Bayangan yang masuk ke bola mata akan diproyeksikan ke retina.
Retina merupakan lapisan
setipis lembaran jaringan yang terletak di bagian belakang bola mata berisi sel-sel fotoreseptor seperti sel batang dan kerucut yang akan mengubah bayangan yang masuk menjadi impuls- impuls saraf yang akan diteruskan ke otak. Di bagian inilah, proses penglihatan warna berlangsung masuk menjadi impuls-impuls saraf yang akan diteruskan ke otak. Di bagian inilah, proses penglihatan warna berlangsung. Berdasarkan responsivitasnya, sel kerucut dibagi menjadi 3 macam, S cone, M cone, L cone, sedangkan sel batang hanya terdiri dari satu tipe sel. Penamaan ini berdasarkan pada sensitivitas sel terhadap panjang gelombang cahaya short wavelength, middle wavelength, dan long wavelength. Ada juga yang menamakan panjang gelombang ini sebagai RGB (red, green, dan blue) namun, penamaan SML dirasa lebih tepat. Pada sel kerucut, terdapat 3 tipe yang menampilkan warna, sedangkan sel batang hanya satu macam, menunjukkan bahwa sel batang tidak mampu mengidentifi kasi warna. Sel S tersebar merata pada seluruh retina, namun tidak terdapat di daerah tengah fovea. Perbandingan jumlah L:M:S adalah 12:6:1. Mekanisme penglihatan warna dapat dijelaskan menurut teori-teori di bawah ini: 1. Teori trikromatik Pada teori ini, dikenal 3 reseptor yang sensitif terhadap 3 spektrum warna yaitu merah, hijau, dan biru. Gambaran warna muncul karena rasio signal dari 3 reseptor warna yang dikirim ke otak dibandingkan sampai menampilkan warna. Teori trikromatik ini tidak diragukan, tetapi tidak dapat menjelaskan fenomena transmisi ke otak. 2. Teori Hering’s opponent colors Hering mengajukan teori lawan warna dengan observasinya meliputi penampilan warna, kontras warna, foto setelah jadi, dan defi siensi penglihatan warna. Hering mencatat penemuannya bahwa warna tertentu tidak terjadi secara bersamaan, contohnya kemerahan-kehijauan dan kekuningankebiruan. Hering menemukan bahwa kontras warna ikut berpengaruh untuk membedakan warna yang berpasangan 3. Teori modern opponent colors Teori ini bertentangan dengan teori trikromatik. Teori ini menyatakan bahwa warna yang diterima di reseptor warna dikirim ke retina untuk diubah sinyalnya dan baru dikirim ke otak.
KLASIFIKASI BUTA WARNA
Defek penglihatan warna atau buta warna dapat dikenal dalam bentuk: 1. Trikromatik, yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan. Pasien buta warna jenis ini dapat melihat berbagai warna, tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal. Bentuk defi siensi yang paling sering ditemukan: • Deuteranomali, dengan defek pada penglihatan warna hijau atau kelemahan fotopigmen M cone atau absorpsi M cone bergeser ke arah gelombang yang lebih panjang sehingga diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku. • Protanomali, kelemahan fotopigmen L cone atau absorpsi L cone ke arah gelombang yang lebih rendah, diperlukan lebih banyak merah untuk menggabung menjadi kuning baku pada anomaloskop. Protanomali dan deutronomali terkait kromosom X dan, di Amerika, terdapat pada 5% anak laki-laki. • Tritanomali, merupakan defek penglihatan warna biru atau fotopigmen S cone atau absorpsi S cone bergeser ke arah gelombang yang lebih panjang. Kelainan ini bersifat autosomal dominan pada 0,1% pasien. 2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2 pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan warna tertentu. a. Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan defek pada penglihatan warna merah hijau atau kurang sensitifnya pigmen merah kerucut (hilangnya fotopigmen L cone) karena tidak berjalannya mekanisme red-green opponent. b. Deuteranopia, kekurangan pigmen hijau kerucut (hilangnya fotopigmen M cone) sehingga tidak dapat membedakan warna kemerahan dan kehijauan karena kurang berjalannya mekanisme viable red-green opponent. c. Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat kesulitan membedakan warna biru dari kuning karena hilangnya fotopigmen S-cone. 3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya rusak. Pasien sering mengeluh fotofobia, tajam penglihatan kurang, tidak mampu membedakan warna dasar atau warna antara (hanya dapat membedakan hitam dan putih), silau, dan nistagmus. Kelainan ini bersifat autosomal resesif. a. Monokromatisme sel batang (rod monochromatism) Disebut juga suatu akromatopsia (seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal), terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain, seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang), tidak terdapat buta senja atau malam, dengan kelainan refraksi tinggi. Insidens sebesar 1 dalam 30.000 dan pewarisan secara autosomal resesif menyebabkan mutasi gen yang menyandi protein photoreceptor cation channel or cone transducin. b. Monokromatisme sel kerucut (cone monochromatism) Terdapat hanya sedikit defek atau yang efektif hanya satu tipe pigmen sel kerucut. Hal ini jarang, 1 dalam 100.000. Tajam penglihatan normal, tidak tedapat nistagmus, tidak terdapat diskrimanasi warna. Biasanya disebabkan monokromasi biru, terkait kromosom X resesif, yang menyebabkan mutasi gen yang menyandi opsin kerucut merah dan hijau. TES ICHIHARA Buta warna kadang menyebabkan tidak dapat mengerjakan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan warna. Pemeriksaan buta warna dilakukan dengan uji anomaloskop, uji Farnsworth Munsell 100 hue, uji Holmgren, dan uji Ishihara. Uji Farnsworth dan Ishihara sering digunakan sebagai pemeriksan optamologis. Defek penglihatan warna merahhijau secara kualitatif dievaluasi dengan tes Pseudoisokromatik (Ishihara). Defek penglihatan biru-kuning dengan tes Farnsworth Munsell. Evaluasi defek penglihatan kuantitatif dapat menggunakan Anomaloskop nagel.7 Uji Ishihara didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna. Penapisan dengan uji Ishihara merupakan evaluasi minimum gangguan penglihatan warna. Uji ini memakai seri titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar pseudokromatik) sehingga keseluruhan terlihat warna pucat dan menyulitkan pasien dengan kelainan warna. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan, pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan selama 10 detik.