Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“CARA MENJADI TEMAN YANG BAIK UNTUK ANAK-ANAK”

DISUSUN OLEH :

NAMA : PUTRI NOVIA KARMITA DEWI

NIM : 33101700046

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

PRODI FARMASI

2017/2018

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………….…………………………………………………..2
A. PENDAHULUAN ............................................................................................. 3
II. PEMBAHASAN ................................................................................................ 6
III. PENUTUP....................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

2
A. PENDAHULUAN

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, “ Orang tua adalah
ayah ibu kandung”. Selanjutnya A. H. Hasanuddin menyatakan bahwa,“Orang tua
adalah ibu bapak yang dikenal mula pertama oleh putra putrinya”. Orang tua
merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari
merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk
pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Pada umumnya pendidikan
dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang
lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan
strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.
Secara sederhana peran orang tua dapat dijelaskan sebagai kewajiban orang tua
kepada anak. Diantaranya adalah orang tua wajib memenuhi hak-hak (kebutuan)
anaknya, seperti hak untuk melatih anak menguasai cara-cara mengurus diri, seperti
cara makan, buang air, berbicara, berjalan berdoa, sungguh sungguh membekas
dalam diri anak karena berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai
pribadi. Sikap orang tua sangat memengaruhi perkembangan anak.
Sikap menerima atau menolak, sikap kasih sayang atau acuh tak acuh, sikap
sabar atau tergesa-gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara langsung
memengaruhi reaksi emosional anak. John Locke mengemukakan, posisi pertama
didalam mendidik seorang individu terletak pada keluarga. Melalui konsep tabula
rasa John Locke menjelaskan bahwa individu adalah ibarat sebuat kertas yang
bentuk dan coraknya tergantung kepada orang tua bagaimana mengisi kertas
kosong tersebut sejak bayi. Melalui pengasuhan, perawatan dan pengawasan yang
terus menerus, diri serta kepribadian anak dibentuk. Dengan nalurinya, bukan
dengan teori, orang tua mendiidk dan membina keluarga.
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua
orang tua terhadap anak antara lain:
1. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan
alami untuk dilaksanakan karena si anak memerlukan makan, minum dan
perawatan agar ia hidup secara berkelanjutan.

3
2. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun
rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat
membahayakan dirinya.
3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna
bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu , berdiri sendiri dan
membantu orang lain.
4. Membahagiaan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan
agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sebagai tujuan akhir hidup muslim.
Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat
berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Pendidikan orang tua terhadap anak-
anaknya adalah pendidikan yang didasarkan pada rasa kasih sayang terhadap anak-
anak, dan yang diterimanya dari kodrat. Orang tua adalah pendidik sejati, pendidik
karena kodratnya. Oleh karena itu, kasih sayang orang tua terhadap anak-anak
hendaklah kasih sayang yang sejati pula, pada kebanyakan keluarga, ibulah yang
memegang peranan yang terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu
dilahirkan, ibulah yang selalu di sampingnya. Ibulah yang memberi makan dan
minum, memelihara, dan selalu bercampur gaul dengan anak-anak. Itulah sebabnya
kebanyakan anak lebih cinta kepada ibunya daripada anggota keluarga lainnya. Ibu
adalah rumah bagi anak sebelum anak itu dilahirkan. Ibu adalah seorang pengajar
yang memberi nasehat tentang petunjuk kehidupan ketika seorang anak
membutuhkan petunjuk bimbingannya.
Ibu adalah manusia ciptaan Allah yang memberikan sesuatu tanpa batas dan
tidak mengharapkan imbalan apa-apa atas semua pemberiannya. Seorang anak
yang senantiasa mendambakan ibu yang baik nan sholehah, taat menjalankan
ibadah mahdah, rajin menjalankan syariat hukum sesuai dengan aturan agama
Islam, memberikan kasih sayang yang tulus, mendidik dengan baik dan berbudi
pekerti yang luhur. Itulah yang disebut dengan ibu ideal. dalam pandangan Islam.
Wanita muslimah tidak pernah lupa bahwa tanggung jawab ibu dalam mengasuh
anak dan membentuk kepribadian mereka lebih besar dari pada tanggung jawab
ayah. Sejatinya, ibu dikatakan ideal dalam Islam yaitu mampu mendidik anak
dengan nilai ke-Islaman, begitu juga, dengan pendidikan anak yang merupakan

