Anda di halaman 1dari 17

INSAN Vol. 8 No.

1, April 2006

Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

Johannes Dicky Susilo


Fakultas Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya

ABSTRACT

Life values adopted by society are influenced by cultural globalization, the increase of the flow
of communication and the development of science and technology. These aspects have positive
and negative impact on the human religious development. This study aims to explore the
effects of such phenomena to the development of religiosity in late adolescence. Subjects were
four Psychology students, aged between 19-20 years old. This is a case study using qualitative
approach. The results showed the description of the background of the students religious life,
religious aspects, significant others to religious life, and the stages of religious development.
There were similarities as well as differences among four cases in relation to religious aspects
due to difference in their experience backgrounds. The differences were also found in the stages
of their religious development. In addition, it is clearly that parents play an important role to
the subject’s religious life development.

dengan tuntutan perkembangan zaman yang


Keywords: dianggapnya lebih bernilai baik dan berguna
religiosity, stages of religious development bagi perkembangan hidupnya.
Kenyataan ini membawa pengaruh
besar terhadap pendidikan manusia karena
Hidup manusia ditandai dengan saling melibatkan soal eksistensi atau cara berada
mempengaruhi dan saling bergantung dalam manusia. Hal ini juga mempunyai dampak
berbagai bidang kehidupan, diantaranya terhadap perkembangan religiositas
bidang religius atau agama. Hal ini tidak manusia.
terlepas dari pengaruh globalisasi Masyarakat Indonesia dikenal sebagai
kebudayaan, meningkatnya arus komunikasi, masyarakat religius. Keluarga adalah basis
semakin berkembangnya ilmu pengetahuan utama dan terutama dalam pendidikan nilai-
dan teknologi modern. Arus globalisasi ini nilai bagi anak-anak, antara lain nilai religius.
membuat dunia semakin transparan, yang Oleh karena itu, nilai religius memainkan
memungkinkan masyarakat mengalami peranan penting dalam kehidupan keluarga
pergeseran nilai sehingga mereka meniru dan masyarakat Indonesia. Nilai ini,
atau bahkan mengubah cara hidupnya sesuai tercermin dalam sila pertama Pancasila yaitu
12 INSAN
© 2006, Vol. 8 No.
Fakultas 1, AprilUniversitas
Psikologi 2006 Airlangga
Johannes Dicky Susilo

Ketuhanan Yang Maha Esa dan Undang- kurang memperhatikan dan bahkan
Undang Dasar 1945 pasal 27. melecehkan nilai-nilai religius.
Oleh sebab itu, sistem pendidikan kita Krisis identitas dan nilai religius akan
yang ada bernuansa religius, misalnya anak- membawa dampak bagi setiap manusia
anak diajarkan dan dididik untuk mengawali dalam setiap jenjang usia. Dan secara khusus
dan mengakhiri suatu kegiatan dengan akan membahayakan perkembangan religius
berdoa. Nilai religius ini ditandai pula seorang remaja yang sedang mencari
dengan adanya rumah-rumah ibadat yang identitas keimanan yang benar bagi masa
mencerminkan suasana religius dan depannya.
mengungkapkan keyakinan yang ada dalam Manusia harus berkembang menjadi
kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, makhluk religius, makhluk sosial dan
masyarakat kita telah mengenal dan makhluk etis karena ia tidak dilahirkan
mengakui adanya Tuhan sebagai Pencipta, sebagai makhluk beragama sejak lahirnya.
yang menyelenggarakan seluruh kehidupan Ia juga tidak dilahirkan sebagai makhluk
manusia, sehingga setiap waktu, masyarakat sosial yang hidup bermasyarakat dan
kita boleh mengungkapkan secara jujur dan makhluk bermoral secara serempak sejak
ikhlas kepercayaan dan keyakinannya lahirnya (Dister, 1984). Lingkungan hidup
dengan menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dimana manusia hidup dan berada turut
dalam kehidupannya sesuai dengan agama mendukung dan membantu manusia untuk
dan kepercayaan yang dianuti. berkembang menjadi makhluk religius.
Secara batiniah, agama dan Pertama, Lingkungan keluarga.
kepercayaan menyangkut perasaan dan Keluarga atau orangtua adalah lingkungan
keinginan, harapan dan keyakinan yang yang amat penting bagi kehidupan dan
dimiliki manusia terhadap Yang Ilahi. Secara perkembangan nilai religius seorang
lahiriah, agama menyangkut sikap hidup, individu. Hommes (1992) berpendapat
tingkah laku tertentu manusia yang bahwa keluarga merupakan basis utama bagi
mengungkapkan segi batin dalam praktek seorang anak sejak ia lahir ke dunia. Keluarga
kehidupan (Dister, 1984). Manusia adalah lingkungan yang pertama dan
menyadari dirinya sebagai makhluk ciptaan terutama, lingkungan primer bagi dasar-
Tuhan yang luhur dan mulia. dasar keterampilan, kecerdasan dan nilai-
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai nilai hidup (agama, adat dll). Untuk itu
masyarakat religius. Namun perkembangan orangtua perlu membebaskan diri dari
teknologi modern, telekomunikasi dan mass godaan seperti menganggap diri tidak
media yang amat pesat, terbuka dan kurang mampu mendidik dan membentuk anak dan
selektif membawa dampak negatif bagi menganggap orang lain atau lembaga
keberadaan dan kewibawaan nilai-nilai luhur tertentu saja yang lebih kompeten untuk
dan mulia yang dianut dalam kehidupan mendidik dan membentuk anak. Sebagai
masyarakat. Sebagai contoh, merebaknya contoh, anak dipercayakan kepada pengasuh
vcd (video compact disc) dan majalah yang sepenuhnya. Orangtua secara dini

