Glomerulonefritis
Glomerulonefritis
“GLOMERULONEFRITIS KRONIK”
Disusun oleh :
145070200131007
K3LN
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu
proses imunologis.
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus yang
seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan dengan penyakit-
penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus
Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang berhubungan dengan diabetes mellitus
(glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronik.
Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amilodois sering dijumpai pada pasien-pasien
dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra, osteomielitis arthritis rheumatoid dan
myeloma). (Sukandar, 2006).
B. ETIOLOGI
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan ini
dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerulus
sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin)
ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari
peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap
diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang
kurang baik.
1. Congenital (herediter)
1.1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior.
Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal
kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Hilangnya
pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat
lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
1.2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Beberapa
kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai
dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
Klasifikasisindromnefrotikkonenital
- Idiopatik : sindrom nefrotik congenital tipe finlandia, sklerosis mesangal
difus, jenis lain
- sekunder : sifilis kongenital, infeksi perinatal, intoksikasi merkuri
- sindrom : sindrom drash dan sindrom malformasi lain
2. Glomerulonefritis Primer
2.1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang
tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif.
20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya
menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab,
sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga
penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2.2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai
pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai
lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan
hipertensi 30%.
2.3. Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai
pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati
IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas
atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
3. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada
masa awal usia sekolah
Berdasarkan derajat penyakitnya :
- Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di
kapiler- kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring
atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonephritis pascastreptococcus ) tetapi dapat
timbul setelah infeksi lain. ( Corwin, Elizabeth J, 2000 )
- Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul
secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera
dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin)
dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah
diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap
diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka
panjang yang kurang baik. ( Corwin, Elizabeth, J. 2000 )
D. PATOFISIOLOGI
E. MANIFESTASI KLINIS
Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab,
dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan
berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis pasti.
- Hematuria
- Silinder sel darah merah didalam urin
- Proteinuria lebih dari 3-5 mg/hari
- Penurunan GFR
- Penurunan volume urin
- Retensi cairan
- Apabila keadaan tersebut disebabkan oleh glomerulonefritis pasca streptococcus akut,
akan dijumpai enzim-enzim streptococcus, misalnya antistreptolisin-O dan
antistreptokinase.
-
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
- Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
- Hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita
- Kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik
- Leukosituria serta torak selulet
- Granular
- Eritrosit(++)
- Albumin (+)
- Silinder lekosit (+).
- Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal
seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
- Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.
Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada
hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Menurut (Sukandar, 2006) pendekatan diagnosis Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
mempunyai sasaran berikut:
G. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi yang muncul, antara lain :
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.
Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah
lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas
dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
5. Ketidakseimbangan cairan dan eletrolit pada fase akut.
6. Malnutrisi
7. Hipertensi, congestive heart failure (CHF), endokarditis.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan menangani
komplikasi dengan tepat.
- Medis
a. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih, dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30
mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
b. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak
0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka
selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari.
Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
c. Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
d. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
- Keperawatan
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
b. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa
bila suhu telah normal kembali.
c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan
d. Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah
cairan yang diberikan harus dibatasi.
Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Menurut
(Sukandar, 2006) pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
- Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
- Kualitas hidup normal kembali
- Masa hidup (survival rate) lebih lama
- Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi
penolakan.
- Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Anamnesa
Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat
akibat glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa
diketahui asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut,
ketika gejala-gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang
mengalami glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai
hipertensi atau peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).
Identitas
sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih sering padapria
Riwayat penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus
(penyakit autoimun lain).
Sekarang :
Adanya keluan kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan
seluruh tubuh, tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare yang dialami klien.
Pemeriksaan Fisik
Pernafasan
Gejala : nafas pendek
Tanda :Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul)
Nyeri (kenyamanan)
Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
Pengkajian berpola
Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan
seluruh tubuh. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
Pola eliminasi :
Gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat
diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria, anuria, proteinuri, hematuria.
Pola Aktifitas dan latihan :
Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam
perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan
darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah
sudah normaal selama 1 minggu.
Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama.
Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh serta anak mengalami
kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
Nilai keyakinan :
Klien berdoa memohon kesembuhan kepada Tuhan.
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil yang didapat Pada laboratorium :
Hb menurun ( 8-11 )
Ureum dan serum kreatinin meningkat.
o Ureum
Laki-laki : 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam
Wanita : 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam
o Serum kreatinin
Laki-laki : 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl
Wanita : 44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl
Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)
Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit , leukosit )
Pemeriksaan darah
o LED meningkat.
o Kadar HB menurun.
o Albumin serum menurun (++).
o Ureum & kreatinin meningkat.
o Titer anti streptolisin meningkat.
B. Analisa Data
Glomerulonefritis
Permeabilitas membrane
filtrasi turun
Proteinuria
Hipoalbuminemia
Tekanan onkotik
membrane sel turun
Ekstravasasi cairan ke
intertisial
Edema
Ketidakseimbangan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
tubuh
Edema
Resiko infeksi
C. Daftar Prioritas
Nama Klien :X
No. Reg :
No Tgl Muncul Diagnosa Keperawatan TTD
No Indikator 1 2 3 4 5
1 Intek nutrisi klien terpenuhi
2 Energy untuk beraktivitas terpenuhi
3 Ada peningkatan berat badan ( 2 kg)
4 Serum albumin dalam batas normal (>
3,5 mg/dl)
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC
Price, Sylvia. Wilson, Lorraine. 2005. PATOFISIOLOGI: KONSEP KLINIS PROSES PENYAKIT EDISI 6.
Jakarta: EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid:
I. Edisi: IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3. Jakarta: Media Aesculapius.