4
salah satu topik amat penting serta mendapat perhatian dari Islam. Dengan
pendidikan, anak akan mempunyai banyak ketrampilan dan kepribadian.
Ketrampilan dan kepribadian merupakan sekian banyak dari proses yang dialami
anak untuk menjadi makhluk yang berkualitas baik fisik maupun mental. Pribadi
berkualitas dan berakhlak mulia tidak datang dengan sendirinya, tetapi ada
semacam latihan latihan kebiasaan yang baik akan berakibat baik dan menjadi
bagian dari kepribadian keseharian, sebaliknya kepribadian dan kebiasaan sehari-
hari yang buruk juga akan berakibat buruk terhadap kepribadian dan perbuatan
dirinya sendiri. Tidak ada yang meragukan betapa pentingnya peran ibu sebagai
pendidik anak seperti kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu. Karena perhatian
dan kasih sayang tersebut akan menimbulkan perasaan di terima dalam diri anak-
anak dan membangkitkan rasa percaya diri di masa-masa pertumbuhan mereka.
Djumransjah dkk. dalam bukunya Pendidikan Islam Menggali Tradisi
Mengukuhkan Eksistensi mengatakan bahwa: mendidik atau pendidikan adalah
menumbuhkan dan mengembangkan potensi jasmaniah dan rohaniah anak didik
atau seseorang untuk mendapatkan nilai-nilai dan normanorma tertentu. Kegiatan
pendidikan tersebut dapat berlangsung di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat,
lembaga-lembaga tersebut yang ikut bertanggung jawab memberi pertolongan
kepada anak didik dalam perkembangan rohani dan jasmaninya, agar mencapai
tingkat kedewasaan dan mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai
makhluk Allah, makhluk sosial dan sebagai individu
Sesuai dengan fungsi srta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat
disimpulkan bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya adalah sebagai
berikut:
a. Sumber dan pemberi rasa kasih sayang
b. Pengasuh dan pemelihara
c. Tempat mencurahkan isi hati
d. Pengatur kehidupan dalam rumah tangga
e. Pembimbing hubungan pribadi
f. Pendidik dalam segi-segi emosional

5
II. PEMBAHASAN

Menurut Subino Hadisubroto, anak apabila dilihat dari perkembangan


usianya, dapat dibagi menjadi enam periode. Periode pertama, umur 0-3 tahun.
Pada periode ini yang terjadi adalah perkembangan fisik penuh. Oleh karena itu,
anak yang lahir dari keluarga cukup material, pertumbuhan fisiknya akan baik bila
dibandingkan dengan kondisi ekonomi yang rata-rata. Periode kedua, umur 3-6
tahun. Pada masa ini yang berkembang adalah bahasanya. Oleh karena itu, ia akan
bertanya segala macam, terkadang apa yang ditanya membuat kesulitan orang tua
untuk menjawabnya. Periode ketiga, umur 6-9 tahun, yaitu masa social imitation
(masa mencontoh). Pada usia ini, masa terbaik untuk menanamkan contoh teladan
perilaku yang baik. Periode keempat, umur 9-12 tahun, periode ini disebut tahap
individual. Pada masa ini, anak sudah btimbul pemberontakan, dalam arti
menentang apa yang tadinya dipercaya sebagai nilai atau norma. Masa ini
merupakan masa kritis.
Para periode anak ini, dapat disampaikan pesan-pesan yang ringkas dengan
kata-kata yang halus dan lembut. Ceritakan tentang kenikmatan yang telah
diberikan oleh Allah SWT tentang keutamaan dan kemuliaan-Nya berikan contoh
dalam kehidupan sehari-hari pada anak. Hal yang demikian ini menjadikan mereka
selalu rindu terhadap keridhaan-Nya. Pada saat ini pula, anak membutuhkan adanya
figur teladan yang tampak di depan matanya. Maka hanya dengan melihat orang
tuanya, yang senantiasa mengajarkan shalat lima waktu sehari semalam tanpa
sedikit pun mengeluh dan bosan, hal itu akan memberikan pengaruh yang sangat
besar dalam diri sang anak.
Membina ketaatan ibadah pada anak juga mulai dari dalam keluarga dengan
membimbing dan mengajarkan atau melatih anak dengan ajran agama seperti
syahadat, shalat, berwudhu, doa-doa, bacaan Al-Qur’an. Lafas zikir dan akhlak
terpuji, seperti bersyukur ketika mendapatkan anugrah, bersikap jujur, menjalin
persaudaraan dengan orang lain, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang
Allah. Anak yang masih kecil kegiatan ibadah yang lebih menarik baginya adalah
yang mengandung gerak. Anak- anak suka melakukan shalat, meniru orang tuanya

