Nadya Thifal Harsono dan Hj. Neneng Yety Hanurawaty, SH., M.Kes
Program Studi Diploma IV Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bandung
Email : thifalnadya96@gmail.com
ABSTRAK
PT. Industri Susu Alam Murni (ISAM) ) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang milk processing.PT. Industri Susu Alam Murni (ISAM) menghasilkan sampah
organik dan anorganik. Salah satu permasalahan yang dialami oleh PT. Industri Susu Alam Murni
yaitu sampah organik. Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah perlu adanya
perubahan yang mendasar dari pengeloaan sampah end-of-pipe menjadi pengurangan dan
penanganan sampah. Salah satu pengolahan sampah organik adalah pengomposan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan variasi diameter reaktor kompos terhadap C/N
rasio dan penyusutan berat bahan kompos. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah diameter reaktor 30cm, 40cm, 50cm dan variabel terikat
C/N rasio serta penyusutan berat bahan kompos . Pengambilan sampel dengan metode simple
random sampling pada populasi seluruh sampah organik di TPS PT. Industri Susu Alam Murni.
Berdasarkan hasil penelitian , terdapat perbedaan yang bermakna antara diameter reactor kompos
dengan C/N rasio kompos secara uji Kruskal Wallis dimana p value (0.002) < α (0,05) dan terdapat
perbedaan yang bermakna antara diameter reactor kompos dengan penyusutan berat bahan kompos
secara uji Anova dimana p value (0.00) < α (0,05) . Reaktor kompos efektif adalah reactor 30 cm
dengan penyusutan berat bahan kompos rata-rata 45,3% dan nilai C/N rasio berkisar 15,30 – 16,45.
Nilai tersebut masih masuk kedalam persyaratan C/N rasio kompos menurut Permentan No. 70
Tahun 2011 yaitu 15-25. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan mengenai hubungan antara
penyusutan berat bahan kompos dengan nilai C/N rasio.
T = 60 cm
Suhu Pengomposan
50
40
Suhu (oC)
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Hari
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3
B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6
Gambar 2 Grafik Suhu dan Waktu Pengomposan di PT. Industri Susu Alam
Murni
Grafik diataas mrupakan grafik rata-rata suhu pada pagi hari selama 21 hari.
Waktu pengukuran suhu untuk pengambilan data tahap awal dilakukan pada pagi
hari, 2 Juni 2018 – 25 Juni 2018 yang digunakan adalah data suhu hari ke-1. Grafik
diatas menunjukan perubahan suhu dari 3 variasi diameter reactor (30cm, 40cm dan
50cm) kompos aerob dengan 6 kali penggulangan A1-A6 menunjukan pengulangan
1-6 reaktor kompos aerob dengan diameter 30cm, B1-B6 menunjukan pengulangan
1-6 reaktor kompos aerob dengan diameter 40cm, C1-C6 menunjukan pengulangan
1-6 reaktor kompos dengan diameter 50cm.
Data suhu kompos yang dihasilkan dari hasil pengukuran selama proses
pengomposan mengambarkan fase dalam pengomposan yaitu lag phase, active
phase, cooling phase dan mutation phase. Suhu hari pertama merupakan suhu awal
pengomposan, didapatkan data suhu awal 27oC pada reactor kompos diameter 30cm
dan 25 oC pada reactor kompos diameter 40cm, 50cm dan control. Proses
dekomposisi untuk lag phase terjadi pada hari ketiga dimana suhu meningkat
dengan cepat yaitu 38-39oC untuk reactor kompos diameter 30cm, 36-37oC untuk
reactor diameter 40cm dan 34-35oC untuk reactor kompos diameter 50cm dan
kontrol. Pada tahap-tahap awal proses pengomposan, suhu tumpukan kompos
meningkat dengan cepat hal ini karena oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah
terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik (Yulianto,2017).
Mikroorganisme mesofilik hidup pada temperature 20-40oC dan bertugas
merombak gula sederhana, bahan organik yang mudah terdegradasi dan pati.
Selama fase biodegradasi, bahan organik diurai oleh mikroorganisme menjadi CO2
dan NH3 dengan mengomsumsi O2 (Nurgroho, 2008).
Cooling phase terjadi pada hari keempat, dimana semua variasi diameter
reaktor mulai mengalami penurunan suhu. Kompos pada reactor diameter 30cm
mengalami penurunan rata-rata 4oC, kompos pada reactor diameter 40cm
mengalami penurunan rata-rata 4-3oC, kompos pada reactor diameter 50cm.
Tahap pematangan ketiga variasi terjadi pada hari ke lima sampai hari ke 21.
Tahap pematangan ini ditandai dengan penurunan suuhu kompos mencapai suhu
ruangan. Pada fase pematangan terjadi stabilisasi dan pembentukan unsur hara dari
bahan organik dan menghasilkan kompos yang stabil (Nugroho,2008).
Suhu dalam penelitian ini belum mencapai suhu optimal. Suhu pada proses
aerobik seharusnya dapat mencapai keadaan thermofilik yaitu 60-70oC agar bibit
gulma dan bakteri pathogen mati.
