Anda di halaman 1dari 17

PERBEDAAN VARIASI DIAMETER REAKTOR KOMPOS METODE

AEROB TERHADAP C/N RASIO DAN PENYUSUTAN BERAT


BAHAN KOMPOS DI TPS PT. INDUSTRI SUSU ALAM MURNI

Nadya Thifal Harsono dan Hj. Neneng Yety Hanurawaty, SH., M.Kes
Program Studi Diploma IV Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Bandung
Email : thifalnadya96@gmail.com
ABSTRAK
PT. Industri Susu Alam Murni (ISAM) ) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang milk processing.PT. Industri Susu Alam Murni (ISAM) menghasilkan sampah
organik dan anorganik. Salah satu permasalahan yang dialami oleh PT. Industri Susu Alam Murni
yaitu sampah organik. Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah perlu adanya
perubahan yang mendasar dari pengeloaan sampah end-of-pipe menjadi pengurangan dan
penanganan sampah. Salah satu pengolahan sampah organik adalah pengomposan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan variasi diameter reaktor kompos terhadap C/N
rasio dan penyusutan berat bahan kompos. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah diameter reaktor 30cm, 40cm, 50cm dan variabel terikat
C/N rasio serta penyusutan berat bahan kompos . Pengambilan sampel dengan metode simple
random sampling pada populasi seluruh sampah organik di TPS PT. Industri Susu Alam Murni.
Berdasarkan hasil penelitian , terdapat perbedaan yang bermakna antara diameter reactor kompos
dengan C/N rasio kompos secara uji Kruskal Wallis dimana p value (0.002) < α (0,05) dan terdapat
perbedaan yang bermakna antara diameter reactor kompos dengan penyusutan berat bahan kompos
secara uji Anova dimana p value (0.00) < α (0,05) . Reaktor kompos efektif adalah reactor 30 cm
dengan penyusutan berat bahan kompos rata-rata 45,3% dan nilai C/N rasio berkisar 15,30 – 16,45.
Nilai tersebut masih masuk kedalam persyaratan C/N rasio kompos menurut Permentan No. 70
Tahun 2011 yaitu 15-25. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan mengenai hubungan antara
penyusutan berat bahan kompos dengan nilai C/N rasio.

