kanker berkembang pada tingkatan yang relatif lambat, penyakit di
stadium awal mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun. Pada stadium selanjutnya,
pembesaran limpa bisa menyebabkan sakit perut. Produksi sel darah normal juga bisa
terpengaruh, dan memunculkan gejala-gejala yang tercantum di atas.

d. Leukemia Limfositik Kronis (CLL): kanker sel limfoid dewasa. Sebagian besar
diderita oleh individu yang berusia lanjut (>60 tahun). Jenis ini jarang terjadi pada
anak-anak. Sel kanker ini juga ditandai dengan laju pertumbuhan yang lambat.
Penyakit di stadium awal biasanya bersifat

asimtomati

2. Payudara
a. Karsinoma

Karsinoma adalah jenis sel kanker yang berawal pada jaringan epitel. Jaringan ini
terdapat pada bagian terluar dari organ baik pada kulit maupun organ dalam. Sebagian
besar kasus kanker karsinoma terjadi pada jaringan organ dalam seperti paru, hati,
usus, dan ginjal. Karsinoma merupakan jenis kanker yang dapat menyebar ke bagian
tubuh lainnya.Karsinoma memiliki sub-tipe paling banyak dibandingkan jenis sel
kanker lainnya, yaitu:Adenokarsinoma, yaitu sel kanker yang muncul pada sel organ
yang menghasilkan cairan atau sel glandular yang dapat ditemukan pada hampir
semua organ tubuh. Organ dengan risiko adenokarsinoma tertinggi yaitu paru,
pankreas dan kolorektal.Karsinoma sel basal yang dapat terjadi pada bagian terdalam
dari kulit bagian luar atau yang lebih dikenal dengan kanker kulit. Jenis sel kanker ini
sangat jarang menyebar ke bagian tubuh lainnya.Karsinoma sel skuamosa bisa
muncul pada kulit dan organ dalam lainnya dan memiliki kemampuan menyebar yang
lebih serius dibandingkan yang terdapat pada sel basal dan bisa menyebar hingga ke
kelenjar limfa.Karsinoma sel ductal mungkin bersifat invasif. Kondisi tidak invasif
atau in-situ sering dikategorikan sebagai kondisi sebelum kanker. Jenis kanker ini
merupakan penyebab dari kanker payudara yang berasal dari kelenjar susu dan
menyebar hingga jaringan lemak payudara. Kanker payudara tergolong kanker yang
dapat menyebar dengan cepat melalui sistem limfatik dan aliran darah.Karsinoma sel
transisional adalah sel kanker yang ditemukan pada sel epitel transisional atau sel
yang dapat berubah bentuk seperti pada sel yang berada di dinding kandung kemih.

b. Sarkoma

Sarkoma adalah sel kanker yang muncul pada organ dengan jaringan ikat. Sarkoma
dapat muncul pada jaringan ikat keras seperti pada tulang dan biasanya berasal dari
sel tulang atau osteosit sel abnormal. Sedangkan pada jaringan ikut lunak, sarkoma
dapat muncul pada kartilago atau tulang rawan dan sel otot, termasuk pada pembuluh
darah.

c. Leukemia
Anda mungkin sudah sering mendengar istilah ini. Leukimia adalah sel kanker yang
muncul pada jaringan pembentuk sel darah seperti sumsum tulang. Sel kanker ini
menyebabkan tubuh memproduksi sel darah putih namun tidak sempurna dan belum
matang.Akibatnya, sel darah putih leukosit tersebut tidak dapat bekerja melawan
infeksi. Leukemia juga menyebabkan gangguan keseimbangan sel darah.

3. Serviks

Karsinoma sel skuamosa (KSS). KSS adalah jenis kanker serviks yang paling sering
terjadi. KSS bermula pada sel skuamosa, yaitu sel yang melapisi bagian luar leher rahim.
Adenokarsinoma. Jenis kanker serviks ini bermula pada sel kelenjar pada saluran leher
rahim.

