1, April 2006
ABSTRACT
Life values adopted by society are influenced by cultural globalization, the increase of the flow
of communication and the development of science and technology. These aspects have positive
and negative impact on the human religious development. This study aims to explore the
effects of such phenomena to the development of religiosity in late adolescence. Subjects were
four Psychology students, aged between 19-20 years old. This is a case study using qualitative
approach. The results showed the description of the background of the students religious life,
religious aspects, significant others to religious life, and the stages of religious development.
There were similarities as well as differences among four cases in relation to religious aspects
due to difference in their experience backgrounds. The differences were also found in the stages
of their religious development. In addition, it is clearly that parents play an important role to
the subject’s religious life development.
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Undang- kurang memperhatikan dan bahkan
Undang Dasar 1945 pasal 27. melecehkan nilai-nilai religius.
Oleh sebab itu, sistem pendidikan kita Krisis identitas dan nilai religius akan
yang ada bernuansa religius, misalnya anak- membawa dampak bagi setiap manusia
anak diajarkan dan dididik untuk mengawali dalam setiap jenjang usia. Dan secara khusus
dan mengakhiri suatu kegiatan dengan akan membahayakan perkembangan religius
berdoa. Nilai religius ini ditandai pula seorang remaja yang sedang mencari
dengan adanya rumah-rumah ibadat yang identitas keimanan yang benar bagi masa
mencerminkan suasana religius dan depannya.
mengungkapkan keyakinan yang ada dalam Manusia harus berkembang menjadi
kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, makhluk religius, makhluk sosial dan
masyarakat kita telah mengenal dan makhluk etis karena ia tidak dilahirkan
mengakui adanya Tuhan sebagai Pencipta, sebagai makhluk beragama sejak lahirnya.
yang menyelenggarakan seluruh kehidupan Ia juga tidak dilahirkan sebagai makhluk
manusia, sehingga setiap waktu, masyarakat sosial yang hidup bermasyarakat dan
kita boleh mengungkapkan secara jujur dan makhluk bermoral secara serempak sejak
ikhlas kepercayaan dan keyakinannya lahirnya (Dister, 1984). Lingkungan hidup
dengan menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dimana manusia hidup dan berada turut
dalam kehidupannya sesuai dengan agama mendukung dan membantu manusia untuk
dan kepercayaan yang dianuti. berkembang menjadi makhluk religius.
Secara batiniah, agama dan Pertama, Lingkungan keluarga.
kepercayaan menyangkut perasaan dan Keluarga atau orangtua adalah lingkungan
keinginan, harapan dan keyakinan yang yang amat penting bagi kehidupan dan
dimiliki manusia terhadap Yang Ilahi. Secara perkembangan nilai religius seorang
lahiriah, agama menyangkut sikap hidup, individu. Hommes (1992) berpendapat
tingkah laku tertentu manusia yang bahwa keluarga merupakan basis utama bagi
mengungkapkan segi batin dalam praktek seorang anak sejak ia lahir ke dunia. Keluarga
kehidupan (Dister, 1984). Manusia adalah lingkungan yang pertama dan
menyadari dirinya sebagai makhluk ciptaan terutama, lingkungan primer bagi dasar-
Tuhan yang luhur dan mulia. dasar keterampilan, kecerdasan dan nilai-
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai nilai hidup (agama, adat dll). Untuk itu
masyarakat religius. Namun perkembangan orangtua perlu membebaskan diri dari
teknologi modern, telekomunikasi dan mass godaan seperti menganggap diri tidak
media yang amat pesat, terbuka dan kurang mampu mendidik dan membentuk anak dan
selektif membawa dampak negatif bagi menganggap orang lain atau lembaga
keberadaan dan kewibawaan nilai-nilai luhur tertentu saja yang lebih kompeten untuk
dan mulia yang dianut dalam kehidupan mendidik dan membentuk anak. Sebagai
masyarakat. Sebagai contoh, merebaknya contoh, anak dipercayakan kepada pengasuh
vcd (video compact disc) dan majalah yang sepenuhnya. Orangtua secara dini
mengasramakan anak yang masih kecil yang membutuhkan sesuatu di luar dirinya yang
sangat membutuhkan kehadiran orangtua. memiliki kekuatan, yang dapat
Kedua, Lingkungan masyarakat. membantunya untuk menyelesaikan
Lingkungan masyarakat meliputi teman- permasalahan yang dihadapinya. Hal ini
teman sebaya, para guru dan tokoh idola. mendorong individu untuk menemukan dan
Anak keluar dari lingkungan keluarganya. Ia memahami sesuatu di luar dirinya yang
pergi ke sekolah, bertemu dengan orang lain, akhirnya mengarahkan individu pada agama
bermain bersama yang lain dan beradaptasi yang dianutnya.
dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungan Dister (1984) memandang agama dari
masyarakat ini. Ia menimba nilai-nilai yang segi batin dan segi lahir. Dari segi batin,
ada dan hidup dalam lingkungan masyarakat agama berhubungan dengan perasaan,
tersebut, termasuk nilai religius. Situasi yang keinginan, harapan dan keyakinan yang
riil dalam masyarakat ini akan sangat dimiliki manusia terhadap Yang Transenden.
berpengaruh bagi anak-anak khususnya para Dan dipandang dari segi lahir, agama
remaja yang sedang mencari dan mau berhubungan dengan kelakuan, tingkah laku
menentukan identitas diri mereka. dan tindak tanduk tertentu yang
Robert (Sulaeman, 1995) berpendapat mengungkapkan segi batin dalam praktek
bahwa pengembangan sikap-sikap dan kehidupan. Pada saat individu telah
keyakinan anak-anak muda harus dibina atas menemukan agama, meyakininya dan
dasar yang telah dipelajarinya dan menganutnya, ia menunjukkan
diterimanya, termasuk hal keagamaan. keyakinannya itu dalam perilaku yang nyata.
Keseluruhan kepribadian anak yang telah Individu dalam menunjukkan keyakinannya
dibina sejak masa kecil sampai masa remaja tersebut tentu saja dalam bentuk perilaku
merupakan landasan yang kuat bagi orientasi yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama
keagamaan untuk masa remaja dan masa- yang dianutnya.
masa selanjutnya. Ini berarti orangtua yang Namun yang perlu ditekankan dalam
adalah pendidik pertama dan terutama bagi hal ini bahwa agama tidak identik dengan
seorang anak memegang peranan yang amat religiositas (kata sifat: religius). Agama lebih
sentral bagi penanaman nilai-nilai religius merujuk kepada lembaga kebaktian kepada
bagi anak. Tuhan, peraturan-peraturan dan hukum-
hukumnya yang melingkupi segi-segi
Religiositas kemasyarakatan. Sedangkan religiositas lebih
Manusia melakukan segala cara dan melihat aspek yang di dalam lubuk hati, hati
usaha untuk mengatasi permasalahan- nurani pribadi yang terwujud dalam sikap
permasalahan dalam hidupnya. Akan tetapi personal dalam memandang dunia
manusia memiliki keterbatasan maka tidak (Mangunwijaya, 1986). Dengan demikian,
semua permasalahan yang dihadapinya orang yang beragama diharapkan juga
dapat diatasi dan ditemukan jalan keluarnya. merupakan orang yang religius.
Karena keterbatasannya individu Halonen dan Santrock (1999)
remaja tidak mencerminkan kurangnya atas sangat besar artinya bagi perkembangan
keyakinan, melainkan suatu kekecewaan anak. Tugas orangtua sebagai penanam nilai-
terhadap pembentukan gereja dan nilai moral, agama dan disiplin adalah tugas
penggunaan keyakinan serta kotbah bagi yang tidak mudah. Dunia yang berubah
penyelesaian masalah sosial politik dan dengan sangat cepat dan ruwet ini membuat
ekonomi. orangtua tidak hanya bertanya-tanya dalam
Berdasarkan uraian di atas dapat hati apakah mereka dapat memberikan
disimpulkan bahwa remaja mengalami kehidupan yang lebih baik kepada anak-
perubahan radikal terutama dalam anak, tetapi mereka juga selalu bertanya-
memberikan arti, cara pandang mereka tanya, apakah mereka dapat memberikan
tentang dunia dari sudut interpersonal nilai-nilai kehidupan yang tidak segera lapuk
sehingga hubungan mereka dengan Tuhan oleh zaman kepada anak-anak mereka.
menjadi lebih personal. Pada masa remaja, Kendati demikian orangtua harus tetap
mereka mengalami perubahan minat menjadi penanam nilai moral, agama dan
religius: periode kesadaran religius, periode disiplin (Lein & O’Donnell, 1994).
