Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHALUAN

A. Latar belakang
Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan manusia. Proses
menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu
tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupan, yaitu neonatus,
Toddler, pra shcool, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik dari
secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena
berkurangannya bantalan lemak, rambut memutih, pendengaran berkurang, nafsu makan
berkurang dari dan kondisi tubuh yang lain juga mengalami kemunduran (Padila, 2013).
Proses menjadi tua pasti akan dilalui setiap orang. Penuaan bukanlah progresi yang
sederhana, jadi tidak ada teori universal yang diterima yang dapat memprediksi dan
menjelaskan kompleksitas lansia. Penuaan dapat dilihat dari 3 perspektif, yaitu usia
biologis yang berhubungan dengan kapasitas fungsi organ, usia psikologis yang
berhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi, serta usia sosial yang berhubungan
dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia manusia (Sunaryo,2016).
Perubahan pada lansia terjadi di berbagai sistem tubuh salah satunya pada sistem
muskuloskeletal. Adapun pada sistem muskuloskeletal adalah tulang kehilangan
kepadatan (density) dan semakin rapuh, Kifosis, Persendian membesar dan menjadi
kaku, tendon mengkerut dan mengalami sklerosis, atropi serabut otot sehingga gerak
seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor. (Muhith,2016). Adapun
penyakit yang dapat timbul pada usia lanjut yakni hipertensi, pneumonia, tuberkolosis
paru, dan salah satunya merupakan Osteoartritis.
Menurut WHO Data Global Burden of Disease (GBD) 2016. Osteoartritis diamati
mengalami peningkatan 104,9% pada DALY (atau 8,8% ketika distandardisasi usia)
dari 1990 hingga 2016. Berdasarkan prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis
Nakes diindonesia mencapai (11,9%) berdasarkan diagnosis atau gejala (24,7%).
Pravelensinya berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali(19,35%),diikuti Aceh
(18,3), Jawa Barat (17,5%) dan di Papua(15,45%) sedangkan pada Sumatera
Selatan(8,4%). Pravelensi penyakit berdasarkan diagnosis nakes atau gejala tertinggi
terdapat di Nusa Tenggara timur(33,1%), diikuti Jawa Barat(32,1%), Bali(30%) dan
Sumatera Selatan(15,6%). Menurut data Di Panti Sosial Tresna Werdha Palembang,
angkanya berkisar 2-3 % (Panti Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita Palembang.
2018). Menurut Panti Wargatama Indralaya dan Panti Myria Palembang data tidak
menemukan penyakit osteoarthritis.
Salah satu penyakit lansia adalah osteoarthritis. Kondisi osteoartritis merupakan
suatu penyakit degeneratif pada persendian yang disebabkan oleh berapa faktor.
Penyakit ini mempunyai karakteristik berupa terjadinya kerusakan kartilago (tulang
rawan sendi). Dan salah satunya ditandai dengan persendian terasa kaku dan nyeri
apabila digerakan (Noor, 2016).
Tindakan yang dapat dilakukan pada Osteoarthritis yakni dengan farmakologi dan
juga non farmakologi. Tindakan farmakologi dengan terapi obat dengan salah satu nya
terapi acetaminophen merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter
karena relatif aman dan efektif untuk mengurangi rasa sakit. Untuk non farmakologi
yakni dengan olahraga, terapi panas/dingin, diet, dukungan psikososial.(Aspiani,2014).
Dan adapun untuk non farmakologi yakni salah satunya dengan Kinesio taping untuk
mengurangi nyeri(Lee, 2016).
Kinesio taping ini bebas lateks, dengan kapasitas akrilik akrilik, dan diaktifkan oleh
panas tubuh, terbuat dari untaian polimer elastis yang dibungkus dengan serat kapas
(100%). Fitur-fiturnya melebihi pita yang biasa digunakan dalam perban, untuk itu
memungkinkan pengeringan cepat, waktu pemakaian lebih lama dan bahan lebih tipis
dan lebih elastis.(Artioli,2014). Kinesio taping ini tanpa khasiat obat dengan kedap air
dan dapat bertahan di kulit selama 3 hingga 5 hari.(Wu, 2015).
Adapun efek atau manfaat dari kinesio taping yakni untuk memberikan elastis lebih
kuat bagi otot-otot yang terasa tegang dan juga melindungi atau mendukung otot.
Beberapa orang juga menggunakan kinesio taping ini untuk mencegah kemungkinan
terjadinya odema karena kelelahan dan kejang otot. Pemakaian taping dapat
meningkatkan kekuatan dan energi yang hilang bersamaan sewaktu melakukan
pergerakan.(Widiarti, 2016). Pita elastis ini konon meniru ketebalan kulit dan produsen
mengklaim bekerja dengan mengangkat kulit, yang meningkatkan sirkulasi darah dan
drainase limfatik yang mengarah ke pengurangan nyeri.(Lim, 2015).
Kinesio taping tidak hanya digunakan dalam ilmu kedokteran, olahraga dan
fisioterapi tetapi juga di bidang ginekologi, pediatri, kedokteran dengan pencegahan,
osteopati, neurologi, dan terapi wicara.(Mezzedemi, 2017). Kinesio taping ini dapat
dipakai atau digunakan pada punggung, pergelangan kaki, bahu , dan lutut. Di antara
bentuk-bentuk aplikasi KT, rekaman itu dipotong membentuk "Y", "I", "X",Web dan
berbentuk "Donat", yang akan bergantung pada ukuran otot yang terkena dan pada
perawatan yang diinginkan. (Artioli, 2014).
Penatalaksanaan sudah diuji di klinik YPAC Surakarta, Jawa tengah dengan pasien
osteoarthritis pemberian taping diperoleh nilai wocam osteoarthritis index sebelum dan
setelah perlakuan yaitu p = 0,000 yang secaara bermakna ada pengaruh pemakaian
taping terhadap peningkatan fungsional pada penderita oasteoarthritis.(Widiarti, 2016).
Bagi pasien yang terkena osteoarthritis di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita
Palembang, tidak dilakukan treatment khusus, jika penyakit osteoarthritis kambuh,
biasanya pasien hanaya beristirahat atau menunggu kunjungan rutin dari Puskesmas ke
Panti setiap hari rabu, sesuai dengan jadwal kunjungan.
Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Penerapan
Teknik Kinesio Taping pada pasien Gangguan Muskuloskeletal: Osteoarthritis di Panti
Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita Palembang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas rumusan masalah dari kasus ini adalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Osteoarthritis Melalui Penerapan Taping
kinesio Di Panti Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita Palembang. Tahun 2019.