KATA KUNCI : Diameter Reaktor, Kompos, C/N Rasio


PENDAHULUAN
Seiring perkembangan zaman ilmu pengetahuan dan teknologi membawa
pengaruh terhadap perkembangan berbagi aspek dalam upaya mendukung
keberlangsungan hidup dan kepuasan manusia. Salah satunya di bidang
perindustrian. Perkembangan di bidang perindustrian saat ini menimbulkan dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari perkembangan industri saat ini
adalah menambah penghasilan penduduk, mengahasilkan barang atau jasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat, memperluas lapangan perkerjaan dan lainnya.
Meskipun perkembangan industri membawa dampak positif, akan tetapi tetap
memiliki dampak negatif. Dampak negatif perkembangan industri antara lain lahan
pertanian berkurang, berubahnya perilaku masyarakat menjadi lebih kosumtif dan
pencemaran lingkungan. Industri dituntut lebih memperhatikan aspek lingkungan
dalam pengoprasiannya untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. Salah
satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan oleh industri adalah sampah. Industri
merupakan tempat yang memiliki potensi penyumbang sampah terbesar.
Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/ pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih dapat dipakai jika
dikelola dengan prosedur yang benar (Nugroho,2013). Menurut UU Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau prose alam yang berbentuk padat. Selanjutnya yang dimaksud
sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
Menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga perlu adanya perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah yang
selama ini bertumpu pada paradigma kumpul – angkut – buang (end of pipe)
menjadi pengelolaan sampah yang bertumpu pada pengurangan sampah dan
penangan sampah.
Timbulan sampah kota Bandung saat ini diproyeksikan sebesar 1.549 ton/ hari
dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 sebanyak 2.748.732 dan sampah
terangkut ke Tempat Pemeprosesan Akhir sebanyak ± 1100 ton/hari, dengan
komposisi sampah organik sebesar 57% dan anorganik sebesar 43% (PD.
Kebersihan, 2017). Dari seluruh timbulan sampah Kota Bandung tersebut
komposisi sampah terbesar adalah sampah organik. Sampah tersebut berasal dari
seluruh kegiatan di Kota Bandung termasuk dari sektor perindustrian.
Timbulan sampah yang dibiarkan begitu saja akan menimbulkan pencemaran
air dan pencemaran tanah. Menurut Darsono (2013), permasalahan yang timbul
akibat sampah adalah gangguan estetika, jumlah dan jenisnya bertambah serta
timbulnya air lindi.
Terdapat beberapa cara untuk pengolahan sampah organik. Sampah organik
dapat diolah menjadi bioenergi dan kompos.Salah satu cara pengolahan sampah
organik adalah dengan pengomposan. Pengomposan merupakan suatu metode
untuk megkonveksikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang lebih sederhana
dengan menggunakan aktivitas mikroba (Hadiwiyono dalam Yulianto et al,2017).
Metode pengomposan dibagi menjadi dua yaitu pengomposan secara aerob dan
anaerob. Pengomposan secara aerob mempunyai biaya yang relatif murah, dapat
digunakan dalam skala kawasan dan teknik pengomposannya sederhana.
Berdasarkan penelitian Ayunin (2016), pengomposan dengan bahan sampah
organik dengan komposter metode aerob (aerasi pasif) diameter 30 cm dan
ketinggian 40 cm, dalam reactor ini sampah didegradasi menjadi kompos selama 4
minggu. Berdasarkan penelitian Pratiwi (2017), pengomposan bahan sayur
dengan penambahan starter kompos matang dengan ketebalan 20cm menggunakan
reaktor kompos secara aerob (aerasi pasif) berdiameter 30 cm dan tinggi 50 cm
mencapai kematangan pada hari ke-21 dengan nilai rata-rata C/N rasio 21,80.
Sedangkan, penelitian Ismayana pengomposan blotong dengan menggunakan
komposter aerob (aerasi aktif) mencapai kematangan pada hari ke-48. Menurut
penelitian Permana, pengomposan secara anaerob dengan bahan sampah sayur dan
kotoran kambing mencapai kematangan pada minggu ke-4.
PT. Industri Susu Alam Murni (ISAM) ) merupakan salah satu perusahaan
yang bergerak dalam bidang milik processing. PT. Industri Susu Alam Murni
(ISAM) menghasilkan sampah organik dan anorganik.
Sampah anorganik yang dihasilkan oleh PT. Industri Susu Alam Murni yaitu
plastik susu bantal, botol dan kardus. Sampah organik di PT. Industri Susu Alam
Murni (ISAM) berasal dari pohon dan rumput di halaman. PT.Industri Susu Alam
Murni (ISAM) belum melakukan pengolahan terhadap timbulan sampah organik
sejenis rumah tangga yang dihasilkan.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yaitu perbedaan variasi diameter reaktor kompos (30cm, 40cm dan 50 cm) metode
aerob terhadap C/N rasio dan penyusutan berat bahan kompos di TPS PT. Industri
Susu Alam Murni (ISAM).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui
perbedaan variasi diameter reactor kompos metode aerob terhadap C/N rasio dan
penyusutan bahan kompos. Variasi diameter reaktor kompos yang digunakan yaitu
30cm, 40cm dan 50cm. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2018 dengan
pemeriksaan dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh instruktur
laboratorium.
Pembuatan Reaktor Kompos

T = 60 cm

Gambar 1. Rancangan Reaktor Kompos Metode Aerob


Bahan yang digunakam untuk membuat reactor kompos adalah kawat kassa.
Tahap pertama yang dilakukan untuk membuat reactor kompos yaitu gulung kawat
kasa hingga memiliki panjang 60 cm, gulung kawat kasa hingga berbentuk silinder
dan memiliki diameter masing-masing 30 cm, 40cm dan 50cm, gulung kawat
membentuk cincin dengan masing-masing diameter 30 cm, 40 cm dan 50 cm,
kemudian buat rangka dan pasang cincin kawat pada bagian atas rangka kemudian
pasang kayu pada bagian samping reaktor sebagai penyangga reaktor. Potong
plastik dengan diameter masing masing 30cm, 40cm dan 50 cm , selanjutnya ikat
menggunakan kawat, plastik diikat pada kawat kasa dibagian bawah hingga
membentuk tabung.
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan cara megumpulkan sampah organik
kemudian sampah organik dicacah dengan ukuran 1-7,5 cm. Setelah sampah
dicacah, dilakukan penghomogenan dengan cara mengaduk sampah organik yang
telah dicacah. Timbang sampah sebanyak 2,5 kg dan timbang pupuk kotoran sapi
sebanyak 2,5 kg. Masukan sampah dan pupuk kotoran sapi dengan perbandingan
1:1 kedalam ember untuk dilakukan pengadukan. Aduk hingga sampah menyatu
dengan pupuk kotoran sapi. Siapkan reactor kompos ditempat yang tidak terkena
sinar matahari dan hujan. Masukan bahan kompos secara perlahan kedalam reactor
kompos. Pengukuran suhu, kelembaban dan pH pada saat proses pengomposan
dilakukan setiap harinya. Pengomposan dilakukan selama 21 hari. Kemudian bahan
kompos setelah dilakukan proses pengomposan selama 21 hari ditimbang dan
diambil sampel untuk dilakukan pengujian C-organik dan N-total untuk mengetahui
nilai C/N rasionya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengukuran Suhu Proses Pengomposan

Suhu Pengomposan
50
40
Suhu (oC)

30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Hari

A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3
B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6
Gambar 2 Grafik Suhu dan Waktu Pengomposan di PT. Industri Susu Alam
Murni
Grafik diataas mrupakan grafik rata-rata suhu pada pagi hari selama 21 hari.
Waktu pengukuran suhu untuk pengambilan data tahap awal dilakukan pada pagi
hari, 2 Juni 2018 – 25 Juni 2018 yang digunakan adalah data suhu hari ke-1. Grafik
diatas menunjukan perubahan suhu dari 3 variasi diameter reactor (30cm, 40cm dan
50cm) kompos aerob dengan 6 kali penggulangan A1-A6 menunjukan pengulangan
1-6 reaktor kompos aerob dengan diameter 30cm, B1-B6 menunjukan pengulangan
1-6 reaktor kompos aerob dengan diameter 40cm, C1-C6 menunjukan pengulangan
1-6 reaktor kompos dengan diameter 50cm.
Data suhu kompos yang dihasilkan dari hasil pengukuran selama proses
pengomposan mengambarkan fase dalam pengomposan yaitu lag phase, active
phase, cooling phase dan mutation phase. Suhu hari pertama merupakan suhu awal
pengomposan, didapatkan data suhu awal 27oC pada reactor kompos diameter 30cm
dan 25 oC pada reactor kompos diameter 40cm, 50cm dan control. Proses
dekomposisi untuk lag phase terjadi pada hari ketiga dimana suhu meningkat
dengan cepat yaitu 38-39oC untuk reactor kompos diameter 30cm, 36-37oC untuk
reactor diameter 40cm dan 34-35oC untuk reactor kompos diameter 50cm dan
kontrol. Pada tahap-tahap awal proses pengomposan, suhu tumpukan kompos
meningkat dengan cepat hal ini karena oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah
terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik (Yulianto,2017).
Mikroorganisme mesofilik hidup pada temperature 20-40oC dan bertugas
merombak gula sederhana, bahan organik yang mudah terdegradasi dan pati.
Selama fase biodegradasi, bahan organik diurai oleh mikroorganisme menjadi CO2
dan NH3 dengan mengomsumsi O2 (Nurgroho, 2008).
Cooling phase terjadi pada hari keempat, dimana semua variasi diameter
reaktor mulai mengalami penurunan suhu. Kompos pada reactor diameter 30cm
mengalami penurunan rata-rata 4oC, kompos pada reactor diameter 40cm
mengalami penurunan rata-rata 4-3oC, kompos pada reactor diameter 50cm.
Tahap pematangan ketiga variasi terjadi pada hari ke lima sampai hari ke 21.
Tahap pematangan ini ditandai dengan penurunan suuhu kompos mencapai suhu
ruangan. Pada fase pematangan terjadi stabilisasi dan pembentukan unsur hara dari
bahan organik dan menghasilkan kompos yang stabil (Nugroho,2008).
Suhu dalam penelitian ini belum mencapai suhu optimal. Suhu pada proses
aerobik seharusnya dapat mencapai keadaan thermofilik yaitu 60-70oC agar bibit
gulma dan bakteri pathogen mati.
Berbagai variasi diameter reactor kompos metode aerob dengan tinggi
masing-masing diameter disamakan akan menghasilkan volume ruang yang
berbeda. Semakin besar diameter reactor kompos maka semakin besar volume
ruang reactor kompos. Maka, penambahan bahan dengan berat bahan yang sama
akan menghasilkan perbedaan ketebalan tumpukan pada setiap reactor kompos.
Rendahnya suhu kompos disebabkan rendahnya tumpukan kompos, pada
reactor diameter 40cm, 50cm dan kontrol tumpukan kompos lebih rendah
dibandingkan dengan diameter 30cm karena volume ruang yang lebih besar
sehingga udara yang masuk dalam reactor lebih banyak dan tumpukan yang terlalu
pendek tidak dapat menahan panas. Dimensi gundukan yang terlalu tipis dan celah
aerasi yang cukup banyak membuat panas hasil dekomposisi tidak tertahan dan ikut
bersama dengan udara. Hal ini sesuai dengan penelitian Komarayati (2007) yang
menyatakan bahwa tumpukan yang terlalu pendek menyebabkan panas cepat
menguap yang disebabkan karena tidak ada bahan material yang digunakan untuk
menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Menurut Erickson (dalam
Mirwan), tumpukan yang tipis tidak dapat menahan atau mengisolasi panas yang
dihasilkan sehingga kalor yang dihasilkan oleh jasad renik dapat mengalir keluar.
Kelembaban
Tabel 1
Hasil Pengukuran Kelembaban Proses Pengomposan
Pengulangan Kelembaban Proses Pengomposan Sampah Organik ( oC)
Diameter 30 cm Diameter 40 Diameter 50 cm Kontrol
cm
1 72-40 72-40 71-38 71-40
2 70-41 69-40 74-37
3 74-40 74-40 73-37 74-36
4 70-40 73-40 70-38
5 69-41 70-40 70-37 70-37
6 72-40 71-40 72-39
Maksimal 79 74 74 74
Minimal 40 40 37 36
Data hari pertama untuk kelembaban pada tiga variasi diameter reactor
berkisar 78-54%, nilai kelembaban tersebut berangsur-angsur menurun sejalan
dengan aktivitas mikroba yang terjadi. Diameter reactor 30cm memiliki nilai
kelembaban yang paling besar yaitu 79%. Hari awal proses pengomposan nilai
kadar air cenderung lebih tinggi dibanding hari selanjutnya hal ini disebabkan pada
awal proses pengomposan bahan cacahan sampah organik masih basah.
Proses penyiraman dilakukan apabila kelembaban di bawah 40%.
Penyiraman dilakukan bersamaan dengan proses pengaadukan sehingga diharapkan
penyiraman lebih merata. Penurunan kadar air terjadi selama proses aerob,
disebabkan oleh konsumsi mikroorganisme dan adanya aktivitas pembalikan atau
pengadukan. Diduga mikroorganisme membutuhkan asupan air dalam melakukan
reaksi enzimatik untuk mengubah protein dari bahan organik sehingga dapat
diuraikan menjadi lebih sederhan yang dapat diserap tanaman seperti ammonium,
nitrat dan nitrit. Sedangkan pembalikan/ pengadukan dilakukan agar kompos
matang secara homogen.
Menurut Yuwono (2005), kelembaban yang terlalu rendah dapat
menghentikan aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik
seddangkan kelembaban yang terlalu tinggi akan membuat suplai oksigen
terhambat dan merubah proses pengomposan aerob menjadi anaerob.
Temperatur udara dan kecepatan angin juga mempengaruhi kelembaaban
kompos, ketika cuaca panas dan kecepatan angina tinggi, air pada kompos lebih
cepat menguap dan tumpukan menjadi lebih cepat kering dan kadar air akan
menurun. Cuaca mendung/ hujan dan lembab, kadar air pada kompos cenderung
stabil.
pH

pH Proses Pengomposan
7.5
7
6.5
6
5.5

A1 A2 A3 A4 A5 A6 B1 B2 B3
B4 B5 B6 C1 C2 C3 C4 C5 C6
Gambar 3 Grafik pH Proses Pengomposan di PT.Industri Susu Alam Murni

Pada awal proses pengomposan, nilai pH cenderung menurun pada setiap


perlakuan, dengan selang nilai pH 6.5-6. Hal ini memperlihatkan adanya aktivitas
mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Menurut Mc. Bean (dalam
Nurhayati, 2009), derajat keasaman akan selalu menurun karena sejumlah
mikroorganisme mengubah bahan organik menjadi asam organik.
Selama proses pengomposan sampai fase akhir pematangan terdapat pula
kenaikan pH. Adanya peningkatan pH hingga akhir proses pengomposan,
disebabkan oleh terbentuknya NH3 selama proses dekomposisi yang bersifat basa.
Selain itu disebabkan juga oleh pengkonversian asam-asam organik menjadi CO2
serta sumbangan kation-kation basa hasil mineralisasi bahan organik sehingga pH
kembali netral (Andhika dalam Nurhayati,2009).
Pengamatan Kualitas Fisik
Pengamatan warna hasil proses pengomposan mengacu pada penampakan
warna secara visual yang dilakukan oleh peneliti. Warna yang diamati adalah warna
kompos pada hari ke 21 proses pengomposan. Pengamatan ini dilakukan sebagai
data pendukung tingkat kematangan kompos.
Berdasarkan SNI 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah
Domestik warna kehitaman menunjukan warna kompos yang sudah matang adalah
cokelat kehitam-hitaman. Apabila kompos tersebut masih berwarna hijau atau
warnanya mirip dengan bahan mentahnya maka kompos tersebut belum matang.
Perubahan warna terjadi pada setiap perlakuan dan kontrol. Warna awal bahan
kompos hijau kecoklatan menjadi kehitaman dan cokelat kehitaman pada proses
akhir pengomposan.
Sebelum dilakukan pengomposan warna bahan adalah hijau-kecoklatan,
warna tersebut dihasilkan dari campuran sampah daun kering dan sayur serta pupuk
kotoran sapi sebagai aktivator. Perubahan warna kompos tergantung bahan
campuran yang digunakan. Perubahan warna kompos menunjukan mikroba pada
masing-masing perlakuan berfungsi mendegradasi sampah dengan baik.
Bau yang dimiliki kompos menunjukan aktivitas dekomposisi bahan organik
oleh mikroba. Kompos yang sudah matang memiliki bau sepeti tanah dan bau
bahan awal sudah tidak tercium.
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun
kompos berasal dari sampah kota, apabila kompos tercium bau yang tidak sedap,
berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau
yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos berbau seperti mentahnya
berarti kompos belum matang (Crowford,2003) .
Bau kompos pada hari ke-21 proses pengomposan memiliki keseragaman
hasil dari semua bahan kompos yang diberi perlakuan dan kontrol. Kompos berbau
tanah dan tidak berbau seperti awal proses pengomposan. Hal ini menunjukan
bahwa kompos yang sudah matang dilihat dari bau kompos.
Perbedaan Variasi Diameter Reaktor Kompos Terhadap Penyusutan Berat
Bahan Kompos
Tabel 2
Hasil Pengukuran Berat Bahan Kompos
Pengulangan Berat Awal Berat Bahan Setelah Pengomposan (Kg)
Bahan Diameter Diameter Diameter Kontrol
Kompos (Kg) 30 cm 40 cm 50 cm
1 5.00 2.71 2.91 3.28 3.39
2 5.00 2.64 2.88 3.22
3 5.00 2.86 2.98 3.32 3.44
4 5.00 2.79 2.91 3.28
5 5.00 2.62 2.84 3.25 3.30
6 5.00 2.60 2.79 3.21
Rata-rata 5.00 2,70 2,89 3,24 3.37
Maksimal 5.00 2,86 2,98 3,32 3.44
Minimal 5.00 2,60 2,84 3,21 3.30
Tabel 3
Presentase Penyusutan Berat Bahan Kompos di PT. Industri Susu Alam Murni
Juni 2018
Pengulangan Penyusutan Berat Bahan Kompos (%)
Diameter 30 cm Diameter 40 cm Diameter 50 cm Kontrol
1 45.8 41.8 34.4 32,2
2 47.2 42.4 35.6
3 42.8 40.4 33.6 31,2
4 44.2 41.8 34.4
5 47.6 43.2 35 34
6 48 44.2 35.8
Rata-rata 45.93 42.3 34.8 32,5
Maksimal 48 44.2 35.8 34
Minimal 42.8 40.4 33.6 31,2
Penyusutan berat bahan kompos terjadi selama proses pengomposan. Bahan
organik yang dikomposkan mengalami penyusutan bobot karena adanya
penyusutan kadar air, penguapan beberapa jenis gas seperti CO2 dan senyawa-
senyawavolatil sebagai hasil dari hasil aktivitas mikroba (Nasir,2013).
Nilai penyusutan berat bahan kompos diperoleh dari selisih berat awal dan
akhir setelah 21 hari pengomposan. Semakin besar nilai penyusutan berat bahan
kompos maka semakin baik mikroba dalam mengurai bahan organik menjadi
kompos. Nilai penyusutan bahan kompos tersebesar yaitu pada reactor kompos
diameter 30 cm yaitu rata-rata sebesar 45,3%, reactor kompos diameter 40cm rata-
rata penyusutan 42,3% dan pada reactor kompos diameter 50cm rata-rata
penyusutan bahan kompos 34,8% dan kontrol rata-rata penyusutan 32,5%. Secara
statistik terdapat perbedaan variasi diameter reaktor kompos metode aerob terhadap
penyusutan bahan kompos.
Penyusutan berat bahan tertinggi berada pada reactor dengan diameter 30 cm,
hal ini disebabkan volume ruang reaktor 30cm yang lebih kecil menyebabkan
tumpukan bahan kompos lebih tebal sehingga dapat menahan panas yang dihasilkan
saat proses pengomposan. Suhu pengomposan yang tinggi akaan menyebabkan air
mudah menguap. Sedangkan pada reactor dengan diameter 40cm, 50 cm dan
kontrol tumpukan bahan lebiih tipis dan celah aerasi yang lebih banyak sehingga
tidak dapat menahan panas, panas yang dihasilkan akan lebih cepat terbawa oleh
udara. Menurut Nugroho (2011), semakin tinggi suhu pengomposan menyebabkan
air makin mudah mengguap sehingga suhu yang tinggi juga mempengaruhi jumlah
uap yang terbawa udara aerasi.
Hal ini juga diduga mikroba pada reactor kompos diameter 30cm lebih aktif
daripada mikroba pada reactor diameter 40cm dan 50cm. Menurut Soepardi dalam
Astari (2011) dalam proses pengomposan mikroba aktif akan mengurai bahan
organik menjadi H2O, CO2, humus, unsur hara dan energi yang mengakibatkan
terjadinya kehilangan CO2 dan H2O yang banyak sehingga menyebabkan
penyusutan bahan kompos. Kehilangan senyawa-senyawa tersebut dapat mencapai
20%-40% dari bobot awal karena terjadi perombakan bahan organik yang
kemukinana 50% bahan organik telah mengalami penguraian dan penguapan.
Penggunaan activator dapat mempercepat proses penguraian sampah organik.
Perbedaan Variasi Diameter Reaktor Kompos Terhadap C/N Rasio
Tabel 4
Hasil Pengukuran C/N Rasio Kompos di PT. Industri Susu Alam Murni
Juni 2018
Pengulangan C/N Rasio Kompos
Diameter 30 cm Diameter 40 cm Diameter 50 cm Kontrol
1 16,26 16,83 17,38 17,65
2 16,32 16,84 18,24
3 15,97 16,25 16,64 17,53
4 15,30 17,12 18,92
5 16,45 16,80 16,87 17,57
6 15,65 16,42 18,18
Rata-rata 15,99 16,71 17,74 17,58
Maksimal 16,45 17,12 18,92 17,65
Minimal 15,30 16,25 16,87 17,57

C/N organik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju


dekomposisi kompos. Unsur karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai
sumber energy dan nittrosen diperlukan oleh mikroorganisme untuk membentuk
sel. Berdasarkan table 4.9 dapat diketahu bahwa hasil C/N rasio kompos pada hari
ke -21 dengan reactor 30cm, 40cm dan 50cm terdapat perbedaan.
Pada reactor 30cm nilai C/N rasio kompos antara 15,30 sampai 16,45. Pada
reactor 40 cm nilai C/N rasio kompos antara 16,25 sampai 17,12. Pada reactor 50
cm nilai C/N rasio kompos antara 16,64 sampai dengan 18,92 dan reactor control
nilai C/N rasio antara 17,53-17,65.
Data hasil pengukuran C/N rasio pada setiap reactor didapatkan hasil seluruh
nilai C/N rasio kompos pada seluruh reactor memenuhi standar C/N rasio pupuk
organik berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 70 Tahun 2011 tentang
Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah yaitu 15-25.
Secara statistic terdapat perbedaan variasi diameter reactor kompos metode
aerob terhadap C/N rasio. Penurunan C/N rasio dalamm pengomposan dikarenakan
aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. C-organik
merupakan indikator telah terjadinya proses dekomposisi sampah, senyawa karbon
berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme untuk menyusun bahan
selular sel mikroba. Nitrogen digunakan oleh mikroba sebagai sumber makanan
untuk membentuk sel-sel baru. Mikroorganisme menguraikan protein dan bahan
organik yang mengandung nitrogen lainnya dan terjadi pelepasan amonia. Karbon
dan nitrogen yang berlebih juga mempengaruhi proses pengomposan.
Perubahan C/N rasio yang dialami sampah organik berbahan campuran (sayur
dan daun) dengan activator pupuk kotoran sapi cenderung memenuhi nilai C/N
rasio yang memenuhi standar yaitu 30:1 dikarenakan pupuk kotoran sapi
mengandung nilai nitrogen yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Polprasert dalam Ayunin (2016), bahwa C/N rasio akan lebih cepat turun (kompos
cepat matang) pada bahan dasar kompos yang memiliki nilai kandungan nitrogen
yang cukup dan mendapatkan tambahan nitrogen.
Penurunan kadar C/N rasio menunjukan bahan telah siap digunakan untuk
tanaman, hal itu ditandai dengan perubahan warna pada kompos. C/N rasio yang
dapat digunakan pada tanah adalah C/N rasio yang telah memenuhi persyaratan
berdasarkan Permentan No.70 Tahun 2011 yaitu 15-25.
KESIMPULAN
1. Pada reactor 30cm nilai C/N rasio kompos antara 15,30 sampai 16,45. Pada
reactor 40 cm nilai C/N rasio kompos antara 16,25 sampai 17,12. Pada reactor
50 cm nilai C/N rasio kompos antara 16,64 sampai dengan 18,92. C/N rasio
kompos pada seluruh reactor memenuhi standar C/N rasio pupuk organik
berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. 70 Tahun 2011 tentang Pupuk
Organik, Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah yaitu 15-25.
3. Terdapat perbedaan variasi diameter reactor kompos metode aerob (20cm, 40cm
dan 50cm) terhadap C/N rasio dengan hasil uji statistic p value (0,002) < 0,05.
4. Nilai penyusutan bahan kompos tersebesar yaitu pada reactor kompos diameter
30 cm yaitu rata-rata sebesar 45,3%, reactor kompos diameter 40cm rata-rata
penyusutan 42,3% dan pada reactor kompos diameter 50cm rata-rata penyusutan
bahan kompos 34,8%.
5. Terdapat perbedaan variasi diameter reactor kompos metode aerob (20cm, 40cm
dan 50cm) terhadap penyusutan berat bahan kompos dengan hasil uji statistic p
value (.00) < 0,05.
6. Reaktor kompos efektif adalah reactor 30 cm dengan penyusutan berat bahan
kompos rata-rata 45,3% dan nilai C/N rasio berkisar 15,30 – 16,45. Nilai tersebut
masih masuk kedalam persyaratan C/N rasio kompos menurut Permentan No. 70
Tahun 2011 yaitu 15-25.
SARAN
1. Untuk PT. Industri Susus Alam Murni
Melakukan pengolahan sampah organik dapat dilakukan dengan menggunakan
metode pengomposan melihat tingginya sampah organik yang ada di TPS PT.
Industri Susu Alam Murni.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara penyusutan berat bahan
kompos dengan nilai C/N rasio.
DAFTAR PUSTAKA
Alex, S. 2012. Sukses Mengolah Sampah Organik Menjadi Pupuk Organik.
Yogyakarta.Baru Press.
Apriadi, Muhammad Andri. 2014. Kapur Tohor Sebgai Katalis Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Jelantah (Pengaruh Jumlah Katalis dan
Temperatur) (http://eprints.polsri.ac.id, diakses tanggal 1 Juni 2018).
Arikunto, S. 2002. Metologi Penelitian. Jakarta. Aneka Cipta.
Daniel, Valerina. 2009. Easy Green Living. Bandung.Hikmah.
Djaja, Willyan. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak
Sampah. Jakarta. Agro Media Pustaka.
Ghozali,Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang. Badan Penerbit Universitas Dipononegoro.
Ismayana, Andes, dkk. Pengaruh Rasio C/N Awal Dan Laju Aerasi Pada Proses
Composting Blotong dan Abu Ketel. (http://download.portalgaruda.org,
diakses tanggal 1 Juni 2018).

Irvan, dkk. 2015. Rancangan Alat Pembuat Bioetanol Dari Bahan Baku Kulit
Durian. (http://download.portalgaruda.org, diakses tanggal 2 Juni 2018) .
Kurniasih, Eka. 2012. Produksi Biodiesel dari Crude Palm Oil Melalui Reaksi
Dua Tahap. (http://jurnal.pnl.ac.id, diakses tanggal 1 Juni 2018).
Komaryati, Sri, dkk. Kualitas Arang Kompos Limbah Industri Kertas dengan
Variasi Penambahan Arang Serbuk Gergaji. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kayu Tropis Vol.5 No.2. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Mirwan, Muhammad. Optimasi Pengomposan Sampah Daun Kebun Dengan
variasi Aerasi dan Penambahan Kotoran Sapi Sebagai Bioaktivator.
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.4 No.1. UPN Veteran.
Nasir, Muhammad. Karakteristik Pengomposan Limbah Padat Pasar
Tradisional Dengan Sistem Natural Static Pile. IPB.
Notoadmojo, S. 2005. Metologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Nugroho, Joko, dkk. Pengaruh Aerasi Inttermittent dan Jenis Bahan Terhadap
Degradasi Bahan Organik Pada Proses Pengomposan
Nugroho, Pandji. 2013 .Panduan membuat pupuk kompos cair.

Anda mungkin juga menyukai