6
kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu. Pengalaman keagamaan
yang menarik bagi anak di antaranya shalat berjamaah. Di samping itu, anak senang
melihat dan berada di dalam tempat ibadah (masjid, mushala, surau dan
sebagainya).
Pengaruh lingkungan, terutama keluarga memnag sangat dominan bagi
perkembangan keberagamaan seseorang. Seseorang anak yang dibesarkan dalam
keluarga yang religius akan lebih besar kemungkinannya berkembang menjadi
lebih religius dibandingkan dengan yang tidak.
Mekanisme psikologis kehidupan beragama pada masa kanak-kanak yang sangat
menonjol adalah mekanisme imitasi. Seperti perkembangan aspek-aspek psikologis
dan kemampuan anak yang lain yang berkembang lewat proses peniruan, pada
mulanya anak beragama karena meniru orang tua nya. Dengan demikian jika anak-
anak melakukan suatu ibadah (pergi ke masjid, gereja, kuit atau biara) semua itu
dilakukan hanya karena meniru orang tuanya saja. Memahami konsep keagamaan
pada anak berarti memahami sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan ciri yang
mereka miliki, maka sifat keagamaan pada anak-amak tumbuh mengikuti pola. Idea
keagamaan pada anak hampir sepenuhnya authoritarius maksudnya konsep
keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh unsur dari luar diri mereka. Hal
tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari
hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-
apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang
sesuatu hingga masalah agama. Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak
sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan
kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang
mereka pelajari dan para orang tua maupun guru mereka. Bagi mereka sangat
mudah untuk menerima ajaran dari orang dewassa walaupun ajaran itu belum
mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut. Orang tua sebagai orang yang
paling bertanggung jawab dalam lingkungan keluarga, termasuk tanggung jawab
atas pendidikan anggota keluarganya.
Pendidikan merupakan serangkaian kegiatan untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki anak didik yang diserahkan pada kedewasaan secara utuh agar sanggup

7
berdiri sendiri untuk mengembangkan segala tugas kehidupan sesuai dengan
idiologi yang dimilikinya. Dengan demikian maka proses bimbingan,pertolongan
serta pengarahan harus meliputi pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap.
Pendapat lain mengatakan bahwa bimbingan adalah:
Membina boleh berarti sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan secara
sistematis metodis dan demokratis dari seseorang yang memiliki kompetensi yang
memadai dalam mengadakan pendekatan, metode dan teknik layanan kepada
individu agar si terbantu ini lebih memahami diri, mengarahkan diri dan memiliki
kemampuan nyata dini dalam mengadakan penyesuaian, membuat pilihan dan
memecahkan persoalan-persoalan secara lebih memadai sesuai dengan tingkat
perkembangan yang dicapai. Islam memberi arahan dalam memberi hukuman
terhadap anak atau peserta didik, si pendidik hendaknya memperlihatkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Tidak menghukum anak ketika marah, karena terbawa emosional yang
dipengaruhi nafsu syetan
b. Tidak menyakiti perasaan dan harga diri anak
c. Tidak merendahkan derajat dan martabat yang dihukum
d. Tidak menyakiti secara fisik
e. Bertujuan mengubah perilaku yang tidak atau kurang baik.
Jadi dapat dipahami bahwa hukuman memiliki tujuan untuk merubah
tingkah laku manusia menjadi lebih baik. Hukuman merupakan upaya akhir yang
dilakukan pendidik apabila upaya yang bersifat lemah lembut tidak menunjukkan
perubahan atau hasil yang positif. Dalam menerapkan hukuman harus dilakukan
dengan hati-hati dan proporsional dalam arti sesuai dengan tingkat kesalahan anak
dan yang terpenting adalah hukuman dapat merubah perilaku menjadi lebih baik.
Nasihat merupakan metode pendidikan yang cukup efektif dalam membentuk iman
seorang anak, serta mempersiapkan akhlak, jiwa dan rasa sosialnya. Nasihat dan
petuah memberikan pengaruh besar untuk membuka hati anak terhadap hakikat
sesuatu, mendorongnya menuju hal-hal yang positif, mengisinya dengan akhlak
mulia dan menyadarkannya akan prinsip-prinsip Islam. Tidaklah aneh bila Al-
Qur’an menggunakan metode ini dan menyeru jiwa-jiwa manusia dengan nasihat,

8
serta mengulangnya pada beberapa ayat di tempat yang berbeda-beda. Perhatian
orang tua yang diberikan kepada anak biasa dilakukan dengan dialog dan berusaha
memahami persoalan yang dihadapi anak. Pada anak mereka mulai berfikir logis,
kritis, suka dengan membandingkan apa yang mereka lihat di rumah dan di luar
rumah. Diharapkan orang tua dapat memberikan penjelasan dan pemahaman yang
sesuai dengan tingkat pola berfikir anak mereka. Bimbingan dengan cara
memberikan dialog atau nasihat ini dapat dilakukan orang tua dalam memaparkan
makna dan manfaat shalat atau dengan cara menceritakan tentang perintah shalat
yang telah tercantum di dalam AL-Qur’an. Pendidikan dengan pemantauan adalah
memberi perhatian penuh dan memantau akidah akhlak anak, memantau kesiapan
mental dan rasa sosialnya dan rutin memperhatikan kesehatan tubuh dan kemajuan
belajarnya. Tidak diragukan lagi, pendidikan yang demikian merupakan dasar yang
kokoh untuk menciptakan manusia yang seimbang dan utuh. Yakni, manusia yang
menunaikan hak setiap orang dalam kehidupan ini. Ia menjadi manusia yang
mampu mengemban berbagai tanggung jawab, melaksanakan semua kewajiban
dengan sempurna dan seorang muslim sejati.Pengaruh ini adanya kontradiksi antara
pola kehidupan dalam sebuah keluarga. Namun demikian, ibu mempunyai andil
yang lebih kuat dalam sebuah keluarga maka seorang ibu harus memiliki sifat yang
sangat perlu dicontohkan oleh anak-anak antara lain sebagai berikut:
1. Ibu sebagai suri tauladan yang bergerak dalam rumah tangga
Suri tauladan merupakan kurikulum yang diamanahkan Allah Swt kepada sosok
manusia yang mengembangkannya, menerjemahkan, serta mengartikulasikannya
kepada perilaku yang tektual dan dapat dirasakan. Oleh karena itu Allah mengutus
Nabi Muhammad Ṣallallāh ‘alayh wa Sallam untuk menerjemahkan kurikulum ini
agar menjadi suri tauladan yang baik bagi segenap umatnya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah Swt, yang artinya: “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri tauladan yang baik … “ (al-Ahzab:21).
Sesuai dengan ayat tersebut contoh mendidik anak sebagaimana yang dipraktekkan
Rasulullah. Hal ini sesuai dengan karakteristik sosok teladan yang dimiliki
Rasulullah sebagai landasan dan metode mendidik anak.9 Di samping itu pula,
Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik terhadap

9
keluargamu dan aku adalah yang paling baik dalam memperlakukan keluargaku.
(HR.Ibnu Hibban)
Penjelasan dari hadis tersebut di atas memberikan gambaran bahwa kehidupan
Rasulullah Saw sebagai ayah kebaikannya berinteraksi dengan anakanak para
sahabat dan tetangganya merupakan tauladan sesuai dengan karakteristik mulia
yang beliau miliki. Berdasarkan contoh ini maka seorang ibu berperan sebagai
madrasah dalam keluarga harus memiliki teladan yang dijadikan contoh oleh anak-
anaknya. Di mana dalam kehidupan sehari-hari misalnya seorang ibu dapat
membentuk norma-norma dan nilai-nilai serta dapat memperbaiki akidah anak-
anaknya. Contoh yang lain seorang ibu harus berlaku adil terhadap anak-anaknya
dan mendidik mereka dengan hal-hal terpuji serta tumbuh dengan aqidah Islam
yang kokoh, demikian pula seorang ibu mendidik bersikap amanah di depan anak-
anaknya dan sebaliknya jika seorang anak melihat ibunya berdusta dan mimpi tidak
mungkin sama sekali belajar kejujuran. Jika ibu bersikap angkuh, sombong, dan
dengki maka anaknyapun tidak mungkin belajar keutamaan dan berakhlak baik.10
2. Pengaruh bahasa dalam mendidik anak
Bahasa memiliki peranan penting dalam pertumbuhan seoran anak dari seluruh
aspek kepribadiannya. Pedoman ini bisa merujuk pada masa dahulu yaitu pada
zaman sejarah bangsa Arab. Dengan itu dapat diketahui pentingnya bahasa dalam
pendidikan anak dan pengaruhnya terhadap bidang-bidang kehidupan.
Bangsa Arab dulu berusaha keras apabila ada anak-anak kecil dan bayi dilahirkan
untuk mengirimkan mereka ke desa perkampungan dan di sana dicari ibu-ibu
susuan dengan tujuan agar mendidik bahasa dengan baik dan berbicara dengan tutur
kata yang indah dan bahasa Arab yang fasih yang dipergunakan oleh penduduk
Arab pedalaman. Tujuan ini tidak lain agar anak-anak mereka memiliki sifat-sifat
yang penuh keberanian, cerdik, perilaku terpuji, mulia, dan murah hati dan
ksatrianya.
Berdasarkan sudut pandang tersebut maka pada zaman era globalisasi ini seorang
ibu sangat sulit menggunakan yang demikian lebih-lebih cara kita memandang
terhadap penduduk pedalaman telah berubah, diakibatkan oleh keterlambatan
sampainya aliran peradaban yang membaca cara-cara pemeliharaan kesehatan,

10
metode-metode pendidikan, dan program-program perubahan wawasan
pengetahuan di kampung-kampung pedalaman. Walaupun hal ini memang sulit
untuk diciptakan paling tidak kita mampu mengusahakan untuk menciptakan
lingkungan Islami yang mirip dengan lingkungan-lingkungan seperti itu dan mau
berusaha menjadikan pergaulan dengan anak-anak kita secara terarah dan baik
dengan menggali ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis .
Oleh karena itu ibu merupakan unsur asasi dan pokok dasar dalam keluarga maka
kepadanyalah jatuh tanggung jawab tersebut untuk melakukan hal-hal baik.
Dan seorang anak yang dididik dalam pangkuan ibu yang penuh perhatian
dengannya dan melaksanakan pendidikannya secara baik dengan ungkapan bahasa
yang paling tepat dan indah maka tidak diragukan lagi anak-anak akan patuh dan
akan mendapatkan pengalaman yang baik. Sebagai contoh: “Anakku jangan ribut,
karena ibu sedang capek mau beristirahat. Kalau ibu tidak beristirahat nanti ibu
tidak bisa bekerja lagi”. Jika anak-anak kita memberikan respon positif dengan
ucapan demikian, maka seorang ibu jangan pernah lupa mengucapkan terima kasih.
3. Pengaruh cerita dalam menanamkan nilai-nilai yang baik
Cerita merupakan faktor akliah yang mengandung muatan pendidikan untuk
menyajikan akidah Islam dan akhlak yang sempurna dengan cara berbentuk kisah
yang diperdengarkan pada anak-anak sesuai dengan tingkat daya tangkap anak
secara bertingkat dan berkembang. Oleh karena itu seorang ibu hendaknya tidak
melalaikan pengaruh cerita nyata bagi pendidikan anaknya sebab ia berkewajiban
membiasakan untuk menjalankan segenap nilai etika apa saja yang termasuk akhlak
yang baik, seperti sabar, mementingkan orang lain, ikhlas, memenuhi janji, takwa,
penyayang, dan berkata benar. Misalnya seorang ibu menceritakan kepada anaknya
tentang cerita para nabi-nabi yang tercermin padanya adalah contoh-contoh yang
indah untuk semua aspek pendidikan.
Hal ini dilakukan oleh para ibu yang memiliki pengetahuan yang luas, tentang
kisah-kisah Nabi. Salah satu contoh yang sering diperdengarkan yaitu tentang
pendidikan seperti mengajarkan anak-anak tentang bagaimana cara mentaati Allah
dan menceritakan tentang Nabi Musa as, dan bagaimana ibundanya memenuhi
perintah Allah, di mana ibunya tega meletakkan beliau yang masih bayi itu dalam

11
peti kemudian bagaimana saudara perempuannya mendengar ibunya ketika disuruh
mengikuti berita mengenai keberadaannya peti yang telah hanyut dibawa arus
sungai, dan banyak cerita-cerita nabi yang lain yang perlu ditanamkan pada jiwa
anak.
4. Pentingnya hiburan bagi anak-anak
Hiburan adalah suatu kata yang dipakai untuk menyatakan jenis kegiatan yang
konstruktif yang dijalankan oleh seseorang pada waktu senggangnya. Hal ini bukan
untuk memperoleh materi, akan tetapi dapat bersifat fisik, akal, sosial, etika,
maupun seni.12
Jiwa manusia itu berbeda-beda sesuai dengan karakternya masing-masing dan cara
untuk mendapatkan hiburan juga berbeda-beda. Sebagian anak-anak suka hiburan
menaiki kuda. Hal ini untuk memperoleh ketenangan jiwa dan menghirup udara
bebas yang bersih yang memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan badan.
Sebagian yang lain ada yang suka berenang, berlari, berburu, dan lain sebagainya.
Ragam hiburan di sini perlu sekali diketahui oleh seorang ibu, karena di zaman
modern ini terdapat beraneka ragam permainan yang menarik dan menggoda anak-
anak sehingga perlu pelibatan para ahli pendidikan untuk mengawasi pembuatan
mainan. Sehingga jenis permainan dapat dipisahkan untuk anak-anak dalam batas
waktu tertentu. Jadi, peran ibu di sini adalah menggunakan waktu untuk mencarikan
permainan yang sesuai dengan anaknya.
Demikian pula, seorang ibu perlu menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa
hiburan yang dilakukan harus sesuai dengan ajaran Islam. Apabila tujuannya untuk
memperkuat jasmani dan membuat pikiran menjadi rileks dan bersemangat untuk
melaksanakan tugas-tugas yang lain maka akan menjadi ibadah dan mendapatkan
pahala.
Sebagai contoh jika seorang ibu melihat kecenderungan anaknya untuk
menggambar atau menulis huruf-huruf Arab berupa tulisan indah (kaligrafi) maka
ia harus membantunya dan mengembangkan bakatnya itu dengan cara
menyediakan berbagai jenis perlengkapan seperti buku pedoman kaligrafi, pena,
pewarna dan sebagainya yang dianggap perlu. Namun sebaiknya hal itu dilakukan

12
pada waktu-waktu senggang agar tidak mengganggu tugas-tugas lain yang lebih
penting dikerjakan.
5. Membacakan kisah-kisah dan sya’ir (puisi dan sajak)
Salah satu yang dapat memberikan ketenangan jiwa adalah membaca syairsyair.
Kalau seorang ibu memanfaatkan sarana hiburan ini dalam mendidik anakanaknya
dengan cara menghidupkan kaset-kaset syair-syair keagamaan maka anakanak akan
terbiasa dengannya. Hal ini juga akan memperkuat jiwa keagamaan bagi anak-anak
serta menjernihkan emosi dan menanamkan keutamaan-keutamaan serta perilaku-
perilaku terpuji di dalam jiwa anak.
Berbeda dengan nyanyian yang diiringi musik. Hiburan ini sangat banyak beredar
dan paling berbahaya terhadap pemikiran dan tingkah laku anak-anak.
Hiburan ini dapat ditemukan di setiap rumah, tempat usaha dan di pinggi-pinggir
jalan bahkan di setiap mobil terdapat kaset-kaset lagu cinta dan kerinduan yang
dapat merusak kehidupan anak-anak Islam dan membuat mereka terlena dengan
nyanyian-nyanyian yang tidak berguna dan dapat menyesatkan diri dari jalan Allah.
Untuk mengatasi hal ini seorang ibu perlu mengontrol anak-anaknya dan wajib
membiasakan mereka untuk menjauhi hiburan seperti ini karena kemudharatan
yang akan hadir di depannya. Selain itu, ibu juga perlu memberikan pengertian
dengan cara mudah dimengerti sesuai dengan tingkat pemikiran anaknya.

III. PENUTUP

Dari teori pendidikan Islam sebagaimana yang dipraktekkan Rasulullah,


maka tidak diragukan lagi bahwa seorang ibu dalam mendidik anak mempunyai
contoh-contoh tersendiri, yaitu seorang ibu harus memiliki suri tauladan yang dapat
dicontohkan dalam kehidupannya dan membentuk norma-norma nilai dan
akidahnya. Demikian juga bahasa yang digunakan seorang ibu dalam mendidik
anak sangat berpengaruh agar anak-anak menjadi orang yang berbudi luhur dan
memiliki tutur bahasa yang lembut. Di samping itu, ibu perlu memberikan
dorongan belajar bagi anak-anak dengan mendidik mereka menggunakan metode

13
cerita. Karena metode ini ikut serta dalam menanamkan nilai-nilai agama seperti
menceritakan kisah-kisah nabi agar melahirkan pengaruh-pengaruh baik pada jiwa
anak-anak. Selanjutnya pengaruh hiburan dalam mendidik anak juga sangat perlu
diperhatikan oleh seorang ibu, agar anak-anak dapat memperoleh kegairahan roda
kehidupan dalam belajar sesuai dengan usia anak dan tidak meleset dari nilai-nilai
Islam. Semua metode pendidikan ini akan berdampak besar dan jelas dalam
menumbuhkembangkan kekuatan-kekuatan potensial yang ada pada anak, lebih
lebih potensi fisik, afektif dan kognitifnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Filza M., Abu Sasaky, Peran Ibu dalam Mendidik Generasi “Muslim” Judul Asli:
Daural Umm Fi Tarbiyah at-Thifl al-Muslim , Jakarta: Firdaus, 2001.
Hasan, Maimunah, Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Diva Pres, 2010)
Husain, Mudhahiri, Pintar Mendidik Anak Panduan Lengkap Bagi Orang Tua,
Guru, dan Masyarakat berdasarkan Ajaran Islam, Jakarta: Lentera, 2002.
Tarazi, Norma, Wahai Ibu Kenali Anakmu, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001)

15

Anda mungkin juga menyukai