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan umum
a. Penulis menggambarkan Asuhan Keperawatan Pada Klien OsteoArthritis Melalui
Penerapan Taping kinesio Di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita Palembang.
Tujuan khusus
a. Penulis mampu, melakukan pengkajian keperawatan pada Klien OsteoArthritis
Melalui Penerapan Taping kinesio Di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita
Palembang.
b. Penulis mampu, menentukan diagnosa keperawatan pada Klien Osteo Arthritis
Melalui Penerapan Taping kinesio Di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita
Palembang.
c. Penulis mampu, menyusun rencana keperawatan pada Klien OsteoArthritis
Melalui Taping kinesio Di Sosial Lanjut Usia Harapan Kita Palembang.

d. Penulis mampu, melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan


pada Klien OsteoArthritis Melalui penerapan Taping kiesio Di Panti Sosial
Lanjut Usia Harapan Kita Palembang..
e. Penulis mampu, melakukan evaluasi keperawatan pada Klien OsteoArthritis
Melalui penerapan Taping kinesio Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita
Palembang.
f. Penulis mampu, melakukan Discharge Planning pada Klien pada Klien
OsteoArthritis Melalui penerapan Taping kinesio Di Panti Sosial Lanjut Usia
Harapan Kita Palembang.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai
sumber informasi dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
proses keperawatan terutama dalam meningkatkan hasil studi kasus Mahasiswa.
Selain itu bermanfaat sebagai bahan referensi dalam pembelajaran dan menerapkan
ilmu keperawatan yang sudah ada.
2. Manfaat Praktis Secara Praktis Studi Kasus ini bermanfaat :
a. Bagi Institusi Pendidikan Penulisan ini diharapkan sebagai bahan acuan dalam
proses pembelajaran khususnya tentang konsep asuhan keperawatan gerontik
dengan Asuhan Keperawatan pada Klien Osteoarthritis melalui penerapan Kinesio
Taping Di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita Palembang
b. Bagi Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita Palembang
Penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam melakukan tindakan pada
Klien Osteoarthritis melalui penerapan Kinesio Taping Di Panti Lanjut Usia
Harapan Kita Palembang
c. Bagi penulis
Penulis ini berguna untuk memperluas wawasan dan menambah pengetahuan
penulisan khususnya dalam Asuhan Keperawatan Pada Klien Osteoarthritis
melalui penerapan Kinesio Taping Di Panti Lanjut Usia Harapan Kita Palembang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoarthritis
1. Definisi
Osteoarthritis merupakan jenis penyakit sendi akibat proses degenertif sekaligus
peradangan (inflamasi) pada tulang rawan sendi. Penyakit sendi degeneratif adalah
kemunduran (perubahan menjadi sesuatu yang rusak) bertahap kartilago artikular pada
sendi, disertai dengan perubahan jaringan lunak disekitar sendi. (Prieharti, 2017).
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif sendi yang menggangu kartilago
diujung sendi. Osteoarthitis adalah merupakan salah satu dari 100 jenis penyakit sendi
dan jaringan sekitarnya(arthritis) dan paling sering dari arthiris lainnya. Jenis lainnya
dapat berupa rheumatoid arthritis,fibromyalgia,gout,dan lupus.( Bustan, 2015).
Dengan alasan yang tidak diketahui, sendi cenderung mengalami deteriorasi seiring
dengan bertambahnya usia. Kondisi ini dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
Osteoartritis.(Padila,2013).

2. Anatomi Fisiologi

Fisiologi sendi
a. Sendi fibrosa
Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan. Tulang yang satu dengan lainnya
dihubungkan oleh jaringan penyambung fibrosa. Salah satu contonya adalah sutura
pada tengkorak. Contohnya lainnya adalah sindesmosis yang terdiri atas membran
interoseus atau suatu ligamen diantara tulang. Serat- serat ini memyngkinkan sedikit
gerakan, tetapi bukan merupakan gerakan sejati. Perlekatan tulang tibia dan fibula
bagian distal adalah suatu contoh dari tipe sendi fibrosa ini.
b. Sendi kartilago
Sendi kartilago adalah sendi dimana ujung-ujung tulang nya dibungkus oleh tulang
rawan hilain, disokong oleh ligamen, dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada dua tipe
kartilaginosa.
1) Sinkondrosis adalah sendi-sendi yang seluruh persendiaanya diliputi oleh tulang
rawan hilialin. Sendi-sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis.
2) Simfisis adalah sendi yang tulang-tulangnya memiliki suatu hubungan
fibrokartilago dan selapis tipis tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan
sendi. Simfisis pubis dan sendi-sendi pada tulang punggung merupakan
contohcontohnya.
c. Sendi Sinovia
Sendi sinovia adalah sendi-sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi-sendi ini
memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang hialin. Bagian cair dari
cairan sinovia diperkiraan berasal dari transudat plasma. Cairan sinovia juga
bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Kartilago hialin menutupi
bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovia. Tulang rawan ini
memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Rawan sendi tersusun dari
sedikit sel dan sejumlah besar substansi dasar. Substansi dasar ini terdiri atas kolagen
tipe II dan proteoglikan yang sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan
tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban yang berat.
(Noor, 2016).

3. Klasifikasi Osteoarthritis
Osteoarthritis dibagi menjadi dua,yakni :
a. Osteoarthritis Primer adalah osteoarthritis idiopatik,penyebabnya tidak diketahui
atau tidak jelas. Biasanya akibata kelainan genetik.
b. Osteoarthritis Sekunder merupakan jenis Osteoarthritis yang penyababnya jelas.(
Pherieharti,2017).
Sedangkan menurut (lescher,2016). Osteoarthritis terdapat dua jenis osteoarhritis primer
dan sekunder.
a. Osteoarthritis primer adalah penyebab yang tidak di ketahui
b. Osteoarhtritis sekunder adalah akibat dari faktor yang diketahui seperti cedera pada
pada sendi sebelumnya, riwayat mobilisasi berlebih pada sendi, stes berulang akibata
pekerjaan atau olahraga atau hobi, obesitas, hemofilia dengan perdarahan ke sendi,
atau hipertiroidisme.

4. Etiologi
Sedangkan menurut (Aspiani,2014) a.
Umur
Dari semua faktor risiko untuk timbul osteoarthritis,faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevansi dan beratnya osteoarthritis semakin meningkatdengan
bertambahnya umur. Osteoarthritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun.
b. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteoarthritis lutut dan sendi,dan lelaki lebih sering
terkena osteoarhritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan dibawah
45 tahun frekuensi osteoarthritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas
50 tahun frekuensi osteoarthritis lebih banyak pada wanita dari pria hal ini menunjukan
adanya peran hormonal pada patogenesis osteoarthritis. c. Genetik
Pada ibu dari seorang wanita dengan osteoarthritis pad sendi-sendi interfalang distal
terdapat dua kali lebih sering osteoarthritis pada sendi sendi tersebut, dan anak –
anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan
anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
d. Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoarhritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. Misalnya osteoarhritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoarthritis
lebih sering dijumpai pada orang-orang amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal
ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk
timbulnya ostearthritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak
hanya berkaitan dengan osteoarthritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan osteoarthritis sendi lain( tangan atau sternoklavikula).
f. Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoarhritis adalah trauma yang
menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
g. Akibat penyakit sendi lain
Infeksi(arthritis rematoid,infeksi akut,infeksi kronis)
menimbulkan infeksi peradangan dan engeluaran enzim perusak matriks
rawan sendi oleh mmbran sinovial dan sel-sel radang.
h. Proses endokrin
Terjadi produksi air dan garam-garam protoglikan yang berlebihan pada seluruh
jaringan penyokong sehingga merusak fisik rawan sendi,ligamen,dan tendon.
Sedangkan menurut (Noor,2016).
a. Peningkatan Usia. Osteoarthritis biasanya terjadi pada manusia usia lanjut,
jarang dijumpai penderita osteoarthritis yang berusia dibawah 40 tahun.
b. Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan bekerja
lebih berat,diduga memberi andil terjadi osteoarthritis.
c. Jenis kelamin wanita.
d. Trauma
e. Infeksi sendi
f. Faktor genetik. Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan sendi tulang akan
lebih besar kemungkinan mengalami osteoarthritis.
g. Riwayat peradangan sendi
h. Gangguan neuromuskular
i. Gangguan metabolik

5. Patofisiologi
Patofisiologi menurut (Lescher, 2016).
Mekanisme kerusakan kartilago adalah melalui pemecahan serabut kolagen dan
disorganisasi proteoglikan, menyebabkan katilago mengabsorpsi air. Absorpsi air
kartilago menyebabkan terbentuknya keretakan pada permukaan kartilago, yang
dikenal sebagai fibrilasi, retak akibat dorongan dari dalam. Retakan sendi ini saling
menyatu, dan kepingan kartilago mengelupas ke dalam rongga sendi. Kepingan
kartilago yang lepas dapat menyebabkan sumbatan dan ketidaknyaman jika kepingan
tersebut terperangkap dilapisan sendi dan dapat megakibatkan penurunan rentang gerak
sendi dan mengakibatkan rasa nyeri. Cairan kartilago hialain secara bertahap menjadi
tipis dan terus menipis dan terus menipis hingga tidak ada kartilago yang tersisa.
Tulang kartilago menjadi licin dan halus akibat gesekan antar tulang, menyebablan
erbunation (tampilan licin dan halus) ujung tulang. Membran sinovial menjadi
hipertropi dan mulai kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan cairan sinovial.
Karena cairan sinovial menyediakan nutrisi untuk kartilago hialin, kehilangan cairan
sinovial mengakibatkan penurunan nutrisi untuk kartilago hialin ligamen kapular dan
ligamen lain yang berkaitan erat dengan sendi, seperti ligamen krusiate anterior dan
posterior pada lutut, pada akhirnya menjadi inflamasi, dan mulai bedegerasi. Otot
disekitar sendi yang terkena menjadi atrofi akibat tidak digunakan yang disebabkan
oleh nyeri dan keterbatasan kemampuan gerak sendi.

6. Manifestasi klinis
Menurut (Noor,
2016).
a. Persendian terasa kaku dan nyeri apabila digerakan. Pada mulanya hanya terjadi
pada pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan menimbulkan
rasa sakit setiap melakukan gerakan tertentu,terutama pada waktu menompang berat
badan, namun bisa membaik bila diistirahatkan. Terkadang juga dirasakan setelah
bangun tidur di pagi hari.
b. Penurunan rentang gerak sendi.
c. Keluhan adanya pembengkakan/ peradangan pada persendian.
d. Keluhanya yang menyertai rasa sakit pada persendian
e. Kesulitan menggunakan persendian.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboraturium
1) Pemeriksaan rutin biasanya didapatkan adanya peningkatkan kadar lekosit,laju
endap darah,dan CRF.
2) Pemeriksaan cairan sinovisa menalui antrosentesis untuk mendeteksi adanya
arhritis sepsis.
b. Radiodiagnostik
Menurut (Aspiani,2014 dan Noor,2016).
Dilakukan untuk mendeteksi perubahan progesif dari kartilago dan tulang, adanya
asteofit, penurunan ruang sendi,asismentris sendi, sklerosis subkondral, dan
formasi kista subkondral.
c. Foto Rontgent
Menunjukan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan
rongga sendi.
d. Serologi cairan sinovial dalam batas normal.

9. Penatalaksanaan
Menurut (Aspiani,2014) ada beberapa penatalaksanaan yakni: a.
Terapi Farmakologi
1) Acetaminophen
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter karena relatif aman
dan efektif untuk mengurangi rasa sakit.

2) NSAIDs(nonsteroid anti inflammatory drugs)


Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Efek samping, yaitu
menyebabkan sakit perut dan gangguan fungsi ginjal.
3) Topical pain
Dalam bentuk cream atau spray yang bisa digunakan langsung pada kulit yang
terasa sakit .
4) Tramadol
Tidak mempunyai efek samping seperti yang ada pada acetaminophen dan
NSAIDs.
5) Mild narcotic painkillers
Mengandung analgesik seperti codein atau hydrocodone yang efektif mengurangi
rasa sakit pada penderita osteoarthritis
6) Corticosteroids
Efektif mengurangi rasa sakit
7) Glucosamine dan chondroitin sulfate
Mengurangi pengobatan untuk osteoarthritis pada lutut.
b. Terapi Konservasif
Kompres hangat, mengistirahat sendi, pemakaian alat-alat orthotik untuk
menyangga sendi yang mengalami inflamasi.
Massage dan pijat , sebaiknya oleh orang yang ahli dibidangnya. Tujuan massag
tersebut adalah untuk rileks otot-otot yang spasme dan membantu melancarkan
sirkulasi darah.

c. Terapi Non Farmakologi


1) Olahraga
Olahraga dianjurkan adalah olahraga yang tidak terlalu berat dan tidak
menyebabkan bertambahnya kompresi dan tekannan atau trauma pada
sendi,yaitu misalnya berenang dan menggunakan sepeda statis.
2) Proteksi /perlindungan sendi
Sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan pekerjaan yang dapat
menambah stres/tekanan pada sendi. Dengan menggunakan pemakaian tongat,
alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.

3) Terapi panas/dingin
a) Terapi panas berfungsi untuk mengurangi rasa sakit,membuat otot-otot
disekitar sendi mejadi rileks dan memperlancar peredaran darah. Terapi
panas dapat diperoleh dari kompres dengan ir hangat/panas,sinar IR(infra
merah)
b) Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi dan
mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya dipakai saat kondisi masih
akut.
4) Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoarhritis yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoarhritis. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan. Pemberian
vitamin C,D,E dan beta karoten, vitamin-vitamin tersebut bermanfaat untuk
mengurangi laju perkembangan osteoarhritis.
5) Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoarhritis oleh karena sifat yang
menahun dan ketidakmampuanannya yang ditimbulkan nya
6) Kinesio Taping
Kinesio Taping ini berfungsi Adapun efek atau manfaat dari kinesio taping
yakni untuk memberikan elastis lebih kuat bagi otot-otot yang terasa tegang
dan juga melindungi atau mendukung otot. Beberapa orang juga menggunakan
kinesio taping ini untuk mencegah kemungkinan terjadinya odema karena
kelelahan dan kejang otot. Pemakaian taping dapat meningkatkan kekuatan
dan energi yang hilang bersamaan sewaktu melakukan
pergerakan.(Wahyu,2016). Pita elastis ini konon meniru ketebalan kulit dan
produsen mengklaim bekerja dengan mengangkat kulit, yang meningkatkan
sirkulasi darah dan drainase limfatik yang mengarah ke pengurangan
nyeri(Lim, 2015). Stimulasi kulit aferen yang diberikan oleh Kinesio taping
dipercaya untuk mengurangi rasa sakit serta merangsang mechanoreceptors,
yang pada gilirannya diyakini untuk meningkatkan proprio-ception dan
meningkatkan rangsangan otot melalui modulasi dari sistem saraf pusat( Al,
2011& Kuru, 2012 dalam Anandkumar,2014).

d. Pembedahan
Operasi umumnya direncanakan untuk pasien-pasien dengan osteoarhritis yang
terutama parah dan tidak merespons pada perawatan-perawatan konservatif.
Beberapa prosedur yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Atroskopi
b) Osteotomi
c) Fusion (arhrtodesis)
d) Penggantian sendi (antroplasti)(Noor,2016).

