Anda di halaman 1dari 6

HIJRAH DI MEDIA SOSIAL

PENGERTIAN HIJRAH

`H ijrah’ secara bahasa berarti berpindah, sedangkan secara istilah berarti perpindahan

Rasulullah saw., beserta para sahabatnya dari Makkah menuju Madinah. Saat pergantian tahun sering
kita manfaatkan untuk bermuhasabah, menghitung diri, dan meletakkan landasan untuk melangkah
ke depan. Pergantian tahun hijriyah juga bisa menjadi momentum untuk memaknai peristiwa Hijrah
Nabi Muhammad saw. beserta kaum mu’minin waktu itu. Setelah 13 tahun berdakwah di Mekah
penuh dengan tekanan dan siksaan, perintah Hijrah dari Allah swt. menjadi titik balik bagi islam dan
kaum muslimin. Hijrah mereka ke Madinah menjadi kunci perkembangan pesat islam dan
kemenangan. Sementara itu dalam karya tulis ini, `hijrah’ yang dimaksud ialah perubahan dari dalam
diri menuju pribadi yang lebih baik, dari pribadi biasa menjadi luar biasa. Untuk itu kita harus berubah,
harus berhijrah agar tak kalah dan tak bisa menghasilkan hal yang besar.

Berikut merupakan ayat di dalam Al-quran’ yang berkaitan dengan Rasulullah saw. dan beserta para
sahabatnya Hijrah dari Mekkah ke Madinah :

َّ ‫ض ِفي ُمسْتضْع ِفينَّ ُكنا قالُوا ۖ ُكنت َُّْم ِفيمَّ قالُوا أنفُ ِس ِه َّْم ظا ِل ِمي ْالمَل ِئك َّةُ توفا ُه َُّم الذِينَّ ِإ‬
‫ن‬ َّ ِ ‫ۖ ْاْل ْر‬
‫ن أل َّْم قالُوا‬
َّْ ‫ض ت ُك‬
َُّ ‫اج ُروا وا ِسعةَّ ّللاَِّ أ ْر‬ ِ ‫ول ِئكَّ ۖ ِفيها فتُه‬ َٰ ُ ‫تۖ جهن َّم مأْوا ُه َّم فأ‬
َّْ ‫صيرا وساء‬
ِ ‫م‬
ْ ُ
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri,
(kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka menjawab:
“Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi
Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An Nisaa’ (4): 97]

Hijrah juga dapat dimaknai dengan upaya memperbaiki diri ke kehidupan yang lebih baik. Hijrah dalam
konteks luas, bisa diterapkan dalam segala keadaan. Meninggalkan pekerjaan yang kurang
berkembang ke pekerjaan yang tergambar masa depannya, meninggalkan kebiasaan shalat dirumah
dengan shalat berjamaah, dan menghilangkan energi kotor di lidah dengan pembicaraan yang baik.

Albert Einstein pernah berkata bahwa, “Hidup seperti mengendarai sepeda, agar tetap seimbang, kau
harus terus bergerak.” Lihatlah sekeliling kita, semuanya terus berubah bahkan begitu cepat. Jika kita
tak beranjak lebih baik dan diam saja, maka kita akan tertinggal dan benar-benar tenggelam.

Berikut ialah ayat di dalam Al-quran’ tentang Hijrah :

‫اج َّْر ومن‬ ِ ‫ل فِي يُه‬ َِّ ‫ض فِي ي ِج َّْد ّللاَِّ سبِي‬ َّ ِ ‫ج ومن ۖ وسعةَّ ك ِثيرا ُمراغما ْاْل ْر‬ َّْ ‫اجرا ب ْيتِ َِّه ِمن ي ْخ ُر‬
ِ ‫ُمه‬
‫سو ِل َِّه ّللاَِّ ِإلى‬ َُّ ‫ّللاُ وكانَّ ۖ ّللاَِّ على أ ْج ُرَّهُ وقعَّ فق َّْد ْالم ْو‬
ُ ‫ت يُد ِْر ْك َّهُ ثُمَّ ور‬ َّ ‫ر ِحيما غفُورا‬
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang
luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka
sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[An Nisaa’ (4): 100]

HIJRAH DI MEDIA SOSIAL


Saat ini, menghadapi tahun politik rumah media sosial Indonesia yang dihuni oleh 150 juta netizen
makin ramai. Dari 185 juta pemilih hampir 55 juta adalah generasi mileneal. Melihat dinamika di media
sosial, kampanye politik serasa sudah dimulai. Dua kubu yang pernah bersetru di 2014 kini akan akan
beeadu lagi di 2019. Meski di tingkat elit dua kandidat yakni Jokowi dan Prabowo sudah berpelukan,
namun di grass root masih panas. Meski agak sedikit sejuk, namun umurnya hanya hangat hangat tahi
ayam.