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


13
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

mengasramakan anak yang masih kecil yang membutuhkan sesuatu di luar dirinya yang
sangat membutuhkan kehadiran orangtua. memiliki kekuatan, yang dapat
Kedua, Lingkungan masyarakat. membantunya untuk menyelesaikan
Lingkungan masyarakat meliputi teman- permasalahan yang dihadapinya. Hal ini
teman sebaya, para guru dan tokoh idola. mendorong individu untuk menemukan dan
Anak keluar dari lingkungan keluarganya. Ia memahami sesuatu di luar dirinya yang
pergi ke sekolah, bertemu dengan orang lain, akhirnya mengarahkan individu pada agama
bermain bersama yang lain dan beradaptasi yang dianutnya.
dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungan Dister (1984) memandang agama dari
masyarakat ini. Ia menimba nilai-nilai yang segi batin dan segi lahir. Dari segi batin,
ada dan hidup dalam lingkungan masyarakat agama berhubungan dengan perasaan,
tersebut, termasuk nilai religius. Situasi yang keinginan, harapan dan keyakinan yang
riil dalam masyarakat ini akan sangat dimiliki manusia terhadap Yang Transenden.
berpengaruh bagi anak-anak khususnya para Dan dipandang dari segi lahir, agama
remaja yang sedang mencari dan mau berhubungan dengan kelakuan, tingkah laku
menentukan identitas diri mereka. dan tindak tanduk tertentu yang
Robert (Sulaeman, 1995) berpendapat mengungkapkan segi batin dalam praktek
bahwa pengembangan sikap-sikap dan kehidupan. Pada saat individu telah
keyakinan anak-anak muda harus dibina atas menemukan agama, meyakininya dan
dasar yang telah dipelajarinya dan menganutnya, ia menunjukkan
diterimanya, termasuk hal keagamaan. keyakinannya itu dalam perilaku yang nyata.
Keseluruhan kepribadian anak yang telah Individu dalam menunjukkan keyakinannya
dibina sejak masa kecil sampai masa remaja tersebut tentu saja dalam bentuk perilaku
merupakan landasan yang kuat bagi orientasi yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama
keagamaan untuk masa remaja dan masa- yang dianutnya.
masa selanjutnya. Ini berarti orangtua yang Namun yang perlu ditekankan dalam
adalah pendidik pertama dan terutama bagi hal ini bahwa agama tidak identik dengan
seorang anak memegang peranan yang amat religiositas (kata sifat: religius). Agama lebih
sentral bagi penanaman nilai-nilai religius merujuk kepada lembaga kebaktian kepada
bagi anak. Tuhan, peraturan-peraturan dan hukum-
hukumnya yang melingkupi segi-segi
Religiositas kemasyarakatan. Sedangkan religiositas lebih
Manusia melakukan segala cara dan melihat aspek yang di dalam lubuk hati, hati
usaha untuk mengatasi permasalahan- nurani pribadi yang terwujud dalam sikap
permasalahan dalam hidupnya. Akan tetapi personal dalam memandang dunia
manusia memiliki keterbatasan maka tidak (Mangunwijaya, 1986). Dengan demikian,
semua permasalahan yang dihadapinya orang yang beragama diharapkan juga
dapat diatasi dan ditemukan jalan keluarnya. merupakan orang yang religius.
Karena keterbatasannya individu Halonen dan Santrock (1999)

14 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


Johannes Dicky Susilo

mendefinisikan religiositas sebagai sistem mempengaruhi pemahaman akan


keyakinan yang digunakan oleh individu, religiositas:
yang secara moral dan spiritual z Kognitif, dimana religiositas berhubungan
membimbing perilaku mereka. Hal ini juga dengan keyakinan, pemahaman akan
ditegaskan dalam buku Seri Mutiara Iman Tuhan sebagai Sang Pencipta.
(2002) bahwa religi adalah sistem pemikiran Kemampuan kognitif meliputi
dan tindakan yang mengekspresikan kesanggupan mengenal konsep,
kepercayaan kepada Allah. memahami arti, mendefinisikan sesuatu
Tindakan dan perilaku nyata yang dan menjawabi pertanyaan yang timbul
menunjukkan religiositas individu adalah dalam kehidupan praktis, khususnya
sebagai berikut: menghadiri ibadah-ibadah untuk menjawabi persoalan yang
religius; menyekolahkan anak-anak ke berhubungan dengan Tuhan. Remaja
sekolah kristiani; melakukan perbuatan- mampu berpikir secara abstrak dan
perbuatan baik; menghindari hal-hal tak kompleks tentang masalah-masalah
bermoral; membaca alkitab; berdoa; etika, problema sosial dan ketidakadilan
memberi bantuan kepada orang miskin (Seri sosial.
Mutiara Iman, 2002). z Afektif, dimana religiositas berhubungan
Pada dasarnya individu yang dengan perasaan, kepercayaan dan
melakukan aktivitas di atas, belum dapat harapan terhadap Tuhan. Remaja
dikatakan bahwa ia memiliki religiositas yang sanggup merasakan apa yang dirasakan
tinggi. Dister (1984) berpendapat bahwa or- orang lain dan ia juga merasakan
ang yang mempunyai “attitude” religius kedekatannya dengan Tuhan.
adalah orang yang dengan tahu dan mau, z Konatif, dimana religiositas berhubungan
secara pribadi, menerima dan menyetujui dengan perilaku nyata dalam
gambaran-gambaran keagamaan yang mewujudkan aspek kognitif dan aspek
diwariskan kepadanya oleh masyarakat dan afektif. Remaja menjalankan hidupnya
menjadikannya sebagai milik sendiri, sesuai dengan pemahamannya tentang
keyakinan pribadi, iman kepercayaan Tuhan, menemukan nilai, kegunaannya
batiniah yang diwujudkannya dalam perilaku dan merasakan kedekatan dengan Tuhan.
sehari-hari. Jadi sekalipun individu
melakukan beberapa perilaku yang Berdasarkan beberapa uraian di atas
mencerminkan religiositas seperti yang dapat disimpulkan bahwa religiositas
tertera di atas masih perlu dipertanyakan merupakan sistem pemikiran dan keyakinan
apakah individu tersebut melakukan perilaku akan Tuhan yang secara moral dan spiritual
tersebut atas dasar keinginan pribadi ataukah digunakan oleh individu untuk
semata atas tekanan dari luar atau dari or- membimbing perilaku mereka dalam
ang lain. menjalani kehidupannya yang didalamnya
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat terdapat aspek kognitif, afektif dan konatif
dilihat bahwa ada tiga aspek yang untuk melihat perkembangan religiositas

