Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN

DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

1. KONSEP MASALAH/GANGGUAN KESEHATAN JIWA


A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 1998)
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana tidak terdapat stimulus
sensorik yang berkaitan dengannya, yang dapat berwujud pengindraan kelima indra
yang keliru (Arif, 2006)
Jadi, Halusinasi adalah persepsi sensori klien terhadap lingkungan sekitarnya
tanpa ada stimulus yang nyata.

B. Rentang respon halusinasi


Respon Adaptif Respon Maladaptif
>Pikiran logis >Distorsi pikiran >Gangguan pikir
>Persepsi akurat >Ilusi >Halusinasi
>Emosi konsisten dgn pengalaman >Reaksi emosi >Sulit berespon emosi
>Prilaku sesuai >Prilaku aneh/tidak biasa >Prilaku disorganisasi
>Berhubungan sosial >Menarik diri >Isolasi sosial

C. Klasifikasi
Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :
1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang
membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara
di sekitarnya.
2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau
sesuatu yang tidak ada.
3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang
mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau
mayat, yang tidak adasumbernya.
4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau /
hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada
seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan
seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

D. Fase-fase halusinasi
1. Comforting, Ansietas sedang : halusinasi menyenangkan
2. Condemning, Ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan
3. Controling, Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa
4. Consquering, Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya

E. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi
yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).

F. Faktor penyebab
Menurut Mary Durant Thomas (2007), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan
gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan
kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan
gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari
berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik
seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial
budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah
sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
G. Pohon masalah

Effect Resiko mencederai diri sendiri


orang lain dan lingkungan

Core Problem PSP : Halusinasi

Causa Gangguan Konsep Diri : Harga diri


rendah
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat kecemasan,
kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan
pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata,
kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah
dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu
hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong
pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter Sering kali pasien menolak obat yang di
berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada setelah
pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien-pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan
gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan
ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan keluarga pasien dan
petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat
dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan
pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang
mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada
keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang di berikan tidak bertentangan.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien
maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia,
psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
a. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan
oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress
yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP).
d. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
e. Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasilstudi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman /
tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang
lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama
diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
3. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk
yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi
dapat dilihat dari dimensi yaitu :
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal
yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-
obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
prilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung
untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan
klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan
manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut
cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar
dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu
tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol
kehidupan dirinya.
4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat
mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan.
Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan
sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang
berhasil.
5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian
masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri.

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
halusinasi.
2. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