Makna Hijrah harus dimaknai dengan hijrah di media sosial, caranya dengan tak lagi menyebar energi
negatif di sosial media seperti kebencian, membicarakan aib orang, fitnah dan sebagainya menjadi
energi positif yang membangun optimisme untuk kebaikan di masa depan.

Hijrah yang sejati adalah hijrahnya hati. hati yang selalu iri jika melihat orang lain sukses, menjadi hati
yang ikhlas, hati yang selalu sombong dengan kenikmatan menjadi hati yang egaliter, hati yang selalu
kufur dan berkeluh kesah menjadi hati yang sabar dan syukur. Dan hati yang keras tidak mau
beribadah menjadi hati yang taat menjalankan perintah Tuhan dan hati yang menaburkan kecintaan
semesta.

Semoga pesan perdamaian Hijrah yang diusung di jaman Nabi saw dapat tersampaikan kepada
saudara Muslim yang sedang terluka di Siria, Irak, Palestina, Rohingya, Uigur, dan yaman. Sehinggai
persatuan antar manusia agar menjaga perdamaian di planet ketiga dari tata surya ini. Berikut
merupakan pembahasan tentang materi HIJRAH DI MEDIA SOSIAL yang akan saya sampaikan.

 MENDADAK HIJRAH DI MEDIA SOSIAL

Saat ini sedang jamannya hijrah di media sosial. Dimana orang-orang saling berlom membagikan
kebaikan di dalam media sosial. Ada yang menyatakan bahwa dirinya sedang menuju perubahan
dengan menunjukkann konten yang dia upload/posting dan di follow. Ada pula yang menyatakan
seacara terang-terangan didalam media sosial bahwa ia sedang bertobat atau berhijrah. Apa tujuan
dari hal tersebut sebenarnya?

Banyak sekali akun-akun yang menjual nama agama di dalam media sosial yang mencoba mengajak
pengguna media sosial untuk merubah (Hijrah). Segmentasinya rata-rata adalah para anak muda atau
remaja galau yang sedang bingung dan masih labil dalam menilai sesuatu. Konten yang disampaikan
rata-ratanya adalah tentang jodoh, move on, menikah, hukum berpacaran, dan lain sebagainya yang
berkaitan dengan asmara.

Cukup dekat tentunya dengan anak muda pada saat ini, termasuk saya yang sering sekali di terpa oleh
permasalahan hubungan antar lawan jenis, sehingga tidak heran jika konten yang dibagi di dalam
akun-akun tersebut terkait dengan hal itu. Tak heran jika akun-akun tersebut banyak difollow oleh
kalangan muda. Yah mungkin ada yang sedang memutuhkan pencerahan terkait masalah pasangan
agau bahkan sekedar ingin mengalihkan kegalauan dan menujukan bahwa dirinya tidak salah dalam
bertindak terhadap pasangannya dengan referensi dari akun-akun media sosial tersebut.

Fenomena mendadak Hijrah di media sosial tentunya tidak asing lagi bagi kita karena, mungkin banyak
teman-teman di sekitar kita yang mendadak menghapus berbagai postingnnya yang lama dan
mengubah kontennya menjadi konten Hijrah yang berisi beragam Quotes atau kutipan-kutipan.

Tidak ada yang salah dengan hal itu karena, dalam mengisi konten di dalammedia sosial, kita bebas
untuk menyampaikan apa saja apalagi menyampaikan kebaikan tentunya hal tersebut bernilai positif.
Namun, tentunya ada masyarakat media sosial yang sinis dan beranggapan hal tersebut hanya
sementara seperti “apaan coba hijrah kok pamer-pamerin” “halah paling bentaran doang nanti juga
balik lagi” “abis putus sama pacarnya langsung sok-sok hijrah, paling ntar dapet cowo baru lagi”
“uploadnya quote-quote hijrah mulu, lagi galau bos?”

Persepsi dikalangan masyarakat media sosial mungkin belum sepenuhnya menerima orang-orang
yang mencoba berubah dengan mengganti konten media sosialnya, mengubah postingan, menghapus
konten lama, dan mendadak dakwah didalam media sosial. Saya sering beranggapan bahwa ada yang
sekedar berubah atau berhijrah karena merasa dirinya sedang berada di posisi galau saja, sehingga
jika kegalauan tersebut sudah berhasil di lampaui ia akan lupa bahwa ia sedang berhijrah dan
postingan atau konten didalam media sosialnya akan kembali seperti dulu lagi.

Segemntasi yang ditentukan oleh para pembuat akun-akun hijrah tersebut memang sangat tepat.
Melihat begitu berlimpahnya anak muda yang galau, sehingga ketika ia galau lalu melihat postingan
yang merasa sama dengan keadaannya saat ini, maka ia akan membagikan konten tersebut didalam
media sosialnya dan dilihat oleh anak muda lain yang memiliki rasa sama. Pada akhirnya akun tersebut
berhasil viral dikalangan anak muda galau tersebut.

Sehingga tidak heran jika akun-akun yang berisi konten hijrah kini lebih dekat dengan anak muda.
Melihat dari postingan yang lebih kekinian, para pendakwah yang tidak melulu memakai gamis dan
surban, isi konten tentang masalah asamara dan jodoh, konten video yang lebih menarik dan gaul.
Semua itu membuat para kalangan muda tidak merasa gengsi untuk membagikannya didalam akun
media sosialnya.

 FENOMENA HIJRAH MEDIA SOSIAL

Belakangan sedang menjadi trend para perempuan mendadak berjilbab besar dan tidak sedikit yang
bercadar, atau ada pula yang (mungkin sedang) belajar bercadar dimulai dari mengenakan masker
kemanapun pergi dan beraktifitas. Tidak ada sedikitpun masalah sebenarnya tentang pilihan setiap
orang dalam memilih jalan hijrahnya, hanya saja fenomena ini terlihat seperti sekedar mengikuti trend
semata. Jilbab tidak lagi sebagai bagian dari memenuhi kewajiban hijab aurat, jilbab kini malah lebih
tampak sebagai media eksistensi diri di sosial media.

Bila kita menjelajahi beberapa situs media sosial, terlebih facebook dan instagram, tidak sulit bagi kita
untuk menemukan foto-foto perempuan yang berjilbab modis maupun jilbab besar bahkan bercadar
bertebaran dimanapun, dengan berbagai caption mulai dari tentang jilbab dalam bahasa hijab, hijrah
bahkan tidak sedikit tentang penantian terhadap jodoh.

Berbagai gaya diri, gaya jilbab dan gaya bahasa dalam caption yang dipost ke berbagai media.
(mungkin) niat hati adalah dakwah, memberi contoh bahwa seperti itulah seharusnya seorang
muslimah berpakaian. Sadar atau tidak, apa yang dilakukan tersebut malah melemahkan posisi
muslimah terkesan sedang mengeksploitasi diri, wajah dalam balutan jilbab dinikmati oleh entah siapa
diluar sana, ribuan mata memandang sesuka hati bahkan pasti tidak sedikit mata yang tidak halal
melihatnya malah memutuskan untuk menyimpan bahkan mengoleksi foto-foto wajah cantik berbalut
jilbab tersebut.

Wajah cantik, dengan sedikit polesan make-up dihias rapi jilbab berbagai model dengan caption manis
ala-ala shalihat masa kini, tidak sulit ditemukan dan tidak sedikit pula mengajak ribuan mata dan
pikiran yang bukan mahromnya berimajinasi tentang paras cantiknya, tentang indahnya bersanding
dengannya yang memiliki caption shalihat yang entah dicoppy dari sudut google mana, mengutip
berbagai ayat yang kadang oleh mesin pencarian diinternet diacak sehingga berubah redaksi karena
posisi huruf bertukar tempat, dengan sendirinya merubah makna tanpa diperhatikan asal dicoppy lalu
dipost dan terlihatlah indah. Ada pula yang sesukanya mengutip hadits, tanpa sekalipun ingin tahu
status haditsnya, dengan percaya diri bahkan menyi’arkan hadits dhoif dan mungkin ada pula yang
palsu tanpa mencari tahu sebelumnya. Ahhh, zaman now ada saja fenomena lucu tentang kehidupan
dalam media.