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


15
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

dari individu. personal. Tahap ini disebut sintetis


konvensional karena pada tahap ini individu
Perkembangan Nilai Religiositas memiliki tugas pokok yaitu menciptakan
Dewasa ini, penggunaan istilah religius sintetis identitas berdasarkan berbagai arti
dan keagamaan masih terdapat kerancuan. yang pernah dialami dalam hidup, dalam
Masyarakat pada umumnya menyamakan usaha menciptakan sintesis identitas ini
istilah religius dan keagamaan. Oleh karena sifatnya konformitis atau serupa dengn
itu, untuk mendefinisikan nilai religius dalam pandangan dan pengartian orang lain/
penelitian ini akan digunakan istilah nilai masyarakat.
keagamaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Meskipun hubungan remaja dengan
mendefinisikan nilai keagamaan sebagai Tuhan lebih personal, tetapi terkadang
konsep mengenai penghargaan tinggi yang remaja mengalami keraguan dan minat
diberikan oleh warga masyarakat kepada mereka akan hal-hal religiuspun berkurang.
beberapa masalah pokok dalam kehidupan Hal ini terjadi karena remaja mempunyai
keagamaan yang bersifat suci sehingga kecenderungan untuk mencoba sesuatu
menjadi pedoman bagi tingkah laku yang baru dan menghadapi berbagai
keagamaan warga masyarakat yang permasalahan. Remaja mencari suatu makna
bersangkutan. mengenai “sesuatu”. Hurlock (1996)
Mangunwijaya (1986) berpendapat membagi perubahan minat religius ke dalam
bahwa tidak ada sesuatu dalam diri anak yang tiga periode: periode kesadaran religius,
datang otomatis dengan begitu saja. periode keraguan religius’ periode
Pendapat ini ditegaskan kembali oleh Dister rekonstruksi agama.
(1984) tentang perkembangan nilai Ketiga periode perubahan minat
religiositas bahwa manusia harus religius di atas menjadi suatu ciri khas dari
berkembang menjadi mahluk religius karena remaja dan sekaligus membedakannya
ia tidak lahir sebagai mahluk yang beragama. dengan masa perkembangan lainnya. Masa
Fowler (1995) membagi yang paling kritis bagi seorang remaja adalah
perkembangan kepercayaan individu ke masa dimana remaja memasuki periode
dalam tujuh tahap dan menyatakan bahwa keraguan religius karena remaja
remaja berada pada tahap ketiga yaitu tahap mempertanyakan keyakinannya yang ia
kepercayaan sintetis-konvensional (synthetic- peroleh sejak kanak-kanak. Remaja mulai
conventional faith). Pada tahap ini anak mulai jarang mengunjungi gereja, mengikuti
memasuki masa remaja dan mengalami sekolah minggu dan kegiatan sosial gereja.
perubahan radikal dalam caranya memberi Jones (Hurlock, 1996) berpendapat bahwa
arti. Remaja memandang dunia dari sudut terjadi lebih banyak penurunan dalam
interpersonal, sehing ga Tuhan dapat kegairahan dan perasaan positif terhadap
menjadi sahabat dan teman yang dapat gereja dari pada peningkatan dan menentang
mereka hubungi. Oleh karena itu relasi gereja. Jones juga menambahkan bahwa
mereka dengan Tuhan menjadi jauh lebih adanya perubahan minat akan agama pada

16 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


Johannes Dicky Susilo

remaja tidak mencerminkan kurangnya atas sangat besar artinya bagi perkembangan
keyakinan, melainkan suatu kekecewaan anak. Tugas orangtua sebagai penanam nilai-
terhadap pembentukan gereja dan nilai moral, agama dan disiplin adalah tugas
penggunaan keyakinan serta kotbah bagi yang tidak mudah. Dunia yang berubah
penyelesaian masalah sosial politik dan dengan sangat cepat dan ruwet ini membuat
ekonomi. orangtua tidak hanya bertanya-tanya dalam
Berdasarkan uraian di atas dapat hati apakah mereka dapat memberikan
disimpulkan bahwa remaja mengalami kehidupan yang lebih baik kepada anak-
perubahan radikal terutama dalam anak, tetapi mereka juga selalu bertanya-
memberikan arti, cara pandang mereka tanya, apakah mereka dapat memberikan
tentang dunia dari sudut interpersonal nilai-nilai kehidupan yang tidak segera lapuk
sehingga hubungan mereka dengan Tuhan oleh zaman kepada anak-anak mereka.
menjadi lebih personal. Pada masa remaja, Kendati demikian orangtua harus tetap
mereka mengalami perubahan minat menjadi penanam nilai moral, agama dan
religius: periode kesadaran religius, periode disiplin (Lein & O’Donnell, 1994).
keraguan religius dan periode rekonstruksi Dari beberapa uraian di atas dapat
agama. ditarik kesimpulan bahwa orangtua sangat
Pendidikan religiositas anak-anak tak berperan dalam membentuk kepribadian
bisa lain harus mulai dari orangtuanya, wali, anak. Salah satu peranan penting orangtua
atau mereka yang dalam pertumbuhan yaitu sebagai penanam nilai moral, agama
paling dekat dengan si anak itu dan disiplin. Berkaitan dengan peran
(Mangunwijaya, 1986). Pendapat ini orangtua sebagai pendidik dan penanam
ditegaskan kembali oleh Gunarsa dan nilai-nilai moral, agama dan disiplin, maka
Gunarsa (2000) bahwa orangtua sedikit demi dapat ditarik kesimpulan bahwa
sedikit membimbing dan mengarahkan perkembangan nilai religiositas merupakan
sikap dan perilaku anak sesuai dengan kitab proses pewarisan nilai-nilai religiositas dari
suci dan ajaran-ajaran agama. Dalam hal ini, orangtua kepada anak dan anak
orangtua memiliki peran yang cukup penting menggunakannya sebagai pedoman tingkah
terutama dalam membentuk sikap religius laku dalam kehidupannya. Pada masa
anak. remaja, mereka mengalami perubahan minat
Sehubungan dengan peranan orangtua, religius: periode kesadaran religius, periode
Dolores-Curran (Wahyuningsih, 2002) keraguan religius dan periode rekonstruksi
berpendapat bahwa ada beberapa peran agama.
dasar orangtua bagi anak-anaknya. Peran- Fokus penelitian ini ialah ingin
peran itu adalah sebagai berikut: pemberi mengetahui lebih dalam mengenai dampak
nafkah bagi anak-anaknya; sebagai dari globalisasi kebudayaan, meningkatnya
pelindung; penanam nilai moral, agama dan arus komunikasi, semakin berkembangnya
disiplin; sebagai pendidik; pemberi status. ilmu pengetahuan dan teknologi modern
Kelima peran dasar dari orangtua di terhadap perkembangan religiositas remaja

