PERCOBAAN I
Anita Kusuma Dewi1, Ayu Miftachul Jan’ah2, Dini Deviana Saputri3, Sandra Kartika
Sari4
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret, Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta, Jawa Tengah 57126 Indonesia
Email : anitakd85@gmail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan pemurnian asam benzoat dengan tujuan
mempelajari metode pemurnian asam benzoat dari suatu campuran dengan cara
rekristalisasi. Rekristalisasi adalah proses dari aktivitas termal suatu padatan untuk
dimurnikan dari zat pengotor dengan mengkristalkan kembali zat yang telah
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai agar diperoleh hasil yang maksimal. Prinsip dari
rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan
kelarutan zat pencampur atau pengotornya. Asam benzoat dilarutkan dalam akuades
panas. Larutan asam benzoat disaring dengan corong panas hingga terbentuk kristal.
Proses pengeringan dilakukan setelah terbentuk kristal dari padatan asam benzoat
dengan menggunakan penyaring buchner. Kristal yang diperoleh diuji kemurniannya
dengan melting point apparatus untuk mengetahui titik lelehnya. Titik leleh yang
diperoleh dibandingkan dengan literatur yang ada. Diperoleh massa kristal sebanyak
0,937 gram dengan massa awal 1,008 gram dan diperoleh rendemen sebanyak
92,96%. Hasil pengujian titik leleh menunjukkan angka 123°C.
Kata Kunci : Asam Benzoat, Rekristalisasi, Titik Leleh
I. Pendahuluan
Rekristalisasi adalah proses dari aktivitas termal suatu padat untuk dimurnikan dari
zat pengotor dengan mengkristalkan kembali zat yang telah dilarutkan dalam pelarut
yang sesuai. Tujuan dari proses rekristalisasi adalah memurnikan zat dari pengotornya
dengan tidak mengubah sifat dasar kimia dan fisikanya. Energi untuk proses
rekristalisasi menggunakan energi yang tersimpan di dalam material pada proses
deformasi [1].
Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan zat pengotornya. Karena konsentrasi total pengotor biasanya lebih
kecil dari konsentrasi zat yang dimurnikan, dalam kondisi dingin, konsentrasi pengotor
yang rendah tetap dalam larutan sementara zat yang berkonsentrasi tinggi akan
mengendap. Setelah suatu kristal endapan terbentuk, kemurniannya dapat ditingkatkan
dengan cara endapan itu disaring, dilarutkan ulang dan diendapkan. Ion pengotor akan
hadir dalam konsentrasi yang lebih rendah selama pengendapan. Keberhasilan
rekristalisasi tergantung pada penggunaan pelarut yang sesuai. Ada beberapa syarat yang
harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut yaitu sebagai berikut [2] :
a. Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dilarutkan.
b. Partikel zat terlarut tidak larut pada pelarut dingin tetapi larut dalam
pelarut panas.
c. Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan dan tidak
melarutkan zat pencemarnya.
d. Titik didih pelarut harus rendah. Hal ini akan mempermudah proses
pengeringan kristal yang terbentuk.
e. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat yang akan
dimurnikan agar zat yang dilarutkan tidak terurai saat pemanasan
berlangsung.
Suatu larutan, untuk dapat direkristalisasi harus berada pada kondisi sangat
jenuh. Terdapat empat metode utama untuk menghasilkan larutan sangat jenuh, yaitu :
a. Perubahan suhu
b. Penguapan pelarut
c. Reaksi kimia, dan
d. Mengubah komposisi pelarut
Kristalisasi dari larutan dapat dianggap sebagai proses dua langkah. Langkah pertama
adalah pemisahan fasa (pembentukan) dari kristal baru dan langkah kedua adalah
pembentukan kristal [3].
Keunggulan rekristalisasi adalah penggunaan suhu rendah dan mudah
diaplikasikan dengan peralatan sederhana. Laju pendinginan yang tinggi karena suhu
yang rendah menyebabkan perpindahan panas menjadi cepat sehingga kristal cepat
terbentuk [4]. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kristalisasi
pelarut [5].
Karakteristik kristal yang terbentuk selama proses kristalisasi terutama ukuran
dan bentuk sangat penting karena hal ini akan mempengaruhi hasil dan kualitas
pemisahan yang dihasilkan. Karakteristik dipengaruhi oleh kondisi apabila kristalisasi
berlangsung cepat maka menghasilkan kristal yang banyak dengan ukuran yang lebih
kecil sedangkan kristalisasi lambat akan menghasilkan kristal dengan ukuran yang
lebih besar [6].