Berbagai variasi diameter reactor kompos metode aerob dengan tinggi
masing-masing diameter disamakan akan menghasilkan volume ruang yang
berbeda. Semakin besar diameter reactor kompos maka semakin besar volume
ruang reactor kompos. Maka, penambahan bahan dengan berat bahan yang sama
akan menghasilkan perbedaan ketebalan tumpukan pada setiap reactor kompos.
Rendahnya suhu kompos disebabkan rendahnya tumpukan kompos, pada
reactor diameter 40cm, 50cm dan kontrol tumpukan kompos lebih rendah
dibandingkan dengan diameter 30cm karena volume ruang yang lebih besar
sehingga udara yang masuk dalam reactor lebih banyak dan tumpukan yang terlalu
pendek tidak dapat menahan panas. Dimensi gundukan yang terlalu tipis dan celah
aerasi yang cukup banyak membuat panas hasil dekomposisi tidak tertahan dan ikut
bersama dengan udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Komarayati (2007) yang
menyatakan bahwa tumpukan yang terlalu pendek menyebabkan panas cepat
menguap yang disebabkan karena tidak ada bahan material yang digunakan untuk
menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Menurut Erickson (dalam
Mirwan), tumpukan yang tipis tidak dapat menahan atau mengisolasi panas yang
dihasilkan sehingga kalor yang dihasilkan oleh jasad renik dapat mengalir keluar.
Kelembaban
Tabel 1
Hasil Pengukuran Kelembaban Proses Pengomposan
Pengulangan Kelembaban Proses Pengomposan Sampah Organik ( oC)
Diameter 30 cm Diameter 40 Diameter 50 cm Kontrol
cm
1 72-40 72-40 71-38 71-40
2 70-41 69-40 74-37
3 74-40 74-40 73-37 74-36
4 70-40 73-40 70-38
5 69-41 70-40 70-37 70-37
6 72-40 71-40 72-39
Maksimal 79 74 74 74
Minimal 40 40 37 36
Data hari pertama untuk kelembaban pada tiga variasi diameter reactor
berkisar 78-54%, nilai kelembaban tersebut berangsur-angsur menurun sejalan
dengan aktivitas mikroba yang terjadi. Diameter reactor 30cm memiliki nilai
kelembaban yang paling besar yaitu 79%. Hari awal proses pengomposan nilai
kadar air cenderung lebih tinggi dibanding hari selanjutnya hal ini disebabkan pada
awal proses pengomposan bahan cacahan sampah organik masih basah.
Proses penyiraman dilakukan apabila kelembaban di bawah 40%.
Penyiraman dilakukan bersamaan dengan proses pengaadukan sehingga diharapkan
penyiraman lebih merata. Penurunan kadar air terjadi selama proses aerob,
disebabkan oleh konsumsi mikroorganisme dan adanya aktivitas pembalikan atau
pengadukan. Diduga mikroorganisme membutuhkan asupan air dalam melakukan
reaksi enzimatik untuk mengubah protein dari bahan organik sehingga dapat
diuraikan menjadi lebih sederhan yang dapat diserap tanaman seperti ammonium,
nitrat dan nitrit. Sedangkan pembalikan/ pengadukan dilakukan agar kompos
matang secara homogen.
Menurut Yuwono (2005), kelembaban yang terlalu rendah dapat
menghentikan aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik
seddangkan kelembaban yang terlalu tinggi akan membuat suplai oksigen
terhambat dan merubah proses pengomposan aerob menjadi anaerob.
Temperatur udara dan kecepatan angin juga mempengaruhi kelembaaban
kompos, ketika cuaca panas dan kecepatan angina tinggi, air pada kompos lebih
cepat menguap dan tumpukan menjadi lebih cepat kering dan kadar air akan
menurun. Cuaca mendung/ hujan dan lembab, kadar air pada kompos cenderung
stabil.
pH
pH Proses Pengomposan
7.5
7
6.5
6
5.5
A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3
B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6
Gambar 3 Grafik pH Proses Pengomposan di PT.Industri Susu Alam Murni
Irvan, dkk. 2015. Rancangan Alat Pembuat Bioetanol Dari Bahan Baku Kulit
Durian. (http://download.portalgaruda.org, diakses tanggal 2 Juni 2018) .
Kurniasih, Eka. 2012. Produksi Biodiesel dari Crude Palm Oil Melalui Reaksi
Dua Tahap. (http://jurnal.pnl.ac.id, diakses tanggal 1 Juni 2018).
Komaryati, Sri, dkk. Kualitas Arang Kompos Limbah Industri Kertas dengan
Variasi Penambahan Arang Serbuk Gergaji. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kayu Tropis Vol.5 No.2. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Mirwan, Muhammad. Optimasi Pengomposan Sampah Daun Kebun Dengan
variasi Aerasi dan Penambahan Kotoran Sapi Sebagai Bioaktivator.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.4 No.1. UPN Veteran.
Nasir, Muhammad. Karakteristik Pengomposan Limbah Padat Pasar
Tradisional Dengan Sistem Natural Static Pile. IPB.
Notoadmojo, S. 2005. Metologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Nugroho, Joko, dkk. Pengaruh Aerasi Inttermittent dan Jenis Bahan Terhadap
Degradasi Bahan Organik Pada Proses Pengomposan
Nugroho, Pandji. 2013 .Panduan membuat pupuk kompos cair.