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


17
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

akhir. Remaja akhir yang dimaksud di sini beberapa kali pertemuan hingga didapatkan
adalah individu yang berada dalam masa data yang lengkap.
peralihan dengan batasan usia 18-21 tahun Validitas dalam penelitian ini
(Monks, dkk., 2001); yang ditandai dengan didapatkan dari membandingkan hasil
perjuangan dari individu untuk memenuhi penelitian dengan pendapat dari tokoh-
tugas-tugas perkembangannya dan tokoh psikologi perkembangan dan tokoh-
menghadapi permasalahan yang ada; tokoh keagamaan seperti: Gunarsa dan
memiliki kebutuhan yang khas dan perilaku Gunarsa, Elisabeth Hurlock, Monks,
yang khas pula dalam memenuhi kebutuhan Sulaeman, James Fowler, Syukur Dister,
tersebut; dan memiliki permasalahan dalam Halonen, Santrock, Edward R Dopo,
keyakinan, pencarian makna, penentuan Charles M Shelton, Romo Mangunwijaya,
pilihan dan penentuan tujuan hidup. dan lain-lain. Validitas penelitian ini juga
didapatkan melalui professionals jugment dalam
METODE PENELITIAN menganalisa hasil data penelitian, sehingga
diharapkan penelitian ini mendapatkan hasil
Fokus kajian yang menjadi dasar dalam yang cukup valid.
penelitian ini adalah religiositas remaja akhir. Peneliti berusaha mendapatkan
Religiositas remaja adalah sistem pemikiran reliabilitas yang baik dalam penelitian
dan keyakinan akan Tuhan yang secara moral dengan melakukan wawancara berulang-
dan spiritual digunakan oleh individu untuk ulang pada subjek penelitian untuk melihat
membimbing perilaku mereka dalam konsistensi dari jawaban subjek. Data yang
menjalani kehidupannya. Hal-hal ini akan telah diperoleh dianalisis dengan
digali melalui wawancara berdasarkan tiga menggunakan teknik generalisasi logika dan
aspek religius yang ada yaitu: kognitif, afektif analisa kualitatif dengan langkah-langkah
dan konatif. sebagai berikut:
Subjek yang digunakan dalam a. membaca seluruh data yang diperoleh
penelitian ini adalah empat orang dari wawancara untuk melihat gambaran
mahasiswa/mahasiswi Fakultas Psikologi religiositas dan faktor-faktor yang
Universitas Katolik Widya Mandala mempengaruhi perkembangan
Surabaya angkatan 2002. Subjek penelitian religiositasnya;
tersebut akan dipilih berdasarkan kriteria- b. menyusun data dan mendeskripsikan
kriteria yang telah ditentukan. Ada pun hasil penelitian;
kriteria-kriteria tersebut adalah: berusia c. membahas secara kasus per kasus dan
antara 18-21 tahun dan beragama Kristen. menghubungkan dengan kajian teori
Alat yang digunakan untuk yang ada.
mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah wawancara/interview dengan metode HASIL DAN PEMBAHASAN
atau pendekatan kualitatif. Dalam
pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan Hasil penelitian yang diperoleh dalam

18 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


Johannes Dicky Susilo

penelitian ini berupa data identitas subjek, subjek. Dengan selalu memperhatikan
identitas orangtua, identitas saudara subjek, perkembangannya ketika masih kecil dan
latar belakang kehidupan subjek dan keterbukaan ayahnya, membantu subjek
gambaran religiositas subjek. Adapun data membentuk sikap religius yang baik.
tersebut akan diuraikan berdasarkan tiap Dengan kegiatan-kegiatan rohani yang
subjek. dilakukan dalam keluarga subjek semakin

Tabel 1. Deskripsi identitas diri subjek penelitian

No. Inisial Seks Usia Agama Status tempat tinggal Anak ke

1 DKH L 19 th Kristen Dengan orangtua 4 dari 4 bersaudara


2 FS L 19 th Kristen Kos 2 dari 3 bersaudara
3 MYP P 19 th Kristen Kos 2 dari 4 bersaudara
4 LO P 18 th Kristen Dengan orangtua 2 dari 3 bersaudara

Subjek I memantabkan perkembangan religiositas


Pengalaman-pengalaman subjek subjek.
membuat subjek memiliki pemahaman yang Subjek telah mengalami ketiga periode
positif akan Tuhan, disamping itu perubahan minat religius, pada saat ini
pengalaman tersebut juga membuat subjek subjek telah berada dalam periode
merasakan kedekatan hubungan dengan rekonstruksi agama. Berdasarkan
Tuhan. Dengan pemahaman dan perasaan pemahamannya mengenai Tuhan sebagai
yang dimilikinya, subjek mampu sahabat dan merasakan kedekatan dengan
mewujudkankan dalam perilaku yang nyata Tuhan, subjek berada dalam tahap
seperti mengikuti kegiatan-kegiatan ritual perkembangan kepercayaan sintetis-
keagamaan dan pelayanan. Disamping itu, konvensional.
pemahaman dan perasaannya terhadap
Tuhan membantu subjek dalam mengontrol Subjek II
perilakunya terutama dalam menyingkapi Subjek sangat mengandalkan
realita kehidupan yang ada. Sebagai seorang kemampuan kognitifnya dalam bersikap dan
remaja subjek mampu menahan diri untuk berperilaku, ditambah dengan kepercayaan
tidak melakukan perilaku negatif, terutama diri subjek yang tinggi mendorong subjek
tidak menerima ajakan temannya untuk untuk menolak melakukan ritual keagamaan.
melakukan tindakan negatif. Berdasarkan Aspek afektif dan konatif subjek kurang
hal-hal yang telah disebutkan di atas dapat berperan dalam kehidupan religiusnya. Hal
dikatakan bhwa subjek memiliki sikap ini tampak pada sikap subjek terhadap realita
religius yang baik. kehidupan yang ada. Semua permasalahan
Orangtua subjek memiliki peranan cenderung dibahas dengan menggunakan
yang penting dalam kehidupan religius kemampuan logika yang miliki.

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


19
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

Orangtua subjek memiliki peranan religiusnya. Ayah subjek yang berbeda


dalam kehidupan religius subjek, namun agama, melatar-belakangi kebebasan dalam
cenderung membawa dampak yang negatif. memilih agama yang dirasakan oleh subjek.
Pemaksaan orangtua terutama ibu subjek Dalam hal ini peranan orangtua subjek
mengakibatkan subjek kurang mantab dalam memberikan pengaruh yang positif dalam
persiapkan memasuki awal kehidupan kehidupan religius subjek.
religiusnya. Subjek telah mengalami ketiga periode
Subjek telah mengalami ketiga periode perubahan minat religius, pada saat ini
perubahan minat religius, pada saat ini subjek telah berada dalam periode
subjek telah berada dalam periode rekonstruksi agama. Berdasarkan
rekonstruksi agama. Berdasarkan cara pemahamannya mengenai Tuhan sebagai
pandang subjek terhadap dunia dan sahabat dan merasakan adanya kedekatan
memusatkan perhatian pada pemikirannya dalam hubungannya dengan Tuhan, subjek
sendiri, subjek berada dalam tahap berada dalam tahap perkembangan
perkembangan kepercayaan sintetis- kepercayaan sintetis-konvensional.
konvensional.
Subjek IV
Subjek III Subjek menggunakan kemampuan
Subjek seringkali menggunakan kognitif yang dimilikinya dalam bersikap
perasaannya dalam menentukan sikap, dan berperilaku, meskipun subjek menolak
terutama sikap religiusnya. Meskipun subjek melakukan ritual keagamaan, namun subjek
memiliki pemahaman yang cukup baik, mampu menemukan cara yang lain untuk
namun aspek afektifnya sangat dominan mengungkapkan pemahaman dan
dalam perilakunya sehari-hari. Hal ini perasaannya terhadap Tuhan. Aspek afektif
tampak terutama ketika subjek mengambil dan konatif subjek kurang berperan dalam
keputusan-keputusan yang berhubungan kehidupan religiusnya. Hal ini tampak pada
dengan kehidupan religiusnya, subjek sikap subjek terhadap realita kehidupan yang
memilih kembali memluk agama Kristen. ada. Semua permasalahan cenderung
Begitu pula ketika subjek mengikuti dibahas dengan menggunakan kemampuan
persekutuan doa, subjek menekankan pada logika yang miliki.
adanya rasa persaudaraan di antara anggota Orangtua subjek memiliki peranan
persekutuan. Ketika subjek menyikapi realita yang besar dalam kehidupan religius subjek.
kehidupan, dapat dilihat bahwa selain subjek Kedekatan subjek dengan ayahnya
menggunakan pemahaman yang membawa dampak yang positif dalam
dimilikinya, subjek juga menggunakan perkembangan religiositasnya.
perasaan atau emosinya. Subjek telah mengalami ketiga periode
Peranan orangtua subjek sangat terasa perubahan minat religius, pada saat ini
dalam kehidupan subjek, dengan memberi subjek telah berada dalam periode
dukungan kepada subjek perihal kehidupan rekonstruksi agama. Berdasarkan

20 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


Johannes Dicky Susilo

pemahamannya terhadap Tuhan sebagai pembentukan hubungan subjek dengan


sahabat menempatkan subjek dalam tahap Tuhan. Harapan subjek untuk lebih
perkembangan kepercayaan sintetis- mendekatkan diri dengan Tuhan tercermin
konvensional menurut Fowler (1995:30-32). dalam kegiatan-kegiatan yang diikutinya.
Aspek konatif, perilaku subjek
Pembahasan Kasus seperti: melakukan acara ritual agama,
Berdasarkan data yang diperoleh, membaca kitab suci, dan mengikuti
Peneliti mencoba menguraikan pelayanan gerejani, menunjukkan bahwa
perkembangan religiositas dari tiap subjek subjek mampu mengungkapkan
dengan melihat aspek-aspek religiositas, pemahaman dan perasaannya terhadap
tahapan perkembangan subjek dan peranan Tuhan.
orangtua dalam kehidupan religius subjek. Sebagai seorang remaja yang memiliki
Adapun pembahasannya adalah sebagai tugas perkembangan mengetahui dan
berikut: menerima kemampuannya, subjek
menyadari bahwa ia memiliki kemampuan
Subjek I di bidang musik dan hal itu ia pergunakan
Aspek kognitif, dalam hal ini subjek sebagai pelayanan untuk mengungkapkan
memiliki pemahaman yang positif pemahaman dan perasaannya terhadap
mengenai Tuhan, dan pemahaman tersebut Tuhan. Keikutsertaan subjek dalam
diperoleh setelah mengalami beberapa kelompok pelayanan musik, merupakan cara
situasi dalam hidupnya, contohnya subjek subjek memenuhi kebutuhan untuk diterima
merasakan adanya perubahan sikap yang dalam kelompok yang merupakan salah satu
semakin terbuka dalam diri ayahnya sejak kebutuhan dari seorang remaja.
ayahnya menjadi pengkhotbah di gereja. Subjek secara tidak langsung telah
Jawaban subjek mengenai hukuman memenuhi tugas perkembangan yaitu
Tuhan menunjukkan bagaimana subjek penguasaan diri atas dasar skala nilai dan
mampu menjawab persoalan yang norma yang tampak pada sikap subjek
berhubungan dengan Tuhan. Sebagai terhadap beberapa contoh perilaku negatif,
seorang remaja, subjek memiliki pemikiran antara lain subjek yang tidak mau lagi
yang kompleks tentang masalah-masalah menyontek pada saat ujian dan menolak
etika dan problema sosial. Hal ini tercermin ajakan temannya untuk melihat film porno.
dalam sikap subjek terhadap perilaku- Berdasarkan pembahasan mengenai
perilaku negatif yang sering dilakukan aspek-aspek religiositas di atas, dapat dilihat
remaja lainnya. dengan jelas bahwa aspek kognitif dan aspek
Aspek afektif, sebagai seorang remaja, afektif yang dimiliki subjek secara bersama-
subjek sanggup merasakan kedekatannya sama mempengaruhi aspek konatif subjek
dengan Tuhan melalui pengalaman- tanpa ada yang mendominasi.
pengalamannya. Ketertarikan subjek Bila ditinjau dari periodesasi
terhadap musik merupakan awal dari perubahan minat religius menurut Hurlock