keraguan religius dan periode rekonstruksi Dari beberapa uraian di atas dapat
agama. ditarik kesimpulan bahwa orangtua sangat
Pendidikan religiositas anak-anak tak berperan dalam membentuk kepribadian
bisa lain harus mulai dari orangtuanya, wali, anak. Salah satu peranan penting orangtua
atau mereka yang dalam pertumbuhan yaitu sebagai penanam nilai moral, agama
paling dekat dengan si anak itu dan disiplin. Berkaitan dengan peran
(Mangunwijaya, 1986). Pendapat ini orangtua sebagai pendidik dan penanam
ditegaskan kembali oleh Gunarsa dan nilai-nilai moral, agama dan disiplin, maka
Gunarsa (2000) bahwa orangtua sedikit demi dapat ditarik kesimpulan bahwa
sedikit membimbing dan mengarahkan perkembangan nilai religiositas merupakan
sikap dan perilaku anak sesuai dengan kitab proses pewarisan nilai-nilai religiositas dari
suci dan ajaran-ajaran agama. Dalam hal ini, orangtua kepada anak dan anak
orangtua memiliki peran yang cukup penting menggunakannya sebagai pedoman tingkah
terutama dalam membentuk sikap religius laku dalam kehidupannya. Pada masa
anak. remaja, mereka mengalami perubahan minat
Sehubungan dengan peranan orangtua, religius: periode kesadaran religius, periode
Dolores-Curran (Wahyuningsih, 2002) keraguan religius dan periode rekonstruksi
berpendapat bahwa ada beberapa peran agama.
dasar orangtua bagi anak-anaknya. Peran- Fokus penelitian ini ialah ingin
peran itu adalah sebagai berikut: pemberi mengetahui lebih dalam mengenai dampak
nafkah bagi anak-anaknya; sebagai dari globalisasi kebudayaan, meningkatnya
pelindung; penanam nilai moral, agama dan arus komunikasi, semakin berkembangnya
disiplin; sebagai pendidik; pemberi status. ilmu pengetahuan dan teknologi modern
Kelima peran dasar dari orangtua di terhadap perkembangan religiositas remaja
akhir. Remaja akhir yang dimaksud di sini beberapa kali pertemuan hingga didapatkan
adalah individu yang berada dalam masa data yang lengkap.
peralihan dengan batasan usia 18-21 tahun Validitas dalam penelitian ini
(Monks, dkk., 2001); yang ditandai dengan didapatkan dari membandingkan hasil
perjuangan dari individu untuk memenuhi penelitian dengan pendapat dari tokoh-
tugas-tugas perkembangannya dan tokoh psikologi perkembangan dan tokoh-
menghadapi permasalahan yang ada; tokoh keagamaan seperti: Gunarsa dan
memiliki kebutuhan yang khas dan perilaku Gunarsa, Elisabeth Hurlock, Monks,
yang khas pula dalam memenuhi kebutuhan Sulaeman, James Fowler, Syukur Dister,
tersebut; dan memiliki permasalahan dalam Halonen, Santrock, Edward R Dopo,
keyakinan, pencarian makna, penentuan Charles M Shelton, Romo Mangunwijaya,
pilihan dan penentuan tujuan hidup. dan lain-lain. Validitas penelitian ini juga
didapatkan melalui professionals jugment dalam
METODE PENELITIAN menganalisa hasil data penelitian, sehingga
diharapkan penelitian ini mendapatkan hasil
Fokus kajian yang menjadi dasar dalam yang cukup valid.
penelitian ini adalah religiositas remaja akhir. Peneliti berusaha mendapatkan
Religiositas remaja adalah sistem pemikiran reliabilitas yang baik dalam penelitian
dan keyakinan akan Tuhan yang secara moral dengan melakukan wawancara berulang-
dan spiritual digunakan oleh individu untuk ulang pada subjek penelitian untuk melihat
membimbing perilaku mereka dalam konsistensi dari jawaban subjek. Data yang
menjalani kehidupannya. Hal-hal ini akan telah diperoleh dianalisis dengan
digali melalui wawancara berdasarkan tiga menggunakan teknik generalisasi logika dan
aspek religius yang ada yaitu: kognitif, afektif analisa kualitatif dengan langkah-langkah
dan konatif. sebagai berikut:
Subjek yang digunakan dalam a. membaca seluruh data yang diperoleh
penelitian ini adalah empat orang dari wawancara untuk melihat gambaran
mahasiswa/mahasiswi Fakultas Psikologi religiositas dan faktor-faktor yang
Universitas Katolik Widya Mandala mempengaruhi perkembangan
Surabaya angkatan 2002. Subjek penelitian religiositasnya;
tersebut akan dipilih berdasarkan kriteria- b. menyusun data dan mendeskripsikan
kriteria yang telah ditentukan. Ada pun hasil penelitian;
kriteria-kriteria tersebut adalah: berusia c. membahas secara kasus per kasus dan
antara 18-21 tahun dan beragama Kristen. menghubungkan dengan kajian teori
Alat yang digunakan untuk yang ada.
mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah wawancara/interview dengan metode HASIL DAN PEMBAHASAN
atau pendekatan kualitatif. Dalam
pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan Hasil penelitian yang diperoleh dalam
penelitian ini berupa data identitas subjek, subjek. Dengan selalu memperhatikan
identitas orangtua, identitas saudara subjek, perkembangannya ketika masih kecil dan
latar belakang kehidupan subjek dan keterbukaan ayahnya, membantu subjek
gambaran religiositas subjek. Adapun data membentuk sikap religius yang baik.
tersebut akan diuraikan berdasarkan tiap Dengan kegiatan-kegiatan rohani yang
subjek. dilakukan dalam keluarga subjek semakin
(1996), subjek telah memasuki periode menarik suatu kesimpulan tentang dirinya
rekonstruksi agama. Subjek berusaha sendiri bahwa dia sepertinya seorang nabi,
memperbaiki dan memperdalam namun tetap mengakui kehadiran Tuhan
hubungannya dengan Tuhan setelah sebagai Sang Pencipta dan ia mampu
mengalami suatu masa di mana subjek memberikan suatu penilaian mengenai
merasa jauh dari Tuhan. Subjek memiliki tindakan yang dilakukan ibunya yang
ikatan religius yang kuat dengan agama yang berkaitan dengan kemampuannya. Berkaitan
dianutnya sekarang, sebagai agama yang dengan hal ini subjek telah memenuhi tugas
pertamakali dianutnya atas dasar perkembangannya sebagai seorang remaja
pemahaman pribadinya. yaitu mengetahui dan menerima
Bila ditinjau dari sudut tahapan kemampuan diri sendiri. Berdasarkan
perkembangan kepercayaan menurut Fowler pengalamannya ketika masih kecil, subjek
(1995), subjek berada dalam tahap mampu membuat suatu pemahaman
kepercayaan sintetis-konvensional. Subjek mengenai motivasi untuk melakukan ritual
memandang Tuhan sebagai sahabat dan keagamaan.
teman yang dapat ia hubungi, terutama Jawaban subjek mengenai hukuman
ketika mengalami kesulitan. Tuhan menunjukkan bahwa subjek mampu
Orangtua subjek memiliki peranan berpikir secara kritis sebelum menarik suatu
positif terhadap perkembangan kesimpulan. Pendapat subjek mengenai
religiositasnya. Dalam hal ini peranan perilaku negaif di kalangan remaja
orangtua subjek sebagai penanam nilai menunjukkan bahwa pemahaman subjek
moral, agama dan disiplin. Hari keluarga mengenai etika sosial cukup baik. Aspek
yang secara rutin diadakan untuk kognitif yang dimiliki subjek dapat
mendiskusikan program keluarga dan mempengaruhi perilaku religiusnya. Hal ini
permasalahan yang ada, secara tidak terbukti dengan menurunnya perilaku
langsung membuat subjek merasa dihargai. religius dalam kegiatan ritual dikarenakan
Mangunwijaya (1986) menekankan penting pemahaman yang diperolehnya berdasarkan
adanya suatu dialog dalam keluarga, pengetahuan yang dimiliki.
terutama dalam pendidikan religius anak. Aspek afektif, subjek mengalami
Ayah subjek yang mengalami perubahan suatu ketidak stabilan pada aspek afektifnya.
sejak menjadi pengkhotbah di gereja, secara Ketidak-yakinan subjek mengenai
tidak langsung menjadi figur atau model bagi perasaannya terhadap Tuhan tampak pada
subjek sebagai remaja yang sedang mencari keputusannya untuk tidak lagi melakukan
identitas diri. acara ritual agama. Hal ini disebabkan oleh
aspek kognitif yang sangat berperan dalam
Subjek II perilaku religius subjek. Subjek merasa
Aspek kognitif, kemampuan subjek aturan gereja terlalu mengikat, sehingga
dalam membuat suatu konsep dapat menyebabkan subjek tidak mau lagi ke
dikatakan sangat baik, yaitu subjek mampu gereja. Dalam hal ini kebutuhan untuk
problema sosial. Hal ini tercermin dalam aspek-aspek religiositas di atas, dapat dilihat
pandangan subjek terhadap perilaku- dengan jelas bahwa aspek kognitif dan aspek
perilaku negatif yang sering dilakukan afektif yang dimiliki subjek secara bersama-
remaja lainnya. sama mempengaruhi aspek konatif subjek.