B. Konsep lansia
Menurut (Padila,2013) tentang konsep lansia meliputi :
1. Definisi
Saat ini,diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2
milyar. Dinegara maju seperti Amaerikaserikat pertambahan orang lanjut usia
diperkirakan 1.000 orang perhari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50 % dari
penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu
berganti menjadi ” ledakan penduduk lanjut usia”(lansia).
Menjadi tua(MENUA) adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak pemulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-
tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toddler, pra school, school, remaja, dewasa
dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai baik secara biologis mau pun psikologi.

2. Batasan – batasan lanjut usia


Usia yang dijadika patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumunya berkisar
antara 60-65 tahun. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan
yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
3. Teori – teori proses menua
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua
yang tidak seragam. Teori - teori tentang penuaan sudah banyak yang dikemukakan
namun tidak semuanya bisa diterima. Teori – teori itu dapat digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu yangtermasuk kelompok teori bilogis dan teori psikolososial dan
teori sosiokultural.
a. Teori biologis, teori yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut :
Teori jam genetik
Menurut Hay ick(1965), secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam
inti sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetis terkait dengan frekuensi mitosis.
Teori ini didasarkan pada kenyataan bahwa spesies-spesies tertentu memiliki
harapan hidup (life span) yang tertentu pula. Manusia yang memiliki tentang
kejidupan maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya mampu
membelah sekitar 50 kali, sesudah itu akan mengalami deteriorasi.
b. Teori psikososial, teori yang merupakan teori psikososial sebagai berikut:
1) Teori integritas ego
Teori perkembangan ini mengidentifikasi tugas-tugas yang harus dicapai dalam
tiap tahap perkembangan. Tugas perkembangan terakhir merefleksikan
kehidupan seseorang dan pencapaiannya. Hasil akhir dari penyelesaian konflik
antara integritas ego dan keputusasaan adalah kebebasan.
2) Teori stabilitas personal
Kepribadiaan seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak dan tetap bertahan
secara stabil. Perubahan yang radikal pada usia tua bisa jadi
menginditifikasikan penyakut otak.
c. Teori sosiokultural
Teori yang merupakan teori sosiokultural adalah sebagai berikut:
1) Teori pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia seseorang berangsur
angsur mulai melepaskan diri dari kehidupannya. Hal ini mengakibatkan
interaki sosialnya, mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, sehingga
sering terjadi kehilangan ganda meliputi : a. Kehilangan peran
b. Hambatan kontak sosial
c. Berkurangnya komitmen
2) Teori aktifitas
Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana
seorang usia lanjut merasakan kepuasaan dalam beraktivitas dan
mempertahankan aktifitas tersebut selama apapun. Adapun kualitas aktifitas
tersebut lebih dibandingkna kuantitas yang dilakukan.
d. Teori konsekuansi fungsional
Teori yang merupakan teori fungsional adalah sebagai berikut
1) Teori ini mengatakan tentang tentang konsekuensi fungsional usia lanjut yang
berhubungan dengan perubahan-perubahan karena usia dan faktor risiko
tambahan.
2) Tanpa intervensi maka beberapa konsekuensi fungsional akan negatif, dengan
intervensi menjadi positif.

4. Perubahan fisik/ biologis(fisiologis) yang lazim pada usia lanjut


Perubahan-perubahan yang terjadi meliputi dari sistem kardiovaskuler, sistem
gastrointestinal, sistem respiratori, sistem muskuloskeletal, sistem endokrin, sistem
intergumen, sistem neurologi, sistem genetourinari.
No Sistem Tubuh Penurunan fungsi tubuh manusia
1 Sistem kardiovaskuler Perubahan dan konsekuensi fisiologis usia
lanjut pada sistem kardiovaskuler:
a. Elastis dinding aorta menurun
b. Perubahan miokara, atrofi menurun
c. Lemak sub endoicard menurun,
fibrosis menebal, sclerosis
d. Katup-katup jantung mudah fibrosis
dan klasifikasi(kaku)
e. Peningkatan jaringan ikat pada Sa node
f. Penurunan denyut jantung maksimal
pada latihan
g. Cardiac output menurun
h. Jaringan kolagen bertambah
dan

jaringan elastis berkurang pada otot


jantung
i. Penurunanan elastis pada dinding vena
j. Respon baro reseptor menurun
2 Sistem gastrointestinal Perubahan dan konsekuensi fisiologis usia
lanjut sistem gstrointestinal :
a. Terjadi artropi mukosa
b. Atropi dari sel kelenjar, sel parietal
dan sel chief akan menyebabkan
sekresi asam lambung, pepsin dan
faktor intrinsik berkurang.
c. Ukuran lambung pada lansia menjadi
lebih kecil, sehingga daya tampung
makanan menjadi lebih berkurang.
d. Proses perubahan protein menjadi
pepton terganggu karena sekresi asam
lambung berkurang dan rasa lapar
juga berkurang.

3. Sistem respiratori Perubahan dan konsekuensi fisiologis usia


lanjut sistem respiratory :
a. Perubahan seperti hilangnya silia dan
menurunnya refleks batuk dan muntah
mengubah keterbatasan fisiologis dan
kemampuan perlindungan pada sistem
pulmonal.
b. Atropi otot-otot pernapasan dan
penurunan kekuatan otot-otot
pernapasan dapat meningkatkan risiko
berkembangnya keletihan otot-otot
pernapasan pada lansia.
c. Perubahan anatomis
seperti
penurunan komplians paru dan
dinding dada turut berperan dalam
peningkatan kerja pernapasan sekitar
20% pada usia 60 tahun.
d. Perubahan fisiologis yang ditemukan
pada lansia yaitu alveoli menjadi
kurang elastik dan lebih berserabut
serta berisi kapiler-kapiler yang
kurang berfungsi sehingga kapasitas
penggunaan menurun karena kapasitas
difisu paru-paru untuk oksigen dapat
memenuhi permintaan tubuh.

4 Sistem Muskuloskeletal Perubahan dan konsekuensi fisiologis usia


lanjut sistem muskuloskeletal:
a. Penurunan kekuatan otot yang
disebabkan oleh penurunan massa
otot(atropi otot).
b. Ukuran otot mengecil dan penurunan
massa otot lebih banyak terjadi pada
ekstremitas bawah.
c. Sel otot yang mati digantikan oleh
jaringan ikat dan lemak.
d. Kekuatan atau jumlah daya yang
dihasilkan oleh otot menurun dengan
bertambahnya usia.
e. Kekuatan otot ekstremitas bawah
berkurang sebesar 40% antara usia 30
sampai 80 tahun.