Sekali lagi, tidak ada sedikitpun masalah tentang pilihan orang dalam hijrahnya menuju kehidupan
yang lebih baik, mempersiapkan bekalnnya menuju akhirat, hanya saja perlu juga mempertimbangkan
lebih berat timbangan menuju maslahatnya atau malah mudhoratnya. Sudahkah kita memikirkan
tentang berapa pasang mata yang menikmati wajah cantik titipan Allah kepada kita? Berapa banyak
pikiran yang melambung dalam imajinasinya tentang kita?

Atau berapa banyak yang coba menerka wajah dibalik cadar yang diwakili mata indah (kadang
bercelak) yang dipertontonkan lewat pose indah foto yang kita tebar dimedia sosial? Tidak ingin
melarang siapapun mengekspresikan dirinya, sama sekali tidak ada maksud seperti itu, hanya saja
hijrahlah karena Allah, bukan sebatas ingin memperbanyak koleksi foto, saingan followers diakun
pribadi kita atau mengundang komentator baper disetiap postingan kita.

Benarlah, kita pasti memposisikan aktifitas dalam media sosial sebagai bagian dari aktifitas
bermuamalah yang pada kaidah fiqhnya, hukum asal dari sesuatu (muamalah) adalah mubah sampai
ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya) atau tidak boleh dilakukan
suatu ibadah kecuali yang disyari’atkan oleh Allah, dan tidak dilarang suatu adat (muamalah) kecuali
yang diharamkan oleh Allah.

Namun, apa tidak sebaiknya kita melihat lebih jauh tentang berapa banyak kejahatan dalam media
sosial yang tidak bisa dibendung meski dalam hati niatan kita adalah baik adanya? Ingatlah, terlebih
kita kaum hawa yang apapun aktifitas kita akan mudah mengundang fitnah. Telah baik niat kita,
namun Allah tetaplah akan menguji, telah baik niat dalam hati namun adakah jaminan setiap mata
dan pikiran yang menujui adalah sebaik niat kita? Memang setiap niat, setiap perbuatan adalah akan
dipertanggungjawabkan oleh masing-masing kita, namun tidak ada salahnya untuk mengurangi
potensi untuk menjerumuskan pada hal yang tidak pernah diniatkan.

 BEROPINI TENTANG HIJRAH DAN PAMER DI MEDIA SOSIAL

Pernah gak sih kalian baca status orang-orang “kalau ibadah ya ibadah saja, gausah pamer ke sosial
media. kita sih gamau tau juga!”.

maksudnya apa, ya? hm.


Sekarang ini rasanya senang sekali menemukan banyak akun pemuda-pemuda yang hijrah, selalu
share tentang dakwah (dakwahnya pakai caption dan foto yang nyambung ya bukan pakai foto selfie).
Ditambah lagi banyak info-info kajian di kota sendiri dan diluar kota, bertebaran video dakwah islam
disosial media (meskipun begitu harus hati-hati juga, harus sesuai sunnah dan Al-Qur’an).

Dimana ada yang pro, pasti ada yang kontra juga!

Pernah liat status seseorang yang terganggu dengan temannya yang hijrah gak? kalau belum saya tulis
sedikit ya tentang statusnya itu. Intinya “jangan mengharamkan dan mengkafirkan segala yang
bertentangan sama ajaran kalian, jangan ngerasa paling benar. kalau ada yang salah cukup kasih tau
saja dengan rujukan al-Qur’an, ulama, dan hadist shahih, bukan dari Youtube dan Google.

Tidak ada yang tahu kedalaman hati seseorang kecuali dia sendiri dan Allah yang tau. Jadi jangan
ngejudge seseorang paling benar dulu. Maafkan kalau mereka memberikannya dengan ngotot atau
ada yang salah-salah kata dan caranya. Misalkan sumber-sumber yang lain, kalau apa yang dia bilang
benar maka terima dan tegur juga kalau caranya salah. Bersyukurlah kalau ada yang mengingatkan,
Alhamdulillah sekali. Cukup kasih tau saja dengan rujukan Al-Qur’an, ulama, dan hadist shahih, bukan
dari Youtube dan Google

Hmm.. iya deh setuju tapi ada ‘tapinya’ dong. “bukan rujukan Youtube atau Google”, gimana? kita
hidup di era modern, semua orang tidak bisa datang ke kajian, bisa liat kajian di Youtube, bisa tambah
ilmu juga dari Google asalkan yang dibaca banyak banget referensinya. Sama halnya dengan ngerjain
tugas, selain dari buku referensinya boleh dari Youtube dan Google?