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


21
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

(1996), subjek telah memasuki periode menarik suatu kesimpulan tentang dirinya
rekonstruksi agama. Subjek berusaha sendiri bahwa dia sepertinya seorang nabi,
memperbaiki dan memperdalam namun tetap mengakui kehadiran Tuhan
hubungannya dengan Tuhan setelah sebagai Sang Pencipta dan ia mampu
mengalami suatu masa di mana subjek memberikan suatu penilaian mengenai
merasa jauh dari Tuhan. Subjek memiliki tindakan yang dilakukan ibunya yang
ikatan religius yang kuat dengan agama yang berkaitan dengan kemampuannya. Berkaitan
dianutnya sekarang, sebagai agama yang dengan hal ini subjek telah memenuhi tugas
pertamakali dianutnya atas dasar perkembangannya sebagai seorang remaja
pemahaman pribadinya. yaitu mengetahui dan menerima
Bila ditinjau dari sudut tahapan kemampuan diri sendiri. Berdasarkan
perkembangan kepercayaan menurut Fowler pengalamannya ketika masih kecil, subjek
(1995), subjek berada dalam tahap mampu membuat suatu pemahaman
kepercayaan sintetis-konvensional. Subjek mengenai motivasi untuk melakukan ritual
memandang Tuhan sebagai sahabat dan keagamaan.
teman yang dapat ia hubungi, terutama Jawaban subjek mengenai hukuman
ketika mengalami kesulitan. Tuhan menunjukkan bahwa subjek mampu
Orangtua subjek memiliki peranan berpikir secara kritis sebelum menarik suatu
positif terhadap perkembangan kesimpulan. Pendapat subjek mengenai
religiositasnya. Dalam hal ini peranan perilaku negaif di kalangan remaja
orangtua subjek sebagai penanam nilai menunjukkan bahwa pemahaman subjek
moral, agama dan disiplin. Hari keluarga mengenai etika sosial cukup baik. Aspek
yang secara rutin diadakan untuk kognitif yang dimiliki subjek dapat
mendiskusikan program keluarga dan mempengaruhi perilaku religiusnya. Hal ini
permasalahan yang ada, secara tidak terbukti dengan menurunnya perilaku
langsung membuat subjek merasa dihargai. religius dalam kegiatan ritual dikarenakan
Mangunwijaya (1986) menekankan penting pemahaman yang diperolehnya berdasarkan
adanya suatu dialog dalam keluarga, pengetahuan yang dimiliki.
terutama dalam pendidikan religius anak. Aspek afektif, subjek mengalami
Ayah subjek yang mengalami perubahan suatu ketidak stabilan pada aspek afektifnya.
sejak menjadi pengkhotbah di gereja, secara Ketidak-yakinan subjek mengenai
tidak langsung menjadi figur atau model bagi perasaannya terhadap Tuhan tampak pada
subjek sebagai remaja yang sedang mencari keputusannya untuk tidak lagi melakukan
identitas diri. acara ritual agama. Hal ini disebabkan oleh
aspek kognitif yang sangat berperan dalam
Subjek II perilaku religius subjek. Subjek merasa
Aspek kognitif, kemampuan subjek aturan gereja terlalu mengikat, sehingga
dalam membuat suatu konsep dapat menyebabkan subjek tidak mau lagi ke
dikatakan sangat baik, yaitu subjek mampu gereja. Dalam hal ini kebutuhan untuk

22 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


Johannes Dicky Susilo

mandiri sangat jelas dirasakan. seharusnya menghargai perasaan individual,


Aspek konatif, dalam hal ini bisa minat dan keputusan yang dibuat oleh anak.
dikatakan bahwa subjek belum mampu Namun orangtua, khususnya ibu subjek
mengungkapkan aspek kognitif dan kurang menghargai perasaan subjek, hal ini
afektifnya dalam perilakunya. Subjek tidak terlihat ketika subjek kurang mendapat
lagi melakukan acara ritual agama dan bila tang gapan pada saat ia mencoba
dilihat dari sikap subjek terhadap realita memberitahu ibunya mengenai sikap ibunya
kehidupan nampak jelas bahwa subjek yang otoriter. Disamping itu ibu subjek
menggunakan rasionya untuk membenarkan kurang memberikan contoh yang baik
tindakannya. Dalam hal ini penguasaan diri kepada subjek. Hal ini didukung dengan
subjek atas dasar skala nilai dan norma tindakan ibu subjek yang hanya
kurang. memerintahkan bahkan sampai memaksa
Berdasarkan pembahasan di atas dapat subjek untuk ke gereja sedangkan ibu subjek
disimpulkan bahwa aspek kognitif sangat sendiri tidak pergi ke gereja.
berperan dalam kehidupan religius subjek, Pendapat subjek mengenai peranan
bahkan sangat mendominasi aspek yang lain. orangtua dalam pendidikan agama itu
Bila ditinjau dari periodesasi penting, namun secara tidak langsung
perubahan minat religius menurut Hurlock orangtua hanya membantu tetapi tidak
(1996), subjek telah memasuki periode memaksa anak, mengungkapkan
rekonstruksi agama. Subjek berusaha perasaannya terhadap orangtuanya.
mencari suatu kebenaran dan merasa bahwa Kurangnya dialog atas dasar keterbukaan
ia masih membutuhkan kehadiran Tuhan membuat subjek merasa kurang dihargai
dalam hidupnya. Subjek belum memiliki sehingga akhirnya subjek mengandalkan
ikatan religius yang kuat dengan agama yang kemampuannya sendiri dalam hal kognitif
dianutnya sekarang, sehing ga untuk mencari tahu mengenai kebenaran
memungkinkan subjek untuk berpindah ke sesungguhnya yang tidak ia peroleh dari
agama atau keyakinan lain. orangtuanya.
Bila ditinjau dari sudut tahapan
perkembangan kepercayaan menurut Fowler Subjek III
(1995), subjek berada dalam tahap Aspek kognitif, dalam hal ini subjek
kepercayaan sintetis-konvensional. Subjek memiliki pemahaman yang positif
memandang dunia dari sudut pandangnya mengenai Tuhan, dan pemahaman tersebut
sendiri. Hal ini tampak pada pendapat berdasarkan pengalaman hidupnya.
subjek mengenai hukuman Tuhan. Jawaban subjek mengenai hukuman
Orangtua subjek memiliki peranan Tuhan menunjukkan bahwa subjek mampu
negatif terhadap perkembangan menjawab persoalan yang berhubungan
religiositasnya. Bila ditinjau dari peran dengan Tuhan. Sebagai seorang remaja,
orangtua sebagai penanam nilai moral, subjek memiliki pemikiran yang kompleks
agama dan disiplin, maka orangtua tentang masalah-masalah etika dan