5. Sistem endokrin Perubahan dan konsekuensi fisiologis usia


lanjut sistem endokrin :
a. Produksi hormon yang hampir semua
menurun.
b. Paratoroid dan sekesinya tak berubah.
c. Pertumbuhan hormone pituitary ada
tetapi lebih rendah dan hanya ada
pembuluh darah.
d. Menurunnya sekresi hormon gonads,
progesteron, esterogen, dan
testosterone dan defesiensi hormonal
dapat menyebabkan hipotirodism.

6 Sistem integumen Perubahan dan konsekuensi fisiologis usia


lanjut sistem integumen :
a. Kulit keriput akibat hilangnya jaringna
lemak
b. Kulit kering dan kurang keelastisannya
karena menurunnya cairan dan
hilangnya jaringan adipose
c. Kelenjar-kelenjar keringat mulai tak
bekerja dengan baik, sehingga tidak
begitu tahan terhadapat panas dengan
temperature yang tinggi
d. Kulit pucat dan terdapat bintik-bintik
hitam akibatnya menurunnya aliran
darah
e. Menurunnya sel-sel yang memproduksi
pigmen
f. Menurunnya aliran darah dalam kulit
juga menyebabkan penyembuhan
lukaluka kurang baik.
g. Kuku jari tangan dan kaki menjadi tebal
dan rapuh dan temperature tubuh
menurun akibat kecepatan metabolisme
yang menurun.

7 Sistem Neurologi Perubahan dan konsekuensi fisiologis


usia lanjut sitem neurologi
a. Berat otak menurun
b. Hubungan persyarafan cepat menurun
c. Berkurangnya penglihatan
d. Hilangnya pendengaran
e. Mengecilnya syaraf pencium dan
perasa lebih sensitif terhadap
perubahan suhu denperubhan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin.
f. Kurang sensitif terhadap sensuhan
g. Cepatnya menurunkan hubungan
persyarafan
h. Refleks tubuh akan semakin berkurang
serta terjadi kurang koordinasi tubuh
i. Dan membuat dewasa lanjut menjadi
cepat pikun dalam mengingat sesuatu

8 Sistem genetourinari Perubahan dan konsekuensi fisiologis usia


lanjut sistem genoturinari:
a. Otot-otot pengatur fungsi saluran
kencing menjadi lemah
b. Frekuensi buang arir kecil meningkat
c. Aliran darah keginjal menurun sampai
50%
d. Fumgsi tubulus berkurang akibatnya
kurang kemampuan mengkonsentrasi
urine

9 Sistem Sensori Perubahan dan konsekuensi fisiologis


(panca indra) usia lanjut sistem sensori (panca indra):
Mata kurang kesanggupan melihat secara
fokus objek yang dekat bahkan yang
menjadi rabun.
C. Konsep Masalah Keperawatan
1. Definisi
Kinesio taping awalnya dikembangkan pada tahun 1973 oleh Kenzo Kase di Jepang,
rekaman Kinesio (KT), juga dikenal sebagai perban elastik, adalah metode yang relatif
baru yang telah menjadi populer selama 10 tahun terakhir, kinesio taping ini bebas
lateks, dengan kapasitas akrilik akrilik, dan diaktifkan oleh panas tubuh, terbuat dari
untaian polimer elastis yang dibungkus dengan serat kapas (100%).(Artioli,2014).
Adapula ukuran Kinesio Taping 2 inci 5 cm kali 5,4 yard (5 meter). Kinesio Taping ini
tersedia dalam warna alami seperti warna merah, biru, dan hitam yang tahan kedapan
air(Kase,2003).
2. Manfaat
Adapun efek atau manfaat dari kinesio taping yakni untuk memberikan elastis lebih
kuat bagi otot-otot yang terasa tegang dan juga melindungi atau mendukung otot.
Beberapa orang juga menggunakan kinesio taping ini untuk mencegah kemungkinan
terjadinya odema karena kelelahan dan kejang otot. Pemakaian taping dapat
meningkatkan kekuatan dan energi yang hilang bersamaan sewaktu melakukan
pergerakan.(Wahyu,2016). Pita elastis ini konon meniru ketebalan kulit dan produsen
mengklaim bekerja dengan mengangkat kulit, yang meningkatkan sirkulasi darah dan
drainase limfatik yang mengarah ke pengurangan nyeri(Lim, 2015). Stimulasi kulit
aferen yang diberikan oleh Kinesio taping dipercaya untuk mengurangi rasa sakit serta
merangsang mechanoreceptors, yang pada gilirannya diyakini untuk meningkatkan
proprio-ception dan meningkatkan rangsangan otot melalui modulasi dari sistem saraf
pusat.
(Al,2011 & Kuru,2012 dalam Anandkumar,2014).
3. Contoh pemasangan Kinesio Taping
a. Pemasangan kinesio taping pada kepala
b. Pemasangan Kinesio Taping pada pipi

c. Pemasangan Kinesio Taping pada Tangan

d. Pemasangan Kinesio Taping pada Bahu(Shah, 2018).

e. Pemasangan Kinesio Taping pada jari tangan


f. Pemasangan Kinesio Taping pada Lutut untuk Pembengkakan

g. Pemasangan Kinesio Taping pada paha


Waktu pemasangan kinesio taping
Dalam sekitar 10 menit, pasien tidak akan melihat keberadaannya di kulit, dan dalam
waktu sekitar 20 menit itu akan sepenuhnya melekat pada kulit. Aplikasi akan
berlangsung selama 3-5 hari.

4. Tahapan Pemasangan Kinesio Taping


a. Sebelum memakai kinesio taping kulit harus kering , Kulit harus bebas dari lotion
atau minyak pelembab.
b. Jangan terlalu menarik kinesio taping, karena akan ada pengurangan efek oleh karena
itu, yang terbaik adalah memiliki lebih sedikit dari pada tenor berlebih, daya tarik
karet gelang digambarkan sebagai salah satu faktor kunci untuk keberhasilan
penerapan, yaitu: tegangan penuh 100%, intens 75%, sedang 50%, hanya pemindahan
lembar pelindung atau cahaya 15-25 %, sangat ringan 0-15%, tidak ada tegangan 0%
1.
c. Hindari pemakaian terlalu ketat agar tidak terkena iritasi kulit
d. Setelah kinesio taping terpasang pada bagian yang sakit, kinesio harus terus –
menerus diusap dengan tangan agar lem bisa lengket dengan benar