Orang yang awam dan baru hijrah bagaimana bisa tau tentang hadist-hadist, sunnah, ceramah-
ceramah selain dari Youtube dan Google sedangkan dia masih sangat malu untuk minta bimbingan
ustadz atau orang-orang yang sudah hijrah?

Tapi sejenak pikirkan. Bagaimana jadinya kalau cari sesuatu di Al-Qur’an secara sendiri, berapa lama
akan dapat informasi, sedangkan sudah ada Youtube dan Google, bisa di cari sebentar dari banyak
referensi, kemudian bukalah Al-Qur’an ayat berapa dan surah apa, bisa juga cari refensi buku-buku
hadist shahih, cari sendiri benar atau salah apa yang dia dapat di Youtube dan Google. Ustadz-ustadz
yang ceramah di Youtube juga bisa dilihat dulu profilnya, dia terkenal dengan kajian sunnah atau tidak,
mereka yang dakwah pasti ilmunya tidak asal-asalan, mereka juga kuliah. Sama-sama belajar seperti
kita yang ambil prodi sesuai minat kita. Kalau sudah ketemu benar atau salahnya referensi dari
Youtube atau Google, misalnya masih belum yakin dari lihat Al-Qur’an seperti takut salah, bisa juga
deh sekali-kali ikut kajian.

Intinya terserah kalau orang lain mau share tentang hijrah selama ada tingkat kebermanfaatannya
untuk orang lain, sama halnya kita-kita yang share kehidupan sehari-hari “ya terserah aja sih hidup-
hidup gue, sosmed juga sosmed gue” dan jangan menilai disamaratakan, lihat dari sisi yang lain,”kira-
kira dengan kita share tentang hal demikian ada yang termotivasi atau ngga?”. Dan kita sebagai
manusia sudah diberikan akal sehat, seharusya kita juga tau dong mana yang baik dan buruk (selagi
baik dan ngga keluar dari pedoman Al-Qur’an, as-sunnah, dan hadist.

Jangan menganggap orang yang share hijrah sana-sini mengandung unsur pamer ingin dilihat sama
orang lain, siapa tau mereka ingin kalau sosial medianya mengandung kebaikan untuk orang lain dan
InsyaAllah juga dia yang ngeshare kebaikan akan dapat pahala juga. Siapa sih yang gamau dapat
pahala, semua orang pasti mau kan? dari pada ngeshare foto selfie apalagi fotonya terlihat auratnya,
pahala tidak dapat tapi disegala aktivitas dapat dosa.
Jangan asal menganggap orang yang sedang beproses hijrah dengan pamer. Karena itu bisa membuat
sakit hati orang lain dan bisa menurunkan rasa kepercayaan diri. Doakan saja orang tersebut semoga
istiqamah, jangan dijauhi juga, kasih dia ruang dalam berhijrah. Biarkan segala sesuatu yang dia
lakukan menjadi urusan dia sendiri, mau unsur pamer ataupun untuk berdakwah biarkan menjadi
urusan dirinya dengan Allah. Kita sebagai manusia tidak pantas untuk menilai manusia lain. Kalau ada
yang salah pun tegur yang halus, secara pribadi ya. Tugas kita sebagai manusia kan harus saling
menasehati dalam kebaikan. Yuk semangati kawan-kawan kita yang sedang berproses dalam hijrah
dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

POSITIF DAN NEGATIF HIJRAH DI MEDIA SOSIAL

 Positif :
1. Dapat menginspirasi banyak orang
2. Lebih banyak mengajak orang untuk hijrah
3. Mengurangi kecanduan akan sosial media yang membuang waktu
banyak
 Negatif :
1. Susah untuk istiqomah
2. Banyaknya mendapat cemooh dari orang
3. Kurang mendapatkan informasi perkembangan sekitar, nasional
maupun internasional

Anda mungkin juga menyukai