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


23
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

problema sosial. Hal ini tercermin dalam aspek-aspek religiositas di atas, dapat dilihat
pandangan subjek terhadap perilaku- dengan jelas bahwa aspek kognitif dan aspek
perilaku negatif yang sering dilakukan afektif yang dimiliki subjek secara bersama-
remaja lainnya. sama mempengaruhi aspek konatif subjek.
Aspek afektif, subjek sanggup Namun dari ketiga aspek tersebut di atas,
merasakan kedekatannya dengan Tuhan aspek afektif sedikit lebih dominan.
berdasarkan pengalamannya. Dukungan Bila ditinjau dari periodesasi
orangtua subjek pada masa awal kehidupan perubahan minat religius menurut Hurlock
subjek, memicu pembentukan hubungan (1996), subjek telah memasuki periode
yang personal antara subjek dengan Tuhan. rekonstruksi agama. Pengambilan keputusan
Harapan subjek untuk lebih subjek mengenai agama yang dianutnya,
mendekatkan diri dengan Tuhan dan sesama menunjukkan bahwa subjek masih
tercermin dalam kegiatan-kegiatan religius membutuhkan agama sebagai sarana untuk
yang diikutinya. Persaudaraan yang dirasakan mendekatkan diri kepada Tuhan. Subjek
oleh subjek dalam persekutuan doa belum memiliki ikatan religius yang kuat
mendorong subjek untuk tetap mengikuti dengan agama yang dianutnya sejak SMP,
kegiatan tersebut. Aspek afektif ini juga hal ini dapat dilihat dari keputusannya untuk
berperan dalam keputusan subjek memilih memilih agama yang “bar u” (agama
agama. orangtuanya dan agama yang telah
Aspek konatif, perilaku subjek dikenalnya ketika masih kecil).
seperti: melakukan acara-acara ritual agama, Bila ditinjau dari sudut tahapan
membaca kitab suci, dan mengikuti perkembangan kepercayaan menurut Fowler
persekutuan doa, menunjukkan bahwa (1995), subjek berada dalam tahap
subjek mampu mengungkapkan kepercayaan sintetis-konvensional. Subjek
pemahaman dan perasaannya terhadap memandang Tuhan secara interpersonal
Tuhan. yaitu sebagai sahabat dan teman yang dapat
Keikutsertaan subjek dalam ia hubungi terutama ketika mengalami
persekutuan doa, merupakan salah satu cara kesulitan.
subjek memenuhi kebutuhan untuk diterima Orangtua subjek sangat berpengaruh
dalam kelompok. Disamping itu secara tidak terhadap perkembangan religiositasnya. Hal
langsung subjek telah memenuhi tugas ini tampak pada tindakan mereka meminta
perkembangan yaitu penguasaan diri atas subjek untuk ke gereja dan sekolah minggu.
dasar skala nilai dan norma yang tampak Bila subjek berinisiatif untuk pergi ke gereja
pada sikap subjek terhadap beberapa contoh atau ke sekolah minggu, selain orangtua
perilaku negatif. Dalam menentukan sikap menunjukkan dukungan, secara tidak
terhadap pelaku perilaku negatif, subjek langsung juga mendidik subjek untuk
cenderung mendasarkan pada aspek afektif menghargai keputusan orang lain. Hal ini
yang dimilikinya. juga didukung dengan kebebasan yang
Berdasarkan pembahasan mengenai diberikan orangtua subjek untuk memilih

24 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


Johannes Dicky Susilo

agama. Aspek konatif, dalam hal ini bisa


Keterbukaan yang ditunjukkan oleh dikatakan subjek masih mampu
orangtua subjek dengan selalu mengungkapkan aspek kognitif dan
membicarakan permasalahan yang dihadapi afektifnya dalam perilakunya, meskipun
mempunyai arti tersendiri dalam kehidupan subjek tidak lagi melakukan accara-acara
religius subjek, sebagaimana ditekankan ritual agama, tetapi ia masih melakukan doa
Mangunwijaya (1986) betapa penting adanya pribadi dan membaca kitab suci. Apabila
suatu dialog dalam keluarga, terutama dalam dilihat dari sikap subjek terhadap realita
pendidikan religius anak. kehidupan, nampak jelas bahwa subjek
memiliki penguasaan diri atas dasar skala
Subjek IV nilai dan norma yang baik.
Aspek kognitif, dalam hal ini subjek Berdasarkan pembahasan mengenai
memiliki pemahaman yang positif aspek-aspek religiositas di atas, dapat dilihat
mengenai Tuhan. Disamping itu subjek dengan jelas aspek kognitif dan aspek
dapat menyimpulkan bahwa sikap jemaat afektif yang dimiliki subjek secara bersama-
yang lain, teman-temannya dan tokoh agama sama mempengaruhi aspek konatif subjek.
yang tidak konsekuen dalam kata dan Namun demikian aspek kognitif sedikit
perbuatan, mereka menampilkan diri sebagai lebih dominan dari pada aspek yang lain.
orang yang beragama tetapi bukan orang Bila ditinjau dari periodesasi
religius yang beriman dalam perilakunya. perubahan minat religius menurut Hurlock
Jawaban subjek mengenai hukuman (1996), subjek telah memasuki periode
Tuhan menunjukkan bagaimana subjek rekonstruksi agama. Subjek masih merasa
mampu menjawab persoalan yang bahwa ia membutuhkan kehadiran Tuhan
berhubungan dengan Tuhan. Sebagai dalam hidupnya. Hal ini ditunjukkan oleh
seorang remaja, subjek memiliki pemikiran subjek dengan masih melakukan doa pribadi
yang kompleks tentang masalah-masalah dan membaca kitab suci. Subjek bisa
etika dan problema sosial. Hal ini tercermin dikatakan memiliki ikatan religius yang kuat
dalam pandangan subjek terhadap perilaku- dengan agama yang dianutnya sekarang,
perilaku negatif yang sering dilakukan meskipun subjek tidak melakukan kegiatan
remaja lainnya. ritual keagamaan.
Aspek afektif, meskipun subjek Bila ditinjau dari sudut tahapan
mengalami hal-hal yang dapat melemahkan perkembangan kepercayaan menurut Fowler
imannya, subjek tetap meyakini dan (1995), subjek berada dalam tahap
merasakan adanya hubungan yang dekat kepercayaan sintetis-konvensional. Subjek
dengan Tuhan. Hal ini ditunjukkan oleh memandang Tuhan sebagai seorang sahabat
subjek dengan selalu mendekatkan diri yang akan membantunya ketika
kepada Tuhan melalui ketekunan dalam membutuhkan bantuan.
membaca kitab suci dan melakukan doa Berdasarkan latar belakang kehidupan
pribadi. subjek, peranan orangtua subjek

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


25
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan religius remaja terutama


religiositasnya. Bila ditinjau dari segi peran mempersiapkan remaja dalam menghadapi
orangtua, maka dapat dikatakan bahwa kehidupan yang semakin kompleks ini.
orangtua berperan sebagai penanam nilai Menurut Hommes (1992), keluarga
moral, agama dan disiplin. Orangtua merupakan lingkungan pertama yang
seharusnya menghargai perasaan individu, dijumpai seorang anak ketika ia lahir ke
minat dan keputusan yang dibuat oleh anak, dunia. Selanjutnya keluarga merupakan
namun orangtua, khususnya ibu subjek lingkungan pendidikan primer yakni tentang
kurang menghargai perasaan subjek. dasar-dasar keterampilan, kecerdasan dan
Ayah subjek memberi kebebasan nilai hidup (agama, adat). Anak memperoleh
kepada subjek menentukan sikapnya untuk pendidikan pertama kalinya dari keluarga
pergi ke gereja atau tidak. Dengan ini subjek khususnya dari orangtua melalui nasehat,
telah memperoleh kebebasan emosional perilaku serta sikap orangtua dalam
yang merupakan salah satu tugas kehidupan bersama.
perkembangan subjek sebagai seorang Orangtua harus memberikan contoh
remaja. atau teladan yang baik bagi anak-anak
Pendapat subjek mengenai peranan mereka. Akan tetapi beberapa studi kasus
orangtua dalam pendidikan agama itu cukup di atas, menunjukkan bahwa tidak semua
penting, namun orangtua hanya orangtua dari subjek, dapat mendidik dan
mengarahkan dan membekalinya sedangkan menjadi tokoh panutan yang ideal bagi
keputusan tetap berada di tangan anak itu subjek karena keterbatasan-keterbatasan
sendiri. Dalam hal ini subjek secara tidak mereka. Kendatipun demikian, orangtua
langsung melakukan identifikasi terhadap harus sedini mungkin tetap menanamkan
ayahnya sebagai aggota keluarga yang pal- nilai-nilai moral agar remaja sanggup dan
ing dekat dengannya dan menghargai berani menghadapi konflik ketika remaja
kebebasan anaknya. bersosialisasi dengan masyarakat.
Berdasarkan pembahasan keempat Penelitian mengenai perkembangan
kasus di atas, dapat dilihat dengan jelas religiositas remaja akhir ini pada dasarnya
bahwa di sana terdapat beberapa persamaan membutuhkan pemahaman yang cukup
dan juga perbedaan pada aspek-aspek dalam mengenai perkembangan religiositas
religiositas karena setiap subjek memiliki remaja itu sendiri.
pengalaman dan latar belakang yang berbeda
pula. Hal itu tampak pada tahapan SIMPULAN DAN SARAN
perkembangan religius tiap subjek, yang
pada dasarnya tidak memiliki batasan usia Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
yang pasti. dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
Disamping itu juga dapat dilihat secara berikut:
jelas pula bagaimana orangtua memainkan a. subjek I, ketiga aspek religiositas yaitu:
peranannya yang sangat penting dalam aspek kogitif, afektif dan konatif yang

26 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


Johannes Dicky Susilo

dimiliki, saling mempengaruhi tanpa ada Berdasarkan pembahasan dan


yang mendominasi; kesimpulan dari penelitian ini, maka Peneliti
b. subjek II, dari ketiga aspek religiositas mengusulkan ada beberapa saran sebagai
yaitu: aspek kogitif, afektif dan konatif berikut:
yang dimiliki, saling mempengaruhi a. Bagi para pembaca khususnya remaja,
tetapi aspek kognitif sangat agar lebih memperhatikan aspek-aspek
mendominasi aspek yang lain; yang terdapat dalam religiositas dan lebih
c. subjek III, dari ketiga aspek religiositas mengutamakan pada pengungkapan
yaitu: aspek kogitif, afektif dan konatif pemahaman dan perasaan yang kita
yang dimiliki, saling mempengaruhi miliki terhadap Tuhan melalui suatu
tetapi aspek afektif sangat mendominasi perilaku nyata dalam kehidupan sehari-
aspek yang lain; hari.
d. subjek IV, dari ketiga aspek religiositas b. Bagi orangtua, agar lebih memperhatikan
yaitu: aspek kogitif, afektif dan konatif perkembangan religiositas remajanya
yang dimiliki, saling mempengaruhi terutama menghadapi dunia yang
tetapi aspek kognitif sangat semakin berkembang ini.
mendominasi aspek yang lain; c. Bagi peneliti lain yang tertarik dengan
e. berdasarkan teori perubahan minat penelitian mengenai religiositas, agar
religius menurut Hurlock (1996), lebih memperhatikan cara untuk
keempat subjek berada dalam periode mengungkapkan religiositas individu
rekonstruksi agama; untuk mendapatkan data yang lebih
f. berdasarkan tahap perkembangan mendalam.
kepercayaan yang dikemukan oleh
Fowler (1995), keempat subjek berada PUSTAKA ACUAN
dalam tahap kepercayaan sintetis-
konvensional; Dister, N.S. (1984). Ayah Sbagai Simbol Allah.
g. peranan orangtua sangat penting dalam Yogyakarta: Kanisius.
perkembangan religiositas remaja Fowler, J.W. (1995). Teori Perkembangan
terutama dalam mempersiapkan remaja Kepercayaan. (Agus Cremers, Pengalih
menghadapi kehidupan yang semakin bhs.). Yogyakarta: Kanisius.
kompleks;
Gunarsa, S.D. & Gunarsa Y.S.D. (2000).
h. berdasarkan ketiga aspek religiositas
Psikologi Praktis: Anak, Remaja Dan
yaitu: aspek kognitif, afektif dan konatif,
Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
aspek konatif merupakan aspek yang
terpenting karena merupakan Halonen, J.S. & Santrock, J.W. (1999). Psychol-
pengungkapan dari pemahaman dan ogy: Context & Apllications. (3rd. Ed.).
perasaan individu terhadap Tuhan Boston: McGraw Hill Companies, Inc.
melalui bentuk perilaku nyata.

INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006


27
Perkembangan Religiositas Remaja Akhir

Hommes, A. (1992). Perubahan Peran Pria Dan Monks, F.J., Knoers, A.M.P. & Haditono, S.H.
Wanita Dalam Gereja Dan Masyarakat. (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar
Yogyakarta: Kanisius. Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Hurlock, E.B. (1996). Psikologi Perkembangan:
Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Seri Muatiara Iman. (2002). Dapatkah Kita
Kehidupan. (Istiwidayanti & Soedjarwo, Mengandalkan Sikap Religius. Yogyakarta:
Pengalih bhs.). Jakarta: Erlangga. Yayasan Gloria.
Lein, L. & O’Donnell, L. (1994). Anak: Sulaeman, D. (1995). Psikologi Remaja: Dimensi-
Bagaimana Mengasuh Anak Dan Pengaruh Dimensi Perkembangan. Bandung: Mandar
Anak Bagi Kehidupan Orangtuanya. (Y.B. Maju.
Tugyarso, Pengalih bhs.). Yogyakarta:
Wahyuningsih, S. (2002). Peran Orang Tua &
Kanisius.
Guru Dalam Pendampingan Remaja.
Mangunwijaya, Y.B. (1986). Menumbuhkan Makalah disampaikan pada Seminar
Sikap Religius Anak-Anak. Jakarta: PT Peran Orang Tua & Gur u Dalam
Gramedia. Pendampingan Remaja, SMUK
Frateran, Surabaya.

28 INSAN Vol. 8 No. 1, April 2006

Anda mungkin juga menyukai