Anda di halaman 1dari 1

Ada’ul al-Hadist

Ada‘ secara etimologis berarti sampai/melaksanakan.


secara terminologis Ada‘ berarti sebuah proses mengajarkan (meriwayatkan) hadits dari seorang guru kepada muridnya.
Pengertiannya adalah meriwayatkan dan menyampaikan hadits kepada murid, atau proses mereportasekan hadits setelah ia
menerimanya dari seorang guru.
Karena Tidak semua orang bisa menyampaikan hadits kepada orang lain, Dalam hal ini mayoritas ulama hadits, ushul, dan fikh
memiliki kesamaan pandangan dalam memberikan syarat dan kriteria bagi pewarta hadist, yang antara lain:
- Ketahanan ingatan informator (Dlabitur Rawi)
- integritas keagamaan (‘Adalah) yang kemudian melahirkan tingkat kredibilitas (Tsiqatu1r Rawi).
- Mengetahui maksud-maksud kata yang ada dalam hadits dan mengetahui arti hadits apabila ia meriwayatkan dari segi artinya
saja (bil ma’na).
Sifat adil ketika dibicarkan dalam hubungannya dengan periwayatan hadits maka yang dimaksud adalah, suatu karakter yang
terdapat dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya pada melakukan hal-hal yang positif, atau orang yang selalu konsisten
dalam kebaikan dan mempunyai komitmen tinggi terhadap agamanya.
Mayoritas ulama hadits, ushul, dan fikih sepakat menyatakan bahwa seorang guru yang menyampaikan sebuah hadits harus
Mempunyai ingatan dan hafalan yang kuat (Dlabit), serta memilik integritas keagamaan (‘Adalah) yang kemudian melahirkan
tingkat kredibilitas (Tsiqahi). Sifat adil dalam hubungannya dengan periwayatan hadits maka yang dimaksud adalah, suatu karakter
yang terdapat dalam diri seseorang yang selalu mendorongnya melakukan hal-hal yang positif, atau orang yang selalu konsisten
dalam kebaikan dan mempunyai komitmen tinggi terhadap agamanya. Sementara itu, untuk mencapai tingkat ‘adalah seseorang
harus memenuhi syarat yaitu:
a. Islam
Sehingga tidaklah diterima riwayat orang kafir. Berdasarkan ijma’ ulama baik diketahui agamanya tidak memperbolehkan
dusta. Dan sangat tidak logis bila riwayatnya diterima. Sebab menerima riwayatnya berarti membiarkan cacian atas kaum
muslimin. Allah memerintahkan kita untuk mengecek berita yang dibawa oleh orang fasik.

َ‫علَى َمافَ َع ْلت ُ ْم نَاد ِِمين‬ ْ ُ ‫ق ِبنَ َب ٍإ فَت َ َبيَّنُوا أ َ ْن ت ُ ِصيبُوا َق ْو ًما ِب َج َهالَ ٍة فَت‬
َ ‫ص ِب ُحوا‬ ِ ‫َيا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ ْن َجا َء ُك ْم فَا‬
ٌ ‫س‬
“Hai orang orang yang beriman jika daiang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kaum menyesal atas
perbuatan itu”. (Al-Hujurat : 6)
b. Baligh
Usia baligh merupakan usia dugaan adanya kemampuan menangkap pembicaraan dan memahami hukum-hukum syari’at
yang dimaksud baligh disini adalah adanya akal sehat disertai usia yang memungkinkan bermimpi basah. Oleh karena itu ada
sebagian ulama muta’akhirin menyaratkan baligh dan berakal sedang ulama’ mutaqaddimin mencukupkan dengan syarat
berakal, karena umumnya tidak dijumpai kemampuan menangkap pembicaraan dan berakal sebelum usia baligh.
c. Adil
Sifat ini merupakan sifat yang tertancap dalam jiwa yang mendorong pemiliknya untuk senantiasa bertakwa dan memelihara
harga diri .Sehingga jiwa kita akan percaya terhadap kejujurannya. Menjauhi dosa besar termasuk kedalamnya, juga menjauhi
dosa kecil, serta menjauhi perkara mubah yang dinilai mengurangi harga diri.
d. Dhabit
Yaitu keterjagaan seorang perowi ketika menerima hadist dan memahaminya ketika mendengarnya serta menghafalnya sejak
menerima sampai menyampaikannya kepada orang lain. Dhabit mencakup hafalan dan tulisan. Maksudnya seorang perowi
harus benar-benar hafal bila ia meriwayatkan dari hafalannya, dan memahami tulisannya dari adanya perubahan, penggantian
atau pengurangan bila ia meriwayatkan dari tulisannya.
Sedangkan kepribadian baik yang mesti dimiliki oleh perawi hadits -seperti diungkapkan al Zanjani- lebih banyak dikaitkan
dengan etika masyarakat atau pranata sosial. Namun bukan berarti bahwa ia harus orang yang sempurna, karena tidak menutup
kemungkinan seorang ulama atau penguasa yang baik tentu memiliki banyak kekurangan. Melainkan yang menjadi tolok ukur
disini adalah keistimewaan yang ada melebihi kekuranganya, dan kekurangannya dapat tertutupi oleh kelebihannya.

Anda mungkin juga menyukai