Asam benzoat (C7H6O2) adalah senyawa aromatik asam karboksilat yang
paling sederhana, dengan kelompok karboksilat yang terikat langsung pada cincin
benzene. Asam benzoat juga dikenal sebagai asam phenylformic, asam karboksilat
benzena, benzena asam format, karboksi benzena atau asam phenylcarboxylic. Nama
asam benzoat berasal dari “benzoin”, sebuah resin balsamik dari pohon Styrax
digunakan sebagai agen penyedap, fiksatif dan obat-obatan yang berisi hingga 20%
asam benzoat. Asam benzoat adalah senyawa aromatik berwarna, dengan berat
molekul 122,13 gram/mol, titik leleh 122,4 ºC, titik didih 249,2 ºC. Kelarutannya
dalam air rendah (0,29 gram dalam 100 ml pada 20 ºC), Asam benzoat larut dalam
etanol, sedikit larut dalam benzena dan aseton. Asam benzoat pada awalnya diperoleh
oleh sublimasi dari resin benzoin [7]. Struktur asam benzoat sebagai berikut [8] :
Gambar 1. Struktur Asam Benzoat
Grafik kelarutan asam benzoat dalam adalah
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemurnian
asam benzoat dapat dilakukan menggunakan metode rekristalisasi. Rekristalisasi
memanfaatkan prinsip like dissolve like dimana pelarut yang digunakan adalah
akuades pana. Hasil percobaan yang diperoleh dari proses rekristalisasi asam
benzoat adalah bentuk kristal yang seperti jarum berwarna putih mengkilap, berat
kristal 0,937 gram dengan rendemen 92,96 % dan titik leleh sebesar 123°C.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Raji, N.A. dan Oluwole, O.O. 2013. Recrystallization Kinetics and Microstructure
Evolution of Annealed Cold-Drawn Low-Carbon Steel. Journal of
Crystallization Process and Technology, 3(1):163-169.
[2] Pinalia, A. 2011. Penentuan Metode Rekristalisasi yang tepat untuk Meningkatkan
Kemurnian Kristal Amonium Perklorat (AP). Majalah Sanis dan Teknologi
Dirgantara, 6(2):64 70.
[3] Tarigan, S.F.G., Sinaga, D.C.S. dan Masyithah, Z. 2016. Ekstaksi Likopen dari
Buah Tomat (Lycopersicum Esculentum) Menggunakan Pelarut Tunggal
dengan Metode Kristalisasi Antisolvent. Jurnal Teknik Kimia USU, 5(2):9-14.
[4] Ahmadi, K. dan Estiasih, T. 2011. Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah pada Pembuatan
Fraksi Kaya Vitamin E Mengandung Tokotrienal dari Destilat Asam Lemak
Minyak Sawit. Jurrnal Teknologi dan Industri Pangan, 22(2):142-149.
[5] Leiter, A., Einmer, P. dan Gaukel, V. 2016. Influence of Gelation Ice Recrystallization
Inhibition Activity of K-Carageenan In Sucrase Solution. Food
Hydrocolloids, (1):1-10.
[6] Normah, I., Cheow, C.S. dan Chong, C.I. 2013. Crystal Habit During Crystallization of
Palm Oil : Effect of Time and Temperature. International Food Research
Journal, 20(1):417-422.
[7] Olmo, A.D., Calzada, J. dan Nunez, M. 2015. Benzoic Acid and Its Derivatives as
Naturally Occurring Compounds in Foods and as Additives: Uses,
Exposure and Controversy. Critical Reviews In Food Science and Nutrition,
2(3):1549-1629.
[8] Khan, R., Noor, T. dan Usman, M. 2016. A Comparative Study of Physical and
Chemical Method for Separation Benzoic Acid from Industrial Waste
Stream. Journal Of Advanced Chemical Engineering, 6(3):1-11.
[9] Wiraningtyas, A., Sandi, A., Sowanto, dan Ruslan. 2017. Peningkatan Kualitas Garam
Menjadi Garam Industri di Desa Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima.
Jurnal Karya Abdi Masyarakat,1(2):138-145.
[10] Arifianti, L., Oktarina, R.C. dan Kusumawati, I. 2014. Pengaruh Jenis Pelarut
Pengekstraksi terhadap Kadar Sinensetin dalam ekstrak Daun Orthosiphon
stamineus benth. Journal Husada, 2(1):1-4.