Anda di halaman 1dari 7

A.

Judul Laporan
Pengaruh pH terhadap kerja Enzim Ptialin.

B. Waktu Pelaksanaan
Hari : Kamis
Tanggal : 31 oktober 2019
Waktu : 09.30 – 12.00 WIB
Tempat : Laboratorium Biologi

C. Tujuan

Memahami pengaruh pH terhadap kerja enzim ptialin.

D. Landasan Teori
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.
Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh
enzim. Enzim merupakan suatu protein seperti halnya protein lain, enzim dapat
mengalami perubahan struktur apabila dikenakan pada suhu yang ekstrim. Bila terjadi
perubahan struktur, enzim menjadi tidak fungsional lagi. Kerja enzim bersifat spesifik,
emzim ptialin hanya bekerja untuk amilum, enzim katalase untuk hydrogen peroksida dan
sebagainya (Martoharsono, 1986).
Enzim pencernaan adalah substansi di perut dan sistem pencernaan yang memecah
makanan, misalnya pepsin adalah sebuah enzim di lambung yang memecah protein,
lipase untuk memecah lemak, amilase memecah karbohidrat, di samping itu juga terdapat
getah lambung yang berupa asam klorida (HCl) yang diproduksi oleh sel-sel mukosa.
Terdapat juga enzim dari hati dan pankreas yang membantu pencernaan, contohnya
katalase yang dikeluarkan hati untuk menetralkan racun (Martoharsono, 1986).
Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim
amilase atau ptialin. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva adalah
cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari sekitar 1-1,5 liter saliva dikeluarkan
oleh kelenjar saliva. Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis,
dan sublingualis. Selain itu juga ada beberapa kelenjar bukalis yang kecil (Ganong,
1995). Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga
mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada
waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-
amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi
maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosodat α (1 4). Amilase liur
akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan
dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel
makanan (Guyton, 1997).
Sebagai katalis dalam reaksi-reaksi di dalam tubuh organisme, enzim memiliki beberapa
sifat, yaitu:
1. Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
2. Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena enzim
tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil.
3. Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim.
4. Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat
dan dapat digunakan berulang-ulang.
5. Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (ektoenzim), contoh
ektoenzim: amilase, maltase.
6. Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang
mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, mengkatalisis pembentukan dan
penguraian lemak.
7. Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif
(permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan
substrat tertentu.
8. Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan
yang disebut kofaktor (Wirahadikusumah, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah :
1. Pengaruh pH:
Enzim mempunyai pH optimum (rentang pH) dimana enzim mempunyai aktivitas
maksimal di atas atau di bawah pH optimum aktivitas enzim berkurang.
Contoh: enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam,
memiliki pH optimal 2. Enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana
basa, memiliki pH optimal 7,5-8.
2. Pengaruh suhu:
Semua reaksi kimia dipengaruhi suhu, makin tinggi suhu makin tinggi kecepatan
reaksi. Pada reaksi enzimatik, suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi enzim
dan aktivitas enzim akan berkurang. Suhu saat enzim mempunyai aktivitas
maksimal dinamakan suhu optimum.
3. Aktivator dan Inhibitor
Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim.
Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase. Inhibitor adalah
zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor
terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif
adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif
enzim, contohnya sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb.
Sementara itu, inhibitor nonkompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain
selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif
enzim.
4. Konsentrasi enzim dan substrat
a. Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya
reaksi. Dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.
b. Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding
terbalik dengan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994).
Larutan buffer adalah larutan yang tahan terhadap perubahan pH dengan
penambahan asam atau basa. Larutan seperti itu digunakan dalam berbagai percobaan
biokimia dimana dibutuhkan pH yang terkontrol dan tepat. Larutan buffer bermanfaat
untuk melarutkan kotoran yang masih terikut di dalam endapan enzim tersebut sekaligus
bisa mencegah enzim dari denaturasi dan kehilangan fungsi biologisnya. Buffer dapat
mempertahankan kondisi enzim presipitat agar tidak terjadi perubahan pH dan mencegah
agar enzim tidak mengalami inaktivasi (Hafiz Soewoto, 2000).