5. Cara Melakukan Kinesio Taping berbentuk Kipas


a. Tahap Pra Interaksi
1) Identifikasi kebutuhan pasien
2) Meminta ketersediaan inform consen
3) Mencuci tangan
4) Persiapan alat
1) Kinesio taping
2) Gunting
n. Tahap Orientasi
1) Perawat memperkenalkan diri
2) Perawat menjelaskan prosedur tindakan
o. Tahap Interaksi
1) Mencuci tangan
2) Mendekatkan alat
p. Tahap kerja
1) Mengucapkan salam
2) Mengucapkan basmalah
3) Mencuci tangan
4) Sediakan 2 taping dengan lebar 5 cm dan panjangnya 30cm dengan berbentuk
kipas dengan lima strip
5) Oleskan dasar kipas pertama 1 cm ke lateral ke garis tengah paha depan,
sehingga bagian tengah pita tengah akan terletak di tengah patela, atau tutup
lutut.
6) Bungkus strip lateral, tanpa ketegangan, di sekitar aspek anterolateral lutut
sebelum menurunkannya secara vertikal. oleskan strip berikutnya di sekitar tepi
lateral patela
7) Oleskan strip medial, tanpa ketegangan, di atas aspek anteromedial lutut dan
kemudian ke bawah secara vertikal. oleskan strip berikutnya di sekitar medial
margin patela
8) Akhirnya strip pusat diaplikasikan di atas pusat patela
q. Tahap Terminasi
a. Dokumentasi
1) Waktu dan tanggal pelaksaan
2) Yang melaksanaan tindakan
b. Evaluasi
Skala penilaian Kinesio Taping Numeric Scale
Skala penilaian numerik digunakan sebagai alat pendeskripsian kata. Penilaian
nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

Sumber: Anarmoyo,2013

KETERANGAN :

1. 0-1 (tidak nyeri)


2. 2-3 (nyeri ringan)
3. 4-5 (nyeri sedang)
4. 6-7 (nyeri berat)
5. 8-10 (sangat nyeri)

D. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian :
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan identifikasi status kesehatan klien(Sunaryo,2016).
Beberapa hal yang perlu dikaji : a)
Identitas klien
Pada identitas klien bisa diperoleh data tentang nama, umur, jenis kelamin, tempat
tinngal, pekerjaan, pendidikan dan status perkawinan.
b) Riwayat kesehatan
Keluhan utama, berbagai macam keluhan yang menyebabkan pasien datang
ditemukan pada gangguan muskuloskeletal saat dikaji yakni nyeri
c) Riwayat penyakit sekarang
Alasan datang ke Panti Lanjut Usia Harapan Kita Palembang.
Alasan mengapa datang ke Panti Lanjut Usia Harapan Kita Palembang, atas kemauan
sendiri atau karena diantar keluarga

2. Pola aktivitas / latihan

Pada aktivitas atau latihan yang dilakukan pada lansia sebelum kepanti atau dipanti secara
mandiri atau dengan bantuan keluarga atau perawat misalnya:
a. Makan/minum
Makanan yang disukai yang mencakupi makanan tinggi garam, lemak.
b. Mandi
Pada saat lansia mandi dilakukan secara mandiri atau dibantu dengan keluarga/perawat
c. Berpakaian
Pada saat lansia berpakaian dilakukan secara mandiri atau dibantu dengan
keluarga/perawat

d) Toileting
Pada saat lansia BAK/BAB dilakukan secara mandiri atau dibantu dengan
perawat/keluarga

e) Mobilisasi
Pada saat lansia mobilisasi dilakukan secara mandiri atau dibantu dengan
keluarga/perawat
1) Pola nutrisi
a) Diet : Pada lansia Osteoarhtritis dengan pemberian vitamin C,D,E dan beta karoten,
vitamin-vitamin tersebut bermanfaat untuk mengurangi laju perkembangan
osteoarhritis.
b) Nafsu makan
2) Pola eliminasi
a) Kebiasaan BAB : normal, diare, konstipasi, dibantu alat lain.

b) Kebiasaan BAK : normal, disuria, nokturia, hematuria.


c) Pola istirahat/tidur
i. Tidur malam
Pada saat lansia tidur malam ada gangguan/insomnia atau tidak ii.Tidur
siang
Pada saat lansia tidur siang ada gangguan atau tidak iii.Kebiasaan
tidur
Berapa lama lansia tidur dan apa hal yang dilakukan lansia sebelum tidur
3. Pengkajian fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan dan suhu
tubuh.
a. Keadaan umum : Kejadian yang dapat dilihat perawat
b. Kesadaran : Penilaian GCS lansia
c. TTV :
1) Tekanan darah
2) Suhu tubuh
3) Nadi
d. Frekuensi pernapasan
e. Kepala : Mesochepal, tidak ada kelainan, simetris
f. Mata : Konjungtiva, anemis, sclera, dan ikterik
g. Telinga : Bentuk simetris, bersih, fungsi pendengaran
h. Hidung : Bentuk simetris, tidak ada polip
i. Mulut : Bentuk simetris, pengecapan normal
j. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
k. Payudara : Simetris
l. Sistem Integument
Warna kulit, turgor kulit, elastisitas kulit, dan terdapat edema atau tidak
m. Sistem Neurosensori
Rasa nyeri lansia pada pagi atau malam hari, berapa waktu nyeri yang dirasakan dan
dilakukan pemeriksaan berdasarkan PQRST.
n. Sistem Muskuloskeletal
1) Kekuatan otot(skala 1-5)
2) Kekuatan otot
0 : lumpuh
1 : ada kontraksi
2 : melawan grafitasi dengan sokongan
3 : melawan grafitasi tapi tidak ada tahanan
4 : melawan grafitasi tapi dengan tahanan sedikit
5 : melawan grafitasi dengan kekuatan penuh
3) Rentang gerak : maksimal atau terbatas
4) Deformitas : ada atau tidak
5) Tremor : ada atau tidak
6) Edema : ada atau tidak
7) Penggunaan alat bantu : iya atau tidak
8) Nyeri persendian : ada
9) Paralysis : iya atau tidak
10) Refleks
a) Kanan dan kiri
b) Briceps
c) Triceps
d) Patela
e) Achiles
o. Pola Persepsi-Kognitif
1) Pendengaran : tidak mendengar suara seperti normalnya
2) Penglihatan : rabun dekat, rabun jauh
3) Lokasi nyeri : nyeri diarea kepala dan tengkuk terasa berat
4) Nilai nyeri : sesuai Comperative Pain Scale
5) Durasi nyeri : waktu nyeri yang dirasakan hilang timbul
6) Frekuensi nyeri : frekuensi nyeri yang dirasakan 3-5 menit
7) Pengelolaan nyeri : cara mengatasi nyeri dengan pengkajia nyeri
8) Pola Konsep Diri
a) Pendapat lansia tentang tinggal dipanti sosial tresna werdha
b) Perasaan kehilangan dalam satu tahun terakhir
p. Pola Kasih Sayang
1) Apakah lansia orang yang penuh kasih sayang atau tidak
2) Perasaan kehilangan dalam satu tahun terakhir
q. Pola Hubungan dengan Keluarga
1) Apa pendapat lansia tentang keluarga dirumah
2) Apa pendapat lansia tentang teman di panti sosial tresna werdha
3) Apakah lansia dan berorientasi dengan baik dengan orang-orang sekitar r. Pola
Spiritual

1) Agama yang dianut lansia


2) Kegiatan ibadah yang dilakukan lansia

2. Diagnosa :
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis dibuktikan dengan ekpresikan
wajah nyeri,sikap melindungi area nyeri, diaforesis

b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kaku sendi dibuktikan dengan


gerakan lambat,gangguan sikap jalan, keterbatasan rentan gerak
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskletal dibuktikan
dengan ketidakmampuan menjangkau sumber air, ketidakmampuan membasuh
tubuh, ketidakmampuan mengeringkan tubuh
d) Risiko cedera dibuktikan dengan hambatan fisik
e) Defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dibuktikan dengan
kurang pengetahuan, ketidak akuratan melakukan tes, melakukan mengikuti perintah.

