Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka Tengadah padaku pada bulan merah jambu Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan Gembira dari kemayaan riang. Duniamu yang lebih tinggi dari menara katerdal Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kauhafal Jiw begitu murni, terlalu murni Untuk dapat membagi dukaku Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil Bulan di atas itu tak ada yang punya Dan kotaku, oh kotaku Hidupnya tak lagi punya tanda (Toto Sudarto Bachtiar, suara, 1950 ) A. Mencari Arti kata sulit Kekal : abadi Duka :sedih Tengadah : melihat keatas/ berdoa/ minta Merah jambu: sore hari Melulur : meluncur masuk dengan mudah Sosok : rupa/ bentuk/ wujud Angan-angan: pikiran/ ingatan/ cita-cita Kemayaan: hal keadaan hanya tampaknya ada, tetapi nyatanya tidak ada hanya ada dalam angan- angan atau khayalan. Menara : bangunan yang tinggi Katerdal : gereja besar tempat kedudukan resmi B. Parafrasa terikat Setiap kita bertemu dengan gadis kecil berkaleng kecil aku merasa iba padanya Setiap Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka dalam menghadapi kenyataan hidup Mereka Tengadah padaku pada bulan merah jambu saat itu Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa kalau gadis kecil berkaleng kecil tidak ada Rasanya Ingin aku ikut dengan gadis kecil berkaleng kecil itu Mereka Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok tanpa rasa takut Mereka Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan yang tak kan pernah ada Hanya Gembira dari kemayaan riang. Namun Duniamu yang lebih tinggi dari menara katerdal Meskipun Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kauhafal Jiwamu begitu murni, terlalu murni Untuk dapat membagi dukaku Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil dunia ini terasa sepi Bagaikan Bulan di atas itu tak ada yang punya Dan di kotaku, oh kotaku Seperti Hidupnya tak lagi punya tanda C. Parafrasa bebas Puisi Gadis kecil berkaleng kecil diatas pengungkapan seorang penyair bahwa Setiap kita bertemu dengan gadis kecil yang membawa kaleng kecil, senyuman mereka terlalu abadi untuk kita kenal, penyair merasa terharu dan sedih jika melihat mereka saat meminta minta pada kita saat waktu sore hari itu, namun jika tidak ada mereka kota ini terasa hilang tanpa jiwa. Ingin rasanya ikut dengan gadis kecil berkaleng kecil itu, sampai pulang ke bawah jembatan, tubuh mereka meluncur masuk dengan mudah tanpa rasa takut ataupun kesusahan. Mereka hanya bisa berkhayal dari kehidupan yang mewah dengan kegembiraan yang hanya khayalan yang nyatanya tidak ada. Namun mereka derajatnya lebih tinggi dari bangunan yang tinggi. Meskipun mereka selalu berlintas lintas di air kotor yang begitu mereka hafal, jiwa mereka tetap suci dan terlalu suci untuk dapat membagi duka kita. Kalau mereka mati, bagaikan bulan diatas tak ada yang punya, dan kota kita menjadi sepi tanpa kehadiran mereka seperti tiada kehidupan yang berarti.