C. Intervensi Tindakan Keperawatan


Dx Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: 1. Klien menunjukan tanda-tanda 1. Bina hubungan saling percaya
sensori persepsi : Klien dapat percaya kepada perawat : dengan menggunakan prinsip
halusinasi mengontrol  Ekspresi wajah bersahabat komunikasi terapeutik :
(lihat/dengar/pen halusinasi  Menunjukan rasa senang  Sapa klien dengan ramah baik
ghidung/ yang  Ada kontak mata verbal maupun non verbal
raba/kecap) dialaminya  Mau berjabat tangan  Perkenalkan nama, nama
TUK 1 :  Mau menyebutkan nama panggilan dan tujuan perawat
Klien dapat  Mau menjawab salam berkenalan
membina  Mau duduk berdampingan  Tanyakan nama lengkap dan nama
hubungan dengan perawat panggilan yang disukai klien
saling  Bersedia mengungkapkan  Buat kontrak yang jelas
percaya masalah yang dihadapi  Tunjukan sikap jujur dan menepati
janji setiap kali interaksi
 Tunjukan sikap empati dan
menerima apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
 Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
 Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien
TUK 2 : 2. Klien mampu menyebutkan : 2.1 Adakan kontak sering dan
Klien dapat  Isi singkat secara bertahap
mengenal  Waktu 2.2 Observasi tingkah laku klien
halusinasin  Frekuensi terkait dengan halusinasinya
ya  Situasi dan kondisi yang (dengar/lihat/penghidup/raba/kecap)
menimbulkan halusinasi Jika menemukan klien yang sedang
halusinasi :
 Tanyakan apakah klien
mengalami sesuatu (halusinasi
dengar/lihat/penghidup/raba/keca
p)
 Jika klien menjawab ya,
tanyakan apa yang sedang
dialaminya
 Katakan bahwa perawat percaya
klien mengalami hal tersebut,
namun perawat sendiri tidak
mengalaminya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
 Katakan bahwa ada klien lain
yang mengalaminya hal yang
sama.
 Katakan bahwa perawat akan
membantu klien jika klien tidak
sedang berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman
halusinasi
 Diskusikan dengan klien : Isi,
waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore,
malam atau sering dan kadang-
kadang), situasi dan kondisi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi
3. Klien mampu menyatakan 2.3 Diskusikan dengan klien apa
perasaan dan responnya saat yang dirasakn jika terjadi halusinasi
mengalami halusinasi : dan beri kesempatan untuk
– Marah mengungkapkan perasaannya.
– Takut 2.4 Diskusikan dengan klien apa
– Sedih yang dilakukan untuk mengatasi
– Senang perasaan tersebut.
– Cemas 2.5 Diskusikan tentang dampak yang
– Jengkel akan dialaminya bila klien menikmati
halusinasinya.
TUK 3 : 3.1 Klien mampu menyebutkan 3.1 identifikasi bersama klien cara
Klien dapat tindakan yang biasanya dilakukan atau tindakan yang dilakukan jika
mengontrol untuk mengendalikan halusinasinya terjadi halusinasi (tidur, marah,
halusinasin 3.2 klien dapat menyebutkan cara menyibukan diri dll)
ya baru mengontrol halusinasinya. 3.2 Diskusikan cara yang digunakan
3.3 Klien dapat mampu memilih klien,
dan memperagakan cara mengatasi  Jika cara yang digunakan adaptif
halusinasi berikan pujian
(dengar/lihat/penghidup/raba/kecap  Jika cara yang digunakan
) maladaptif diskusikan kerugian
3.4 Klien dapat melaksanakan cara cara tersebut.
yang telah dipilih untuk 3.3 diskusikan cara baru untuk
mengendalikan halusinasinya memutus/mengontrol timbulnya
3.5 Klien mampu mengikuti terapi halusinasi :
aktivitas kelompok  Katakan pada diri sendiri bahwa
ini tidak nyata (“saya tidak mau
dengar/lihat/penghidup/raba/
kecap pada saat halusinasi
terjadi)
 Menemui orang lain
(perawat/teman/keluarga/
anggota keluarga) untuk
menceritakan tentang
halusinasinya.
 Membuat dan melaksanakan
jadwal kegiatan sehari hari yang
telah disusun.
 Meminta keluarga/teman/perawat
menyapa jika sedang
berhalusinasi.
3.4 Bantu klien untuk memilih cara
yang telah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
3.5 Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang dipilih dan
dilatih.
3.6 Pantau pelaksanaan yang telah
dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian
3.7 Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi.
TUK 4 : 4.1 Keluarga menyatakan setuju 4.1 Buat kentrak dengan keluarga
Klien dapat untuk mengikuti pertemuan dengan untuk pertemuan (waktu, tempat dan
dukungan perawat topik)
dari 4.2 Keluarga mampu menyebutkan 4.2 Diskusikan dengan keluarga
keluarga pengertian, tanda dan gejala, proses (pada saat pertemuan
untuk terjadinya halusinasi dan tindakan keluarga/kunjunga rumah)
mengontrol untuk mengendalikan halusinasi  Pengertian halusinasi
halusinasin  Tanda dan gejala halusinasi
ya  Proses terjadinya halusinasi
 Cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutuskan
halusinasi
 Obat-obatan halusinasi
 Cara merawat anggota keluarga
yang halusinasi dirumah
 Beri informasi waktu kontrol
kerumah sakit dan bagaimana
cara mencari bantuan jika
halusinasi tidak dapat diatasi
dirumah
TUK 5 : 5.1 Klien mampu menyebutkan: 5.1 Diskusikan dengan klien tentang
Klien dapat – Manfaat minum obat manfaat dan kerugian tidak minum
memanfaat – Kerugian tidak minum obat obat, nama, warna, dosis, cara, efek
kan obat- – Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping penggunaan
obatan samping obat obat
dengan 5.2 Klien mampu 5.2 Pantau klien saat penggunaan
baik mendemonstrasikan penggunaan obat
obat dengan benar 5.3 Beri pujian jika klien
5.3 Klien mampu menyebutkan menggunakan obat dengan benar
akibat berhenti minum obat tanpa 5.4 Diskusikan akibat berhenti
konsultasi dokter minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter
5.5 Anjurkan klien untuk konsultasi
kepada dokter/perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. Keperawatan Jiwa. Teori dan
Tindakan Keperawatan Jiwa, , 2003
Keliat Budi, Anna, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, EGC, 1998
Keliat Budi Anna, dkk, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, 1987
Maramis, W.F, Ilmu Kedokteran Jiwa, Erlangga Universitas Press, 1990
Rasmun, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga, CV.
Sagung Seto, , 2007.
Residen Bagian Psikiatri UCLA, Buku Saku Psikiatri, EGC, 1997
Stuart & Sunden, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, EGC, 2001

Anda mungkin juga menyukai