4. Kolon

Mutasi genetik pada kanker usus besar ini diduga bersifat keturunan. Artinya, seseorang
yang memiliki anggota keluarga dengan kanker usus besar akan lebih berisiko untuk
menderita penyakit ini. Terdapat dua jenis kanker usus besar yang bersifat keturunan,
yakni: Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC). Kelainan ini dikenal juga
dengan nama sindrom Lynch. Seseorang dengan sindrom Lynch akan berisiko tinggi
mengidap kanker usus besar sebelum usia 50 tahun. Familial adenomatous polyposis
(FAP). FAP merupakan penyakit langka yang menyebabkan munculnya ribuan benjolan
kecil (polip) pada dinding usus besar dan rektum. Seseorang dengan FAP berisiko
berkali-kali lipat untuk menderita kanker usus besar sebelum usia 40 tahun.

5. Nasofaring

Penyebab pasti kanker nasofaring (karsinoma nasofaring) masih belum diketahui secara
pasti. Namun, dokter menduga bahwa kondisi ini memiliki hubungan dengan virus
Epstein-Barr (EBV). EBV umumnya terdapat pada air liur dan dapat ditularkan melalui
kontak langsung ke orang atau benda yang terkontaminasi. Kanker nasofaring diduga
muncul karena adanya kontaminasi EBV dalam sel nasofaring penderitanya. Sel yang
telah terkontaminasi menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak normal.EBV menjadi
penyebab beberapa penyakit, seperti mononukleosis. Namun pada kebanyakan kasus,
EBV tidak menyebabkan permasalahan infeksi yang berkepanjangan. Keterkaitan EBV
dengan kanker nasofaring masih terus diteliti.

3. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan sel kanker tersebut (no.2) dan cara
pembuatannya ?
a. Leukimia

Kultur Sel Sel atau jaringan yang dikembangkan sebagai kultur antara lain:
fibroblast, jaringan rangka (tulang rawan), rangka, otot jantung dan mulut, jaringan
epitel (seperti hati, paru-paru, dada, kulit, ginjal, sel syaraf, sel endokrin (adrenal
pituitari), melanosit dan beberapa tipe sel tumor. Ketika sel diambil dari jaringan atau
organisme dan kemudian ditempatkan dalam kultur, medium yang digunakan harus
memberikan kondisi sel di mana dapat hidup berproliferasi dan berdiferensiasi seperti
pada keadaan in vivo (Anonim, 1983 Cit Prawoto, 2004).

Sel yang diisolasi dari suatu jaringan atau organ aslinya kemudian ditumbuhkan
secara in vitro dalam kultur media yang mempunyai sifat dan kondisi sama seperti
ketika sel masih berada dalam jaringan aslinya dikenal sebagai kultur primer. Medium
kultur ini harus memenuhi persyaratan untuk pertumbuhan dan pertahanan hidup sel.
Dengan demikian medium kultur harus memenuhi kebutuhan sel akan nutrisi dan
hormon (Freshney, 1986).

b. Payudara

Untuk menguji efek sitotoksik secara in vitro banyak digunakan sel kultur, salah satu
model sel kultur yang banyak digunakan untuk penelitian kanker payudara yaitu sel
MCF-7. MCF-7 banyak digunakan untuk uji secara in vitrokarena memiliki bentuk
terbaik dari sel kanker lainnya, pada proses pertumbuhannya sel MCF pada labu
kultur dan media DMEM akan membentuk

kultur selapis (Widowati and Mudahar, 2009), karakteristik dari MCF-7 yaitu resisten
terhadap agen kemoterapi (Mirmalek et al., 2015). Hal ini disebabkan karena terjadi
over ekspresi PgP (P- glikoprotein), MCF-7 membutuhkan ATP untuk mendorong
obat keluar sel maka akibatnya konsentrasi obat kemoterapi dalam sel akan turun dan
dapat menurunkan efektivitas kemoterapi, factor resistensi lainnya dikarenakan over
ekspresi BcI-2 dan tidak mengekspresikan caspase-3 sehingga dapat menghindari
apoptosis, selain itu apoptosis dapat dihambat karena degradasi p53 oleh mdm2 yang
diaktivasi oleh obat yang resisten (Hermawan et al., 2010).