4. Implementasi

Implementasi menurut (Padila,2014).


Implementasi yakni melaksanakan apa yang telah direncanakan,isinya berupa
intervensiintervensi keperawatan yang telah ditetapkan.

a. Buat jadwal yang memperlihatkan peristiwa kunci yang direncanakan


akan dilaksanakan pada waktu tertentu
b. Buat jadwal deadline yang dipenuhi orang terlibat dan dapat berguna
dalam merumuskan
c. Tindakan mandiri
d. Tindakan kolaborasi

5. Evaluasi

Evaluasi menurut (Padila,2014)

Evaluasi merupakan proses menilai apa yang telah di capai dan bagaimana telah dicapai.
Evaluasi juga merupakan indentifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Jenis evaluasi :

a. Evaluasi formatif, respon hasil/respon segera setelah melakukan intervensi


b. Evaluasi sematif, rekapitulasi dari hasil observsi dan analisis status pasien pada waktu
tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan. (apakah tujuan tercapai,tidak tercapai
atau tercapai sebagian ) evaluasi menggunakan metode SOAP.

6. Discharge Planning
Menurut (Sunaryo,2016), discharge Planning :
Perencanaan pasien pulang(discharge planning) dimaksudkan sebagai data awal
perencanaan perawatan lanjutan dirumah. Pasien yang pulang tanpa perencanaan sering
menimbulkan ketidaktahuaan pasien maupun apa yang dilakukan dirumah, yang secara
langsung dapat menimbulkan masalah kesehatan berulang dan bahkan keadaan pasien
semakin memburuk sehingga menyebutkan pasien harus dirawat ulang.
BAB III

METEDOLOGI PENULISAN

A. Rancangan Studi kasus


Penelitian ini menggunakan metode studi kasus (case study). Tujuan Studi Kasus ini
dilakukan untuk “Penerapan pemberian Kinesio Taping pada pasien gangguan Sistem
Muskuloskletal : Osteoarthritis Di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan kita Palembang

B. Subjek Studi Kasus


Partisipasi berjumlah 2 orang penderita Osteoarhtritis instrumen dalam kasus ini berupa
pengukuran nyeri.
1. Kriteria inklusi
b. Klien merupakan penderita Osteoarthritis di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Kita
Palembang.
c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian
d. Klien tidak mengalami luka terbuka
2. Kriteria ekslusi
a. Subjek membatalkan ketersediaannya menjado responden penelitian
b. Subjek tidak ditempat ketika pengumpulan data dilakukan

C. Fokus Studi Kasus


“Penerapan Pemberian Kinesio Taping pada pasien gangguan Sistem
Muskuloskletal : Osteoarthritis Di Panti Lanjut Usia Harapan Kita Palembang

D. Definisi Operasi
Variabel Definis Operasional Cara dan alat Hasil ukur
ukur

Penderita Osteoarthritis Wawancara dan 1. Oseteo


Osteoarthritis merupakan jenis Observasi arthritis
47
penyakit sendi akibat Rekam Medis 2. Tidak
proses degenertif Osteoar
sekaligus peradangan
(inflamasi) pada thritis
tulang rawan sendi.

Penerapan Pemasangan perban Pemasangan 1. Dilaku


Teknik Kinesio elastis yang Kinesio Taping kan sesuai
dilakukan pada
Taping bagian tubuh tertentu ditempel di SOP
yang berindikasikan permukaan 2. Tidak
nyeri.
kulit. dilakuk an
sesuai
Alat ukur : SOP
Wawancara
dan observasi
Nyeri Nyeri adalah Wawancara Skala
pengalaman sensori dan instrumen Intensitas
nyeri
dan emosional yang Nyeri Numerik
tidak menyenangkan Skala 0 - 1
akibat kerusakan Tidak nyeri
jaringan yang aktual Skala 2 - 3
dan potensial. Nyeri ringan
Skala 4 - 5
Nyeri sedang
Skala 6 - 7
Nyeri berat
Skala 8 - 10
Sangat nyeri

E. Tempat dan waktu


Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Lanjut Usia Hapan Kita Palembang
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan Pada tanggal 23-29 April 2019.

F. Pengumpulan data
Penyusunan bagian awal instrument dituliskan karateristik responden : umur,pekerjaan,
sosial ekonomi, jenis kelamin, dll. Jenis instrument yang sering digunakan pada ilmu
keperawatan diklasifikasikan menjadi 5 bagian yaitu :
1. Biologis (pengukuran yang berorientasi pada dimensi fisiologis manusia).
Pengumpulan data biologis merupakan pengumpulan data fokus pada pasien. Pada
pasien osteoarhritis didapatkan data fokus berupa nyeri sendi dan adanya suara
krepitasi.
2. Observasi
Observasi merupakan pengumpulan data dengan langsung melakukan tes kepada
pasien dengan keluhan nyeri sendi, tes dilakukan dengan cara mengukur skala nyeri
dengan menggunakan instrument skala nyeri. Alat ini merupakan pengganti alat
pendeskripsi kata. Dalam hal ini,klien menilai nyeri dengan mengunakan skala 0-10.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang
berstruktur berdasarkan sesuai dengan format pengkajian dan tidak terstruktur dimana
pertanyaan yang diajukan diluar dari format pengkajian. Peneliti mengajukan
pertanyaan yang terstruktur berdasarkan format pengkajian kepada pasien dengan
keluhan osteoarthritis. Sedangkan saat mengajukan pertanyaan yang tidak terstruktur
dapat berupa pengkajiaan kesehatan dengan memberikan nilai subjektif pada status
kesehatan lanjut usia ini dan masalalu. Status kesehatan masa yang memiliki
pengaruh pada kondisinya saat ini dan kegiatan rutin dan bermanfaat, misalnya pasien
biasanya melakukan pemeriksaan dipelayanan kesehatan dengan keluhan
osteoarthritis yang diderita. Bentuk wawancara sebagai dasar hubungan taraupetik
perawat dan klien, dimana kesejahteraan klien adalah bersama yang harus
diselesaikan.
4. Teknik pengumpulan Data
1. Data primer
Data yang dikumpul dari hasil wawancara dan observasi pada pasien osteoarthritis
yang tinggal di Panti Lanjut Usia Harapan Kita Palembangdengan mengukur nyeri
dengan menggunakan alat pengukuran skala nyeri numerik.
Penelitian dilakukan secara langsung oleh peneliti sendiri dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
Administrasi :
a. Mengajukan surat izin studi pendahuluan dan penelitian ke BAAK STIKes
Muhammadiyah Palembang
b. Mengajukan surat izin studi pendahuluan dan penelitian ke Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Provinsi Sumatera Selatan
c. Mengajukan surat izin studi pendahuluan dan penelitian ke Dinas Sosial
Palembang
d. Mengajukan surat izin studi pendahaluan dan penelitian ke Panti Lanjut Usia
Harapan Kita Palembang