E. Alat dan Bahan


1. Alat
Beaker glass 100 mL
Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Gelas ukur 10 mL
Corong kaca
Kertas saring
Pipet
Plat tetes
2. Bahan
Larutan amilum 1%
Larutan iodin 10%
Larutan buffer pH 3
Larutan buffer pH 5
Larutan buffer pH 7
Saliva
Aquades

F. Cara Kerja

Menampung saliva 5 mL dalam beaker glass, menambahkan 5 mL aquades, kocok,


dan saring!
Menyediakan 4 tabung reaksi, memberi tanda A, B. C, D
Mengisi tabung A dengan 1 mL larutan amilum 1% + 1 mL larutan buffer pH 3
Mengisi tabung B dengan 1 mL larutan amilum 1% + 1 mL larutan buffer pH 5
Mengisi tabung C dengan 1 mL larutan amilum 1% + 1 mL larutan buffer pH 7
Mengisi tabung D dengan 1 mL larutan amilum 1% + 1 mL larutan buffer pH 9
Menambahkan 1 mL larutan saliva ke dalam masing-masing tabung reaksi,
mengkocok! Mencatat saat ini sebagai 0
5 menit kemudian menteteskan 4 tetes larutan dari masing-masing tabung reaksi pada
4 lubang baris pertama plat tetes (larutan A pada lubang 1, larutan B peada lubang 2,
dst) menambahkan larutan iodium 10% !
Mengulangi perawatan di atas dengan baris tetes kedua, ketiga, dan keempat, dengan
interval masing-masing 5 menit. Tambahkan larutan yodium 10% !
Mengamati perubahan warna yang terjadi!
Membuat tabel observasi untuk melihat bagaimana enzim ptialin bekerja karena efek
pH yang berbeda!
G. Hasil dan Pembahasan

Warna larutan pada plat tetes


No larutan Baris A Baris B Baris C Baris D

A Saliva + Aquades Orange Orange Kuning Kuning


+ Buffer pH 3 kecoklatan terang tidak keorenan keorenan
terdapat terdapat sedikit sedikit
endapan endapan endapan endapan
B Saliva + Aquades Orange lebih Orange Oren Kuning
+ Amilum + terang tidak terang terdapat terang tidak
buffer pH 5 terdapat terdapat sedikit ada endapan
endapan sedikit endapan
endapan
C Saliva + Aquades Colat pekat Orange gelap Kuning Kuning pekat
+ Amilum + terdapat banyak terang tidak ada endapan
Buffer pH 7 sedikit terdapat memiliki
endapan endapan endapan

Pada praktikum kali ini, yaitu mengenai pengaruh pH terhadap kerja enzim
ptyalin. Seperti yang kita ketahui bahwa pencernaan makanan secara fisik dan
kimiawi dimulai dalam mulut. Selama pengunyahan, geligi dengan berbagai ragam
bentuk akan memotong, melumat, dan menggerus makanan, yang membuat makanan
tersebut lebih mudah ditelan dan meningkatkan luas permukaannya. Kehadiran
makanan dalam rongga mulut (oral cavity) akan memicu reflex saraf yang
menyebabkan kelenjar ludah mengeluarkan saliva melalui duktus (saluran) rongga
mulut.

Pada manusia, lebih dari satu liter saliva disekresikan ke dalam rongga mulut
setiap hari. Terlarut dalam saliva adalah glikoprotein licin (kompleks karbohidrat-
protein) yang disebut musin, yang melindungi lapisan lunak rongga mulut dari
kerusakan akibat gesekan dan melumasi makanan supaya lebih mudah ditelan
(Campbell et al., 2004). Hal ini juga serupa dengan yang diungkapkan Kidd dan
Bechal (1992) bahwa saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari
campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut.
Saliva disebut juga sebagai ludah atau air liur. Sekitar 90% saliva yang dihasilkan saat
makan merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan
makanan.
Dari hasil praktikum kami, diperoleh perubahan warna yang berbeda pada
setiap tabung. Hal ini menunjukkan adanya suatu aktivitas yang menyebabkan
terjadinya perubahan warna pada setiap tabung. Menurut Campbell et al. (2004),
saliva mengandung amylase ludah (salivary amylase), enzim pencernaan yang
menghidrolisis pati (polimer glukosa dari tumbuhan) dan glikogen (polimer glukosa
dari hewan). Produk utama dari pencernaan oleh enzim ini adalah polisakarida yang
lebih kecil dan disakarida maltose. Selain itu, saliva juga mengandung buffer, yang
membantu mencegah pembusukan geligi dengan cara menetralkan asam dalam mulut.
Zat antibakteri dalam ludah juga akan membunuh banyak bakteri yang memasuki
mulut melalui makanan. Kemudian Soewolo et al. (1999) mengungkapkan bahwa
saliva mengandung 2 enzim pencernaan, yaitu lipase lingualis yang disekresi oleh
kelenjar pada lidah dan enzim ptyalin (-amilase saliva) yang disekresi oleh kelenjar
salivaria. Enzim ptyalin ini membongkar tepung di mulut yang merupakan digesi
kimiawi. Pembongkaran pati oleh ptyalin tergantung pada pH enzim 6,7 dan kerja ini
akan berhenti setelah sampai lambung.
Penggunaan larutan buffer yang berbeda-beda untuk praktikum kami pada
setiap tabung, yaitu tabung A dengan pH 3, tabung B dengan pH 5, tabung C dengan
pH 7 menunjukkan bahwa pH berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim ptyalin
dalam merombak amilum menjadi maltosa. Dari hasil praktikum kami, pada tabung A
dengan pH asam yaitu tabung A Buffer pH 3 perubahan warna yang dihasilkan di 5
menit baris A orange kecoklatan dan terdapat endapan, baris B Orange terang tidak
terdapat endapan, baris C Kuning keorenan sedikit endapan, baris D Kuning
keorenan sedikit endapan. Hal ini menunjukkan bahwa pada 5 menit terjadi aktivitas
kerja enzim ptyalin yang optimal dalam merombak amilum menjadi maltose.
Sedangkan pada tabung B Buffer pH5 baris A Orange lebih terang tidak terdapat
endapan, baris B Orange terang terdapat sedikit endapan, baris C Oren terdapat
sedikit endapan dan baris D Kuning terang tidak ada endapan. Sedangkan tabung C
Buffer pH 7 baris A Colat pekat terdapat sedikit endapan, baris B Orange gelap
banyak terdapat endapan, baris C Kuning terang tidak memiliki endapan, dan baris D
Kuning pekat ada endapan. Perubahan warna pada 5 menit menunjukkan warna
kuning keorenan semakin terang dan ada endapan. Berarti terjadi aktivitas kerja enzim
ptyalin yang optimal dalam merombak amilum menjadi maltose. Hal ini sesuai
dengan teori yang sudah disebutkan oleh Soewolo et al. (2005) bahwa pH optimum
untuk kerja enzim ptyalin adalah 6,7. Jadi tidak mengherankan bila aktivitas suatu
enzim dipengaruhi oleh pH medium dan setiap enzim itu memiliki suatu rentangan
optimum pH sendiri. Karena menurut Soewolo (1999), penurunan pH akan
meningkatkan lebih banyak daerah positif pada suatu enzim untuk berinteraksi dengan
kelompok negative pada molekul substrat. Sebaliknya, peningkatan pH akan
menggalakkan ikatan kelompok positif pada suatu substrat ke daerah negative pada
enzim. Selain itu, untuk mengamati pengaruh pH terhadap kerja enzim ptyalin dapat
diketahui dari lama waktu perubahan warna dari masing-masing tabung.

J. Daftar pustaka

Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, Lawrence G. 2004. Biologi Edisi Kelima
Jilid I (Amalia Safitri, Ed.). Alih Bahasaa; Wasmen Manalu. Jakarta: Erlangga.

Ganong, William F. 1995. Fisiologi Kedokteran Edisi 14. Jakarta : EGC.

Soewolo, Basoeki, S., dan Yudani, Titi. 1999. Fisiologi Manusia. Malang: IMSTEP
JICA.

Anda mungkin juga menyukai