Anda di halaman 1dari 3

I.

Tujuan
1. Dapat memahami cara memformulasikan sediaan salep mata.
2. Dapat mengetahui faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan basis, serta aksi teraupetik dari bahan aktif.

II. Dasar Teori


Salep merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan
dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Anief, 2000). Salep
mata adalah salep yang digunakan pada mata. Pada pembuatan salep mata
harus diberikan perhatian khusus. Sediaan di buat dari bahan yang sudah
disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji
sterilitas (Anonim, 1995).
Obat salep mata harus steril berisi zat antimikrobial preservative,
antioksidan, dan stabilizer. Menurut USP XXV, salep berisi chlorobutanol
sebagai antimikrobial dan perlu bebas bahan partikel yang dapat
mengiritasi dan membahayakan jaringan mata. Sebaliknya, dari EP (2001)
dan BP (2001) ada batasan ukuran partikel, yaitu setiap 10 mikrogram zat
aktif tidak boleh mengandung atau mempunyai partikel > 90 nm, tidak
boleh lebih dari 2 partikel > 50nm, dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm
(Lukas, 2006).
Dasar salep pilihan untuk salep mata harus tidak mengiritasi mata
dan harus memungkinkan difusi bahan obat ke seluruh mata yang dibasahi
karena sekresi cairan mata. Dasar salep mata yang digunakan juga harus
bertitik lebur yang mendakati suhu tubuh. Dalam beberapa hal campuran
dari petroletum dan cairan petrolatum (minyak mineral) dimanfaatkan
sebagai dasar salep mata. Kadang-kadang zat yang bercampur dengan air
seprti lanolin ditambahkan kedalamnya. Hal in memungkinkan air dan
obat yang tidak larut dalam air bartahan selama sistem penyampaian
(Ansel,1989). Oculenta, sebagai bahan dasar salep mata sering
mengandung vaselin, dasar absorpsi atau dasar salep larut air. Semua
bahan yang dipakai untuk salep mata harus halus, tidak enak dalam mata.
Salep mata terutama untuk mata yang luka. Harus steril dan diperlukan
syarat-syarat yang lebih teliti maka harus dibuat saksama.

Syarat-syarat oculenta adalah sebagai berikut :

1. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.


2. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi
kemungkinan obat tersebar dengan perantaraan air mata.
3. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.
4. Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril (Anief,
2000)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyediakan sediaan salep mata:


1. Sediaan dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan
aseptik yang ketat serta memenuhi syarat uji sterilitas. Bila bahan
tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan
dengan cara biasa, maka dapat digunakan bahan yang memenuhi
syarat uji sterilitas dengan pembuatan secara aseptik. Salep mata harus
memenuhi persyaratan uji sterilitas. Sterilitas akhir salep mata dalam
tube biasanya dilakukan dengan radiasi sinar γ. (Remingthon
pharmauceutical hal. 1585).
2. Kemungkinan kontaminasi mikroba dapat dikurangi dengan
melakukan pembuatan uji dibawah LAF.
3. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang
sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba
yang mungkin masuk secar tidak sengaja bila wadah dibuka pada
waktu penggunaan. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi atau
formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik (lihat bahan tambahan
seperti yang terdapat pada uji salep mata.
4. Wadah salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian
dan penutupan. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel
untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Wadah salep mata
kebanyakan menggunakan tube, tube dengan rendahnya luas
permukaan jalan keluarnya menjamin penekanan kontaminasi selama
pemakaianya sampai tingkat yang minimum. Secara bersamaan juga
memberikan perlindungan tehadap cahaya yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. ( 2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9.
Yogyakarta: Gajah Mada University- Press, Halaman 32 – 80.
Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi Keempat.Jakarta:Departemen
Kesehaan RI.

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4. Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai