Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIC FOOT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Praktik Keperawatan III

Dosen Koordinator Pembimbing Ibu Ns. Ester Inung Sylvia M.Kep., Sp. MB

Perawat Pembimbing Klinik Chairiyati, S.Kep., Ns

Di Ruangan Poli Kaki RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

DISUSUN OLEH:

ANIS SETIAWATI SUPIAH


PO.62.20.1.17.317

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALANGKARAYA

PRODI D-IV KEPERAWATAN REGULER IV

TAHUN 2019
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Diabetes Melitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa
darah diatas normal. Dimana tingkat kadar diatur oleh hormon insulin yang diproduksi oleh
pankreas.

Diabetic Foot (Kaki diabetik) merupakan gambaran secara umum dari kelainan
tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes melitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat
disertai adanya kematian jaringan setempat yang sering disebut dengan ulkus diabetik
karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob yang
pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangren yang pada penderita diabetes
melitus disebut dengan gangren diabetik (luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk).

B. ETIOLOGI
Adapun etiologi dari kaki diabetik adalah :
1. Kelainan pada saraf (neuropati)
Berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari
bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul
spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet
akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil,
kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan
menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai
ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk
mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
2. Kelainan pembuluh darah
Angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah
(terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang
sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf.
Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren
diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah
yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen,
bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma
darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen
jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak.
3. Infeksi oleh mycobacteria
Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan
kemampuan sel darah putih ‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi
kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD
menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran
kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang
cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut
sepsis (kondisi gawat darurat).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga
meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :
a. Luka kecelakaan
b. Trauma sepatu
c. Stress berulang
d. Trauma panas
e. Iatrogenik
f. Oklusi vaskular
g. Kondisi kulit atau kuku
C. TANDA DAN GEJALA
Adapun tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Sering kesemutan/gringgingan (asimptomatis)


2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
3. Nyeri saat istirahat
4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus)
5. Adanya kalus di telapak kaki
6. Kulit kaki kering dan pecah-pecah

D. PATOFISIOLOGI

Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM


yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes
seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam
kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan
sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut
berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi
yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga
terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat
adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih ‘memakan’
dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%.
Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama
bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik
mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat.
Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh
dan kuman anaerob berkembang biak.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan ringan,
kepekaan terhadap suhu.

G. KOMPLIKASI
1. Gangren
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. Sedangkan gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah.
2. Kapalan (Callus)
Kapalan merupakan penebalan atau pengerasan kulit yang juga terjadi pada kaki diabetes,
akibat dari adanya neuropati dan penurunan siklus darah dan juga gesekan atau tekanan
ang berulang- ulang pada daerah tertentu kaki. Jika kejadian tersebut tidak diketahui dan
diobati dengan tepat, maka akan menimbulkan luka pada jaringan dibawahnya, yang
berlanjut dengan infeksi menjadi ulkus.
3. Kulit Melepuh
Kejadian kulit melepuh atau iritasi sering diakibatkan oleh pemakaian sepatu yang
sempit, jika hal ini terjadi jangan mengobati sendiri. Kulit yang mengalami iritasi
seringkali disertai dengan infeksi (ulkus) dan terkadang tidak dirasa akibat adanya
neuropati, dan diketahui setelah keluarnya cairan atau nanah, yang merupakan tanda awal
dari masalah.
4. Cantengan ( kuku masuk ke dalam jaringan)
Cantengan merupakan kejadian luka infeksi pada jaringan sekitar kuku yang sering
disebabkan adanya pertumbuhan kuku yang salah. Keadaan ini disebabkan oeleh
perawatan kuku yang tidak tepat misalnya pemotongan kuku yang salah (seperti terlalu
pendek atau miring), kebiasaan mencungkil kuku yang kotor. Seperti kita ketahui kuki
juga merupakan sumber kuman, jadi bila ada luka mudah terinfeksi. Cantengan ditandai
dengan sakit pada jaringan sekitar kuku, merah dan bengkak dankeluar cairan nanah,
yang harus segera ditanggulangi.
5. Kulit Kaki Kering dan Pecah
Dapat terjadi karena saraf pada kaki tidak mendapatkan pesan dari otak (karena neuropati
diabetik) untuk berkeringat yang akan menjaga kulit tetap lembut dan lembab. Kulit yang
kering dapat pecah. Adanya pecahan pada kulit dapat membuat kuman masuk dan
menyebabkan infeksi. Dengan gula darah anda yang tinggi, kuman akan mendapatkan
makanan untuk berkembang sehingga memperburuk infeksi.
6. Radang Ibu Jari Kaki (Jari Seperti Martil)
Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka pada jari- jari kaki,
kemudian terjadi peradangan. Adanya neuropati dan peradangan yang lain pada ibu jari
kaki menyebabkan terjadinya perubahan bentuk ibu jari kaki seperti martil (hammer toe).
Kejadian ini dapat juga disebabkan adanya kelainan anatomik yang dapat menimbulkan
titik tekan abnormal pada kaki. Kadang- kadang pembedahan diperlukan untuk
mencegah komplikasi ke tulang.
7. Kaki Charcot
Suatu kondisi yang menggambarkan efek dari pelunakan tulang yang terjadi dalam kaki.
Hal ini terjadi sebagai akibat dari neuropati atau kerusakan saraf ekstrim. Tulang menjadi
terlalu lemah dan akhirnya menjadi mudah retak. Karena saraf telah menjadi terlalu
rusak, rangsangan tidak lagi sedang dikirim seperti perasaan sakit. Selain, gerakan otot
juga terhambat. Karena tidak ada yang dirasakan dalam wilayah karena kerusakan saraf,
struktur tulang seluruh kaki mengalami stress dan trauma berulang kali.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Levin(2009), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan
yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
1. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
2. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotic,
contohnya :
a) Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin),
sulfonamides.
b) Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.
c) Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang paling
umum digunakan adalah quinolon G.
3. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
4. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris
5. Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin,
neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.

Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara umum:

1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.


2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan
pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.

Berikut ini akan dipaparkan tentang cara penanggulangan dan pencegahan kaki diabetik :
1. Diagnosis klinis dan laboratorium yang lebih teliti.
2. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi, obat vaskular, obat penurun gula darah
maupun menghilangkan keluhan/gejala penyulit Diabetes.
3. Pemberian penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang penatalaksanaan kaki
diabetik di rumah.
4. Periksa kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus, bula, lecet dan luka.
5. Bersihkan kaki setiap hari terutama di celah jari kaki.
6. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
7. Memotong kuku secara berhati-hati dan jangan terlalu dalam.
8. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
9. Hindari trauma berulang.
10. Memakai sepatu yang nyaman bagi kaki.
11. Periksalah bagian dalam sepatu dari benda-benda asing sebelum dipakai.
12. Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal
13. Jangan merendam kaki dalam jangka waktu yang lama.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a) Anamnesis:
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan
utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada
luka.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang
kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
6. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
7. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan
atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus
diabetes militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa
menjadi pembawa bakat (berupa gen).
8. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang
dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah
sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan
pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan
sesudah masuk RS.
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah
disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya hiperglikemia
menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering
kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria).
d. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan dan
hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada
kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur
dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami
perubahan.
e. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang dimana
perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh
akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
g. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM akan
menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
h. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada sistem
pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
i. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami dan
dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif / adaptif.
i. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang dianut
dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
b) Pemeriksaan fisik:
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
2. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestina
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
c) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


DX HASIL
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan pasien untuk 1. Dengan mobilisasi
keperawatan selama 1 x 8 melakukan mobilisasi meningkatkan sirkulasi
jam diharapkan 2. Ajarkan tentang faktor- darah.
sirkulasi perifer tetap faktor yang dapat 2. Meningkatkan
normal dengan kriteria Hasil meningkatkan aliran melancarkan aliran darah
: darah : Tinggikan kaki balik sehingga tidak terjadi
1. Denyut nadi perifer teraba sedikit lebih rendah dari oedema.
kuat dan reguler jantung ( posisi elevasi 3. Kolestrol tinggi dapat
2. Warna kulit sekitar luka pada waktu istirahat ), mempercepat terjadinya
tidak pucat/sianosis hindari penyilangkan arterosklerosis, merokok
3. Kulit sekitar luka teraba kaki, hindari balutan dapat menyebabkan
hangat. ketat, hindari penggunaan terjadinya vasokontriksi
bantal, di belakang lutut pembuluh darah, relaksasi
dan sebagainya.
4. Oedema tidak terjadi dan 3. Ajarkan tentang untuk mengurangi efek
luka tidak bertambah modifikasi faktor-faktor dari stres.
parah. resiko berupa : Hindari 4. Pemberian vasodilator
5. Sensorik dan motorik diet tinggi kolestrol, akan meningkatkan dilatasi
membaik teknik relaksasi, pembuluh darah sehingga
menghentikan kebiasaan perfusi jaringan dapat
merokok, dan penggunaan diperbaiki, sedangkan
obat vasokontriksi. pemeriksaan gula darah
4. Kerja sama dengan tim secara rutin dapat
kesehatan lain dalam mengetahui perkembangan
pemberian vasodilator, dan keadaan pasien, HBO
pemeriksaan gula darah untuk memperbaiki
secara rutin dan terapi oksigenasi daerah
oksigen ( HBO ). ulkus/gangren.

2. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji luas dan keadaan 1. Pengkajian yang tepat
keperawatan selama 1 x 8 jam luka serta proses terhadap luka dan proses
diharapkan tercapainya proses penyembuhan. penyembuhan akan
penyembuhan luka dengan 2. Rawat luka dengan baik membantu dalam
riteria hasil : dan benar : menentukan tindakan
1. Berkurangnya oedema membersihkan luka secara selanjutnya.
sekitar luka abseptik menggunakan 2. merawat luka dengan teknik
2. Pus dan jaringan berkurang larutan yang tidak iritatif, aseptik, dapat menjaga
3. Adanya jaringan granulasi angkat sisa balutan yang kontaminasi luka dan larutan
4. Bau busuk luka berkurang menempel pada luka dan yang iritatif akan merusak
nekrotomi jaringan yang jaringan granulasi tyang
mati. timbul, sisa balutan jaringan
3. Kolaborasi dengan dokter nekrosis dapat menghambat
untuk pemberian insulin, proses granulasi.
pemeriksaan kultur 3. insulin akan menurunkan
pus pemeriksaan gula kadar gula darah,
pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis
darah pemberian anti kuman dan anti biotik yang
biotik. tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.
3. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat, frekuensi, 1. Untuk mengetahui berapa
keperawatan selama 1 x 8 jam dan reaksi nyeri yang berat nyeri yang dialami
diharapkan rasa nyeri dialami pasien. pasien
hilang/berkurang dengan 2. Jelaskan pada pasien 2. Pemahaman pasien tentang
kriteria hasil : tentang sebab-sebab penyebab nyeri yang
1. Penderita secara verbal timbulnya nyeri. terjadi akan mengurangi
mengatakan nyeri 3. Ciptakan lingkungan yang ketegangan pasien dan
berkurang/hilang tenang. memudahkan pasien untuk
2. Penderita dapat melakukan 4. Ajarkan teknik distraksi diajak bekerjasama dalam
metode atau tindakan untuk dan relaksasi. melakukan tindakan
mengatasi atau mengurangi 5. Atur posisi pasien 3. Rangasanga yang
nyeri senyaman mungkin sesuai berlebihan dari lingkungan
3. Pergerakan penderita keinginan pasien. akan memperberat rasa
bertambah luas 6. Lakukan massage dan nyeri
4. Tidak ada keringat dingin, kompres luka dengan 4. Teknik distraksi dan
tanda vital dalam batas BWC saat rawat luka. relaksasi dapat mengurangi
normal.( S : 36 – 370C, N: 7. Kolaborasi dengan dokter rasa nyeri yang dirasakan
60 – 80 x /menit, T : 100 – untuk pemberian pasien
130 mmHg, RR : 18 – 20 x analgesik. 5. Posisi yang nyaman akan
/menit ) membantu memberikan
kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal
mungkin
6. Massage dapat
meningkatkan vaskulerisasi
dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai
desinfektan yang dapat
memberikan rasa nyaman
7. Obat –obat analgesik dapat
membantu mengurangi
nyeri pasien.
4. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nutrisi dan 1. Untuk mengetahui tentang
keperawatan selama 1 x 8 jam kebiasaan makan. keadaan dan kebutuhan
diharapkan kebutuhan nutrisi 2. Anjurkan pasien untuk nutrisi pasien sehingga dapat
dapat terpenuhi dengan mematuhi diet yang telah diberikan tindakan dan
kriteria hasil : diprogramkan. pengaturan diet yang adekuat
1. Berat badan dan tinggi 3. Timbang berat badan 2. Kepatuhan terhadap diet
badan ideal setiap seminggu sekali. dapat mencegah komplikasi
2. Pasien mematuhi dietnya 4. Identifikasi perubahan pola terjadinya
3. Kadar gula darah dalam makan. hipoglikemia/hiperglikemia
batas normal 5. Kerja sama dengan tim 3. Mengetahui perkembangan
4. Tidak ada tanda-tanda kesehatan lain untuk berat badan pasien ( berat
hiperglikemia/hipoglikemia pemberian insulin dan diet badan merupakan salah satu
diabetik. indikasi untuk menentukan
diet )
4. Mengetahui apakah pasien
telah melaksanakan program
diet yang ditetapkan
5. Pemberian insulin akan
meningkatkan pemasukan
glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian diet
yang sesuai dapat
mempercepat penurunan
gula darah dan mencegah
komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media.

Smeltzer& Bare. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 8. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2015. Kapita selekta penyakit : dengan implikasi keperawatan.
Jakarta : EGC.

Arisman. 2011. Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas,
Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.

Peterson, Donnie. 2015. Laporan Pendahuluan Diabetic Foot. (Online). Termuat dalam : <
https://www.scribd.com/doc/269655158/Laporan-Pendahuluan-Diabetic-Foot>

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda NIC NOC : Edisi 9.
Jakarta : EGC.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai