Anda di halaman 1dari 31

CRITICAL BOOK REPORT

PERPAJAKAN

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Yang Diwajibkan

Dalam Mengikuti Perkuliahan Perpajakan

Oleh,

Azzlan Hafiz (7173344006)

Kurnia Manulang (7171144009)

Nita Limbong

PRODI PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami rahmat kesehatan
dan kesempatan, sehingga kami bisa menyusun dan menyelesaikan tugas ini.Penulisan ini kami
sajikan secara ringkas dan sederhana sesuai dengan kemampuan yang kami miliki, dan tugas ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas CBR mata kuliah Perpajakan.

Dalam penyususnan tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik
yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan tugas ini.

Medan, 28 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR ISI ---------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------------------

a. Latar belakang ---------------------------------------------------------------------------------


b. Tujuan --------------------------------------------------------------------------------------------

BAB II PEMBAHASAN -------------------------------------------------------------------------------

BAB III PENUTUP -------------------------------------------------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA ----------------------------------------------------------------------------------


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak sudah lama menjadi sumber penerimaan potensial bagi negara untuk membiayai
pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Pajak dapat dipahami sebagai pungutan paksa
oleh pemerintah terhadap rakyatnya.
Dalam pemungutan pajak oleh pemerintah dan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak, ada
aturan-aturan yang harus diperhatikan yaitu hukum pajak. Hukum pajak adalah suatu
kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Pada saat terjadinya penurunan harga minyak dunia di era 80-an, hal itu juga menyebabkan
penurunan terhadap penerimaan negara dari sektor migas yang pada saat itu merupakan
penerimaan utama negara. Oleh karena itu, muncul kebijakan baru perpajakan untuk memicu
peningkatan penerimaan negara.
Terkait perubahan kebijakan dalam perpajakan, Indonesia telah melakukan perubahan
beberapa kali terhadap kebijakan perpajakan yang dapat disebut dengan reformasi perpajakan
(tax reform).

B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan I adalah
agar pembaca dapat mengetahui apa itu hukum pajak, bagaimana pelaksanaan hukum pajak
di Indonesia, apa saja yang merupakan Subjek dan Objek pajak, dan sistematika hukum pajak
di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

UU No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan


Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi maupun badan
berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima selama satu tahun. Ketentuan mengenai PPh
pertama kali diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983.

Untuk mewujudkan sistem perpajakan yang netral, stabil, adil, sederhana, serta memiliki
kepastian hukum dan transparansi, dilakukan sejumlah perubahan dan penyempurnaan
terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Perubahan terakhir mengenai peraturan PPh dapat dilihat dalam UU No 36 Tahun 2008.
Berikut beberapa poin perubahan penting yang harus dipahami wajib pajak.

Subjek Pajak

Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan membayar pajak berdasarkan
kemampuan dan kondisinya. Dalam Pasal 2, subjek pajak adalah orang pribadi atau
perseorangan dan warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan.

Badan yang berbentuk perseroan terbatas, perseroan komanditer, yayasan, badan usaha milik
negara atau daerah, dan persekutuan lainnya, juga termasuk sebagai subjek pajak. Selain
kedua pihak tersebut, bentuk usaha tetap juga dimasukkan dalam kelompok subjek pajak.

Objek Pajak

Selain subjek pajak, ada pula yang disebut objek pajak, yaitu penghasilan atau tambahan
kemampuan ekonomis yang diperoleh wajib pajak. Penghasilan yang dimaksud dapat dipakai
untuk kegiatan konsumsi atau menambah kekayaan. Berikut ini contoh objek pajak:

 Gaji, upah, tunjangan, honorarium, uang pensiun, gratifikasi, komisi, bonus, dan
imbalan lainnya atas pekerjaan atau jasa.
 Hadiah yang berasal dari undian atau pekerjaan dan penghargaan.
 Laba usaha, keuntungan yang berasal dari penjualan atau pengalihan harta,
keuntungan atas pembebasan utang, dan keuntungan selisih kurs mata uang.
 Bunga premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian utang, dividen, dan
premi asuransi.
 Royalti, sewa dan penghasilan yang berhubungan dengan kegiatan penggunaan harta,
serta penghasilan yang berasal dari usaha berbasis syariah.
 Tambahan kekayaan neto dari penghasilan yang belum terkena pajak, dan sebagainya.

Perubahan yang dimuat dalam UU No 36 Tahun 2008 adalah dihapusnya poin pada huruf j
ayat (3). Poin ini membahas tentang bagian yang tidak termasuk objek pajak. Awalnya,
bagian ini berbunyi, “Penghasilan yayasan dari modal sepanjang penghasilan itu semata-
mata digunakan untuk kepentingan umum.”

Penghasilan Kena Pajak

Dalam UU No 36 Tahun 2008, ada beberapa perubahan yang terkait Penghasilan Kena Pajak.
Umumnya, perhitungan penghasilan itu didasarkan pada penghasilan bruto dikurangi biaya
mendapatkan, menagih, atau memelihara penghasilan.

Biaya tersebut meliputi biaya untuk kegiatan usaha, baik secara langsung maupun tidak
langsung, iuran dana pensiun, penyusutan atau pengeluaran, dan kerugian akibat penjualan
atau pengalihan harta.

Pada ketentuan terbaru, ada beberapa biaya tambahan lain yang dimasukkan dalam poin ini,
yaitu sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, sumbangan untuk
penelitian dan pengembangan di Indonesia, sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan
pembinaan olahraga, dan biaya pembangunan infrastruktur sosial.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) adalah pengurangan terhadap penghasilan bruto
Wajib Pajak. Besar PTKP ditentukan oleh pemerintah, khususnya Menteri Keuangan,
berdasarkan perkembangan ekonomi dan harga kebutuhan pokok di Indonesia.

Selain aturan yang tertera dalam pasal 7 UU No 36 Tahun 2008, terdapat Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) RI No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian PTKP. Dalam aturan baru
ini, jumlah PTKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah Rp54.000.000.

Ketentuan Mengenai Penghasilan Suami Istri

Dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983, ketentuan tentang pajak dari penghasilan
suami istri belum ditetapkan secara detail. Oleh karena itu, poin ini disempurnakan dalam UU
No 36 Tahun 2008, khususnya pada ayat (2) dan (3).

Dalam ayat (2) tertulis bahwa penghasilan suami istri akan dikenakan pajak secara terpisah
apabila suami istri hidup secara terpisah berdasarkan putusan hakim, dikehendaki secara
tertulis oleh keduanya, atau dikehendaki oleh istri yang memilih untuk membayar pajak
sendiri.

Sementara itu, dalam ayat (3) tertulis bahwa penghasilan neto suami dan istri dalam ayat (2)
adalah berdasarkan penggabungan penghasilan neto keduanya. Besar pajak akan dihitung
berdasarkan perbandingan penghasilan neto tersebut. Ketentuan pada ayat (3) ini tidak
berlaku untuk suami istri yang hidup secara terpisah.
Ketentuan Penting Lain

Ketentuan lain yang diatur dalam UU No 36 Tahun 2008 adalah Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap.

Dalam ayat (1) ditetapkan poin apa saja yang tidak boleh dikurangkan pada PKP wajib pajak
di dalam negeri seperti pembagian laba, biaya yang dibebankan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, serta pembentukan dan pemupukan dana cadangan.

Undang undang no 36 tahun 2008 tentang revisi Ke 4 peraturan perpajakan di


Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983
TENTANG PAJAK PENGHASILAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :a. bahwa dalam upaya mengamankan penerimaan negara yangsemakin
meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yangnetral, sederhana, stabil, lebih memberikan
keadilan, danlebih dapat menciptakan kepastian hukum sertatransparansi perlu dilakukan
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilansebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor
17 Tahun 2000 tentang PerubahanKetiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentangPajak Penghasilan;b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam
huruf a, perlu membentuk Undang-Undang tentangPerubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan;Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan
Pasal 23A Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
NegaraRepublik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, TambahanLembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262)sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir denganUndang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang PerubahanKetiga atas Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (LembaranNegara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 85,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor4740);3. Undang-Undang ...- 2 -3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
PajakPenghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1983 Nomor 50, Tambahan
Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kalidiubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun2000 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran NegaraRepublik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3985);Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIAdanPRESIDEN REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATASUNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAKPENGHASILAN.Pasal IBeberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara
RepublikIndonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia
Nomor 3263) yang telah beberapa kali diubahdengan Undang-Undang:a. Nomor 7 Tahun
1991 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran
NegaraRepublik Indonesia Nomor 3459);b. Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara
Republik IndonesiaTahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia
Nomor 3567);c. Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2000
Nomor 127, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3985);diubah ...- 3 -
diubah sebagai berikut:1. Ketentuan Pasal 1 substansi tetap dan Penjelasannya
diubahsehingga rumusan Penjelasan Pasal 1 adalah sebagaimanatercantum dalam Penjelasan
Pasal demi Pasal Angka 1Undang-Undang ini.2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) sampai dengan
ayat (5) diubah dandi antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakniayat (1a)
sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:Pasal 2(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:a. 1.
orang pribadi;2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuanmenggantikan yang
berhak;b. badan; danc. bentuk usaha tetap.(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak
yangperlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjekpajak badan.(2) Subjek pajak
dibedakan menjadi subjek pajak dalamnegeri dan subjek pajak luar negeri.(3) Subjek pajak
dalam negeri adalah:a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia,orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangkawaktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadiyang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesiadan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal diIndonesia;b. badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan diIndonesia, kecuali unit tertentu dari badanpemerintah yang memenuhi kriteria:1.
pembentukannya berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan;2. pembiayaannya
bersumber dari AnggaranPendapatan dan Belanja Negara atau AnggaranPendapatan dan
Belanja Daerah;3. penerimaannya ...- 4 -3. penerimaannya dimasukkan dalam
anggaranPemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan4. pembukuannya diperiksa oleh
aparatpengawasan fungsional negara; danc. warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuanmenggantikan yang berhak.(4) Subjek pajak luar negeri adalah:a. orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal diIndonesia, orang pribadi yang berada di Indonesiatidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga)hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, danbadan yang
tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di Indonesia, yang menjalankan usahaatau
melakukan kegiatan melalui bentuk usahatetap di Indonesia; danb. orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal diIndonesia, orang pribadi yang berada di Indonesiatidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga)hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, danbadan yang
tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di Indonesia, yang dapat menerimaatau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidakdari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatanmelalui bentuk usaha tetap di Indonesia.(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha
yangdipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempattinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada diIndonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluhtiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, danbadan yang tidak didirikan dan tidak bertempatkedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha ataumelakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa:a. tempat kedudukan manajemen;b. cabang perusahaan;c. kantor perwakilan;d.
gedung kantor;e. pabrik;f. bengkel;g. gudang;h. ruang untuk promosi dan penjualan;i.
pertambangan dan penggalian sumber alam;j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas
bumi;k. perikanan, ...- 5 -k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;l.
proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun
oleh pegawaiatau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60(enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (duabelas) bulan;n. orang atau badan yang bertindak selaku agen
yangkedudukannya tidak bebas;o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yangtidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia yang menerima premi asuransi
ataumenanggung risiko di Indonesia; danp. komputer, agen elektronik, atau peralatan
otomatisyang dimiliki, disewa, atau digunakan olehpenyelenggara transaksi elektronik
untukmenjalankan kegiatan usaha melalui internet.(6) Tempat tinggal orang pribadi atau
tempat kedudukanbadan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurutkeadaan yang
sebenarnya.3. Ketentuan Pasal 3 diubah dan ditambah 1 (satu) ayat, yakniayat (2) sehingga
Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:Pasal 3(1) Yang tidak termasuk subjek pajak
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 adalah:a. kantor perwakilan negara asing;b. pejabat-
pejabat perwakilan diplomatik dan konsulatatau pejabat-pejabat lain dari negara asing
danorang-orang yang diperbantukan kepada merekayang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersamasamamereka dengan syarat bukan warga negaraIndonesia dan di Indonesia tidak
menerima ataumemperoleh penghasilan di luar jabatan ataupekerjaannya tersebut serta
negara bersangkutanmemberikan perlakuan timbal balik;c. organisasi-organisasi internasional
dengan syarat:1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan2. tidak ...- 6 -2. tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lainuntuk memperoleh penghasilan dari Indonesiaselain
memberikan pinjaman kepada pemerintahyang dananya berasal dari iuran para anggota;d.
pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasionalsebagaimana dimaksud pada huruf c,
dengansyarat bukan warga negara Indonesia dan tidakmenjalankan usaha, kegiatan, atau
pekerjaan lainuntuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.(2) Organisasi internasional
yang tidak termasuk subjekpajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf cditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.4. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf h,
huruf l,dan Penjelasan huruf k diubah dan ditambah 3 (tiga) huruf,yakni huruf q sampai
dengan huruf s, ayat (2) diubah, ayat(3) huruf a, huruf d, huruf f, huruf i, dan huruf k
diubah,huruf j dihapus, dan ditambah 3 (tiga) huruf, yakni huruf l,huruf m, dan huruf n
sehingga Pasal 4 berbunyi sebagaiberikut:Pasal 4(1) Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitusetiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterimaatau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dariIndonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapatdipakai untuk
konsumsi atau untuk menambahkekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan namadan
dalam bentuk apa pun, termasuk:a. penggantian atau imbalan berkenaan denganpekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperolehtermasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun, atauimbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukanlain
dalam Undang-undang ini;b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,dan
penghargaan;c. laba usaha;d. keuntungan karena penjualan atau karenapengalihan harta
termasuk:1. keuntungan karena pengalihan harta kepadaperseroan, persekutuan, dan badan
lainnyasebagai pengganti saham atau penyertaanmodal;2. keuntungan ...- 7 -2. keuntungan
karena pengalihan harta kepadapemegang saham, sekutu, atau anggota yangdiperoleh
perseroan, persekutuan, dan badanlainnya;3. keuntungan karena likuidasi,
penggabungan,peleburan, pemekaran, pemecahan,pengambilalihan usaha, atau
reorganisasidengan nama dan dalam bentuk apa pun;4. keuntungan karena pengalihan harta
berupahibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yangdiberikan kepada keluarga sedarah
dalam garisketurunan lurus satu derajat dan badankeagamaan, badan pendidikan, badan
sosialtermasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadiyang menjalankan usaha mikro dan
kecil, yangketentuannya diatur lebih lanjut denganPeraturan Menteri Keuangan, sepanjang
tidakada hubungan dengan usaha, pekerjaan,kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihakpihakyang bersangkutan; dan5. keuntungan karena penjualan atau pengalihansebagian
atau seluruh hak penambangan,tanda turut serta dalam pembiayaan, ataupermodalan dalam
perusahaan pertambangan;e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telahdibebankan
sebagai biaya dan pembayarantambahan pengembalian pajak;f. bunga termasuk premium,
diskonto, dan imbalankarena jaminan pengembalian utang;g. dividen, dengan nama dan
dalam bentuk apapun,termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepadapemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usahakoperasi;h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;i. sewa dan
penghasilan lain sehubungan denganpenggunaan harta;j. penerimaan atau perolehan
pembayaran berkala;k. keuntungan karena pembebasan utang, kecualisampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkandengan Peraturan Pemerintah;l. keuntungan selisih kurs mata uang
asing;m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;n. premi asuransi;o. iuran …- 8 -o.
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulandari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yangmenjalankan usaha atau pekerjaan bebas;p. tambahan kekayaan neto yang berasal
daripenghasilan yang belum dikenakan pajak;q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;r.
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang yang mengatur
mengenaiketentuan umum dan tata cara perpajakan; dans. surplus Bank Indonesia.(2)
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifatfinal:a. penghasilan berupa bunga
deposito dan tabunganlainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,dan bunga simpanan
yang dibayarkan olehkoperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;b. penghasilan berupa
hadiah undian;c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritaslainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham ataupengalihan penyertaan
modal pada perusahaanpasangannya yang diterima oleh perusahaan modalventura;d.
penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupatanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi,usaha real estate, dan persewaan tanah dan/ataubangunan; dane. penghasilan
tertentu lainnya,yang diatur dengan atau berdasarkan PeraturanPemerintah.(3) Yang
dikecualikan dari objek pajak adalah:a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat
yangditerima oleh badan amil zakat atau lembagaamil zakat yang dibentuk atau disahkan
olehpemerintah dan yang diterima oleh penerimazakat yang berhak atau sumbangan
keagamaanyang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yangdiakui di Indonesia, yang diterima
oleh lembagakeagamaan yang dibentuk atau disahkan olehpemerintah dan yang diterima oleh
penerimasumbangan yang berhak, yang ketentuannyadiatur dengan atau berdasarkan
PeraturanPemerintah; dan2. harta …- 9 -2. harta hibahan yang diterima oleh keluargasedarah
dalam garis keturunan lurus satuderajat, badan keagamaan, badan pendidikan,badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atauorang pribadi yang menjalankan usaha mikrodan kecil, yang
ketentuannya diatur denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha,pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antarapihak-pihak
yang bersangkutan;b. warisan;c. harta termasuk setoran tunai yang diterima olehbadan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagaipengganti penyertaan modal;d. penggantian atau imbalan sehubungan
denganpekerjaan atau jasa yang diterima atau diperolehdalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dariWajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yangdiberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yangdikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yangmenggunakan norma
penghitungan khusus(deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal15;e. pembayaran
dari perusahaan asuransi kepadaorang pribadi sehubungan dengan asuransikesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;f. dividen atau
bagian laba yang diterima ataudiperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajakdalam negeri,
koperasi, badan usaha milik negara,atau badan usaha milik daerah, dari penyertaanmodal
pada badan usaha yang didirikan danbertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:1.
dividen berasal dari cadangan laba yangditahan; dan2. bagi perseroan terbatas, badan usaha
miliknegara dan badan usaha milik daerah yangmenerima dividen, kepemilikan saham
padabadan yang memberikan dividen paling rendah25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modalyang disetor;g. iuran …- 10 -g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiunyang
pendiriannya telah disahkan MenteriKeuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerjamaupun
pegawai;h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh danapensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g,dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkandengan Keputusan
Menteri Keuangan;i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggotadari perseroan
komanditer yang modalnya tidakterbagi atas saham-saham, persekutuan,perkumpulan, firma,
dan kongsi, termasukpemegang unit penyertaan kontrak investasikolektif;j. dihapus;k.
penghasilan yang diterima atau diperolehperusahaan modal ventura berupa bagian laba
daribadan pasangan usaha yang didirikan danmenjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia,dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:1. merupakan perusahaan mikro,
kecil,menengah, atau yang menjalankan kegiatandalam sektor-sektor usaha yang diatur
denganatau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan; dan2. sahamnya tidak diperdagangkan
di bursa efekdi Indonesia;l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentuyang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atauberdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;m. sisa lebih yang
diterima atau diperoleh badan ataulembaga nirlaba yang bergerak dalam bidangpendidikan
dan/atau bidang penelitian danpengembangan, yang telah terdaftar pada instansiyang
membidanginya, yang ditanamkan kembalidalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatanpendidikan dan/atau penelitian danpengembangan, dalam jangka waktu paling lama
4(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebihtersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjutdengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan; dann. bantuan …- 11 -n. bantuan
atau santunan yang dibayarkan olehBadan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada WajibPajak
tertentu, yang ketentuannya diatur lebihlanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
MenteriKeuangan.5. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a, huruf e, huruf g, danhuruf h diubah
dan ditambah 5 (lima) huruf, yakni huruf isampai dengan huruf m, serta ayat (2) diubah
sehingga Pasal6 berbunyi sebagai berikut:Pasal 6(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajakdalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukanberdasarkan penghasilan bruto
dikurangi biaya untukmendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,termasuk:a. biaya
yang secara langsung atau tidak langsungberkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:1.
biaya pembelian bahan;2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasatermasuk upah, gaji,
honorarium, bonus,gratifikasi, dan tunjangan yang diberikandalam bentuk uang;3. bunga,
sewa, dan royalti;4. biaya perjalanan;5. biaya pengolahan limbah;6. premi asuransi;7. biaya
promosi dan penjualan yang diaturdengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan;8.
biaya administrasi; dan9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;b. penyusutan atas pengeluaran
untuk memperolehharta berwujud dan amortisasi atas pengeluaranuntuk memperoleh hak dan
atas biaya lain yangmempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahunsebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal11A;c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannyatelah disahkan
oleh Menteri Keuangan;d. kerugian …- 12 -d. kerugian karena penjualan atau pengalihan
hartayang dimiliki dan digunakan dalam perusahaanatau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih,dan memelihara penghasilan;e. kerugian selisih kurs mata uang asing;f. biaya
penelitian dan pengembangan perusahaanyang dilakukan di Indonesia;g. biaya beasiswa,
magang, dan pelatihan;h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagihdengan syarat:1. telah
dibebankan sebagai biaya dalam laporanlaba rugi komersial;2. Wajib Pajak harus
menyerahkan daftar piutangyang tidak dapat ditagih kepada DirektoratJenderal Pajak; dan3.
telah diserahkan perkara penagihannyakepada Pengadilan Negeri atau instansipemerintah
yang menangani piutang negara;atau adanya perjanjian tertulis mengenaipenghapusan
piutang/pembebasan utangantara kreditur dan debitur yangbersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalampenerbitan umum atau khusus; atau adanyapengakuan dari debitur
bahwa utangnya telahdihapuskan untuk jumlah utang tertentu;4. syarat sebagaimana
dimaksud pada angka 3tidak berlaku untuk penghapusan piutang taktertagih debitur kecil
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;i. sumbangan dalam rangka
penanggulanganbencana nasional yang ketentuannya diatur denganPeraturan Pemerintah;j.
sumbangan dalam rangka penelitian danpengembangan yang dilakukan di Indonesia
yangketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;k. biaya pembangunan infrastruktur
sosial yangketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;l. sumbangan fasilitas
pendidikan yang ketentuannyadiatur dengan Peraturan Pemerintah; danm. sumbangan …- 13
-m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahragayang ketentuannya diatur dengan
PeraturanPemerintah.(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangansebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian,kerugian tersebut dikompensasikan dengan
penghasilanmulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampaidengan 5 (lima) tahun.(3)
Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeridiberikan pengurangan berupa
Penghasilan Tidak KenaPajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.6. Ketentuan Pasal 7
diubah sehingga Pasal 7 berbunyi sebagaiberikut:Pasal 7(1) Penghasilan Tidak Kena Pajak
per tahun diberikanpaling sedikit sebesar:a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan
ratusempat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajakorang pribadi;b. Rp1.320.000,00 (satu
juta tiga ratus dua puluhribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yangkawin;c.
Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratusempat puluh ribu rupiah) tambahan untuk
seorangisteri yang penghasilannya digabung denganpenghasilan suami sebagaimana
dimaksud dalamPasal 8 ayat (1); dand. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluhribu
rupiah) tambahan untuk setiap anggotakeluarga sedarah dan keluarga semenda dalamgaris
keturunan lurus serta anak angkat, yangmenjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak
3(tiga) orang untuk setiap keluarga.(2) Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atauawal bagian tahun pajak.(3)
Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajaksebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan denganPeraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikandengan Dewan
Perwakilan Rakyat.7. Ketentuan …- 14 -7. Ketentuan Pasal 8 ayat (2) sampai dengan ayat (4)
danPenjelasan ayat (1) diubah sehingga Pasal 8 berbunyi sebagaiberikut:Pasal 8(1) Seluruh
penghasilan atau kerugian bagi wanita yangtelah kawin pada awal tahun pajak atau pada
awalbagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yangberasal dari tahun-tahun sebelumnya
yang belumdikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (2) dianggap sebagai
penghasilan atau kerugiansuaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mataditerima atau
diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yangtelah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal
21dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya denganusaha atau pekerjaan bebas suami
atau anggotakeluarga lainnya.(2) Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara
terpisahapabila:a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkanputusan hakim;b. dikehendaki
secara tertulis oleh suami-isteriberdasarkan perjanjian pemisahan harta danpenghasilan;
atauc. dikehendaki oleh isteri yang memilih untukmenjalankan hak dan kewajiban
perpajakannyasendiri.(3) Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksudpada ayat (2)
huruf b dan huruf c dikenai pajakberdasarkan penggabungan penghasilan neto suamiisteridan
besarnya pajak yang harus dilunasi olehmasing-masing suami-isteri dihitung sesuai
denganperbandingan penghasilan neto mereka.(4) Penghasilan anak yang belum dewasa
digabung denganpenghasilan orang tuanya.8. Ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf e, dan
huruf g sertaPenjelasan huruf f diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagaiberikut:Pasal 9 ...-
15 -Pasal 9(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajakbagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetaptidak boleh dikurangkan:a. pembagian laba dengan nama dan
dalam bentukapapun seperti dividen, termasuk dividen yangdibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepadapemegang polis, dan pembagian sisa hasil usahakoperasi;b. biaya yang
dibebankan atau dikeluarkan untukkepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atauanggota;c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan,kecuali:1. cadangan piutang tak
tertagih untuk usahabank dan badan usaha lain yang menyalurkankredit, sewa guna usaha
dengan hak opsi,perusahaan pembiayaan konsumen, danperusahaan anjak piutang;2.
cadangan untuk usaha asuransi termasukcadangan bantuan sosial yang dibentuk olehBadan
Penyelenggara Jaminan Sosial;3. cadangan penjaminan untuk LembagaPenjamin
Simpanan;4. cadangan biaya reklamasi untuk usahapertambangan;5. cadangan biaya
penanaman kembali untukusaha kehutanan; dan6. cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaantempat pembuangan limbah industri untukusaha pengolahan limbah
industri,yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur denganatau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi,kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premitersebut dihitung sebagai penghasilan bagi WajibPajak
yang bersangkutan;e. penggantian ...- 16 -e. penggantian atau imbalan sehubungan
denganpekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuknatura dan kenikmatan, kecuali
penyediaanmakanan dan minuman bagi seluruh pegawai sertapenggantian atau imbalan
dalam bentuk naturadan kenikmatan di daerah tertentu dan yangberkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yangdiatur dengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan;f.
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkankepada pemegang saham atau kepada pihak
yangmempunyai hubungan istimewa sebagai imbalansehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan;g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan,dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangansebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yangditerima oleh
badan amil zakat atau lembaga amilzakat yang dibentuk atau disahkan olehpemerintah atau
sumbangan keagamaan yangsifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui diIndonesia,
yang diterima oleh lembaga keagamaanyang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkanPeraturan Pemerintah;h. Pajak Penghasilan;i.
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untukkepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yangmenjadi tanggungannya;j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan,firma, atau
perseroan komanditer yang modalnyatidak terbagi atas saham;k. sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dankenaikan serta sanksi pidana berupa denda yangberkenaan dengan
pelaksanaan perundangundangandi bidang perpajakan.(2) Pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, danmemelihara penghasilan yang mempunyai masamanfaat lebih dari 1 (satu)
tahun tidak dibolehkanuntuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankanmelalui penyusutan
atau amortisasi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.9. Ketentuan ...- 17 -9.
Ketentuan Pasal 11 ayat (7) dan ayat (11) serta Penjelasanayat (1) sampai dengan ayat (4)
diubah sehingga Pasal 11berbunyi sebagai berikut:Pasal 11(1) Penyusutan atas pengeluaran
untuk pembelian,pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahanharta berwujud, kecuali
tanah yang berstatus hak milik,hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai,yang
dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyaimasa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalambagian-bagian yang sama
besar selama masa manfaatyang telah ditentukan bagi harta tersebut.(2) Penyusutan atas
pengeluaran harta berwujudsebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain bangunan,dapat juga
dilakukan dalam bagian-bagian yangmenurun selama masa manfaat, yang dihitung
dengancara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku,dan pada akhir masa manfaat
nilai sisa bukudisusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secarataat asas.(3) Penyusutan
dimulai pada bulan dilakukannyapengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalamproses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulanselesainya pengerjaan harta tersebut.(4)
Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, WajibPajak diperkenankan melakukan
penyusutan mulaipada bulan harta tersebut digunakan untukmendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilanatau pada bulan harta yang bersangkutan mulaimenghasilkan.(5)
Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktivaberdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalamPasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalahnilai setelah dilakukan
penilaian kembali aktivatersebut.(6) Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan
tarifpenyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:Kelompok ...- 18 -Tarif
Penyusutan sebagaimanadimaksud dalamKelompok HartaBerwujudMasaManfaatAyat (1)
Ayat (2)I. Bukan bangunanKelompok 1 4 tahun 25% 50%Kelompok 2 8 tahun 12,5%
25%Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%Kelompok 4 20 tahun 5% 10%II.
BangunanPermanen 20 tahun 5%Tidak Permanen 10 tahun 10%(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyusutan atas hartaberwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidangusaha
tertentu diatur dengan Peraturan MenteriKeuangan.(8) Apabila terjadi pengalihan atau
penarikan hartasebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf datau penarikan harta
karena sebab lainnya, makajumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankansebagai kerugian
dan jumlah harga jual ataupenggantian asuransinya yang diterima atau diperolehdibukukan
sebagai penghasilan pada tahun terjadinyapenarikan harta tersebut.(9) Apabila hasil
penggantian asuransi yang akan diterimajumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti di
masakemudian, maka dengan persetujuan Direktur JenderalPajak jumlah sebesar kerugian
sebagaimana dimaksudpada ayat (8) dibukukan sebagai beban masa kemudiantersebut.(10)
Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syaratsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf adan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlahnilai sisa buku harta
tersebut tidak boleh dibebankansebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.(11)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok hartaberwujud sesuai dengan masa manfaat
sebagaimanadimaksud pada ayat (6) diatur dengan PeraturanMenteri Keuangan.10.
Ketentuan ...- 19 -10. Ketentuan Pasal 11A ayat (1) dan Penjelasan ayat (5) diubahserta di
antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat,yakni ayat (1a) sehingga Pasal 11A
berbunyi sebagai berikut:Pasal 11A(1) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
hartatak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biayaperpanjangan hak guna bangunan,
hak guna usaha,hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyaimasa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun yangdipergunakan untuk mendapatkan, menagih, danmemelihara penghasilan
dilakukan dalam bagianbagianyang sama besar atau dalam bagian-bagian yangmenurun
selama masa manfaat, yang dihitung dengancara menerapkan tarif amortisasi atas
pengeluarantersebut atau atas nilai sisa buku dan pada akhir masamanfaat diamortisasi
sekaligus dengan syaratdilakukan secara taat asas.(1a) Amortisasi dimulai pada bulan
dilakukannyapengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yangdiatur lebih lanjut dengan
Peraturan MenteriKeuangan.(2) Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan
tarifamortisasi ditetapkan sebagai berikut:Tarif Amortisasi berdasarkanmetodKelompok
Harta eTak BerwujudMasa ManfaatGarisLurusSaldoMenurunKelompok 1 4 tahun 25%
50%Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%Kelompok 4 20
tahun 5% 10%(3) Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biayaperluasan modal suatu
perusahaan dibebankan padatahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuaidengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2).(4) Amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hakdan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaatlebih dari 1 (satu) tahun
di bidang penambanganminyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakanmetode satuan
produksi.(5) Amortisasi …- 20 -(5) Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
hakpenambangan selain yang dimaksud pada ayat (4), hakpengusahaan hutan, dan hak
pengusahaan sumberalam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masamanfaat lebih dari 1
(satu) tahun, dilakukan denganmenggunakan metode satuan produksi setinggitingginya20%
(dua puluh persen) setahun.(6) Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersialyang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi
sesuaidengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2).(7) Apabila terjadi pengalihan
harta tak berwujud atauhak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat(4), dan ayat (5),
maka nilai sisa buku harta atau hakhaktersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlahyang
diterima sebagai penggantian merupakanpenghasilan pada tahun terjadinya pengalihan
tersebut.(8) Apabila terjadi pengalihan harta yang memenuhi syaratsebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf adan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, makajumlah nilai
sisa buku harta tersebut tidak bolehdibebankan sebagai kerugian bagi pihak
yangmengalihkan.11. Ketentuan Pasal 14 ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (7)serta
Penjelasan ayat (4) diubah sehingga Pasal 14 berbunyisebagai berikut:Pasal 14(1) Norma
Penghitungan Penghasilan Neto untukmenentukan penghasilan neto, dibuat
dandisempurnakan terus-menerus serta diterbitkan olehDirektur Jenderal Pajak.(2) Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatanusaha atau pekerjaan bebas yang peredaran
brutonyadalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00(empat miliar delapan ratus
juta rupiah) bolehmenghitung penghasilan neto dengan menggunakanNorma Penghitungan
Penghasilan Neto sebagaimanadimaksud pada ayat (1), dengan syaratmemberitahukan
kepada Direktur Jenderal Pajakdalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahunpajak
yang bersangkutan.(3) Wajib ...- 21 -(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
yangmenghitung penghasilan netonya denganmenggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Netowajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimanadimaksud dalam Undang-
Undang yang mengaturmengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.(4) Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yangtidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Pajakuntuk menghitung penghasilan neto denganmenggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto,dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.(5) Wajib Pajak yang
wajib menyelenggarakan pembukuanatau pencatatan, termasuk Wajib Pajak
sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyatatidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakanpencatatan atau pembukuan atau tidakmemperlihatkan pencatatan atau
bukti-buktipendukungnya maka penghasilan netonya dihitungberdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Netodan peredaran brutonya dihitung dengan cara lainyang diatur
dengan atau berdasarkan PeraturanMenteri Keuangan.(6) Dihapus.(7) Besarnya peredaran
bruto sebagaimana dimaksudpada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan
MenteriKeuangan.12. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (3) danPenjelasan ayat
(4) diubah sehingga Pasal 16 berbunyisebagai berikut:Pasal 16(1) Penghasilan Kena Pajak
sebagai dasar penerapan tarifbagi Wajib Pajak dalam negeri dalam suatu tahunpajak dihitung
dengan cara mengurangkan daripenghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4ayat (1)
dengan pengurangan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat
(1),serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, danhuruf g.(2) Penghasilan ...- 22 -(2)
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadidan badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14dihitung dengan menggunakan norma penghitungansebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 dan untukWajib Pajak orang pribadi dikurangi denganPenghasilan Tidak
Kena Pajak sebagaimana dimaksuddalam Pasal 7 ayat (1).(3) Penghasilan Kena Pajak bagi
Wajib Pajak luar negeriyang menjalankan usaha atau melakukan kegiatanmelalui suatu
bentuk usaha tetap di Indonesia dalamsuatu tahun pajak dihitung dengan caramengurangkan
dari penghasilan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan
memerhatikanketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) dengan pengurangansebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat(3), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 9 ayat (1)huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf g.(4) Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang
pribadidalam negeri yang terutang pajak dalam suatu bagiantahun pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2Aayat (6) dihitung berdasarkan penghasilan neto yangditerima atau
diperoleh dalam bagian tahun pajak yangdisetahunkan.13. Ketentuan Pasal 17 ayat (1)
sampai dengan ayat (3) danPenjelasan ayat (5) sampai dengan ayat (7) diubah serta diantara
ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 4 (empat) ayat, yakniayat (2a) sampai dengan ayat (2d)
sehingga Pasal 17berbunyi sebagai berikut:Pasal 17(1) Tarif pajak yang diterapkan atas
Penghasilan KenaPajak bagi:a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalahsebagai
berikut:Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajaksampai dengan Rp50.000.000,00(lima
puluh juta rupiah)5%(lima persen)di atas Rp50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah) sampai
denganRp250.000.000,00 (dua ratus limapuluh juta rupiah)15%(lima belas persen)di atas ...-
23 -Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajakdi atas Rp250.000.000,00 (dua ratuslima
puluh juta rupiah) sampaidengan Rp500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah)25%(dua puluh
limapersen)di atas Rp500.000.000,00 (lima ratusjuta rupiah)30%(tiga puluh persen)b. Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentukusaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluhdelapan
persen).(2) Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25%(dua puluh lima persen) yang diatur dengan
PeraturanPemerintah.(2a) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bmenjadi 25%
(dua puluh lima persen) yang mulaiberlaku sejak tahun pajak 2010.(2b) Wajib Pajak badan
dalam negeri yang berbentukperseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empatpuluh persen)
dari jumlah keseluruhan saham yangdisetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
danmemenuhi persyaratan tertentu lainnya dapatmemperoleh tarif sebesar 5% (lima persen)
lebihrendah daripada tarif sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
diatur dengan atauberdasarkan Peraturan Pemerintah.(2c) Tarif yang dikenakan atas
penghasilan berupa dividenyang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadidalam negeri
adalah paling tinggi sebesar 10%(sepuluh persen) dan bersifat final.(2d) Ketentuan lebih
lanjut mengenai besarnya tarifsebagaimana dimaksud pada ayat (2c) diatur denganPeraturan
Pemerintah.(3) Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak sebagaimanadimaksud pada ayat
(1) huruf a dapat diubah denganKeputusan Menteri Keuangan.(4) Untuk keperluan penerapan
tarif pajak sebagaimanadimaksud pada ayat (1), jumlah Penghasilan KenaPajak dibulatkan ke
bawah dalam ribuan rupiahpenuh.(5) Besarnya …- 24 -(5) Besarnya pajak yang terutang bagi
Wajib Pajak orangpribadi dalam negeri yang terutang pajak dalam bagiantahun pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16ayat (4), dihitung sebanyak jumlah hari dalam
bagiantahun pajak tersebut dibagi 360 (tiga ratus enampuluh) dikalikan dengan pajak yang
terutang untuk 1(satu) tahun pajak.(6) Untuk keperluan penghitungan pajak
sebagaimanadimaksud pada ayat (5), tiap bulan yang penuhdihitung 30 (tiga puluh) hari.(7)
Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarifpajak tersendiri atas penghasilan
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), sepanjang tidakmelebihi tarif pajak tertinggi
sebagaimana tersebutpada ayat (1).14. Ketentuan Pasal 18 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan
Penjelasanayat (1) diubah serta di antara ayat (3a) dan ayat (4)disisipkan 4 (empat) ayat,
yakni ayat (3b) sampai denganayat (3e) sehingga Pasal 18 berbunyi sebagai berikut:Pasal
18(1) Menteri Keuangan berwenang mengeluarkankeputusan mengenai besarnya
perbandingan antarautang dan modal perusahaan untuk keperluanpenghitungan pajak
berdasarkan Undang-undang ini.(2) Menteri Keuangan berwenang menetapkan
saatdiperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeriatas penyertaan modal pada badan
usaha di luarnegeri selain badan usaha yang menjual sahamnya dibursa efek, dengan
ketentuan sebagai berikut:a. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalamnegeri tersebut
paling rendah 50% (lima puluhpersen) dari jumlah saham yang disetor; ataub. secara
bersama-sama dengan Wajib Pajak dalamnegeri lainnya memiliki penyertaan modal
palingrendah 50% (lima puluh persen) dari jumlahsaham yang disetor.(3) Direktur …- 25 -(3)
Direktur Jenderal Pajak berwenang untukmenentukan kembali besarnya penghasilan
danpengurangan serta menentukan utang sebagai modaluntuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajakbagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewadengan Wajib
Pajak lainnya sesuai dengan kewajarandan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi
olehhubungan istimewa dengan menggunakan metodeperbandingan harga antara pihak yang
independen,metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus,atau metode lainnya.(3a)
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukanperjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja
samadengan pihak otoritas pajak negara lain untukmenentukan harga transaksi antar pihak-
pihak yangmempunyai hubungan istimewa sebagaimanadimaksud dalam ayat (4), yang
berlaku selama suatuperiode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya sertamelakukan
renegosiasi setelah periode tertentutersebut berakhir.(3b) Wajib Pajak yang melakukan
pembelian saham atauaktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yangdibentuk untuk
maksud demikian (special purposecompany), dapat ditetapkan sebagai pihak yangsebenarnya
melakukan pembelian tersebut sepanjangWajib Pajak yang bersangkutan mempunyai
hubunganistimewa dengan pihak lain atau badan tersebut danterdapat ketidakwajaran
penetapan harga.(3c) Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara(conduit company
atau special purpose company) yangdidirikan atau bertempat kedudukan di negara
yangmemberikan perlindungan pajak (tax haven country)yang mempunyai hubungan
istimewa dengan badanyang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesiaatau bentuk
usaha tetap di Indonesia dapat ditetapkansebagai penjualan atau pengalihan saham badan
yangdidirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia ataubentuk usaha tetap di
Indonesia.(3d) Besarnya …- 26 -(3d) Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajakorang
pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yangmemiliki hubungan istimewa dengan perusahaan
lainyang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukandi Indonesia dapat ditentukan
kembali, dalam halpemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagianpenghasilan Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeritersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaranlainnya yang
dibayarkan kepada perusahaan yangtidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
diIndonesia tersebut.(3e) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (3b), ayat
(3c), dan ayat (3d) diatur lebih lanjutdengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan.(4)
Hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat(3) sampai dengan ayat (3d), Pasal 9
ayat (1) huruf f,dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada apabila:a. Wajib Pajak mempunyai
penyertaan modallangsung atau tidak langsung paling rendah 25%(dua puluh lima persen)
pada Wajib Pajak lain;hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaanpaling rendah 25%
(dua puluh lima persen) padadua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan diantara dua Wajib
Pajak atau lebih yang disebutterakhir;b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya ataudua
atau lebih Wajib Pajak berada di bawahpenguasaan yang sama baik langsung maupuntidak
langsung; atauc. terdapat hubungan keluarga baik sedarahmaupun semenda dalam garis
keturunan lurusdan/atau ke samping satu derajat.(5) Dihapus.15. Ketentuan Pasal 19 ayat (2)
diubah sehingga Pasal 19berbunyi sebagai berikut:Pasal 19 …- 27 -Pasal 19(1) Menteri
Keuangan berwenang menetapkan peraturantentang penilaian kembali aktiva dan
faktorpenyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antaraunsur-unsur biaya dengan
penghasilan karenaperkembangan harga.(2) Atas selisih penilaian kembali aktiva
sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diterapkan tarif pajaktersendiri dengan Peraturan
Menteri Keuangansepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggisebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1).16. Ketentuan Pasal 21 ayat (1) sampai dengan ayat (5), dan ayat(8) diubah,
serta di antara ayat (5) dan ayat (6) disisipkan 1(satu) ayat, yakni ayat (5a) sehingga Pasal 21
berbunyisebagai berikut:Pasal 21(1) Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungandengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan namadan dalam bentuk apa pun yang diterima
ataudiperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri wajibdilakukan oleh:a. pemberi kerja
yang membayar gaji, upah,honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainsebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaanyang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;b. bendahara
pemerintah yang membayar gaji, upah,honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lainsehubungan dengan pekerjaan, jasa, ataukegiatan;c. dana pensiun atau badan lain yang
membayarkanuang pensiun dan pembayaran lain dengan namaapa pun dalam rangka
pensiun;d. badan yang membayar honorarium ataupembayaran lain sebagai imbalan
sehubungandengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yangmelakukan pekerjaan bebas; dane.
penyelenggara kegiatan yang melakukanpembayaran sehubungan dengan pelaksanaansuatu
kegiatan.(2) Tidak …- 28 -(2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajibmelakukan
pemotongan pajak sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf a adalah kantor perwakilan
negaraasing dan organisasi-organisasi internasionalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.(3)
Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yangdipotong pajak untuk setiap bulan adalah
jumlahpenghasilan bruto setelah dikurangi dengan biayajabatan atau biaya pensiun yang
besarnya ditetapkandengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun,dan Penghasilan
Tidak Kena Pajak.(4) Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawaitidak tetap
lainnya yang dipotong pajak adalah jumlahpenghasilan bruto setelah dikurangi
bagianpenghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yangbesarnya ditetapkan dengan
Peraturan MenteriKeuangan.(5) Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimanadimaksud
pada ayat (1) adalah tarif pajaksebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) hurufa, kecuali
ditetapkan lain dengan PeraturanPemerintah.(5a) Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada
ayat (5)yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidakmemiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
lebih tinggi 20%(dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkanterhadap Wajib Pajak yang
dapat menunjukkan NomorPokok Wajib Pajak.(6) Dihapus.(7) Dihapus.(8) Ketentuan
mengenai petunjuk pelaksanaanpemotongan pajak atas penghasilan sehubungandengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur denganatau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.17.
Ketentuan Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sertaditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (3)
sehingga Pasal 22berbunyi sebagai berikut:Pasal 22 …- 29 -Pasal 22(1) Menteri Keuangan
dapat menetapkan:a. bendahara pemerintah untuk memungut pajaksehubungan dengan