Persiapan Alat :

a. Instrumen skala nyeri


b. Kinesio Taping

Tahapan Penelitian :

a. Penelitian datang ke Panti Sosial Mengajukan surat izin penelitian kepada kepala
panti
b. Mengidentifikasi responden sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan, meminta
izin dan kesediaan utuk menjadi responden serta mencatat identitas responden.
c. Menjelaskan kepada responden tentang pemberian pernyataaan hasil
pengukuran skala nyeri pada responden sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
d. Penelitian akan melakukan pengukuran nyeri menggunakan instrumen skala
nyeri.
e. Peneliti menjelaskan tentang penerapan pemasangan Kinesio Taping yang akan
dilakukan sesuai prosedur berikut:
Tahap Pra Interaksi
2) Identifikasi kebutuhan pasien
3) Meminta ketersediaan inform consen
4) Mencuci tangan
5) Persiapan alat
3) Kinesio taping
4) Gunting
Tahap Orientasi
3) Perawat memperkenalkan diri
4) Perawat menjelaskan prosedur tindakan
Tahap Interaksi
3) Mencuci tangan
4) Mendekatkan alat
Tahap kerja
9) Mengucapkan salam
10) Mengucapkan basmalah
11) Mencuci tangan
12) Atur posisi sesuai kebutuhan pasien
13) Taping dipotong ¼ atau 1/5 inci, meninggalkan kira-kira 1 inci yang tidak
dipotong dibagian dasarnya.
14) Potong sisa nya membentuk kipas
15) Oleskan ekor kipas dengan tidak ada tegangan.
16) Lalu gosok taping agar menempel dengan sempurna Tahap Terminasi c.
Dokumentasi
3) Waktu dan tanggal pelaksaan
4) Yang melaksanaan tindakan
d. Evaluasi
Skala penilaian Kinesio Taping Numeric Scale
Skala penilaian numerik digunakan sebagai alat pendeskripsian kata. Penilaian
nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

Sumber: Anarmoyo,2013
KETERANGAN :

1. 0-1 (tidak nyeri)


2. 2-3 (nyeri ringan)
3. 4-5 (nyeri sedang)
4. 6-7 (nyeri berat)
5. 8-10 (sangat nyeri)

2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lingkungan penelitian berupa
dari pengolahan data dari pengolahan panti dan sumber lain yang menunjang
penelitian.
a. Instument pengumpulan data
Data responden didapatkan secara langsung oleh penelitian dan responden
penelitian merupakan penderita osteoarhritis di panti Sosial Tresna Werdha
Palembang.
Instrument yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian yaitu:
1) Daftar pertanyaan tentang identitas responden.
2) Skala pengukuran yang digunakan yaitu instrumen skala nyeri.
3. Skala Penilaian Skala
0-1 (tidak nyeri)
2-3 (nyeri ringan)
4-5 (nyeri sedang)
6-7 (nyeri berat)
8-10 (sangat nyeri) Pengaruh pemasangan kinesio taping yang dialakukan
kepada pasien osteoarhtritis.

G. Penyajian Data
Data yang dikumpulkan dengan melakukan pengkajian asuhan keperawatan meliputi
penerapan Teknik Pemasangan Kinesio Taping pada kedua respoden di Panti Lanjut Usia
Harapan Kita Palembangdan menghitung dengan menggunakan hasil dengan
menggunakan instrumen skala nyeri.
H. Etika Studi Kasus
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membawa rekondemansi dari institusi
pendidikan STIKes Muhammadiyah Palembang dengan cara mengajukan permohonan
izin kepada Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang, menjelaskan
maksud dan tujuan dengan menjaga kerahasiaan data yang didapat. Setelah mendapat
persetujuan barulah penelitian menekankan etika penelitian yaitu:
1. Informend Consent (lembar persetujuan)
Meminta persetujuan kepada klien untuk menjadi respoden dalam penelitian yang
akan kita lakukan. Klien harus mendapatkan infotialtialrmasi secara lengkap tentang
dari peneltian yang dilaksanakan, klien mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi
atau menolak menjadi responden. Data-data yang di peroleh dari hasil penelitian
hanya dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Anominity (Tanpa Nama)
Dalam hal menjaga rahasia responden, penelitian tidak akan mencantumkan nama
responden melainkan hanya inisial nama responden.
3. Confidentiality (kerahasia)
Untuk menjaga kerahasiaan respoden, peneliti meyakinan kepada responden
bahwa partisipasinya dalam penelitian ini hanya untuk penelitian dan informasi yang
telah diberikan tidak ada dipergunakan dalam hal-hal yang dapat mrugikan responden
dalam bentuk apapun. Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan peneliti
meyakinan bahwa data atau informasi yang diperoleh hanya untuk penelitian dan ilmu
pengetahuan.
4. Respect for justice inclusiveness (Menghormati keadilan)
Prinsip keadaan memiliki konotasi keterbukaan dan adil untuk memenuhi prinsip
keterbukaan dalam peneliti untuk bekerjaan secara
jujur,hatihati,profesional,berperikemanusiaan dan akan memperhatikan faktor-faktor
ketepatan,keseksamaan intimitas,psikologis serta perasaan subjek penelitian. Jadi
penelit akan melakukan pemasangan Kinesio Taping pada pasien kelolaan dengan 2
kilen dan akan melakukan pemasangan Kinesio Taping pada pasien yang memiliki
gejala nyeri sendi namun dilain waktu.
5. Respect for privacy and confidencetiality (Rahasia dan kerahasian)
Penelitian menjamin privasi dan hak aksasi untuk informasi yang didapat
peneliti merahasiakan berbagai informasi terhadap responden yaitu dengan
pengodeaan yang hanya diketahui oleh peneliti.
6. Balancing harm and benefit(menyeimbangkan bahaya dan manfaat)
Penelitian melaksanakan penelitian berdasarkan prosedur penelitian yang
telah dirancang sesuai standar prosedur pelaksanaan oleh penelitian guna
mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin terdapat subjek-penelitian.
Menjelaskan kepada lansia yang menderita Osteoarthritis tentang manfaat
dilakukannya penerapan pemasangan Teknik Kinesio Taping untuk mengurangi rasa
nyeri dalam jangka waktu 3-5 hari pemasangan.
7. Protection form discomfort and harm (perlindungan ketidaknyamanan dan bahaya)
Responden berhak untuk dijaga rasa ketidaknyamanannya. Peneliti melakukan
evaluasi dan mendokumentasikan hasil implementasi penelitian. Saat dilakukan
perawatan erikan posisi lansia senyaman mungkin misalnya lansia ingin duduk
dikursi ataupun berbaring ditempat tidur.

Anda mungkin juga menyukai