FRAKTUR
Dosen Pembimbing :
Dosen Pembimbing :
MaratusSholihah, S.Kep., Ns., M.Kep
B. Etiologi Fraktur
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur
pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan
Trauma ringan dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
C. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang..
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
- At axim : membentuk sudut.
- At lotus : fragmen tulang berjauhan.
- At longitudinal : berjauhan memanjang.
- At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis :Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
H. Penyembuhan Fraktur
a) Terapi konserfatif terdiri dari :
1. Protksi saja, misalnya mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan
kedeudukan baik
2. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan g ips pada fraktur inkomplit
dan fraktur dengan kedudukan baik.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur suprakondilus.
Reposisi dapat dalam anastesi umum atau local
4. Traksi, untuk reposisi secara perlahan.pada anak – anak dipakai traksi kulit (terapi
hamilton russel, traksi bryan). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5
kg. Untuk traksi dewasa harus traksi skeletal berupa balanced traction
b) Terapi operatif terdiri dari :
1) Reposis terbuka (OREF)
2) Reposisi tertutup (ORIF) dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna.
R = RICE
Rest artinya mengistirahatkan bagian tubuh yang cidera, sedangkan bagian tubuh yang
tidak cidera boleh tetap dilakukan aktivitas. Tujuan mengistirahatkan bagian tubuh yang
cidera adalah:
1. Mencega cidera lebih lanjut
2. Membuat proses penyembuhan luka lebih cepat
Segera setelah cidera sebaiknya jangan gumakan bagian cidera sama sekali atau
istirahatkan total sekitar 15 menit. Kemudian istirahatkan sampai nyeri pada cidera
hilang. Atau hingga 48 jam.
I =ICE
Secara umum manfaat penggunaan es pada cidera pada jaringan lunak adalah:
1. Mengatasi pembengkakan
2. Mengurangi nyeri
3. Mengurangi spasme otot
Pemberian es dilakukan dengan memasukkan pecahan es dalam kantung plastic seluas
area cidera atau lebih. Setelah itu bungkus plastic dengan handuk yang sudah dibasahi,
kemudian ditempelkan pada cidera, kemudian tutup dengan elastic verban melebihi
permukaan dari kantung es tadi. Pemberian es sebaiknya dilakukan dalam waktu 10
menit atau sesegera mungkin setelah cidera selama 15-20 menit, kemudian diulang
setiap 2-4 jam. Pemberian es secara berkala ini dilakukan selama 24 jam pertama
setelah cidera.
C = Compression
Kompresi adalah aplikasi gaya tekan terhadap lokasi cidera. Kompresi digunakan untuk
membantu aplikasi es dan membatasi pembengkakan yang merupakan faktor utama
untuk mempercepat masa rehabilitasi. Oleh karena itu kompresi sering dkatakan sebagai
sebagian yang paling penting darinRICE. Aplikasi kompresi dilakukan dengan
melilitkan elastic verban pada bagian cidera, yaitu dengan merenggangkan verban
hingga 75% panjangnya, perlu diperhatikan saat melakukan pembebatan jangan terlalu
ketat karena dapat menyebabkan gangguan sirkulasi dengan gejala-gejala seperti rasa
gatal, kesemutan, dan meningkatnya nyeri. Lilitan ini harus meliputi seluruh area cidera
dan diaplikasikan secara terus-menerus selaa 24 jam pertama sesudah kejadian cidera.
Dalam kasus dimana terjadi perdarahan, kompresi juga dapat membantu menghentikan
perdarahan.
E = Elevation
Elevasi adalah meninggikan bagian yang mengalami cidera melebihi ketingian jantung
sehingga dapat membantu mendorong cairan keluardari daerah pembengkakan. Elevasi
juga akan membantu pembuluh darah vena untuk mengembalikan darah dari area cidera
ke jantung sehingga mencegah terjadinya akumulasi atau pooling darah ke area cidera.
Bagian yang mengalami cidera diangkat sehingga berada 15-25 cm diatas ketinggian
jantung.
Elevasi sebaiknya dilakukan hingga pembengkakan menghilang.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.EGC. Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Sjamsuhidajat & De Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.