pembayaran atas penyerahanbarang;b. badan-badan tertentu untuk memungut pajakdari
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain;danc. Wajib Pajak badan tertentu untuk memungutpajak dari pembeli atas penjualan
barang yangtergolong sangat mewah.(2) Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria,
sifat,dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diatur dengan atau
berdasarkanPeraturan Menteri Keuangan.(3) Besarnya pungutan sebagaimana dimaksud pada
ayat(2) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidakmemiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
lebih tinggi 100%(seratus persen) daripada tarif yang diterapkanterhadap Wajib Pajak yang
dapat menunjukkan NomorPokok Wajib Pajak.18. Ketentuan Pasal 23 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (4) huruf cdiubah, ayat (4) huruf d dan huruf g dihapus dan ditambah1 (satu) huruf,
yakni huruf h, serta di antara ayat (1) danayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a)
sehinggaPasal 23 berbunyi sebagai berikut:Pasal 23(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini
dengan namadan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan,disediakan untuk dibayarkan, atau
telah jatuh tempopembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajakbadan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentukusaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negerilainnya
kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentukusaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang
wajibmembayarkan:a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah brutoatas:1. dividen …-
30 -1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4ayat (1) huruf g;2. bunga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4ayat (1) huruf f;3. royalti; dan4. hadiah, penghargaan, bonus, dan
sejenisnyaselain yang telah dipotong Pajak Penghasilansebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat(1) huruf e;b. dihapus;c. sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:1. sewa dan
penghasilan lain sehubungandengan penggunaan harta, kecuali sewa danpenghasilan lain
sehubungan denganpenggunaan harta yang telah dikenai PajakPenghasilan sebagaimana
dimaksud dalamPasal 4 ayat (2); dan2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasamanajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotongPajak Penghasilan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 21.(1a) Dalam hal Wajib
Pajak yang menerima ataumemperoleh penghasilan sebagaimana dimaksud padaayat (1)
tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi
100%(seratus persen) daripada tarif sebagaimana dimaksudpada ayat (1).(2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai jenis jasa lainsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan.(3) Orang pribadi sebagai Wajib Pajak
dalam negeri dapatditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untukmemotong pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).(4) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tidak
dilakukan atas:a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepadabank;b. sewa yang
dibayarkan atau terutang sehubungandengan sewa guna usaha dengan hak opsi;c. dividen …-
31 -c. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima olehorang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal17 ayat (2c);d. dihapus;e.
bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4ayat (3) huruf i;f. sisa hasil usaha koperasi
yang dibayarkan olehkoperasi kepada anggotanya;g. dihapus; danh. penghasilan yang dibayar
atau terutang kepadabadan usaha atas jasa keuangan yang berfungsisebagai penyalur
pinjaman dan/atau pembiayaanyang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.19.
Ketentuan Pasal 24 ayat (3) dan ayat (6) diubah sehinggaPasal 24 berbunyi sebagai
berikut:Pasal 24(1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri ataspenghasilan dari luar
negeri yang diterima ataudiperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkanterhadap
pajak yang terutang berdasarkan Undangundangini dalam tahun pajak yang sama.(2)
Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud padaayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan
yangdibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak bolehmelebihi penghitungan pajak yang
terutangberdasarkan Undang-undang ini.(3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang
bolehdikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagaiberikut:a. penghasilan dari saham
dan sekuritas lainnyaserta keuntungan dari pengalihan saham dansekuritas lainnya adalah
negara tempat badanyang menerbitkan saham atau sekuritas tersebutdidirikan atau bertempat
kedudukan;b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewasehubungan dengan penggunaan
harta gerakadalah negara tempat pihak yang membayar ataudibebani bunga, royalti, atau
sewa tersebutbertempat kedudukan atau berada;c. penghasilan …- 32 -c. penghasilan berupa
sewa sehubungan denganpenggunaan harta tak gerak adalah negara tempatharta tersebut
terletak;d. penghasilan berupa imbalan sehubungan denganjasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah negaratempat pihak yang membayar atau dibebaniimbalan tersebut bertempat
kedudukan atauberada;e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negaratempat bentuk usaha
tetap tersebut menjalankanusaha atau melakukan kegiatan;f. penghasilan dari pengalihan
sebagian atauseluruh hak penambangan atau tanda turut sertadalam pembiayaan atau
permodalan dalamperusahaan pertambangan adalah negara tempatlokasi penambangan
berada;g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalahnegara tempat harta tetap berada;
danh. keuntungan karena pengalihan harta yangmenjadi bagian dari suatu bentuk usaha
tetapadalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.(4) Penentuan sumber penghasilan
selain penghasilansebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakanprinsip yang sama
dengan prinsip yang dimaksudpada ayat tersebut.(5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar
negeri yangdikreditkan ternyata kemudian dikurangkan ataudikembalikan, maka pajak yang
terutang menurutUndang-undang ini harus ditambah dengan jumlahtersebut pada tahun
pengurangan atau pengembalianitu dilakukan.(6) Ketentuan mengenai pelaksanaan
pengkreditan pajakatas penghasilan dari luar negeri diatur dengan atauberdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.20. Ketentuan Pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (6), ayat(7), dan
ayat (8) diubah, ayat (9) dihapus, serta di antaraayat (8) dan ayat (9) disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (8a)sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:Pasal 25 ...- 33 -Pasal 25(1)
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalanyang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuksetiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yangterutang menurut Surat
Pemberitahuan TahunanPajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangidengan:a. Pajak
Penghasilan yang dipotong sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 sertaPajak
Penghasilan yang dipungut sebagaimanadimaksud dalam Pasal 22; danb. Pajak Penghasilan
yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimanadimaksud dalam
Pasal 24,dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalambagian tahun pajak.(2) Besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendirioleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum
SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilandisampaikan sebelum batas waktu
penyampaian SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan samadengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhirtahun pajak yang lalu.(3) Dihapus.(4) Apabila dalam
tahun pajak berjalan diterbitkan suratketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu,besarnya
angsuran pajak dihitung kembaliberdasarkan surat ketetapan pajak tersebut danberlaku mulai
bulan berikutnya setelah bulanpenerbitan surat ketetapan pajak.(5) Dihapus.(6) Direktur
Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkanpenghitungan besarnya angsuran pajak dalam
tahunpajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:a. Wajib Pajak berhak atas
kompensasi kerugian;b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidakteratur;c. Surat …- 34 -c.
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilantahun yang lalu disampaikan setelah lewat
bataswaktu yang ditentukan;d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka
waktupenyampaian Surat Pemberitahuan TahunanPajak Penghasilan;e. Wajib Pajak
membetulkan sendiri SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yangmengakibatkan
angsuran bulanan lebih besardari angsuran bulanan sebelum pembetulan; danf. terjadi
perubahan keadaan usaha atau kegiatanWajib Pajak.(7) Menteri Keuangan menetapkan
penghitunganbesarnya angsuran pajak bagi:a. Wajib Pajak baru;b. bank, badan usaha milik
negara, badan usahamilik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, danWajib Pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuanperaturan perundang-undangan harus membuatlaporan keuangan
berkala; danc. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentudengan tarif paling tinggi 0,75%
(nol koma tujuhpuluh lima persen) dari peredaran bruto.(8) Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri yang tidakmemiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan telah berusia21 (dua puluh satu)
tahun yang bertolak ke luar negeriwajib membayar pajak yang ketentuannya diaturdengan
Peraturan Pemerintah.(8a) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8)berlaku sampai
dengan tanggal 31 Desember 2010.(9) Dihapus.21. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) diubah dan
ditambah 2 (dua)huruf, yakni huruf g dan huruf h, ayat (2) sampai denganayat (5) diubah, di
antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1(satu) ayat, yakni ayat (1a), serta di antara ayat (2)
dan ayat(3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a) sehingga Pasal 26berbunyi sebagai
berikut:Pasal 26 …- 35 -Pasal 26(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan namadan
dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan,disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempopembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajakdalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usahatetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnyakepada Wajib
Pajak luar negeri selain bentuk usahatetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20%
(duapuluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajibmembayarkan:a. dividen;b. bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalansehubungan dengan jaminan pengembalianutang;c.
royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungandengan penggunaan harta;d. imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dankegiatan;e. hadiah dan penghargaan;f. pensiun dan
pembayaran berkala lainnya;g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;dan/atauh.
keuntungan karena pembebasan utang.(1a) Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri
selainyang menjalankan usaha atau melakukan kegiatanusaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesiasebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah negaratempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajakluar negeri yang sebenarnya menerima manfaat daripenghasilan
tersebut (beneficial owner).(2) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan hartadi
Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat(2), yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak luarnegeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, danpremi asuransi yang dibayarkan
kepada perusahaanasuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluhpersen) dari perkiraan
penghasilan neto.(2a) Atas …- 36 -(2a) Atas penghasilan dari penjualan atau
pengalihansaham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat(3c) dipotong pajak sebesar
20% (dua puluh persen)dari perkiraan penghasilan neto.(3) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud padaayat (2) dan ayat (2a) diatur dengan atau berdasarkanPeraturan
Menteri Keuangan.(4) Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak darisuatu bentuk
usaha tetap di Indonesia dikenai pajaksebesar 20% (dua puluh persen), kecuali
penghasilantersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yangketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atauberdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.(5) Pemotongan pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat(1), ayat (2), ayat (2a), dan ayat (4) bersifat final,kecuali:a. pemotongan
atas penghasilan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b danhuruf c; danb.
pemotongan atas penghasilan yang diterima ataudiperoleh orang pribadi atau badan luar
negeriyang berubah status menjadi Wajib Pajak dalamnegeri atau bentuk usaha tetap.22.
Ketentuan Pasal 29 diubah sehingga berbunyi sebagaiberikut:Pasal 29Apabila pajak yang
terutang untuk suatu tahun pajakternyata lebih besar daripada kredit pajak
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaranpajak yang terutang
harus dilunasi sebelum SuratPemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.23.
Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi sebagaiberikut:Pasal 31A …- 37 -Pasal
31A(1) Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modaldi bidang-bidang usaha
tertentu dan/atau di daerahdaerahtertentu yang mendapat prioritas tinggi dalamskala nasional
dapat diberikan fasilitas perpajakandalam bentuk:a. pengurangan penghasilan neto paling
tinggi 30%(tiga puluh persen) dari jumlah penanaman yangdilakukan;b. penyusutan dan
amortisasi yang dipercepat;c. kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidaklebih dari 10
(sepuluh) tahun; dand. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividensebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 sebesar10% (sepuluh persen), kecuali apabila tarif menurutperjanjian
perpajakan yang berlaku menetapkanlebih rendah.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
bidang-bidang usahatertentu dan/atau daerah-daerah tertentu yangmendapat prioritas tinggi
dalam skala nasional sertapemberian fasilitas perpajakan sebagaimana dimaksudpada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.24. Pasal 31B dihapus.25. Ketentuan Pasal 31C ayat (2)
dihapus sehingga Pasal 31Cberbunyi sebagai berikut:Pasal 31C(1) Penerimaan negara dari
Pajak Penghasilan orang pribadidalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 yangdipotong
oleh pemberi kerja dibagi dengan imbangan80% untuk Pemerintah Pusat dan 20%
untukPemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar.(2) Dihapus.26. Di antara Pasal 31C
dan Pasal 32 disisipkan 2 (dua) pasal,yakni Pasal 31D dan Pasal 31E sehingga berbunyi
sebagaiberikut:Pasal 31D ...- 38 -Pasal 31DKetentuan mengenai perpajakan bagi bidang
usahapertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panasbumi, bidang usaha
pertambangan umum termasukbatubara, dan bidang usaha berbasis syariah diatur denganatau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.Pasal 31E(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan
peredaranbruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluhmiliar rupiah) mendapat
fasilitas berupa pengurangantarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarifsebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf bdan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan
KenaPajak dari bagian peredaran bruto sampai denganRp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus jutarupiah).(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimanadimaksud pada
ayat (1) dapat dinaikkan denganPeraturan Menteri Keuangan.27. Ketentuan Pasal 32 diubah
sehingga berbunyi sebagaiberikut:Pasal 32Tata cara pengenaan pajak dan sanksi-sanksi
berkenaandengan pelaksanaan Undang-Undang ini dilakukan sesuaidengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentangKetentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimanatelah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-UndangNomor 28 Tahun 2007 tentang
Perubahan Ketiga atasUndang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan
Tata Cara Perpajakan.28. Di antara Pasal 32A dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu) pasal,yakni
Pasal 32B sehingga berbunyi sebagai berikut:Pasal 32B ...- 39 -Pasal 32BKetentuan
mengenai pengenaan pajak atas bunga ataudiskonto Obligasi Negara yang diperdagangkan di
negara lainberdasarkan perjanjian perlakuan timbal balik dengannegara lain tersebut diatur
dengan Peraturan Pemerintah.29. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi
sebagaiberikut:Pasal 35Hal-hal yang belum cukup diatur dalam rangka pelaksanaanUndang-
Undang ini diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah.Pasal IIPada saat Undang-Undang
ini mulai berlaku:1. Wajib Pajak yang tahun bukunya berakhir setelah tanggal 30Juni 2001
wajib menghitung pajaknya berdasarkanketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-
UndangNomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilansebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang PerubahanKetiga atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentangPajak Penghasilan.2. Wajib Pajak yang tahun
bukunya berakhir setelah tanggal 30Juni 2009 wajib menghitung pajaknya
berdasarkanketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-UndangNomor 7 Tahun 1983
sebagaimana telah beberapa kalidiubah terakhir dengan Undang-Undang ini.Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.Agar ...- 40 -Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.Disahkan di Jakartapada tanggal 23 September 2008PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,ttdDR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONODiundangkan di
Jakartapada tanggal 23 September 2008MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,ttdANDI MATTALATTALEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 133Salinan sesuai dengan
aslinyaSEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIAKepala Biro Peraturan
Perundang-undanganBidang Perekonomian dan Industri,SETIO SAPTO NUGROHO
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara
pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.
Pemungutan pajak yang diberlakukan di Indonesia berlandaskan atas peraturan yang terdapat
pada UUD 1945 pasal 23 ayat 2.
Subjek dan Objek pajak diatur dalam aturan dan Undang-Undang yang berbeda dalam setiap
jenis Pajak, yaitu pada Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang
Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak pada Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan, dan
Pajak Bea Materai.
Subjek Pajak adalah orang yang dituju oleh Undang Undang Perpajakan untuk dikenakan
Pajak.

B. Saran
Makalah ini merupakan karya tulis yang dihimpun dari berbagai sumber. Oleh karena itu, jika
ada kesalahan dalam penulisan dan dalam penyajian bahan penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca agar dapat diperbaiki dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

http://rockism91.blogspot.com/2011/12/pmbaharuan-pajak.html
http://shaoran1401.blogspot.com/2014/06/sistematika-hukum-pajak-di-indonesia.html
http://www.pusdiklatmigas.com/old/modules/Publikasi_Ilmiah/6.pdf

Anda mungkin juga menyukai