c. Kultur sel WiDr (Sel Kanker Kolon)

Sel WiDr adalah sel kanker kolon manusia yang diisolasi dari kolon seorang wanita
berusia 78 tahun. Sel WiDr merupakan turunan sel kanker kolon yang lain yakni sel
HT-29 (Chen et al., 1987). Sel WiDr memproduksi antigen karsinoembrionik dan
memerlukan rentang waktu sekitar 15 jam untuk dapat menyelesaikan 1 daur sel.
Salah satu karakteristik dari sel WiDr ini adalah ekspresi sikolooksigenase-2 (COX-2)
yang tinggi yang memacu proliferasi sel WiDr (Palozza et al., 2005). Pada sel WiDr,
terjadi mutasi p53 G pada posisi 273 sehingga terjadi perubahan residu arginin
menjadi histidin (Noguchi et al., 1979). Namun, p21 pada sel WiDr yang masih
normal memungkinkan untuk terjadinya penghentian daur sel (Liu et al., 2006).
Apoptosis pada sel WiDr dapat terjadi melalui jalur independent p53, di antaranya
melalui aktivasi p73 (Levrero et al., 2000).Sel WiDr merupakan sel kanker kolon
manusia yang diisolasi dari kolon seorang wanita berusia 78 tahun. Sel WiDr
merupakan turunan sel kanker kolon yang lain yakni sel HT-29 (Chen et al., 1987).
Sel WiDr memproduksi antigen karsinoembrionik dan memerlukan rentang waktu
sekitar 15 jam untuk dapat menyelesaikan 1 daur sel. Salah satu karakteristik dari sel
WiDr ini adalah ekspresi sikolooksigenase-2 (COX-2) yang tinggi yang memacu
proliferasi sel WiDr (Palozza et al., 2005). Pada sel WiDr, terjadi mutasi p53 G WiDr
merupakan salah satu sel yang memiliki sensitivitas yang rendah terhadap perlakuan
dengan 5-fluorouracil (5-FU), agen kemoterapi golongan antimetabolit. Transfeksi
WiDr dengan p53 normal pun tidak menyebabkan peningkatan sensitivitasnya
terhadap 5-FU (Giovannetti et al., 2007). Resistensi sel WiDr terhadap 5-FU salah
satunya diperantarai dengan terjadinya peningkatan ekspresi enzim timidilat sintetase
yang merupakan target penghambatan utama dari 5-FU (Sigmond et al., 2003). P-
glikoprotein (Pgp) pada sel WiDr tidak diekspresikan tinggi sehingga kemungkinan
terdapat mekanisme lain yang memperantarai resistensi WiDr terhadap 5-FU (Jansen,
1997). Secara keseluruhan, sel WiDr merupakan sel yang sesuai untuk digunakan
sebagai model dalam skrining suatu senyawa baru sebagai agen kokemoterapi dengan
5-FU.

d. Kultur sel HeLa (Sel Kanker Serviks)

Kultur sel HeLa atau HeLa cell line adalah continuous cell line yang diturunkan dari
sel epitel kanker leher rahim (cervix) seorang wanita penderita kanker leher rahim
bernama Henrietta Lacks yang meninggal akibat kanker pada tahun 1951 (Anonim,
2006a). Kultur sel ini memiliki sifat semi melekat (Anonim, 2000) dan digunakan
sebagai model sel kanker dan untuk mempelajari sinyal transduksi seluler (Anonim,
2006b). Sel HeLa ini cukup aman dan merupakan sel manusia yang umum digunakan
untuk kepentingan kultur sel (LabWork, 2000).