Aspek afektif, subjek sanggup Namun dari ketiga aspek tersebut di atas,
merasakan kedekatannya dengan Tuhan aspek afektif sedikit lebih dominan.
berdasarkan pengalamannya. Dukungan Bila ditinjau dari periodesasi
orangtua subjek pada masa awal kehidupan perubahan minat religius menurut Hurlock
subjek, memicu pembentukan hubungan (1996), subjek telah memasuki periode
yang personal antara subjek dengan Tuhan. rekonstruksi agama. Pengambilan keputusan
Harapan subjek untuk lebih subjek mengenai agama yang dianutnya,
mendekatkan diri dengan Tuhan dan sesama menunjukkan bahwa subjek masih
tercermin dalam kegiatan-kegiatan religius membutuhkan agama sebagai sarana untuk
yang diikutinya. Persaudaraan yang dirasakan mendekatkan diri kepada Tuhan. Subjek
oleh subjek dalam persekutuan doa belum memiliki ikatan religius yang kuat
mendorong subjek untuk tetap mengikuti dengan agama yang dianutnya sejak SMP,
kegiatan tersebut. Aspek afektif ini juga hal ini dapat dilihat dari keputusannya untuk
berperan dalam keputusan subjek memilih memilih agama yang “bar u” (agama
agama. orangtuanya dan agama yang telah
Aspek konatif, perilaku subjek dikenalnya ketika masih kecil).
seperti: melakukan acara-acara ritual agama, Bila ditinjau dari sudut tahapan
membaca kitab suci, dan mengikuti perkembangan kepercayaan menurut Fowler
persekutuan doa, menunjukkan bahwa (1995), subjek berada dalam tahap
subjek mampu mengungkapkan kepercayaan sintetis-konvensional. Subjek
pemahaman dan perasaannya terhadap memandang Tuhan secara interpersonal
Tuhan. yaitu sebagai sahabat dan teman yang dapat
Keikutsertaan subjek dalam ia hubungi terutama ketika mengalami
persekutuan doa, merupakan salah satu cara kesulitan.
subjek memenuhi kebutuhan untuk diterima Orangtua subjek sangat berpengaruh
dalam kelompok. Disamping itu secara tidak terhadap perkembangan religiositasnya. Hal
langsung subjek telah memenuhi tugas ini tampak pada tindakan mereka meminta
perkembangan yaitu penguasaan diri atas subjek untuk ke gereja dan sekolah minggu.
dasar skala nilai dan norma yang tampak Bila subjek berinisiatif untuk pergi ke gereja
pada sikap subjek terhadap beberapa contoh atau ke sekolah minggu, selain orangtua
perilaku negatif. Dalam menentukan sikap menunjukkan dukungan, secara tidak
terhadap pelaku perilaku negatif, subjek langsung juga mendidik subjek untuk
cenderung mendasarkan pada aspek afektif menghargai keputusan orang lain. Hal ini
yang dimilikinya. juga didukung dengan kebebasan yang
Berdasarkan pembahasan mengenai diberikan orangtua subjek untuk memilih
Hommes, A. (1992). Perubahan Peran Pria Dan Monks, F.J., Knoers, A.M.P. & Haditono, S.H.
Wanita Dalam Gereja Dan Masyarakat. (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar
Yogyakarta: Kanisius. Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Hurlock, E.B. (1996). Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Seri Muatiara Iman. (2002). Dapatkah Kita
Kehidupan. (Istiwidayanti & Soedjarwo, Mengandalkan Sikap Religius. Yogyakarta:
Pengalih bhs.). Jakarta: Erlangga. Yayasan Gloria.
Lein, L. & O’Donnell, L. (1994). Anak: Sulaeman, D. (1995). Psikologi Remaja: Dimensi-
Bagaimana Mengasuh Anak Dan Pengaruh Dimensi Perkembangan. Bandung: Mandar
Anak Bagi Kehidupan Orangtuanya. (Y.B. Maju.
Tugyarso, Pengalih bhs.). Yogyakarta:
Wahyuningsih, S. (2002). Peran Orang Tua &
Kanisius.
Guru Dalam Pendampingan Remaja.
Mangunwijaya, Y.B. (1986). Menumbuhkan Makalah disampaikan pada Seminar
Sikap Religius Anak-Anak. Jakarta: PT Peran Orang Tua & Gur u Dalam
Gramedia. Pendampingan Remaja, SMUK
Frateran, Surabaya.