Sel ini oleh George Gey. Sel ini diperlakukan sebagai sel kanker yang dipercaya
berasal dari sel kanker leher rahim Ms.Lacks, namun klasifikasi dari sel ini masih
diperdebatkan. HeLa bersifat imortal yang tidak dapat mati karena tua dan dapat
membelah secara tidak terbatas selama memenuhi kondisi dasar bagi sel untuk tetap
hidup masih ada. Strain-strain baru dari sel HeLa telah dikembangkan dalam berbagai
macam kultur sel, tapi semua sel HeLa berasal dari keturunan yang sama. Sel HeLa
telah mengalami transformasi akibat infeksi human papillomavirus 18 (HPV 18) dan
berbeda dengan sel leher rahim yang normal (Anonim, 2006c). Sel HeLa dapat
tumbuh dengan agresif dalam media kultur. Media yang digunakan adalah media
RPMI 1640-serum. Di dalamnya terkandung nutrisi yang cukup untuk pertumbuhan,
yaitu asam amino, vitamin, garam-garam anorganik, dan glukosa. Serum yang
ditambahkan mengandung hormon-hormon yang mampu memacu pertumbuhan sel.
Albumin berfungsi sebagai protein transport, lipid diperlukan untuk pertumbuhan sel,
dan mineral berfungsi sebagai kofaktor enzim (Freshney, 1986).Sel HeLa adalah sel
kanker leher rahim akibat infeksi Human Papillomavirus (HPV 18) sehingga
mempunyai sifat yang berbeda dengan sel leher rahim normal. Sel kanker leher rahim
yang diinfeksi HPV diketahui mengeekspresikan 2 onkogen, yaitu E6 dan E7. Protein
E6 dan E7 terbukti dapat menyebabkan sifat imortal pada kultur primer keratinosit
manusia, namun sel yang imortal ini tidak bersifat tumorigenik hingga suatu proses
genetik terjadi. Jadi, viral onkogen tersebut tidak secara langsung menginduksi
pembentukan tumor, tetapi menginduksi serangkaian proses yang pada akhirnya dapat
menyebabkan sifat kanker (Goodwin dan DiMaio, 2000).

Protein E6 dan E7 dari HPV memodulasi protein seluler yang mengatur daur sel.
Protein E6 berikatan dengan tumor suppressor protein p53 dan mempercepat
degradasi p53 yang diperantarai ubiquitin. Protein E6 juga menstimulasi aktivitas
enzim telomerase. Sedangkan protein E7 dapat mengikat bentuk aktif
terhipofosforilasi dari p105Rb dan anggota lain dari famili Rb. Ikatan ini
menyebabkan destabilisasi Rb dan pecahnya kompleks Rb/E2F yang berperan
menekan transkripsi gen yang diperlukan untuk cell cycle progression (DeFilippis, et
al., 2003).

Sebagian besar sel kanker leher rahim, termasuk sel HeLa, mempunyai gen p53 dan
p105Rb dalam bentuk wild type. Jadi, gen pengatur pertumbuhan yang aktif dalam sel
normal ini juga terdapat dalam sel kanker leher rahim. Namun, aktivitasnya dihambat
oleh ekspresi protein E6 dan E7 dari HPV (Goodwin dan DiMaio, 2000).

e. Sel kanker nasofaring


Sel raji adalah sel yang berasal dari kultur cell line lymphoblastaid yang diturnkan
dari lymphoma burkit. Burkit merupakan sejenis kanker yang terdapat pada system
limpa khususnya pada limfosit B
4. Parameter yang menandakan bahwa senyawa hasil pengujian memiliki aktivitas
antikanker
Sel antikanker yang baik dan yang kuat harus mempunyai nilai IC 50 dibawah
200 mikrogram/ml

Anda mungkin juga menyukai